Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8034 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Resibois, Pierre M.V.
New York: Harper & Row, 1968
541.372 RES e
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Wilsen Jefta
"

Optimasi diperlukan untuk meningkatkan kinerja teknologi elektrolisis plasma guna memperbesar intensitas dan reaktivitas dari spesi yang bereaksi, khususnya radikal hidroksil, yang mengoksidasi senyawa-senyawa organik dalam limbah cair. Dengan pertimbangan untuk memperoleh kondisi elektrolisis plasma tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi larutan elektrolit, konsentrasi aditif ion Fe2+, dan daya operasi terhadap degradasi Remazol Red dengan teknologi elektrolisis plasma menggunakan elektroda berbahan stainless steel. Metode ini akan dilakukan pada reaktor batch menggunakan variasi konsentrasi larutan elektrolit K2SO4 0,01 M, 0,02 M, 0,04 M, dan konsentrasi ion Fe2+ 0 mg/L, 10 mg/L, 20 mg/L, 30 mg/L, 50 mg/L, pada daya 500 W dan 600 W. Efektivitas proses ditinjau berdasarkan persentase COD, Pt-Co dan degradasi Remazol Red, yield amonia dan nitrat, konsumsi energi, serta erosi anoda. Pada percobaan ini, persentase degradasi Remazol Red optimum mencapai 99,76% dengan energi spesifik sebesar 4265,43 kJ/mmol dan erosi anoda sebesar 0,1 g, dengan penurunan nilai Pt-Co pada akhir degradasi sebesar 99,16%, serta COD sebesar 84,16% untuk konsentrasi awal limbah 200 ppm dan penambahan Fe2+ 20 ppm. Pada kondisi tersebut, terdapat produk samping berupa amonia sebesar 0,438


Optimization needed to improve the performance of plasma electrolysis technology to increase the reactivity of the reacting species, especially hydroxyl radicals, which oxidize organic compounds in wastewater. Therefore, this study aims to determine the effect of Fe2+ ion additive concentration, electrolyte concentration, and electrical power on the degradation of Remazol Red by plasma electrolysis using stainless steel electrodes. This method was carried out in a batch reactor using variations in the concentration of K2SO4 electrolyte 0.01 M, 0.02 M, 0.04 M and concentrations of Fe2+ 0 mg/L, 10 mg/L, 20 mg/L, 30 mg/L , 50 mg/L, carried out with power consumption of 500 W and 600 W. Process effectiveness is analyzed based on the COD, Pt-Co, Remazol Red degradation, ammonia and nitrate yield, energy consumption, and anode erosion. In this experiment, the maximum degradation of Remazol Red reached 99.76% with a specific energy of 4265.43 kJ/mmol and anode erosion of 0.1 g, the decrease in Pt-Co value by 99.16% and COD by 84.16% for an initial Remazol Red concentration of 200 ppm and the addition of 20 ppm Fe2+. Under these conditions, by-products of 0.438 mmol of ammonia and 1.736 mmol of nitrate which were measured in the 30th minute.

 

"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nafisah
"Pandemi Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) telah menjadi masalah kesehatan utama saat ini. Selain gejala respiratorik, pada COVID-19 juga diyakini dapat menyebabkan gangguan pada ginjal dan menyebabkan gangguan asam basa dan elektrolit. Analisa gas darah, elektrolit, dan kreatinin adalah pemeriksaan laboratorium sederhana yang hampir selalu diperiksa pada saat pasien COVID-19 dirawat, tetapi peranannya dalam memprediksi luaran buruk COVID-19 belum banyak diketahui. Luaran buruk pada penelitian ini ialah subjek yang memiliki perawatan di intensive care unit (ICU) dan/atau menggunakan ventilator mekanik dan/atau meninggal. Penelitian ini memiliki desain kohort retrospektif, dengan jumlah sampel 136 subjek. Gangguan asam basa yang tersering adalah alkalosis respiratorik (), sedangkan kelainan elektrolit tersering adalah hiponatremia. Pada penelitian ini didapatkan hubungan yang bermakna secara statistik pada parameter pH, pCO2, PO2, SO2, TCO2, dan kadar natrium. Parameter pH, pCO2, PO2, SO2, TCO2, dan kadar natrium memiliki luas Area Under the Curve secara berurutan sebesar 62,8%; 61,7%; 64,8%; 69,7%; 60,6% dan 73%. Pada analisis regresi logistik, didapatkan suatu model prediksi luaran buruk dengan menggunakan parameter pH, PO2, TCO2, kadar natrium, dan riwayat kardiovaskular.

Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) pandemic has become a major health problem. COVID-19 cause respiratory and kidney problems and cause acid-base and electrolyte disturbances. Blood gas analysis, electrolytes, and creatinine are basic laboratory test that always be examined when a COVID-19 hospitalized, but it’s role in predicting COVID-19 poor outcome is still not clear. The poor outcome in this study was the intensive care unit (ICU) admission and/or using mechanical ventilator and/or died. This study has a retrospective cohort design, with a sample size of 136 subjects. The most common acid-base disorder is respiratory alkalosis, while the most common electrolyte abnormality is hyponatremia. In this study, we found statistically significant association between pH, pCO2, PO2, SO2, TCO2, and sodium levels with COVID-19 poor outcome. The parameter pH, pCO2, PO2, SO2, TCO2, and sodium content have an area under the curve respectively ​​62.8%; 61.7%; 64.8%; 69.7%; 60.6% and 73%. In logistic regression analysis, a model for poor prediction was obtained using pH, PO2, TCO2, sodium levels, and cardiovascular history."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Heri Jodi
"Penggunaan elektrolit cair dalam baterai masih menyisakan masalah keamanan akibat kebocoran dan kebakaran. Karena itu, penelitian dan penemuan elektrolit padat dengan performa yang bagus menjadi hal yang sangat menarik dan penting dilakukan, untuk menggantikan elektrolit cair dalam baterai. Lithium Fosfat (Li3PO4) adalah elektrolit padat berbasis xLi2O-yP2O5 (x=3, y=1) yang stabil, namun memiliki konduktivitas ionik yang kecil sekitar 10-9~10-8 S/cm, terlalu rendah untuk diaplikasikan menjadi elektrolit dalam baterai. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan bahan elektrolit padat baru berbasiskan Li2O-P2O5, dengan modifikasi komposisi paduannya, dan dikombinasikan dengan Montmorillonite (MMT) membentuk material komposit elektrolit padat.  Komposit elektrolit dipreparasi melalui teknik pencampuran metalurgi biasa dan disintesis memanfaatkan teknik reaksi padatan melt-quenching. Morfologi komposit hasil sintesis dikarakterisasi menggunakan Scanning Electron Microscopy (SEM), dipadukan dengan Energy Dispersive X-ray Spectroscopy (EDS) untuk analisis unsur, sedangkan X-ray Diffractometer (XRD) digunakan untuk analisis struktural. Pengujian performa elektrokimia yang meliputi konduktivitas, impedansi dan sifat dielektrik komposit dilakukan menggunakan Electrochemical Impedance Spectrometry (EIS). Pencampuran paduan Li3PO4 dengan MMT menggunakan pengikat PVDF, memberikan komposit yang menunjukkan konduktivitas sebesar 3.59x10-7 S/cm. Modifikasi komposisi x dari 3 menjadi 1.5, memberikan peningkatan konduktivitas menjadi 3.98x10-6 S/cm, 2-3 orde lebih tinggi dari konduktivitas Li3PO4. Penambahan konten MMT ke dalam paduan hasil modifikasi komposisi 1.5Li2O-P2O5, menciptakan komposit elektrolit padat baru yang menunjukkan konduktivitas lebih baik pada orde 10-4 S/cm. Peningkatan konduktivitas tersebut diyakini merupakan kontribusi fasa dominan Li4P2O7. MMT berkontribusi meningkatkan sifat dielektrik komposit, dan mengakibatkan muatan dalam elektrolit menjadi lebih mudah bergerak, yang ditunjukkan dengan nilai energi aktivasi komposit dengan kandungan MMT sebesar 0,86 eV, lebih rendah dibandingkan dengan komposit tanpa MMT sebesar 1.50 eV. Komposit Li2O-P2O5-MMT terbukti bisa berfungsi dengan baik sebagai elektrolit padat dalam sel baterai, dan menghantarkan muatan pada proses charge-discharge

The use of liquid electrolytes in the battery still leaves safety problems due to leaks and fires. Therefore, research and discovery of solid electrolytes with good performance are very interesting and important to do, to replace liquid electrolytes in batteries. Lithium Phosphate (Li3PO4) is a solid electrolyte based on xLi2O-yP2O5 (x = 3, y = 1) which is stable, but has a small ionic conductivity of about 10-9 ~ 10-8 S / cm, that still too low to be applied as solid electrolytes in a battery. This study aims to develop new solid electrolyte materials based on Li2O-P2O5, with modified compositions, and combined with Montmorillonite (MMT) to form a solid electrolyte composite material. Electrolyte composites are prepared through ordinary metallurgical mixing and synthesized using melt-quenching solid reaction techniques. The morphology of the synthesized composite was characterized using Scanning Electron Microscopy (SEM), combined with the Energy Dispersive X-ray Spectroscopy (EDS) for elemental analysis, while the X-ray Diffractometer (XRD) was used for structural analysis. Electrochemical performance testing which includes conductivity, impedance, and composite dielectric properties were carried out using Electrochemical Impedance Spectrometry (EIS). Mixing Li3PO4 with MMT using PVDF binder, has provided a composite that shows conductivity value of 3.59x10-7 S/cm. Modification of the composition of x value, from 3 to 1.5, gave an increase in conductivity to 3.98x10-6 S / cm, higher by 2-3 order of magnitude than that of Li3PO4. Addition of MMT content to a composition modified system 1.5Li2O-P2O5, has created a new solid electrolyte composite that shows better conductivity in the order of 10-4 S / cm. The increase in conductivity is believed to be the contribution of the dominant phase of Li4P2O7. MMT contributes to increasing composite dielectric properties and results in charge carriers becoming more easily polarized, which is indicated by the activation energy value of the composite with MMT content of 0.86 eV, lower than the composite without MMT of 1.50 eV. Li2O-P2O5-MMT composites have proven to function as solid electrolytes in battery cells and conduct charge carriers in the charge-discharge process.:major-bidi'>dikarakterisasi menggunakan Scanning Electron Microscopy (SEM), dipadukan dengan Energy Dispersive X-ray Spectroscopy (EDS) untuk analisis unsur, sedangkan X-ray Diffractometer (XRD) digunakan untuk analisis struktural. Pengujian performa elektrokimia yang meliputi konduktivitas, impedansi dan sifat dielektrik komposit dilakukan menggunakan Electrochemical Impedance Spectrometry (EIS). Pencampuran paduan Li3PO4 dengan MMT menggunakan pengikat PVDF, memberikan komposit yang menunjukkan konduktivitas sebesar 3.59x10-7 S/cm. Modifikasi komposisi x dari 3 menjadi 1.5, memberikan peningkatan konduktivitas menjadi 3.98x10-6 S/cm, 2-3 orde lebih tinggi dari konduktivitas Li3PO4. Penambahan konten MMT ke dalam paduan hasil modifikasi komposisi 1.5Li2O-P2O5, menciptakan komposit elektrolit padat baru yang menunjukkan konduktivitas lebih baik pada orde 10-4 S/cm. Peningkatan konduktivitas tersebut diyakini merupakan kontribusi fasa dominan Li4P2O7. MMT berkontribusi meningkatkan sifat dielektrik komposit, dan mengakibatkan muatan dalam elektrolit menjadi lebih mudah bergerak, yang ditunjukkan dengan nilai energi aktivasi komposit dengan kandungan MMT sebesar 0,86 eV, lebih rendah dibandingkan dengan komposit tanpa MMT sebesar 1.50 eV. Komposit Li2O-P2O5-MMT terbukti bisa berfungsi dengan baik sebagai elektrolit padat dalam sel baterai, dan menghantarkan muatan pada proses charge-discharge."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
D2554
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fajar Adhiyat
"Aluminium paduan seri 2xxx-T3 merupakan paduan yang memiliki kombinasi yang baik antara kekuatan yang tinggi, ketangguhan yang baik, dan memiliki kemampulasan yang baik pada kondisi tertentu. Aplikasi dari Al2xxx-T3 adalah struktur pesawat terbang, badan truk, baut dan sekrup pesawat terbang, dan tangki roket. Kombinasi sifat yang baik dari material Al2xxx-T3 dalam berbagai aplikasi tersebut tetap memiliki kelemahan. Salah satu kelemahan material tersebut adalah ketahanan yang rendah terhadap korosi. Kelemahan ini dapat menjadi keterbatasan penggunaan material pada kondisi lingkungan yang korosif sehingga dapat mempercepat terjadinya degradasi dari material Al2xxx-T3 tersebut. Oleh karena itu diperlukan suatu modifikasi permukaan dengan proses anodisasi.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh parameter proses yakni temperatur dan rapat arus anodisasi terhadap pembentukan lapisan anodik berpori. Anodisasi dilakukan pada tiga temperatur berbeda yakni 10oC, 0oC dan -10oC dengan variasi rapat arus adalah 15 mA/cm2, 20 mA/cm2 dan 25 mA/cm2. Material hasil anodisasi kemudian dilakukan dua jenis pengujian yaitu pengujian kekerasan dan pengujian ketahanan korosi. Pengujian kekerasan mikro Vickers digunakan untuk mengetahui sifat mekanik lapisan anodik yang terbentuk dan pengujian ketahanan korosi menggunakan metode polarisasi bertujuan untuk mengetahui ketahanan korosi dari lapisan anodik yang terbentuk.
Hasil pengujian memperlihatkan adanya peningkatan kekerasan permukaan lapisan anodik alumina saat variabel temperatur diturunkan ke temperatur 0oC dimana kekerasan tertinggi adalah 511 HV yang didapat pada temperatur 0oC dengan rapat arus 20 mA/cm2. Kemudian penurunan temperatur hingga 0oC dan peningkatan rapat arus hingga 25 mA/cm2 akan meningkatkan ketahanan korosi namum kembali turun dengan penurunan temperatur hingga -10oC. Parameter proses yang paling optimal untuk menciptakan lapisan anodik yang memiliki kekerasan dan ketahanan korosi yang tinggi adalah pada temperatur 0oC dan rapat arus 20 mA/cm2.

Aluminum alloys series 2xxx-T3 are an alloy that has a good combination of high strength, good toughness, and have a good weldability on certain conditions. The application of Al2xxx-T3 are for the structure of the aircraft, truck bodies, airplanes bolts and screws, and rockets tanks. The combination of good properties of this material Al2xxx-T3 in a variety of applications still have a weaknesses. One disadvantage of these materials is low resistance to corrosion. This weakness may become a limitations on the use of materials on corrosive environmental conditions which is can accelerate the degradation of the material Al2xxx-T3. Therefore we need a surface modification by anodizing process.
This study aims to analyze the influence of anodizing process parameters which is temperature and current density on the formation of porous anodic coating, Anodizing has been done at three different temperatures which are 10oC, 0oC and -10oC with variation of current density which are 15 mA/cm2, 20 mA/cm2 and 25 mA/cm2. Sample that has been done being anodized then will be tested by two methods. Micro Vickers hardness testing was used to determine the mechanical properties of anodic layer and corrosion resistance testing using the polarization method to determine the corrosion resistance of anodic coatings formed.
The test result shows an increase of the surface layer of anodic alumina hardness when the variable temperature is lowered to 0oC with the highest hardness is 511 HV obtained at the temperature and the current density are 0oC and 20 mA/cm2. Then lowering the temperature to 0oC and increasing the current density into 25 mA/cm2 would increase the anodic film corrosion resistance but the corrosion resistance would drop again after lowering the temperature into -10oC. The optimum process parameters to form an anodic coating which have the hardest surface and high corrosion resistance is at 0oC temperature and the current density is 20 mA/cm2.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S57320
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erfin Yundra Febrianto
"Banyak jenis elektrolit padat yang dapat diunggulkan sebagai elektrolit padat pada system fuel cells seperti: zirkonia (ZrO2), E-alumina, thorium dan lain-lainnya. Problem utama elektrolit padat unggulan tersebut adalah dimana temperatur operasinya yang tinggi, seperti untuk zirkonia, temperatur operasi berkisar antara 600-1400°C. Sedangkan untuk thorium oksida (ThO2) temperatur operasinya berkisar antara 1000-1500°C. Bismut oksida sebagai bahan alternatif mampu beroperasi pada temperatur moderat (270-750°C) dengan nilai konduktivitas yang sebanding dengan zirkonia. Problem utama dari elektrolit padat selain bismut oksida ini adalah hanya mampu beroperasi pada temperatur diatas 500°C, sementara baik dalam riset di laboratorium maupun untuk aplikasi di industri atau yang lainnya, sering kali diperlukan fuel cell dengan temperatur operasi yang rendah (< 500°C).
Seperti telah disebutkan diatas bahwa elektrolit padat bismut oksida mampu beroperasi pada temperatur dibawah 500°C, jadi diharapkan elektrolit padat bismut oksida ini dapat menggantikan Zirkonia pada kondisi yang khusus (untuk operasi dibawah 500°C). Telah dilakukan penelitian pembuatan elektrolit padat yang mampu beroperasi pada temperatur yang lebih rendah tersebut yaitu dengan menggunakan bismut oksida sebagai bahan dasarnya, yang di doping dengan berbagai logam tambahan yaitu erbium oksida, yttrium oksida dan calsium oksida untuk menaikkan konduktivitas ionnya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan logam-logam tersebut dapat menaikan nilai daya hantar ion oksigen dari elektrolit padat berbasis bismuth oksida hingga mencapai 100 kalinya dan dapat beroperasi pada temperature sekitar 600-800°C. Daya hantar ion oksigen tertinggi diperoleh pada penambahan 20% calsium oksida yang disinter pada temperatur 850°C selama 7 jam yaitu sebesar 18 x 104 /ohm cm. Sedangkan elektrolit padat berbasis bismuth oksida terbaik didapatkan pada penambahan 30 % mole yttrium oksida yang disinter pada temperature 1100° C selama 1 jam dengan nilai porositas 1,415 %."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T16182
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Prihandoko
"Bahan elektrolit yang dapat menghantarkan Li-ion dipilih elektrolit padat LTAP (Lithium Titanium Alumunium Phospat) yang mempunyai konduktivitas sekitar 10^-4 S.cm^-1 . LTAP dibuat dengan metoda metalurgi serbuk mencampurkan bahan-bahan kimia yang dibutuhkan (Li2CO3, TiO2, Al2O3 dan NH4HPO4) dihaluskan, dikalsinasi, kemudian dijadikan pelet dan disinter. Pelet LTAP akan digerus dan dihaluskan, kemudian dicampur dengan bahan galas dalam prasio berat 1:1 untuk membentuk slurry. Bahan gelas yang digunakan merupakan gelas jendela. Dengan metoda sheet casting dan sintering, slurry akan dibuat menjadi lembaran komposit galas elektrolit. Sintering dilakukan pada temperatur di alas temperatur transisi gelas. Kemudian lembaran elektrolit didinginkan secara cepat di suhu kamar. Variasi lama pemanasan dan penambahan Li2O dilakukan untuk meningkatkan konduktifitas lembaran elektrolit.

Electrolyte material with conductible Li-ionic is a solid-state electrolyte of LTAP (Lithium Titanium Aluminum Phosphate) that has conductivity of If T4 1. LTAP was produced by powder metallurgy method including mixing, calcinations and sintering process of these materials i.e. Li2CO3, TiO2, Al2O3 and NH4HPO4. The LTAP pellet is mixed with glass materials i.e., windows glasses to make a composite material with glasses as a matrix. The weight ratio of the mixing is 1: 1. The mixed slurry was malted a thin film composite by sheet casting method. Then the thin film is heated as a at temperature transition of glass. The heated composite then normal cooled in air, the addition of Li2O is to increase the conductivity of this composite."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2005
T16184
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aditia Hermawan
"ABSTRAK
Material tembaga telah digunakan oleh manusia sejak ribuan tahun yang lalu. Salah satu pemakaian tembaga adalah sebagai pipa-pipa air untuk berbagai macam kebutuhan manusia. Seiring dengan kemajuan zaman, aplikasi tembaga makin meluas mengingat tembaga memiliki berbagai macam keunggulan seperti konduktivitas listrik yang sangat baik. Tembaga juga memiliki ketahanan korosi yang baik.
Salah satu aplikasi tembaga saat ini adalah sebagai pipa dalam kondenser atau alat penukar panas (heat exchanger). Pada aplikasi ini tembaga dilapisi dengan krom agar memiliki ketahanan korosi lebih baik. Media pendingin dari kondenser adalah air, termasuk air laut. Korosi yang diindikasikan adalah korosi pitting atau korosi galvanik. Korosi pitting disebabkan oleh penetrasi ion-ion Cf yang memecah lapisan pasif logam. Setelah lapisan pasif pecah, lubang-lubang (pits) akan mulai terbentukdan selanjutnya berkembang. Sedangkan korosi galvanik disebabkan oleh adanya dua logam tak sejenis yang tergandeng (coupled) atau dalam hal ini adalah tembaga dengan lapisan kromnya.
Ketahanan korosi pitting lapisan krom lebih tinggi daripada tanpa lapis krom atau tembaga biasa. Pada simulasi dengan menggunakan NaCl 3,5% sebagai representasi air laut dengan temperatur 27ºC dan 80ºC, tembaga yang dilapisi krom memiliki nilai potensial korosi yang lebih tinggi dari tembaga. Percobaan korosi galvanik dilakukan antara tembaga dengan lapisan krom. Hasil percobaan menunjukkan kemungkinan terjadinya korosi galvanik lebih tinggi daripada korosi pitting.

"
2001
S41512
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Luthfiana Azizah
"Microbial Desalination Cell MDC merupakan salah satu teknologi untuk menghasilkan air bersih. Sistem MDC ini mampu mendesalinasi air laut tanpa adanya energi eksternal dengan memanfaatkan langsung listrik hasil dari proses oksidasi senyawa organik oleh bakteri. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kinerja MDC dengan sumber mikroorganisme dari air lindi menggunakan elektroda arang tempurung kelapa. Penggunaan elektroda arang ini akan mendukung pembentukan biofilm pada permukaan elektroda, sehingga desalinasi cepat berlangsung. Elektroda arang tempurung kelapa dipilih karena harganya yang murah, sehingga dapat mengurangi biaya konstruksi sistem MDC. Untuk meningkatkan kinerja MDC, maka akan dievaluasi pengaruh konsentrasi natrium perkarbonat 0,05 M ; 0,1 M ; 0,15 M ; 0,2 M sebagai katolit pada ruang katoda. Performa katolit natrium perkarbonat NP juga dibandingkan dengan katolit komersil buffer fosfat BF . MDC dengan katolit NP 0,05 M terbukti menghasilkan kinerja desalinasi terbaik dengan besar salt removal sebesar 15,45.

Microbial Desalination Cell MDC is one of the technologies to produce fresh water. MDC system is able to perform desalination of sea water without any external energy with directly utilizing the electrical power generated by bacteria during organic matter oxidation. This research was conducted to evaluate MDC performance utilizing microorganisms from leachate with coconut shell charcoal biochar as the electrode. The use of charcoal as electrode will support the formation of biofilms on the surface of the electrode, so that desalination quickly underway. The coconut shell charcoal electrode was chosen because of the cheap price, so it can reduce the cost of construction MDC system. To improve the performance of the MDC, it will be evaluated the effect of sodium percarbonate concentration 0.05 M 0.1 M 0.15 M 0.2 M as catholyte in the cathode chamber. The performance of sodium percarbonate NP as catholyte is compared with other commercial catholyte phosphate buffer BF . MDC with NP 0.05 M catholyte has been found for having the best desalination performance by salt removal 15.45."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
S68464
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andana Haris R
"Pendahuluan. Pemberian cairan karbohidrat oral prabedah dan mengurangi durasi puasa merupakan salah satu komponen dari enhanced recovery after surgery (ERAS). Namun, data penelitian mengenai pemberian cairan karbohidrat oral prabedah pada populasi anak masih terbatas. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan efek pemberian cairan karbohidrat elektrolit oral dan air putih 1 jam prainduksi terhadap kadar glukosa darah pada anak yang menjalani pembedahan abdomen bagian bawah.
Metode. Penelitian ini merupakan uji klinis acak tersamar tunggal yang mengikutsertakan 44 pasien anak yang menjalani pembedahan abdomen bagian bawah. Sampel dilakukan pengelompokan dengan metode randomisasi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama adalah anak yang diberikan cairan karbohidrat elektrolit oral prabedah. Kelompok kedua adalah anak yang diberikan cairan air putih prabedah. Kedua kelompok dilakukan tiga kali pemeriksaan glukosa darah, yaitu pascainduksi, akhir pembedahan, dan hari I pascabedah, serta elektrolit darah saat pascainduksi. Kedua kelompok dilakukan uji hipotesis untuk melihat perbedaan rerata kadar glukosa darah dan general linear model (repeated measure) untuk melihat tren perubahan kadar glukosa darah selama perioperatif. Selain itu, kedua kelompok dilakukan uji hipotesis untuk melihat perbedaan kadar elektrolit darah pascainduksi sebagai luaran tambahan.
Hasil. Tidak terdapat perbedaan kadar glukosa darah yang bermakna antara kelompok anak dengan pemberian cairan karbohidrat elektrolit oral 1 jam prainduksi dan kelompok anak dengan pemberian air putih oral 1 jam prainduksi saat pascainduksi, akhir pembedahan, dan hari I pascabedah (nilai p >0,05). Tidak terdapat perbedaan kadar elektrolit yang bermakna antara kelompok anak dengan pemberian cairan karbohidrat elektrolit oral 1 jam prainduksi dan kelompok anak dengan pemberian air putih oral 1 jam prainduksi saat pascainduksi (nilai p >0,05). Terdapat perbedaan yang bermakna antara volume pemberian cairan pada kelompok pemberian karbohidrat elektrolit oral (median 300 mL, IQR 150 mL) dan air putih (median 200 mL, IQR 200 mL) (nilai p <0,05). Tidak ditemukan kejadian regurgitasi dan aspirasi pneumonia pada kedua kelompok saat induksi anestesia.
Kesimpulan. Tidak terdapat perbedaan kadar glukosa darah perioperatif yang bermakna antara kelompok anak dengan pemberian cairan karbohidrat elektrolit oral 1 jam prainduksi dan kelompok anak dengan pemberian air putih oral 1 jam prainduksi.

Introduction. Preoperative oral carbohydrate electrolyte administration and reducing of clear fluid fasting duration are components of enhanced recovery after surgery (ERAS). However, studies related to preoperative oral carbohydrate electrolyte administration in pediatric elective surgery patients are still limited. This study aimed to evaluate the effects of 1 hour preoperative oral carbohydrate electrolyte fluids on blood glucose in pediatric lower abdominal surgery.
Methods. Fourty four patients were randomly allocated to either carbohydrate electrolyte fluids (intervention group) or water fluids (control group). Blood glucose of both groups were analysed at three time points; postinduction, end of surgery, and postoperative day 1. Electrolytes of both groups were also analysed at postinduction. The results were analysed to evaluate mean differences of blood glucose and general linear model to evaluate the trend of blood glucose consecutively as primary outcome, and electrolytes as secondary outcome.
Results. There are no significant differences on blood glucose levels between group with 1 hour preoperative oral carbohydrate electrolyte fluids and 1 hour preoperative oral water fluids postinduction, end of surgery, and day I postsurgery (p value >0,05). There are no significant differences on electrolyte levels between group with 1 hour preoperative oral carbohydrate electrolyte fluids and 1 hour preoperative oral water fluids postinduction (p value >0,05). There are significant differences on preoperative volume fluids between group with carbohydrate electrolyte fluids (median 300 mL, IQR 150 mL) and water fluids (median 200 mL, IQR 200 mL) (p value <0,05). There are no regurgitation and pneumonia aspiration events on both groups.
Conclusion. There are no significant differences on perioperative blood glucose levels between group with 1 hour preoperative oral carbohydrate electrolyte fluids and 1 hour preoperative oral water fluids.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>