Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 88886 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Syafira Aulia
"Penguasaan Atas Tanah Bekas Eigendom Verponding Nomor 1493 oleh Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat dengan Hak Pengelolaan Nomor 1/Tamansari dan Pengelolaannya sebagai Barang Milik Daerah (BMD) (Studi Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 3551 K/Pdt/2016) Permasalahan dari penelitian ini bermula dengan adanya sengketa penguasaan atas tanah bekas Eigendom Verponding Nomor 1493 antara Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat dengan NV. Sadang Sari. Walaupun kemenangan ada pada pihak Pemerintah Daerah, namun permasalahan tidak kunjung usai oleh karena tanah tersebut dikuasai secara illegal oleh pihak ketiga, yaitu Organisasi Masyarakat setempat. Adapun penelitian ini terdiri dari 3 (tiga) pokok pembahasan yakni analisis dan kritik penulis terhadap pertimbangan Majelis Hakim Mahkamah Agung dalam putusan Nomor 3551 K/Pdt/2016 mengenai permasalahan penguasaan Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat atas tanah bekas Eigendom Verponding Nomor 1493 dengan Hak Pengelolaan Nomor 1/Tamansari, pengelolaan Barang Milik Daerah berupa Hak Pengelolaan Nomor 1/Tamansari, dan pengeloalan yang seharusnya terhadap tanah tersebut. Untuk menganalisa permasalahan tersebut, penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan analisis kualitatif. Adapun simpulan dari penelitian ini adalah bahwa penguasaan oleh Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat atas tanah bekas Eigendom Verponding Nomor 1493 adalah sah  oleh karena tanah tersebut telah jatuh sebagai tanah negara. Kemudian, pengelolaan terhadap tanah Hak Pengelolaan Nomor 1/Tamansari tidak dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan sehingga pengelolaan yang seharusnya adalah tanah tersebut harus dimanfaatkan sesuai dengan peruntukkannya sebagai wujud dari adanya rasa memiliki, menjaga, dan melestarikan terhadap Barang Milik Daerahnya.

Land Used of Eigendom Verponding Number 1493 by the Regional Government of West Java Province with Management Rights Number 1/Tamansari and its Management as Regional Property (BMD)  (Case Study of Supreme Court  Decision Number 3551 K/Pdt/2016) The problem of this research began with the dispute over the land of former Eigendom Verponding Number 1493 between the Regional Government of West Java Province and NV. Sadang Sari. Although the victory is with the Regional Government, the problem is not over because the land is controlled illegally by the third party, namely the local community organization. The research consists of 3 (three) main topics, namely the analysis and criticism of the author on the consideration of the Supreme Court Judges in the decision Number 3551 K/Pdt/2016 concerning the issue of control of the Regional Government of West Java Province on land used of Eigendom Verponding Number 1493 with the Management Rights Number 1/Tamansari, management of Regional Property in the form of Management Right Number 1/Tamansari, and management that should be done on the land. To analyze these problems, the author uses a normative juridical research method with qualitative analysis. The conclusion of this research is that the control by the Regional Government of West Java Province on former Eigendom Verponding land Number 1493 is legal because the land has fallen as state land. Then, management of Land Management Right Number 1/Tamansari is not carried out in accordance with the provisions of legislation so that the management that should be the land must be utilized in accordance with its designation as a manifestation of a sense of ownership, safeguarding and preserving the Regional Property."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Raihan Al Hadi Nst
"Konflik di Papua telah berlangsung berpuluh-puluh tahun, bahkan sejak masih dikenal dengan nama Irian Jaya. Sejarah panjang proses integrasi Papua yang bermasalah telah melahirkan konflik yang hingga kini tidak kunjung mencapai kata selesai. Dalam perkembangannya, kini ancaman tidak hanya datang dari kelompok bersenjata yang menginginkan kemerdekaan Papua. Studi terbaru juga menunjukkan besarnya potensi konflik, baik di antara orang Papua itu sendiri, maupun antara orang Papua dengan penduduk pendatang. Untuk menangani situasi di Papua, pemerintah telah melakukan tindakan-tindakan yang patut diduga membatasi Hak Asasi Manusia, seperti pengerahan aparat bersenjata dan pembatasan akses terhadap informasi dan media. Pada masa orde baru, secara faktual Papua bahkan pernah menjadi Daerah Operasi Militer. Uniknya, terlepas adanya indikasi kedaruratan yang nyata, pemerintah tidak pernah mendeklarasikan keadaan darurat secara resmi berdasar hukum. Padahal, menurut doktrin Hukum Tata Negara Darurat, tindakan-tindakan khusus yang membatasi Hak Asasi Manusia tersebut hanya dapat dilakukan dalam suatu keadaan darurat yang dideklarasikan secara resmi. Melalui studi pustaka, penelitian ini berusaha menelusuri norma pembatasan hak asasi manusia dalam keadaan darurat, baik dalam teori, hukum positif di Indonesia, dan pengaturannya dalam konstitusi negara-negara lain. Uraian-uraian menyangkut konflik yang terjadi di Papua juga disajikan untuk menambah pemahaman terhadap persoalan yang ada. Penelitian ini menemukan bahwa penggunaan tindakan-tindakan khusus yang dilakukan dalam penanganan konflik di Papua telah bertentangan dengan asas proklamasi yang dikenal dalam Hukum Tata Negara Darurat. Selain itu, kasus-kasus pembunuhan di luar proses hukum dan penyiksaan juga menunjukkan pelanggaran serius terhadap non-derogable rights yang dijamin Pasal 28I Undang-Undang Dasar 1945 dan Pasal 4 International Covenant on Civil and Political Rights. Lebih-lebih lagi, ketiadaan pengawasan oleh parlemen dan pengadilan menyebabkan tidak terdeteksinya tindakan-tindakan lain yang patut diduga tidak beralasan dan tidak proporsional terhadap ancaman bahaya yang ada.

The conflict in Papua has been ongoing for decades, dating back to when it was known as Irian Jaya. The troubled integration process has led to a conflict that remains unresolved. Recently, studies have shown that threats come not only from armed groups seeking Papuan independence. Recent studies also show the potential conflicts, both between Papuans themselves, and within the Papuan community and between Papuans and the migrant population. The government's efforts to handle the situation, including the deployment of armed forces and restrictions on information access and the media, have raised concerns about human rights restrictions. Despite indications of an emergency, the government has never officially declared a state of emergency based on law, as required by the Emergency Constitutional Law doctrine. This study aims to explore how human rights restrictions during state of emergency in theory, Indonesian law, and in the constitutions of other countries. In addition, it presents descriptions of conflict in Papua to shed light on existing problems. The research reveals that the special measures used to manage the conflict in Papua conflict with the proclamation principle outlined in the Emergency Constitutional Law doctrine. Furthermore, cases of extrajudicial killings and torture demonstrate serious violations of the non-derograble rights guaranteed by the Article 28I of Constitution of the Republic of Indonesia and the Article 4 of the International Covenant on Civil and Political Rights. The absence of oversight by parliament and the courts has led to the failure to detect other actions alleged to be unreasonable and disproportionate to the gravity of the events."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Souisa, Jacqueline A. Shirley
"Dengan diundangkannya Undang Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang dikenal dengan UUPA pada tanggal 24 September 1960, sistim Administrasi Pertanahan di Indonesia telah mempunyai landasan hukum yang pasti dan jelas. Berdasarkan Penjelasan Umum II disebutkan bahwa: UUPA berpangkal pada pendirian, bahwa untuk mencapai apa yang ditentukan dalam Pasal 33 Ayat 3 UUD Negara Republik Indonesia 1945 tidak perlu dan tidak pada tempatnya bahwa Bangsa Indonesia ataupun Negara bertindak sebagai pemilik tanah.
Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif untuk menganalisa mengenai sewa menyewa tanah Barang Milik Negara dalam rangka optimalisasi dan pendayagunaan aset / kekayaan negara yang secara langsung atau tidak dikuasai oleh Kementrian Negara, Instansi Pemerintah dan lembaga pemerintahan non departemen, didapati telah terjadi sewa menyewa diatas tanah yang merupakan Barang Milik Negara / Daerah yang didukung dan dilandasi oleh peraturan-peraturan yang menguatkan secara hukum. Hal ini bertentangan dengan konsep Hukum Tanah Nasional. Karena menurut konsep Hukum Tanah Nasional, Negara tidak dapat menyewakan tanah yang berada dibawah penguasaannya, karena Negara bukanlah pemilik tanah. Sehingga sebaiknya dapat diciptakan Undang Undang atau peraturan yang akan mengatur secara komprehensif dalam rangka menjembatani antara konsep hukum Tanah Nasional dengan pelaksanaan pengelolaan Barang Milik Negara / Daerah agra tercapai kepastian hukum dalam bidang pertanahan.

With the enactment of Law No. 5 of 1960 on the Basic Regulation of Agrarian known as UUPA on 24 September 1960, Land Administration system in Indonesia has had a clear and legal basis. Based on General Explanation II stated that: UUPA rooted in the establishment, that in order to achieve what is specified in Article 33 Paragraph 3 of the Constitution of the Republic of Indonesia 1945 is unnecessary and out of place that the Indonesian nation or the State acting as the owner of the land. The subject of the State of the Republic of Indonesia, is all Indonesian people.
By using normative juridical research method to analyze the lease of land State Property in order to optimize and utilization of assets / wealth of the country are directly or indirectly controlled by the Ministry of State, Government Agencies and institutions of non-departmental government, found to have occurred lease on land the State / Regional supported and guided by rules that strengthen legal. This is contrary to the concept of the National Land Law. Because according to the concept of the National Land Law, the State is not able to lease the land under their control, because the State is not the owner of the land. So it should be created Act or the regulations that will regulate in a comprehensive manner in order to bridge the gap between the concept of the National Land law implementation in State / Region in order to achieve legal certainty in the land sector.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T45134
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mungki Kusumaningrum
"Yogyakarta merupakan Propinsi di Indonesia yang memiliki kekhasan, keunikan dan daya tarik tersendiri. Dengan dibuatnya Undang-undang nomor 3 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Istimewa Yogyakarta, maka terjadi penggabungan Kabupaten Kota Kesultanan Yogyakarta dan Kabupaten Kota Paku Alaman menjadi Kota Yogyakarta. Keistimewaan Yogyakarta lainnya adalah pengelolaan Tanah Magersari. Tanah dengan hak Magersari merupakan tanah yang dimiliki oleh Kasultanan Yogyakarta yang untuk kemudian tanah tersebut digunakan dengan menggunakan hak pakai oleh masyarakat untuk mendirikan bangunan ataupun untuk kegiatan lain. Pengelolaan Tanah Magersari ini dikelola oleh Kantor Panitikismo sebagai Kantor Pertanahant Keraton Yogyakarta. Pembuatan sertifikatpun dilakukan langsung oleh Kantor Panitikismo. Ada keunikan dalam pembuatannya yaitu setiap sertifikat apabila yang memiliki tanahnya adalah pribadi maka akan ditempelkan sebuah foto sebagai identitas pemilik sedangkan apabila yang memilikinya sebuah badan hukum maka tidak perlu menempelkan foto tersebut."
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T19149
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Dhea Rahmasari
"Lelang memiliki fungsi publik dimana pihak yang dinyatakan sebagai pemenang lelang akan memperoleh suatu kepastian hukum dari pejabat lelang dalam kepemilikan objek lelang. Namun dalam praktek dilapangan terdapat permasalahan seperti adanya gugatan terhadap objek lelang, adanya kekeliruan terhadap kantor lelang dalam pelaksanaan lelang dan keabsahan objek lelang itu sendiri. Permasalahannya adalah bagaimana objek lelang tanah HGB di atas HPL, bagaimana perlindungan terhadap pemenang lelang terkait pencabutan ijin pemanfaatan tanah asset pemerintah, dan bagaimana hasil putusan PTUN No.11/G/2009/PTUN.Dps menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hasil analisis penulis adalah objek lelang HGB No.80/Desa Kesiman Petilan di atas HPL No.2/Desa Kesiman Petilan tidak mendapat ijin tertulis dari pemegang Hak Pengelolaan untuk menjaminkan HGB kepada pihak ketiga sehingga PPAT sebaiknya menolak pembuatan APHT karena tidak memenuhi data yuridis.
Mengenai perlindungan hukum terhadap pemenang lelang karena pencabutan ijin tersebut tidak diikuti permohonan pembatalan Hak Pengelolaan. Maka Hak Pengelolaan masih tetap ada, sehingga pemenang lelang masih dapat menggunakan dan memanfaatkan tanah tersebut sesuai jangka waktu HGB tersebut masih berlaku. Hasil Putusan PTUN No.11/G/2009/PTUN.Dps telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Auctions have a public function where the parties declared the winner of the auction will receive an official legal certainty of the auction in the auction object ownership. However, in practice there are problems as the object of a lawsuit
against the auction, the fallacy of the auction office in the auction and the object the validity of the auction itself. The problem is how the object auction HGB land above HPL , how protection against the winner of the auction of land use rights related to revocation of government assets, and how the results of the administrative court decision No.11 / G / 2009 / PTUN.Dps according to the legislation in force. Results of the analysis is the author objects HGB auction No.80 / Desa Kesiman Petilan above HPL No.2 / Desa Kesiman Petilan not received written permission from the holder of management rights to ensure HGB
to third parties so that PPAT should reject the manufacture APHT because it does not meet the juridical data. Regarding legal protection against the winner of the auction for the license revocation request is not followed by the cancellation of Right Management. Then the management right is still there, so the winner of the
auction can still use and utilize the land in accordance HGB period is still valid. Results of the State Administrative Court's Decision No.11 / G / 2009 / PTUN.Dps in accordance with the legislation in force."
2015
T43904
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"The objective research and analysis influence controlling and empowering to employees behavior in service permit in board of industry and trade to Board of industry and Trade Medan City. The grand theory controlling testing writer by Robbins and Coulter (2005), empowering testing writer by clutterbuck and kernaghan (2003) and theory employees behavior testing writer by Mar'at (1981)."
384 WACA 7:26 (2009)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sila Rizki Mauliddini
"Pendaftaran tanah dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum terhadap bidang-bidang tanah di wilayah Indonesia dengan suatu kepemilikan hak atas tanah sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk di dalamnya adalah tanah negara. Di Kota Balikpapan, dapat dijumpai tanah dengan status segel yakni tanah negara yang bukti penguasaannya ada pada seseorang. Dalam rangka mencegah terjadinya tumpang tindih tanah dengan status segel maka Pemerintah Kota Balikpapan mengeluarkan Izin Membuka Tanah Negara (IMTN). Kebijakan tersebut dimaksudkan untuk memberikan perlindungan hukum bagi pemegang IMTN. Namun dalam kenyataannya masih ditemukan persoalan yang dipicu oleh IMTN itu sendiri sebagaimana dialami oleh Tuan H sebagai pemegang IMTN atas tanah dengan status segel yang tidak dapat melakukan perpanjangan izin. Terkait hal tersebut maka masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah tentang kedudukan IMTN dalam sistem pendaftaran tanah di Indonesia dan perlindungan hukum terhadap pemegang IMTN yang tidak dapat melakukan perpanjangan izin. Untuk dapat menjawab kedua masalah tersebut maka penelitian doktinal ini dilakukan dengan cara mengumpulkan bahan-bahan hukum melalui studi dokumen. Guna memperkuat data sekunder yang dikumpulkan melalui studi tersebut, dilakukan pula wawancara dengan beberapa responden yang relevan dengan masalah penelitian. Selanjutnya data sekunder dan hasil wawancara dianalisis secara kualitatif. Dari hasil analisis, dapat dinyatakan bahwa pengaturan tentang IMTN atas tanah dengan status segel tidak diatur secara jelas dalam Undang-Undang Pokok Agraria 1960, namun diatur secara tersirat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, khususnya Pasal 24 Ayat (1). Pengaturan tentang IMTN ini termasuk dalam otonomi daerah berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2003 tentang Kebijakan Nasional di Bidang Pertanahan. Adapun perlindungan hukum yang semestinya diberikan kepada pemegang IMTN adalah bersifat preventif. Hal tersebut disebabkan penguasaan tanah negara dengan status segel oleh Tuan H yang tidak dapat dilakukan perpanjangan IMTN adalah karena telah dilakukan perpanjangan IMTN dan berada di kawasan resapan air. Perpanjangan IMTN tersebut hanya dapat dilakukan 1 (satu) kali dengan jangka waktu 3 (tiga) tahun. Adanya perlindungan hukum preventif yang dinyatakan sebelumnya dilakukan dengan pendaftaran tanah ke kantor pertanahan sesuai dengan peruntukkan tanah dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), yang dalam penelitian ini berupa Hak Pakai.

Land registration is intended to provide legal certainty for land parcels in the territory of Indonesia with ownership of land rights by applicable laws and regulations, including state land. In Balikpapan City, land with Segel status can be found, namely state land where proof of ownership is in the possession of a person. The Balikpapan City Government issues the Practice of License to Open State Land (IMTN) to prevent land overlapping with Segel status. The policy is intended to provide legal protection for IMTN holders. However, in reality, there are still problems triggered by the IMTN itself, as experienced by Mr. H as the IMTN holder of land with a Segel status who cannot extend the permit. Related to this, the issues raised in this study are about the legal status of IMTN in the land registration system in Indonesia and legal protection for IMTN holders who cannot extend permits. To be able to answer these two problems, this doctrinal research was carried out by collecting legal materials through document studies. To strengthen the secondary data collected through the study, interviews were also conducted with several respondents who were relevant to the research problem. Furthermore, secondary data and interview results were analyzed qualitatively. From the analysis results, it can be stated that the regulation regarding IMTN on land with Segel status is not regulated in the 1960 Indonesian Agrarian Law, but is implicitly regulated in Indonesian Government Regulation Number 24 of 1997 concerning Land Registration, specifically Article 24 Paragraph (1). This arrangement regarding IMTN is included in regional autonomy based on the Decree of the President of the Republic of Indonesia Number 34 of 2003 concerning National Policy in the Land Sector. The legal protection that should be given to IMTN holders is preventive. This is due to the possession of state land with Segel status by Mr. H, which IMTN cannot extend because it has already been developed and is in a water catchment area. IMTN extension can only be done 1 (one) time with a period of 3 (three) years. The existence of preventive legal protection, which was stated previously, was carried out by registering land with the land office by the land allotment and the Regional Spatial Plan (RTRW), which in this study was in the form of a Right to Use."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>