Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 144699 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Husniati
"ABSTRAK
UK-3A adalah senyawa antibiotika untuk anti kanker dan anti jamur. UK-3A telah diisolasi sebagai komponen minor dari miselium Streptomyces sp. 512-02 dan mempunyai gugus aktif hidroksil, amida, dan dilakton cincin sembilan yang terbukti aktif menghambat pertumbuhan bakteri dan sel kanker. Untuk mensintesis senyawa tersebut membutuhkan proses sintesis yang rumit dan waktu yang cukup lama. Telah disintesis senyawa antibiotik baru, yaitu analog UK-3A berdasarkan modifikasi gugus aktif senyawa UK-3A. Modifikasi gugus aktif dalam senyawa UK-3A dimungkinkan untuk mendapatkan senyawa analog yang mempunyai bioaktivitas yang sama atau lebih aktif dari senyawa UK-3A induk. Senyawa analog pada penelitian ini adalah 3-hidroksi-N-oktilpikolinamida [S1], 2-hidroksi-N-fenil-benzamida [S2], 3-hidroksi-N-fenilpikolinamida [S3], dan 2-hidroksi-N-oktilbenzamida [S4] yang diperoleh melalui reaksi amidasi asam karboksilat dengan amina primer. Keempat senyawa tersebut diharapkan dapat dikembangkan untuk mendapatkan senyawa antibiotik baru dengan rendemen hasil yang tinggi, rute reaksi yang lebih sederhana, dan mempunyai bioaktivitas dalam menghambat pertumbuhan sel kanker terutama leukemia. Senyawa-senyawa hasil sintesis tersebut diidentifikasi menggunakan UV, FT-IR, 1H-NMR, dan 13C-NMR. Hasil uji bioaktivitas secara in vitro terhadap sel kanker Murine leukemia P-388 memperlihatkan kemampuan penghambatan terhadap pertumbuhan sel kanker yang lebih tinggi dibandingkan dengan senyawa UK-3A yaitu IC50 [S1]= 13,2; [S2]=7,75; [S3] =18,5; dan [S4]= 7,5 µg/mL, sementara IC50 UK-3A adalah 38 µg/mL.

ABSTRACT
The Synthesis UK-3A analogs i.e 3-hydroxy-N-octylpicolinamide [S1], 2-hydroxy-N-phenyl-benzamide [S2], 3-hydroxy-N-phenylpicolinamide [S3], and 2-hydroxy-N-octylbenzamide [S4] were obtained by modification of UK-3A. UK-3A was isolated from the Streptomyces sp. 512-02 mycelium and has been elucidated as a nine membered ring dilactone derivative possessing hydroxyl (OH) and amide (CONH) moieties . The compound shows ability to inhibit bacterial and cancer cell growth. The analogs were synthesized by amidation of carboxylate. The structure of products were confirmed by 1H- and 13C-NMR, FT-IR, and also UV spectrophotometer. The result of bioassay showed that their compound inhibits the growth of cancer cell Murine leukemia P-388. That's higher compared to that of UK-3A with IC50 are 13,2 µg/mL for [S1], 7,75 for [S2], 18,5 for [S3], and 7,5 for [S4], respectively. Whereas IC50 for UK-3A is 38 µg/mL."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2008
T24725
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Ernawati
"Sintesis senyawa antibiotika pada penelitian ini dilakukan berdasarkan penelitian sebelumnya yang telah berhasil mengisolasi senyawa UK-3 yang memiliki aktifitas sebagai antibiotika dan antikanker. Penelitian ini bertujuan untuk mensintesis senyawa analog UK-3 yang diharapkan memiliki aktivitas yang sama atau lebih tinggi dari senyawa asal dengan biaya yang lebih murah dan tahap reaksi yang lebih pendek. Pada penelitian ini sintesis yang dilakukan menggunakan 2 jenis asam amino yaitu, asam amino L-glutamat dan L-serin. Untuk senyawa yang menggunakan L-glutamat reaksi dilakukan melalui dua tahap reaksi; tahap pertama esterifikasi L-glutamat dengan n-butanol dan n-oktanol menggunakan pelarut benzena dan katalisator p-TsOH menghasilkan senyawa dibutil dan dioktil glutamat ester sebesar 77,7 % dan 70%. Tahap kedua reaksi amidasi dibutil dan dioktil glutamat ester p-TsOH masing-masing dengan asam 2- hidroksibenzoat (asam salisilat) menggunakan DCC/DMAP dalam pelarut piridin pada suhu 55 °C selama 48 jam menghasilkan senyawa ER-1 dan ER-2 masing-masing sebesar 61,22 % dan 69%. Untuk sintesis senyawa yang menggunakan L-serin dilakukan melalui tiga tahap reaksi; tahap pertama esterifikasi L-serin dengan n-oktanol menggunakan katalisator p-TsOH dalam pelarut benzena menghasilkan senyawa oktil serin ester p-TsOH sebanyak 73%, dan tahap kedua reaksi amidasi oktil serin ester p-TsOH dengan asam 2-hidroksibenzoat menggunakan DCC/DMAP dalam pelarut piridin pada suhu 55 °C selama 48 jam menghasilkan senyawa ER-3 sebanyak 7 4 %. Pada tahap ketiga yaitu esterifikasi senyawa ER-3 masing-masing dengan asam oktanoat dan asam 3-fenilpropionat menghasilkan senyawa ER-4 dan ER-5 sebanyak 67% dan 58 %. Produk hasil sintesis diidentifikasi dengan menggunakan kromatografi lapis tipis (KL T), spektrofotometer infra merah, Ultra Violet, dan spektrometer Nuclear Magnetic Resonance ( 1H- dan 13c- NMR) dan spektrometer massa (MS). Pengujian aktivitas senyawa ER-1, ER-2, ER-3, ER-4 dan ER-5 dilakukan dengan uji antimikroba terhadap beberapa mikroba dan uji toksisitas terhadap Brine Shrimp. Senyawa ER-3 aktif menghambat pertumbuhan terhadap bakteri E. coli, B.subtilis, S.aureus sampai konsentrasi 50 ppm, sedang ER-4 menunjukkan aktivitas paling tinggi terhadap uji Brine Shrimp dengan nilai LCso pada konsentrasi 45,56 ppm.

The synthesis of antibiotic compunds in this research based on the previous research that had suscesfully isolated UK-3 compound from Streptomyces sp. 517-02 and it's found active as anticancer and antibiotics. The aim of this research is synthesis of UK-3 analogues which expected to have higher activities than the original compound, with less expensive production cost and shorter step of reactions. In this research synthesis was done with two kinds of amino acid ; L- · glutamat and L-serin. The synthesis of compound using the L-glutamat amino acid was done in two steps reaction ; the first step was esterification L-glutamat with n-butanol or n-oktanol .p-TsOH as catalyst in benzenaa produced dibutyl and dioctyl glutamat ester in 77,7% and 70%. The second step was the amidation between dibutyl or dioctyl glutamat ester with 2-hidroxybenzoic acid (salicylic acid) with DCC/DMAP in pyridin at 55 °C for 48 hours. The yield was ER-1 and ER-2 in 61,22% and 69% respectively. The synthesis of compound using L-serin was done in three steps reactions ; first step was esterfication Lserin with octanol and p-TsOH as catalyst in benzenaa produced octyl-serinester. p-TsOH in 73%, the second step was amidation of octyl-serin-ester.p-TsOH with 2-hidroxybenzoic acid with DCC/DMAP in pyridine resulted in ER-3 in 74%, and the third step was the esterification of ER-3 with octanoic acid and Phenylpropionic acid produced ER-4 and ER-5 compound in 67% and 68%. Each products was identified and characterized by means of Infra Red spectrophotometer (FT-IR), 1H & 13C -NMR spectrometer, UV spectrophotometer and Mass spectrometer. The activity of ER-1, ER-2, ER-3, ER-4 and ER-5 as antimicroorganism and their toxicity were tested against Brine Shirmp. ER-3 was found active against E. coli , B.subtilis, S.aureus up concentrations of 50 ppm, while_ ER-4 indicated the highest activity on Brine Shrimp with the value of LC50 of 45,56 ppm.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1999
T40307
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vaza Nadia Zairinal
"Ekstrak daun sukun memiliki efek antibakteri. S. sanguinis diketahui sebagai bakteri yang berperan pada pembentukkan awal plak. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis potensi antibakteri ekstrak daun sukun terhadap viabilitas biofilm S. sanguinis secara in vitro. Bakteri S. sanguinis ATCC 10556 dikultur pada 96-well plate dan diinkubasi 370C selama 20 jam (fase akumulasi) dan 24 jam (fase maturasi) kemudian dipaparkan ekstrak daun sukun dengan konsentrasi 5; 10; 15; 20; 40; 80; dan 100%. Viabilitas biofilm S. sanguinis diuji menggunakan MTT assay dengan panjang gelombang 490 nm. Hasil dianalisis dengan one-way ANOVA. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat penurunan bermakna viabilitas S. sanguinis setelah pemaparan dengan ekstrak daun sukun pelbagai konsentrasi pada fase akumulasi dan fase maturasi dibandingkan dengan kelompok kontrol (p<0.05). Viabilitas S. sanguinis setelah pemaparan ekstrak daun sukun konsentrasi 20; 80; dan 100% pada fase akumulasi lebih rendah dibandingkan fase maturasi.

Breadfruit leaf?s extract has a function as antibacterial. S. sanguinis is known as an early agent of formation of bacterial plaque.This research had purpose to analyze the antibacterial effect of breadfruit leaf?s extract against S. sanguinis growth. S. sanguinis ATCC 10556 were cultured in 96-well plate and incubated for 20 hours (accumulation phase) at 37 and 24 hours (maturation phase) then added breadfruit leaf?s extract concentrations 5; 10; 20; 40; 80; and 100%. Viability test was using MTT assay with wavelength of 490 nm. The results were analyzed by one-way ANOVA. The results showed that the viability of S. sanguinis after breadfruit leaf?s extract exposured in all concentrations on accumulation and maturation phase was lower than the control group (p<0.05). The viability of S. sanguinis after added breadfruit leaf?s extract concentration 20; 80; and 100% on accumulation phase was lower than maturation phase."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2012
S44300
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Septi Warda Zulfikar
"Daun Sukun memiliki efek antibakteri. S.mutans berperan dalam pembentukan biofilm. Penelitian ini bertujuan menganalisis potensi ekstrak daun Sukun terhadap viabilitas S.mutans secara in vitro. S.mutans ATCC 25175 dikultur, diinkubasi 20 jam (fase akumulasi) dan 24 jam (fase maturasi), kemudian dipaparkan ekstrak Daun Sukun 5;10;20;40;80;100%. Uji viabilitas menggunakan MTT assay, dianalisis dengan one-way ANOVA. Terdapat penurunan bermakna viabilitas S.mutans fase 20 jam setelah pemaparan ekstrak daun Sukun pada semua konsentrasi, dan fase 24 jam hanya konsentrasi 5% terjadi peningkatan bermakna dibandingkan kelompok kontrol (p<0.05). Viabilitas biofilm S.mutans pada kelompok perlakuan fase 20 jam lebih rendah dibandingkan fase 24 jam.

Breadfruit leaf's has an antibacterial property. S.mutans has a function to form biofilm. The purpose of this study was to analyze the potential of breadfruit leaf’s extract toward the viability of S.mutans in vitro. S.mutans ATCC 25175 were cultured and incubated for 20 hours (accumulation phase) and 24 hours (maturation phase). Then added with the following breadlfruit leaf’s concentration :5;10;20;40;80;100%. The viability test was using MTT assay and would be analyzed by one-way ANOVA. There was significant decreased of the viability biofilm S.mutans on 20 hours phase after had been added the various concentration of bread fruit leaf’s extract, and on 24 hours phase only concentration 5% viability had increased significantly compared to the control group (p <0.05). The Viability biofilm S.mutans on 20 hours phase for all treatment group was lower than 24 hours phase."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2013
S44947
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Fathoni
"Albertisia papuana Becc termasuk tumbuhan tropis dari famili Menispermaceae. Tumbuhan ini dikenal berkhasiat obat, diantaranya sebagai antibiotik/antibakteri. Selain tumbuhan, mikroorganisme termasuk jamur endofit juga dapat menghasilkan antibiotik. Jamur endofit termasuk mikroorganisme yang hidup pada tumbuhan inangnya. Jamur endofit di alam jumlahnya melimpah (1,5 juta dibandingkan tumbuhan sekitar 300 ribuan). Jamur endofit dapat memproduksi metabolit bioaktif yang beragam. Di lain sisi, jamur endofit belum tereksplorasi secara maksimal. Penelitian ini dilakukan untuk menskrining dan mengisolasi senyawa bioaktif dari jamur endofit dari tumbuhan A. papuana sebagai antibiotik. Dari kegiatan penelitian didapatkan 15 isolat jamur endofit yaitu dari bagian batang 8 isolat dan daun 7 isolat.
Dari skrining aktivitas antibakteri dengan metode TLC bioassay didapatkan informasi 2 isolat jamur endofit yang bersifat paling aktif yaitu DAP KRI-5 dan BAP KRI-8. Dari pemisahan dan pemurnian didapatkan 2 buah senyawa murni dari DAP KRI-5 yaitu F4.3, dan F2.3.9. Hasil dari elusidasi struktur menggunakan spektr. 1H dan 13C-NMR; UV-Vis; dan GC-MS menunjukkan F4.3 adalah C6H6O3 yaitu floroglusinol. Floroglusinol mempunyai aktivitas antibakteri melawan S. aureus sama kuatnya dengan klorampenikol dengan nilai MIC yaitu 64 𝜇g/mL, namun sampel F4.3 bersifat parsial sebagai antibakteri. Berdasarkan spektr. 1H dan 13C-NMR, 2D NMR dengan DEPT; HMBC; HMQC; dan 1H-1H COSY, spektr. UV-Vis dan IR, dan ToF ESI-MS menunjukkan F2.3.9 mempunyai rumus molekul C30H37NO6 yaitu sitokalasin D.

Albertisia papuana Becc is tropical plants that belong to the family of Menispermaceae. It was known as medicine, such as an antibiotic/antibacteria. Besides plants, microorganisms including endophytic fungi also can produce antibiotics. Endophytic fungi live in their host plant. Endophytic fungi have abundant number in the world (1.5 million compared to approximately 300 thousands of plant). They can produce diversity of bioactive metabolites. The other hand, they have not been maximized exploration yet. This study was conducted for screening and isolating of bioactive compounds of endophytic fungi from A. papuana as antibiotics. This research activities obtained 15 isolates of the endophytic fungi. The isolates are from the stem and leaf, 8 and 7 isolates respectively.
Screening of antibacterial activity with TLC bioassay obtained two isolates which have the most active as antibacterial, there are DAP KRI-5 and BAP KRI-8. Separation and purification obtained two pure compounds from KRI DAP-5, there are F4.3, and F2.3.9. The results of structure elucidation by spectr. 1H and13C-NMR, UV-Vis, and GC-MS showed F4.3 is C6H6O3, phloroglucinol. Phloroglucinol has antibacterial activity against S. aureus as well as chloramphenicol with MIC value are 64 𝜇g/mL, but F4.3 partially activity as antibacterial agent. Based on spectr. 1H and 13C-NMR, 2D NMR with DEPT; HMBC; HMQC; and 1H-1H COSY, spectr. UV-Vis and IR, and ToF ESI-MS showed F2.3.9 is C30H37NO6, cytochalasin D.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
T35558
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Usman Chatib Warsa
"

Perkembangan mikroba atau jasad renik yang resistan atau kebal pada antibiotika yang sering digunakan untuk pengobatan infeksi, telah menjadi masalah besar didalam pelayanan kesehatan di rumah sakit maupun di masyarakat. Bersamaan dengan berkembangnya penyakit baru akhir-akhir ini, ramai dipublikasikan adanya bentuk baru evolusi kuman yang sulit ditanggulangi dengan obat antibiotika yang biasa dipergunakan untuk pengobatan, yang kemudian disebut sebagai "Superbugs" atau "Killerbugs" atau "Killer Microbes"(1,2,3). Kejadian mikroba resistan terhadap kemoterapi telah dilaporkan terjadi pada berbagai jenis bakteri, jamur, virus maupun parasit. Saat ini bakteri yang resistan antibiotika prevaiensinya paling besar, sehingga pada kesempatan ini saya akan membahas secara singkat masalah ini. Contoh mikroba resistan lain misalnya pada jamur/fungi (Candida sp. resistan pada flukonasol), virus (HIV resistan pada zidovudin), dan parasit (Trichomonas sp. resistan pada metronidasol dan Plasmodium falsifarum resistan pada kloroquin)(4).

Telah diteliti oleh para ahli penyakit infeksi, bahwa pada penderita dengan penyakit infeksi yang disebabkan bakteri resistan antibiotika, akan menyebabkan penyakit makin berat, makin lamanya masa sakit dan lebih lama tinggal di rumah sakit bagi penderita yang dirawat, juga menyebabkan gejala sisa atau sequelae yang lebih besar, meningkatnya angka kematian/mortalitas, serta biaya pengobatan yang meningkat karena makin mahalnya obat pilihan alternatif(5). Sebaliknya peningkatan resistansi juga dipengaruhi oleh beberapa kemajuan yang didapat dari kehadiran dan efektivitas pengobatan dengan antibiotika itu sendiri, antara lain dimungkinkannya prosedur operasi yang lama dan banyak komplikasi pada penderita immunosupresi, usia lanjut atau penderita yang sakit berat; dapat dilakukan transplantasi; dan dapat digunakannya peralatan dan alat bantu yang kompleks. Kehadiran antibiotika berspektrum luas yang dapat digunakan pada tindakan profilaksis dan pengobatan, memberikan kemungkinan tindakan medik yang lebih kompleks dan dahulu sulit dilakukan(6,7).

Meningkatnya prevalensi bakteri resistan terhadap antibiotika, mengharuskan pertimbangan yang lebih besar didalam melakukan evaluasi risiko tindakan medik yang sudah ada. Ini termasuk tindakan operasi metode baru yang membutuhkan waktu lama; penggunaan instrumentasi dan alat bantu dengan teknologi baru; tindakan pada penderita menurunnya imunokompeten, sakit berat dan sakit kronik; pada kondisi di mana kurangnya fasilitas pada pendidikan dan pelatihan kontrol infeksi; tidak mempunyai fasilitas laboratorium mikrobiologi untuk pemeriksaan tes kepekaan antibiotika, guna mendeteksi adanya resistansi; tidak adanya standar teknik antiseptik yang baik; pada densiti komunitas yang padat; sanitasi buruk di sekitar tempat tinggal.

"
Jakarta: UI-Press, 2004
PGB 0223
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
cover
"Telah dilakukan penelitian terhadap faktor yang mempengaruhi ketidak sesuaian penggunaan antibiotika dengan uji kepekaan di ruang rawat intensif rumah sakit Fatmawati Jakarta dengan suatu desain penelitian kasus kontrol, dimana kasus adalah pasien yang causa penyakitnya resisten terhadap suatu antibiotika, menggunakan antibiotika tersebut dalam terapi. Kontrol adalah pasien yang causa penyakitnya resisten terhadap suatu antibiotika tetapi penggunaan antibiotika lain yang efektif. Subjek penelitian yang diperoleh adalah 34 kasus dan 41 kontrol. Faktor yang mempengaruhi antibiotika tidak efektif adalah pekerjaan pasien (rasio odds = 0.25 dan 95% CI 0.09-0.71). Jika dibandingkan dengan pasien yang tidak bekerja, maka yang bekerja mempunyai risiko 75% lebih rendah dalam hal penggunaan antibiotika yang tidak efektif.
Several Factors Influencing Irrational Antibiotics Treatments in Intensive Care Unit at Fatmawati Hospital
Jakarta 2001 – 2002. A study was conducted in the intensive care unit at Fatmawati Hospital, Jakarta, concerning a
factor influencing the inappropriate use of antibiotics, proven by the resistance against a certain antibiotic, however this
antibiotic was used for therapy. Cases in the control group were resistant cases against an antibiotic and therefore were
given another antibiotic, against which the patients were sensitive. A total of 34 cases were selected as research
subjects, whereas 41 cases were included in the control group. The factor influencing the use of antibiotics against
which patient were resistant was “having a job of the patient” (odds ratio = 0,25 and 95 % CI 0,09 – 0,71). In
comparison the group of patients with a job with the group without a job: the group with a job had a 75 % lower risk in
using ineffective antibiotics."
Institut Sains dan Teknologi Nasional. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2004
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Andry Giovanny
"Penggunaan antibiotik secara benar telah menjadi perhatian dunia medis dikarenakan meningkatnya kejadian resistensi antibiotik. Prosedur standar penggunaan antibiotik profilaksis telah banyak diterapkan dalam prosedur bedah urologi, namun penggunaan obat antibiotik secara berkepanjangan setelah prosedur bedah urologi belum banyak dipelajari, terutama pada tindakan bedah urologi dengan kriteria bedah tercemar sepertilaparoscopy living donor nephrectomy(LLDN). Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi aspek efisiensi dan keaman dari penggunaan antibiotik profilaksis dosis tunggal pada tindakan pembedahan LLDN di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Penelitian in merupakan studi klinis acak tersamar ganda yang dilakukan pada April 2015 hingga Agustus 2015 di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Lima puluh pasien  pada penelitian ini dibagi menjadi 2 kelompok, dimana kelompok penelitian pertama dibagi mendapatkan 1 g cefoperazone dosis tunggal sebagai antibiotik profilaksis, sedangkan pada kelompok kedua diberikan 1g cefoperazone dosis tunggal yang kemudian dilanjutkan dengan dosis 2 kali sehari selama 3 hari. Angka kejadian infeksi pasca operasi dan faktor yang mempengaruhinya dibandingkan antara kedua kelompok percobaan. Hasil penelitian ini mendapatkan bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna pada variabel umur, jenis kelamin, body mass index, jumlah leukosit dan hemoglobin pre operatif, durasi operasi, jumlah perdarahan intraoperatif maupun durasi perawatan pasien di rumah sakit antara kedua kelompok percobaan ini. Pada pengamatan hari pertama pasca operasi, pada kedua kelompok percobaan terdapat peningkatan jumlah leukosit: 15.540/ml (9.660/mL – 22.450/mL) pada kelompok dosis tunggal, dan 16.110/mL (9.440 /mL - 21.770/mL) pada kelompok dengan pemberian antibiotik selama 3 hari (P=0,466, 95% CI -2.453 to 1.141). Pada kelompok pasien dengan pemberian antibiotik profilaksis saja, didapatkan 1 pasien (4%) dengan gejala infeksi sistemik, sedangkan pada kelompok penelitian lainnya tidak didapatkan kejadian ini (P= 0,312). Dari penelitian ini kami menyimpulkan bahwa penggunaan antiobiotik dosis tunggal sebagai terapi profilaksis pada LLDN merupakan terapi yang aman dan efektif.

Proper antibiotic use has been on the world concern due to the increase ofantibiotic resistant. Standardized techniques and prophylactic antibiotics are widely used in urologic surgeries, but the prolonged administration of antibiotic after an operation has not been fully studied, especially clean contaminated surgery such as laparoscopy living donor nephrectomy (LLDN). This study was aimed to evaluate efficacy and safety of single dose prophilaxis antibiotic in laparoscopic live donor nephrectomy operation in Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta. This study was a double blind randomized controlled trial conductedfrom April 2015 to August 2015 in Cipto Mangunkusumo Hospital. The single dose group were given 1 g cefoperazone as prophylactic antibiotics while the 3 days group were also given cefoperazone before surgery and continued twice daily for three days. The incidence of post-operative infection and contributing factor were compared between the two groups. Fifty patients participated in our study divided equally into two groups. There was no participant failed to comprehend to the study, counted as drop out. There were no significant differences in age, gender, body mass index, pre-operative leucocyte and hemoglobin value, duration of surgery, intraoperative bleeding and length of stay between the two groups. At the follow up 1stday after surgery both groups showed elevated level of leucocyte, 15.540/ml (9.660/mL – 22.450/mL) in the single dose group and 16.110/mL (9.440 /mL – 21.770/mL) in the 3 days group. (P=0,466, 95% CI -2.453 to 1.141). There was only 1 patient in the single dose prophylaxis group (4%) with systemic infection sign, compared to no patient in the other group (P= 0,312). Single-dose prophylactic antibiotic is safe and as effective in the management oflaparoscopic living donor nephrectomy. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-PDF
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>