Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 63953 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Siregar, Tessy Ladina Khairifani
"Kredit macet seringkali menjadi permasalahan berkepanjangan yang dialami tiap-tiap Bank. Namun demikian Bank senantiasa memberikan dukungan kepada para pengusaha yang membutuhkan modal untuk kelangsungan usaha mereka melalui pemberian kredit. Salah satu upaya penanggulangan kredit macet adalah dengan Restrukturisasi Kredit. Restrukturisasi Kredit adalah upaya penyelamatan kredit yang dilakukan oleh Bank terhadap debitur yang menunjukan itikad baik untuk bekerjasama dan usahanya masih berjalan serta mempunyai prospek yang baik sehingga debitur dapat memenuhi kewajibannya. Berlakunya Undang-Undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960 tentang PUPN merupakan dasar bagi Pengurusan Piutang Negara yang berasal dari kredit macet Bank Pemerintah. Lembaga PUPN ini diadakan untuk melakukan penarikan kembali dana-dana pemerintah yang macet dalam pengembaliannya secara efektif dan efisien dan waktu yang singkat tanpa melalui proses Pengadilan. Meningkatnya jumlah kredit bermasalah mengakibatkan pemerintah merasa perlu diadakan revisi dalam tata cara penghapusan piutang negara/daerah yang dituangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2006, yang merupakan penyempurnaan dari Undang-Undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960. Tesis ini bertujuan untuk meneliti upaya penyelesaian kredit macet pada Bank Mandiri melalui sebelum dan sesudah berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2006.

Non- performed loans often become long standing issues for any commercial Bank. Nevertheless, Banks continue to help business people who needs capital funds to keep their business going through provision of loans/credits. One way to resolve non-performed loans is through Loan Restructuring. Loan Restructuring is a tool to save non-performed loan which is done by the Bank to the debitors who actually have good intention to cooperate and whose business are still running and potential, so that the creditors are able to make the loan repayment. Law Number 49 of 1960 regarding Committee of State Claims Management (PUPN) is the basis for processing the non-performed loans in the State Bank. This Committee on State Claims Management (PUPN) institution was established to collect the government fund which becomes non-performed loans in an effective and efficient way and in a short period of time without going through a Court process Due to the fact that non-performed loans increased, the government sees that it is necessary to revisit the mechanism of offsetting non-performed loan as stated in Government Regulation Number 33 of 2006, which is inconsistent to Law Number 49 of 1960. This thesis examine the settlement of non-performed loan at State Bank (Bank Mandiri) before and after the enactment of Government Regulation Number 33 of 2006."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
T27498
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rama Boedi
"Pelayanan air minum perkotaan mengandung elemen kebijakan sosial yang kuat, karena pelayanan air minum merupakan salah satu jenis pelayanan umum yang berkaitan erat dengan kepentingan masyarakat luas. Kondisi pelayanan air minum yang dilaksanakan oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) di seluruh Indonesia dinilai oleh banyak pihak tidak baik dan bermasalah. Kondisi ini diasumsikan bersumber dari permasalahan rendahnya tarif jual air dan kebocoran air pada pelaksanaan pelayanan, serta permasalahan sumber daya manusia pengelola. Akibatnya, secara umum, 306 PDAM yang tersebar di seluruh Indonesia mengalami masalah inefisiensi dan terlalu besarnya hutang yang harus di tanggung oleh masing-masing PDAM.
Keterpurukan pengelolaan pelayanan air minum ini banyak dipengaruhi oleh berbagai hal, salah satunya adalah akibat pengaruh sifat birokrasi pelayanannya yang tidak mengikuti kaidah sifat birokrasi modern. Sikap birokrasi yang tidak modern pada jajaran Direksi PDAM ini mengikuti sikap yang ada pada birokrasi pemerintahan di Indonesia. Birokrasi pemerintah di Indonesia masih merupakan birokrasi tempat saling berbenturannya nilai-nilai modern dan tradisional yang terbentuk dari sejarah yang cukup panjang.
Untuk memperbaiki kondisi pelayanan air minum di Indonesia saat ini diperlukan jiwa kewirausahaan sejati dan akuntabilitas dari jajaran Direksi PDAM, sehingga mampu untuk mengatasi berbagai masalah yang menimpa manajemen PDAM. Dalam penelitian ini disusun dalam bentuk pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1. Apakah terdapat pengaruh Sikap Birokrasi Pemerintah terhadap kewirausahaan Jajaran Direksi Perusahaan Daerah Air Minum di Indonesia? 2. Apakah terdapat pengaruh Sikap Birokrasi Pemerintah terhadap Akuntabilitas Jajaran Direksi Perusahaan Daerah Air Minum di Indonesia?
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui :
1.Seberapa besar pengaruh Sikap Birokrasi Pemerintah terhadap Kewirausahaan JajaranDireksi Perusahaan Daerah Air Minum di Indonesia?
2.Seberapa besar pengaruh Sikap Birokrasi Pemerintah terhadap Akuntabilitas Jajaran Direksi Perusahaan Daerah Air Minum di Indonesia?
Hipotesis yang diajukan :
1.Terdapat pengaruh Sikap Birokrasi Pemerintah terhadap Kewirausahaan .Jajaran Direksi Perusahaan Daerah Air Minum di Indonesia.
2.Terdapat pengaruh Sikap Birokrasi Pemerintah terhadap Akuntabilitas Jajaran Direksi Perusahaan Daerah Air Minum di Indonesia.
Metodologi Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Pengambilan sampel penelitian sebanyak 36 responden dari populasi 306 PDAM, menggunakan Teknik Stratified Random Sampling, stratum sample terdiri dari Direktur Utarna, Direktur Teknik/Operasi, dan Direktur administrasifKeuangan pada PDAM yang terdapat di selurub Indonesia.
Pengumpulan data dilakukan dengan teknik dan alat pengumpulan data yang meliputi Teknik Wawancara, Teknik Kuesionering, Observasi dan Studi Kepustakaan. Penyusunan Kuesionering menggunakan penskalaan Teknik Skala Likert; Teknik analisa data menggunakan Metoda Analisis Deskriptif Kuantitatif yang didukung dengan Metoda Analisis Deskriptif Kualitatif.
Hasil Penelitian mencakup gambaran umum permasalahan pelayanan air minum di Indonesia yang dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Budaya organisasi yang berlaku di dalam birokrasi pemerintahan merupakan sumber atau acuan sikap manajerial yang masih melekat pads jajaran Direksi PDAM. Atau dengan kata lain, terdapat sikap birokrasi pemerintah di kalangan jajaran Direksi PDAM di Indonesia.
2. Sikap birokrasi pemerintah yang melekat pada Direksi PDAM secara sadar atau tidak disadari telah memotivasi dan menjadi sifat kebijakan dan gaya kepemimpinan pada jajaran Direksi PDAM di Indonesia.
3. Kebijakan dan kepemimpinan yang demikiian itu mendorong terbentuknya sikap dan perilaku organisasi tertentu dikalangan staf atau pegawai PDAM, yang pada umunya juga berasal dari instansi-instansi pemerintahan.
4. Sikap dan perilaku organisasi tersebut kemudian membentuk dan sekaligus menjadi ciri kinerja PDAM.
5. Kineija PDAM menunjukan fenomena permasalahan inefisiensi perusahaan yang antara lain disebabkan oleh faktor internal yaitu rendahnya kualitas sumber daya manusia, dan faktor eksternal, yaitu rendah dan tidak layaknya tarif air minum akibat resistensi masyarakat.
6. Rendahnya kualitas sumber daya manusia tersebut dapat diartikan sebagai masalah kewirausahaan pada jajaran Direksi PDAM, dan rendah serta tidak Iayaknya tarif air minum dapat diartikan sebagai masalah akuntabilitas publik PDAM."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T907
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amy Yayuk Sri Rahayu
"PAM JAYA, sebagai Perusahaan Air Minum Milik Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta, saat ini dinilai belum mampu mencapai sasaran pada kedua misinya. Berbagai faktor internal dan ekternal, seperti struktur organisasi, sumber daya manusia (SDM) dan kepuasan pelanggan, diduga kuat mempengaruhi kinerja PAM JAYA saat ini (sumber : 70 Tahun PAM JAYA).
Menyadari betapa besar peranan faktor-faktor tersebut pada perkembangan PAM JAYA, maka pendekatan dan solusi yang dipandang mampu mengangkat potensi dan mengurangi kelemahan PAM JAYA adalah pendekatan manajemen strategi yang didukung dengan kebijaksanaan publik yang relevan.
Berdasarkan pada asumsi demikian, maka penelitian ini bertujuan untuk : 1). mengidentifikasi faktor-faktor struktur organisasi, SDM, dan pelanggan sebagai faktor-faktor SWOT (Strenghts, Weaknesses, Opportunities, dan Threats) ; 2). Memformulasikan strategi PAM JAYA berdasarkan temuan-temuan SWOT serta membandingkannya dengan strategi PAM JAYA saat ini; 3). Mengevaluasi kebijaksanaan publik yang diduga turut mempengaruhi implementasi strategi yang diformulasikan tersebut; serta 4). Mengetengahkan pendekatan privatisasi sebagai solusi terhadap masalah kebijaksanaan publik yang sulit untuk dipecahkan.
Rencana yang ditetapkan untuk mencapai tujuan penelitian tersebut, sebelumnya telah diawali oleh studi literatur terhadap teori-teori yang relevan dengan permasalahan penelitian ini. Selanjutnya ditetapkan lima teori utama sebagai logika berpikir pada tahap-tahap penelitian ini, yaitu : 1). Pada tahap analisis SWOT, teori manajemen strategi (Pierce-Robinson, 1991) menjadi kerangka berpikir yang utarna sebelum memformulasikan strategi atas dasar faktor-faktor SWOT. Sedangkan untuk mengukur faktor-faktor SWOT itu sendiri, beberapa teori dipergunakan disini, antara lain teori karakteristik struktur organisasi (Lubis-Huseini, 1987, Robbins, 1990) untuk mengukur derajat formalisasi, sentralisasi dan kompieksitas struktur organisasi PAM JAYA. Kemudian teori atau konsep SERVICE QUALITY/SERVQUAL (Valerie-Parasuraman, 1990) yang secara berturut-turut dipergunakan dalam pengukuran faktor kualitas SDM PAM JAYA, serta faktor kepuasan pelanggan; 2). Pada tahap kedua, yaitu analisis kebijaksanaan publik, kerangka teori yang relevan adalah hirarkhi kebijaksanaan publik (Bromley, 1989). Selain itu beberapa teori pendukung melengkapi analisis tentang kebijaksanaan publik di PAM JAYA; 3). Tahap terakhir adalah tahap preskripsi dengan pendekatan privatisasi. Tentu saja teori-teori privatisasi, utamanya oleh Donahue (1991), Keith Hartley (1191) serta Savas (1987) akan mewarnai analisis pada tahap ini.
Hasil identifikasi faktor-faktor SWOT, menunjukkan bahwa struktur organisasi PAM JAYA berada pada derajat formalisasi dan kompleksitas rendah, namun sentralisasi tinggi. Di lain pihak kualitas SDM yang diukur melalui kualitas pelayanan, mengalami kesenjangan pada kualitas pelayanan tingkat manajerial (gap 1 dan gap 2) yaitu kurang riset pemasaran, lemah pada komitmen pelayanan dan persepsi manajemen terhadap kemampuan perusahaan, dukungan pendidikan formal yang rendah, distribusi pegawai yang tidak merata, serta penghitungan ratio pelayanan yang tidak tepat. Sebaliknya pads kualitas pelayanan di tingkat Cabang/Rayon justru tidak mengalami kesenjangan yang berarti. Hal ini dibuktikan pula dengan temuan pada tingkat kepuasaan pelanggan tentang aspek pelayanan administratif dan aspek tarip. Sedang pada aspek pelayanan kualitas air, kepuasan pelanggan nampak kurang.
Berdasarkan temuan faktor-faktor SWOT tersebut, kemudian diformulasikan empat model strategi berikut kekuatan dan kelemahan pada masing-masing model. Pada dasamya implementasi strategi akan memerlukan dukungan kebijaksanaan baik pada level operasional, organisasional maupun pada level policy (Bromley, 1989). Oleh karena itu analisis terhadap hirarkhi kebijaksanaan publik pada ketiga level itu pun dilakukan. Kenyataan membuktikan bahwa keterikatan kebijaksanaankebijaksanaan operasional PAM JAYA dengan kebijaksanaan-kebijaksanaan pada level diatasnya, sangat tinggi dan rigid. Bahkan terdapat beberapa kebijaksanaan yang sudah tidak relevan untuk kondisi masa kini. Melihat kenyataan ini maka diperkirakan bahwa implementasi strategi operasional akan banyak menemui hambatan pada segi dukungan kebijaksanaan publik di level organisasional dan policy level. Apabila demilaan halnya, maka sulit bagi PAM JAYA untuk dapat mengembangkan dirinya sebagai suatu perusahaan yang juga dibebani misi komersial.
Mengacu pada kondisi temuan tersebut, maka diajukan beberapa model kombinasi privatisasi (Savas, 1987), dengan tema pembagian fungsi dalam perusahaan. Kombinasi public - privat - public merupakan tawaran yang sangat patut untuk dipertimbangkan oleh PAM JAYA Dengan fungsi kepemilikan masih berada ditangan Pemda, sedang fungsi manajemen day-to-day ditangan swasta (bisa sebagian atau keseluruhan) dan operasional ditangan Pemda, maka diharapkan misi sosial PAM JAYA tidak akan hilang, di lain pihak misi komersial mendapatkan perhatian. "
Depok: Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amy Yayuk Sri Rahayu
"PAM JAYA, sebagai Perusahaan Air Minum Milik Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta, saat ini dinilai belum mampu mencapai sasaran pada kedua misinya. Berbagai faktor internal dan elcternal, seperti struktur organisasi, sumber daya manusia (SDM) dan kepuasan pelanggan, diduga kuat mempengaruhi kinerja PAM JAYA saat ini (sumber : 70 Tahun PAM JAYA).
Menyadari betapa besar peranan faktor-faktor tersebut pada perkembangan PAM JAYA, maka pendekatan dan solusi yang dipandang mampu mengangkat potensi dan mengurangi kelemahan PAM JAYA adalah pendekatan manajemen strategi yang didukung dengan kebijaksanaan publik yang relevan.
Berdasarkan pada asumsi demikian, maka penelitian ini bertujuan untuk : 1). mengidentifikasi faktor-faktor struktur organisasi, SDM, dan pelanggan sebagai faktor-faktor SWOT (Strenghts, Weaknesses, Opportunities, dan Threats) ; 2). Memformulasikan strategi PAM JAYA berdasarkan temuan-temuan SWOT serta membandingkannya dengan strategi PAM JAYA saat ini; 3). Mengevaluasi kebijaksanaan publik yang diduga turut mempengaruhi implementasi strategi yang diformulasikan tersebut; serta 4). Mengetengahkan pendekatan privatisasi sebagai solusi terhadap masalah kebijaksanaan publik yang sulit untuk dipecahkan.
Rencana yang ditetapkan untuk mencapai tujuan penelitian tersebut, sebelumnya telah diawali oleh studi literatur terhadap teori-teori yang relevan dengan permasalahan penelitian ini. Selanjutnya ditetapkan lima teori utama sebagai logika berpikir pada tahap-tahap penelitian ini, yaitu : 1). Pada tahap analisis SWOT, teori manajemen strategi (Pierce-Robinson, 1991) menjadi kerangka berpikir yang utama sebelum memformulasikan strategi atas dasar faktor-faktor SWOT. Sedangkan untuk mengukur faktor-faktor SWOT itu sendiri, beberapa teori dipergunakan disini, antara lain teori karakteristik struktur organisasi (Lubis-Huseini, 1987, Robbins, 1990) untuk mengukur derajat formalisasi, sentralisasi dan kompleksitas struktuk organisasi PAM JAYA. Kemudian teori atau konsep SERVICE QUALITY SERVQUAL (Valerie-Parasuraman, 1990) yang secara berturut-turut dipergunakan dalam pengukuran faktor kualitas SDM PAM JAYA, serta faktor kepuasan pelanggan; 2). Pada tahap kedua, yaitu analisis kebijaksanaan publik, kerangka teori yang relevan adalah hirarkhi kebijaksanaan publik (Bromley, 1989). Selain itu beberapa teori pendukung melengkapi analisis tentang kebijaksanaan publik di PAM JAYA; 3). Tahap terakhir adalah tahap preskripsi dengan pendekatan privatisasi. Tentu saja teori-teori privatisasi, utamanya oleh Donahue (1991), Keith Hartley (119I) serta Savas (1987) akan mewarnai analisis pada tahap ini.
Hasil identifikasi faktor-faktor SWOT, menunjukkan bahwa struktur organisasi PAM JAYA berada pada derajat formalisasi dan kompleksitas rendah, namun sentralisasi tinggi. Di lain pihak kualitas SDM yang diukur melalui kualitas pelayanan, mengalami kesenjangan pada kualitas pelayanan tingkat manajerial (gap 1 dan gap 2) yaitu kurang riset pemasaran, lemah pada komitmen pelayanan dan persepsi manajemen terhadap kemampuan perusahaan, dukungan pendidikan formal yang rendah, distribusi pegawai yang tidak merata, serta penghitungan ratio pelayanan yang tidak tepat. Sebaliknya pada kualitas pelayanan di tingkat CabanglRayon justru tidak mengalami kesenjangan yang berarti. Hal ini dibuktikan pula dengan temuan pada tingkat kepuasaan pelanggan tentang aspek pelayanan administratif dan aspek tarip. Sedang pada aspek pelayanan kualitas air, kepuasan pelanggan nampak kurang.
Berdasarkan temuan faktor-faktor SWOT tersebut, kemudian diformulasikan empat model strategi berikut kekuatan dan kelemahan pada masing-masing model. Pada dasarnya implementasi strategi akan memerlukan dukungan kebijaksanaan baik pada level operasional, organisasional maupun pada level policy (Bromley, 1989). Oleh karena itu analisis terhadap hirarkhi kebijaksanaan publik pada ketiga level itu pun dilakukan. Kenyataan membuktikan bahwa keterikatan kebijaksanaankebijaksanaan operasional PAM JAYA dengan kebijaksanaan-kebijaksanaan pada level diatasnya, sangat tinggi dan rigid. Bahkan terdapat beberapa kebijaksanaan yang sudah tidak relevan untuk kondisi masa kini. Melihat kenyataan ini maka diperkirakan bahwa implementasi strategi operasional akan banyak menemui hambatan pada segi dukungan kebijaksanaan publik di level organisasional dan policy level. Apabila demikian halnya, maka sulit bagi PAM JAYA untuk dapat mengembangkan dirinya sebagai suatu perusahaan yang juga dibebani misi komersial.
Mengacu pada kondisi temuan tersebut, maka diajukan beberapa model kombinasi privatisasi (Savas, 1987), dengan tema pembagian fungsi dalam perusahaan. Kombinasi public - privat - public merupakan tawaran yang sangat patut untuk dipertimbangkan oleh PAM JAYA. Dengan fungsi kepemilikan masih berada ditangan Pemda, sedang fungsi manajemen day-to day ditangan swasta (bisa sebagian atau keseluruhan) dan operasional ditangan Pemda, maka diharapkan misi sosial PAM JAYA tidak akan hilang, di lain pihak misi komersial mendapatkan perhatian."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1998
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Yari Mutiarsom
Jakarta: Universitas Indonesia, 1986
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Guntur Sukmawan Putra
"Fokus dari penelitian ini adalah pengukuran kinerja Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Ponorogo Tahun 2007-2009 pada tiga aspek kinerja (aspek keuangan, aspek, aspek operasional, dan aspek administrasi) sebagaimana diatur dalam Kepmendagri No.47 Tahun 1999. Dengan menggunakan 10 indikator kinerja pada masing-masing aspek, diketahui bahwa kinerja Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Ponorogo Tahun 2007-2009 masuk dalam kategori Cukup. Terdapat lima hambatan dalam upaya pencapaian kinerja yang lebih baik. Dari aspek keuangan diketahui bahwa pada tahun 2007-2009 masih mengalami kerugian akibat beban pembayaran cicilan hutang. Dari aspek operasional diketahui bahwa cakupan pelayanan masih rendah karena kecilnya investasi pada sumber air baru dan jaringan distribusi. Tingkat kehilangan air masih cukup tinggi (di atas 30%) dan penggantian meter air pelanggan belum sepenuhnya dilakukan. Dari aspek administrasi, bahwa jajaran direksi belum membuat rencana jangka panjang.

The focus of this study is measuring performance of Ponorogo Regency's Water Supply Company (PDAM) in 2007-2009 with three aspects of performance (financial aspect, operational aspect and administration aspect) as regulated by the Decree of Interior Minister Number 47 Year 1999. Using 10 indicators performance from each aspect of performance, performance of Ponorogo Regency's Water Supply Company (PDAM) in 2007-2009 are classified as sufficiently. The result are found that five obstacles in achieving better performance. From the financial aspects, that PDAM still incur losses because bear large debt repayment. From operational aspects found that service coverage still low because of small investments in new water sources and distribution networks. The water loss are high (above 30%) and customer water replacement not fully being done. From administration aspect, that board of director has not made a long-term planning."
Depok: Fakultas Eknonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2010
T27572
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fitri Erna Muslikah
"Kebijakan penyertaan modal Pemerintah Daerah Kota Depok pada PDAM Depok tertuang dalam Perda No. 14 Tahun 2012. Perusahaan ini baru berdiri pada tahun 2011 sehingga pelayanan air bersih di Depok disediakan oleh dua PDAM, yaitu Depok dan Bogor. Tujuan penelitian diarahkan untuk mengetahui alasan Pemerintah Kota Depok memberikan investasi serta dampak kebijakan penyertaan modal pada PDAM Depok. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan metode pengumpulan data berupa wawancara mendalam. Data juga diperoleh dari data sekunder berupa kajian pembuatan peraturan daerah. Penelitian menunjukkan bahwa alasan kebijakan Pemerintah Kota Depok memberikan dana penyertaan modal karena pengembangan jaringan yang diarahkan untuk motif ekonomis, yaitu tercapai pelayanan dan keuntungan. Pemerintah Kota, DPRD, dan PDAM Depok merupakan aktor dalam perumusan peraturan daerah ini. Para aktor yang terlibat lebih cenderung pada model rational actor yang mendasarkan keputusan pada perhitungan kebutuhan investasi sesuai business plan perusahaan. Para aktor mengharapkan kebijakan penyertaan modal ini dapat meningkatkan jumlah pelanggan sehingga dapat mewujudkan target cakupan layanan MDG's.

Capital Addition of Local Government in Depok was given through Local Regulations Number 14/2012 about Capital Addition for Local Water Enterprise. This company was just formed on 2011 with the result that clean water services in this area were provided by both Depok and Bogor. The aim of this paper is to know about the dominant motive of Local Government invests capital addition to Local Water Enterprise in Depok and the effect of this local regulation. This paper is qualitative research with collecting data methods used in depth interview. The research also used secondary data from report study of making local regulation. This research showing that the reason of local government invests some moneys for this company is to development purposes with economic motives for public service targets and profitable concern. Former of this regulation is consists of Local Government, Local Legislative, and Local Water Enterprise in Depok. Those actors are closely use rational actor models because this local regulation was decided by calculating investment needed based on company?s business plan. Those actors were expected that capital addition?s regulation can increase the quantity of customer, thus can realize the MDG's target of service coverage."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
S60058
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>