Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9134 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ratih Wahyu Murti
"Pengembangan energi terbarukan yang cukup potesial di Indonesia adalah pengembangan biofuel, yaitu energi yang berasal dari biomassa menjadi biodiesel dan bioetanol. Bioetanol berbahan baku bagas, berasal dari residu padat industri tebu, dilakukan dengan teknologi bioproses dengan pendekatan enzimatik dan sistem Simultaneous Sacharification and Fermentation (SSF), serta perlakuan awal bagas dengan bantuan pembibitan jamur tiram. Penelitian ini betujuan untuk memperoleh suatu kelayakan investasi dari produksi bioetanol berbahan baku bagas dengan metode tekno ekonomi, menggunakan metode Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), dan Payback Period (PBP).
Analisis tekno-ekonomi produksi bioetanol berbahan baku bagas dengan kapasitas produksi sebesar 170 liter per hari dengan harga jual sebesar Rp.10.000 per liter dilakukan pada dua skenario. Skenario pertama, produksi bioetanol dan perlakuan awal bagas dengan jamur dilakukan oleh satu pihak, diperoleh NPV negatif sebesar Rp. 39.817.179.569,10. Sedangkan untuk skenario dua, produksi bioetanol dan perlakuan awal bagas dengan jamur dilakukan oleh dua pihak yang berbeda, diperoleh NPV negatif sebesar Rp. 59.449.434.727,52. Dengan demikian, produksi bioetanol berbahan baku bagas dengan kapasitas produksi sebesar 170 liter per hari dengan harga jual sebesar Rp.10.000 per liter adalah tidak layak untuk dilakukan.
Dari hasil analisis diatas, dilakukan analisis sensitivitas pada skenario pertama, mengingat NPV yang diperoleh skenario pertama lebih besar dibandingkan dengan skenario kedua. Analisis sensitivitas dilakukan terhadap penurunan harga enzim, penurunan harga listik, serta peningkatan harga jual etanol yang dihasilkan. Penurunan yang dilakukan terhadap harga enzim, harga listrik dan peningkatan terhadap harga jual, maka produksi bioetanol berbahan baku bagas dengan kapasitas produksi sebesar 170 liter per hari adalah layak untuk di lakukan dengan harga jual sebesar Rp. 16.500 per liter, harga listrik sebesar Rp. 200 per kwh, dan harga enzim sebesar Rp. 6.300 per liter, diperoleh NPV sebesar Rp.491.670.277,53, IRR sebesar 11% dan PBP pada tahun ke duabelas investasi.

The development of potential renewable energy in Indonesia would be the development of biofuel, the energy that is produced from the process of biomass into biodiesel and also bioethanol. Bioethanol which are made from raw bagasse, comes from the solid residue of sugar cane industries, are processed with the technology of bioprocess through enzymatic and Sacharification and Simultaneous Fermentation (SSF) approach, and also pretreatment of bagasse with the help of oyster mushroom breeding. The purpose of this research is meant to acquire feasibility of an investation in the production of bioethanol from bagasse with the method of techno economics, using Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR) and Payback Period (PBP).
Techno-economic analysis carried out on two scenarios. The first scenario, the production of bioethanol and pretreatment of bagasse with fungi carried by one hand, the result is a negative NPV of Rp. 39.817.179.569,10. While for the second scenario, the production of bioethanol and pretreatment of bagasse with fungi carried by two different parties, the result is negative NPV of Rp.59.449.434.727,52. Thus, the production of bioethanol made from bagasse with a production capacity of 170 liters per day for a price of IDR 10,000 per liter is not feasible to be done.
From the analysis result mantioned above, it had been performed sensitivity analysis on the first scenario by considering that the NPV obtained in the first scenario was greater than the second scenario. The sensitivity analysis is conducted towards the decreasing of enzyms and electricity prices and also towards the increasing in ethanol selling price, that are produced. The decreasing of prices towards enzyms and electricity prices and also the increasing of ethanol selling price resulted that the production of bagasse based bioethanol with the production capasity of 170 liter per day is feasible to be conducted with the ethanol selling price of IDR 16.500 per liter, electricity price of IDR 200 per KWH and enzym price of IDR 6.300 per liter would generate an NPV of IDR 491.670.277, 53, IRR of 11%, and PBP on the twelfth year of investment."
2010
T27839
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Muchammad Syaifudin Zuhri
"Skripsi ini membahas mengenai perhitungan secara tekno-ekonomi konversi bagas menjadi etanol dengan metode proses Sakarifikasi dan Fermentasi Serentak. Secara peluang teknis, industri ini sangat terbuka untuk dikembangkan. Selain terbukti lebih ramah lingkungan, industri ini juga didukung oleh keberadaan pabrik gula dengan kapasitas giling yang cukup besar serta lahan pertanian yang mendukung untuk ditanami, sebagai penghasil bagas sebagai residunya. Nilai konversi yang dihasilkan pun cukup besar yaitu sekitar 36,4% berbasis berat bagas, atau sekitar 91,4% jika dihitung secara teoritis.
Perhitungan ekonomi untuk mencukupi skala industri masih belum menunjukkan nilai yang menggembirakan hal ini salah satunya disebabkan oleh kurangnya fasilitas fiskal pendukung dari pemeirintah. Untuk memenuhi kapasitas industri 80 KL per hari dibutuhkan bagas murni sekitar 20 ton. Perhitungan secara ekonomi yang juga menyertakan variabel kebijakan fiskal juga masih relatif menunjukkan kelayakan untuk dilakukan sebagi usaha investasi di masa mendatang. Dengan nilai NPV sebesar Rp 32.204.238.747 dan nilai IRR sebesar 9% tentu bukan tidak mungkin akan meningkat seiring semakin langkanya bahan bakar berbasis minyak bumi. Kondisi ini semakin menguntungkan jika diintegrasikan dengan pengelolaan jamur tiram sebagai hasil pretreatment.

This undergraduate thesis focuses in analyzing of techno-economic analysis of ethanol production from bagasse trough Simultaneous Saccharification and Fermentation (SSF). Technically, it has big chance to be developed into a big scale of industry, beside it relatively safe for environment, it also supported by a big number of sugar mill spread in Java and Sumatera. Although the conversion value is also high enough, about 36, 4% base on bagasse mass, or 91,4% theoretically calculated. But, economically with fiscal policy included in, it doesn't work so good in industrial scale. For capacity of 80 KL per day it needs about 20 ton bagasse.
The economic analysis gives enough number to attract people to invest. With value of NPV 32.204.238.747 rupiahs and IRR value 9% it is quiet feasible to be run in the next year, when the capacity of fossil fuel is getting down. In addition, it will be more attractive if we integrate the line with the mushroom produced in pretreatment process. Besides the internal factor of industry, government has important role to keep the industry work, maybe with offering some bigger fiscal policy e.g. tax cut, special tariff, that will attract people to make more innovation in energy resources alternative industry.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2010
S51723
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Kurnia ASP
"Penulisan ini bertujuan untuk menentukan lokasi terbaik untuk pendirian pabrik bioetanol berbahan baku bagas. Lokasi terbaik adalah lokasi dengan biaya terendah yang telah memperhitungkan faktor ketidakpastian dan resiko yang ada. Ketidakpastian yang ada dalam hal biaya disimulasikan dengan simulasi Monte Carlo untuk menghitung nilai biaya. Faktor-faktor resiko yang ada, yaitu bahan baku, utulitas, dan tranportasi, diidentifikasi dengan menggunakan metode Delphi dan dibobotkan dengan teknik perbandingan berpasangan. Nilai resiko yang didapat akan menambah besarnya biaya.
Pada tahap penyeleksian awal, terdapat tiga kandidat lokasi,yang dipilih yaitu Kabupaten Kediri, Jombang, dan Tulungagung. Hasil simulasi biaya tahunan yang ditambah dengan nilai resiko biaya, menunjukkan Tulungagung sebagai lokasi terbaik yang diusulkan dengan certainty equivalent value (CEV) atas total biaya tahunan sebesar Rp 16,544,617,454.32 dan nilai resiko terhadap biaya sejumlah Rp 169,801,707.46.

The purpose of this study is to choose the best location for the plant of bagassebased bio-ethanol, which is the one with minimum cost that takes into consideration uncertainty and risk factor into calculation. In this case, the uncertainty of cost is simulated with Monte Carlo simulation. The risk factors, which are raw material, plant utility, and transportation are identified by using Delphi method and are weighted with pair-wise comparison technique. The value of risk will increase the total cost.
On the first screening, the three candidates of location are selected, which are Kediri, Jombang, and Tulungagung. The result of annual cost simulation that plus by risk value of cost result Tulungagung as the best location with IDR 16,544,617,454.32 of certainty equivalent value of total annual cost and IDR 169,801,707.46 of risk value cost.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2010
S51739
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fani Siti Hanifah
"Harga bahan bakar minyak (BBM) terus mengalami kenaikan. Hal ini dikarenakan cadangan minyak bumi sebagai sumber bahan bakar utama jumlahnya semakin berkurang di lapisan bumi sedangkan kebutuhan akan energi semakin meningkat. Oleh karena itu, perlu dikembangkan sumber energi alternatif untuk memenuhi kebutuhan energi tersebut. Pengembangan bioetanol dari biomassa berbasis lignoselulosa seperti bagas merupakan salah satu sumber energi alternatif yang cukup berpotensi untuk diterapkan di Indonesia. Selain karena sumber bahan bakunya yang melimpah di negara kita, prosesnya juga ramah lingkungan.
Pada penelitian ini telah dilakukan konversi selulosa pada bagas menjadi etanol menggunakan teknologi sakarifikasi dan fermentasi serentak atau Simultaneous Sacharification and Fermentation (SSF) dengan menggunakan enzim selulase dan selobiase. Pada proses sakarifikasi, enzim selulase akan memecah polimer selulosa menjadi glukosa sedangkan enzim selobiase akan memecah selobiosa (disakarida) menjadi glukosa. Selanjutnya glukosa melalui fermentasi diubah menjadi etanol dengan menggunakan yeast Saccharomyces cerevisiae. Variasi yang dilakukan meliputi variasi pH sistem yaitu pH 4 ; 4,5 dan 5, penambahan HCl konsentrasi rendah pada pH 5 dengan variasi konsentrasi 0,5 % dan 1 %, serta variasi jenis sampel pada pH 5 dimana bagas biasa tanpa pretreatment dibandingkan dengan bagas yang telah dilakukan pretreatment menggunakan jamur Lentinus edodes selama 4 minggu.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan enzim selulase dan selobiase dengan kondisi optimum pH 5 menghasilkan konsentrasi etanol yang lebih tinggi daripada penggunaan enzim selulase saja pada kondisi pH yang sama. Untuk konsentrasi substrat 45,455 g/L, pada penggunaan enzim selulase dan selobiase, konsentrasi etanol tertinggi yang dihasilkan bagas tanpa pretreatment adalah sebesar 5,79 g/L atau 25,45 % dari bagas sedangkan pada penggunaan enzim selulase saja sebesar 5,46 g/L atau 24,01 % dari bagas. Pada penambahan HCl dengan enzim selulase dan selobiase, konsentrasi etanol tertinggi dihasilkan oleh konsentrasi 1 % sebesar 6,49 g/L atau 28,55 % dari bagas sedangkan dengan enzim selulase sebesar 6,40 g/L atau 28,14 % dari bagas. Dengan bagas LE 4W pada penggunaan enzim selulase dan selobiase, dihasilkan konsentrasi etanol yang lebih tinggi lagi yakni sebesar 6,61 g/L atau 29,07 % dari bagas sedangkan dengan enzim selulase saja sebesar 6,49 g/L atau 28,55 % dari bagas. Ini juga menunjukkan bahwa penambahan HCl konsentrasi rendah serta pretreatment dengan jamur pelapuk putih L. edodes dapat meningkatkan kuantitas etanol yang dihasilkan dari konversi bagas.

The price of oil fuel material keep on increasing. It is because the quantity of oil reserve as a main fuel material source is more and more decrease in earth layer while energy requirement goes higher up. Therefore, the alternative energy source is necessary developed to supply it. The bioetanol development from biomass bases of lignocellulose like bagasse is a alternative energy which has potential to be applied in Indonesia. Beside of raw material source that is so many in our country, the process is also environment friendly.
On this research had been done the cellulose conversion of bagasse becomes etanol using Simultaneous Sacharification and Fermentation (SSF) technology by cellulase and cellobiase enzyme. On sacharification process, cellulase enzyme will break cellulose polimer becomes glucose whereas cellobiase enzyme will break cellobiose becomes glucose. Then glucose through fermentation is changed to be etanol by using yeast Saccharomyces cerevisiae. The variations include pH of system that is pH 4 ; 4,5 and 5, HCl addition low concentrated at pH 5 with variation of concentration that is 0,5 % and 1 %, also the kind of sample at pH 5 where bagasse without pretreatment is compared with bagasse which had been done pretreatment by using fungi Lentinus edodes for 4 weeks.
The result shows that the use of cellulase and cellobiase enzyme with system optimum condition pH 5 produce etanol concentration is higher than using only cellulase enzyme at the same pH condition. For substrate concentration 45,455 g/L, on the use of cellulase and cellobiase, the highest etanol concentration which is produced bagasse without pretreatment is 5,79 g/L or 25,45 % from bagasse whereas on the use of cellulase enzyme only is 5,46 g/L or 24,01 % from bagasse. On HCl addition, the highest etanol concentration using cellulase and cellobiase enzyme is produced by concentration HCl 1 % with amount 6,49 g/L or 28,55 % from bagasse whereas by cellulase enzyme only is 6,40 g/L or 28,14 % from bagasse. With bagasse LE 4W, on the use of cellulase and cellobiase enzyme is produced the highest etanol concentration that is 6,61 g/L or 29,07 % from bagasse whereas by cellulase enzyme only is 6,49 g/L or 28,55 % from bagasse. It also shows that HCl addition low concentrated and pretreatment by white rot fungi L. edodes can increase the etanol quantity that is produced from bagasse conversion.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia;, 2007
S49835
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Purnama Laurentina
"Bagas dan jerami merupakan limbah pertanian yang mengandung lignoselulosa sehingga dapat dimanfaatkan untuk produksi bioetanol. Pada penelitian ini, untuk menghidrolisis selulosa pada bagas dan jerami, digunakan jamur Trichoderma viride yang dapat menghasilkan enzim selulase. Namun, adanya kandungan lignin dalam sampel bagas dan jerami akan menghalangi aktivitas enzim selulase untuk mendegradasi selulosa menjadi senyawa gula yang lebih sederhana yaitu glukosa.
Untuk menurunkan kandungan lignin, sampel terlebih dahulu didelignifikasi dengan NaOH 3 %. Konsentrasi senyawa gula pereduksi ditentukan dengan metode Somogyi Nelson. Konsentrasi gula pereduksi paling tinggi adalah 0,230 mg/mL yang dihasilkan dari hidrolisis sampel bagas pada konsentrasi 7,5 %, waktu inkubasi 48 jam dengan urea 0,3 % sebagai sumber nitrogennya.
Hasil fermentasi hidrolisat bagas oleh Saccharomyces cerevisiae yang terimobilisasi dalam Ca alginat, menghasilkan kadar etanol yang lebih tinggi dibandingkan dengan fermentasi oleh Saccharomyces cerevisiae tanpa imobilisasi. Kondisi optimum proses fermentasi diperoleh pada waktu inkubasi 48 jam dan konsentrasi alginat 4 % yang menghasilkan kadar etanol sebesar 2,705%. Kadar etanol ditentukan dengan Gas Chromatography (GC)."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2009
S30539
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Richi Mardias
"Penggunaan bahan bakar fosil oleh manusia menimbulkan ancaman serius, yaitu jaminan ketersediaan bahan bakar fosil untuk beberapa dekade mendatang dan polusi akibat emisi pembakaran bahan bakar fosil ke lingkungan. Kesadaran terhadap ancaman tersebut telah mengintensifkan berbagai riset yang bertujuan menghasilkan sumber-sumber energi alternatif yang berkelanjutan dan lebih ramah lingkungan. Salah satu energi alternatif yang relatif murah ditinjau aspek produksinya dan relatif ramah lingkungan adalah pengembangan bioetanol dari limbah-limbah pertanian (biomassa) yang mengandung banyak lignoselulosa seperti bagas (limbah padat industri gula). Bagas mengandung sekitar 50% selulosa, 20% hemiselulosa, 25% lignin dan sisanya berupa senyawa abu. Pada penelitian ini telah dilakukan percobaan untuk membuat etanol dari bagas dengan proses Sakarafikasi dan Fermentasi Serentak (SSF). Enzim selulase dan yeast Saccharomyces cerevisiae digunakan untuk hidrolisis dan fermentasi dalam proses SSF tersebut. Variasi pH yang digunakan adalah pH 4; 4,5 dan 5 untuk mendapat pH optimum. Untuk lebih meningkatkan kuantitas etanol yang dihasilkan, dilakukan penambahan HCl dengan konsentrasi 0,5% dan 1% (v/v) serta perlakuan awal dengan jamur pelapuk putih Lentinus edodes (L.edodes) selama 4 minggu. Proses SSF dilakukan dengan waktu inkubasi selama 24, 48, 72, 96 jam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa etanol tidak dapat dihasilkan tanpa enzim selulase. Pada pH 4; 4,5 dan 5 diperoleh konsentrasi etanol tertinggi berturut-turut 5,29 g/L, 5,6 g/L, 5,46 g/L. Penambahan HCl dengan konsentrasi 0,5% dan 1% dan perlakuan awal dengan L.edodes mampu meningkatkan yield etanol yang diperoleh. Konsentrasi etanol tertinggi pada penambahan HCl dengan konsentrasi 0,5% dan 1% (v/v) berturut-turut adalah 6,02 g/L dan 6,4 g/L. Konsentrasi etanol tertinggi pada perlakuan awal dengan L.edodes adalah 6,49 g/L.

The use of fossil fuel by human can cause seriously threat likes available of fossil fuel for further decade and pollution to the environment by emission from fossil fuel. Consider of that threats, caused intensify many researches to produce sustainability alternative energy resources and more environments friendly. One of the sustainable alternative energy is relatively cheap production and environment friendly was development bio ethanol from waste residue agriculture. It does contain many lignocelluloses like bagasse (waste residue sugar industry). Bagasse contains approximately 50% cellulose, 20% hemicelluloses, 25% lignin and the other such as ash compound. This research deals with ethanol production from sugar cane bagasse using Simultaneous Saccharification and Fermentation (SSF) process. Cellulase enzyme and Saccharomyces cerevisiae was used to hydrolyse and fermentation in SSF process. Variation of pH was used pH 4; 4.5 and 5. For increasing ethanol quantity, SSF process was done by added chloride acid (HCl) with concentration 0.5% and 1% (v/v) and also pre-treatment with white rot fungi such as Lentinus edodes (L.edodes) as long 4 weeks. The SSF process was done with 24, 48, 72, and 96 hour?s incubation time for fermentation. The results show that ethanol can?t be produce without cellulase enzyme. In pH 4, 4.5 and 5 was obtained highest ethanol concentration consecutively is 5.29 g/L, 5.6 g/L, 5.46 g/L. The added chloride acid (HCl) with concentration 0.5% and 1% (v/v) and L.edodes can increase ethanol yield. The highest ethanol concentration with added chloride acid (HCl) concentration 0.5% and 1% consecutively is 6.02 g/L and 6.4 g/L. The highest ethanol concentration with pre-treatment by L.edodes is 6.49 g/L."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2007
S49809
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohamad Baiquni
"Bagas merupakan residu padat pada proses pengolahan tebu menjadi gula, yang sejauh ini masih belum banyak dimanfaatkan menjadi produk yang mempunyai nilai tambah (added value). Bagas yang termasuk biomassa mengandung lignoselulosa sangat dimungkinkan untuk dimanfaatkan menjadi sumber energi alternatif seperti bioetanol atau biogas. Dengan pemanfaatan sumber daya alam terbarukan dapat mengatasi krisis energi terutama sektor migas. Pada penelitian ini telah dilakukan konversi bagas menjadi etanol dengan menggunakan enzim xylanase Hasil penelitian menunjukkan kandungan lignoselulosa pada bagas sebesar lebih kurang 52,7% selulosa, 20% hemiselulosa, dan 24,2% lignin. Hemiselulosa merupakan polisakarida yang dapat dihidrolisis oleh enzim xylanase dan kemudian akan difermentasikan oleh yeast S. cerevisiae menjadi etanol melalui proses Sakarifikasi dan Fermentasi Serentak (SSF). Beberapa parameter yang dianalisis pada penelitian ini antara lain kondisi pH (4, 4,5, dan 5), untuk meningkatkan kuantitas etanol dilakukan penambahan HCl berkonsentrasi rendah (0,5% dan 1% (v/v)) dan bagas dengan perlakuan jamur pelapuk putih (L. edodes) selama 4 minggu. Proses SSF dilakukan dengan waktu inkubasi selama 24, 48, 72, dan 96 jam. Perlakuan dengan pH 4, 4,5, dan 5 menghasilkan konsentrasi etanol tertinggi berturut-turut 2,357 g/L, 2,451 g/L, 2,709 g/L. Perlakuan penambahan HCl konsentrasi rendah mampu meningkatkan produksi etanol, penambahan dengan konsentrasi HCL 0,5 % dan 1 % berturut-turut menghasilkan etanol 2,967 g/L, 3,249 g/L. Perlakuan dengan menggunakan jamur pelapuk putih juga dapat meningkatkan produksi etanol yang dihasilkan. Setelah bagas diberi perlakuan L. edodes 4 minggu mampu menghasilkan etanol dengan hasil tertinggi 3,202 g/L.

Bagasse is a solid residue from sugar cane process, which is not many use it for some product which have more added value. Bagasse, which is a lignosellulosic material, be able to be use for alternative energy resources like bioethanol or biogas. With renewable energy resources a crisis of energy in Republic of Indonesia could be solved, especially in oil and gas. This research has done the conversion of bagasse to bioethanol with xylanase enzyme. The result show that bagasse contains of 52,7% cellulose, 20% hemicelluloses, and 24,2% lignin. Xylanase enzyme and Saccharomyces cerevisiae was used to hydrolyse and fermentation in SSF process. Variation in this research use pH (4, 4,5, and 5), for increasing ethanol quantity, SSF process was done by added chloride acid (HCl) with concentration 0.5% and 1% (v/v) and also pre-treatment with white rot fungi such as Lentinus edodes (L.edodes) as long 4 weeks. The SSF process was done with 24, 48, 72, and 96 hour?s incubation time for fermentation. Variation of pH 4, 4,5, and 5 can produce ethanol with concentrations 2,357 g/L, 2,451 g/L, 2,709 g/L. The added chloride acid (HCl) with concentration 0.5% and 1% (v/v) and L. edodes can increase ethanol yield, The highest ethanol concentration with added chloride acid (HCl) concentration 0.5% and 1% consecutively is 2,967 g/L, 3,249 g/L. The highest ethanol concentration with pre-treatment by L. edodes is 3,202 g/L."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2007
S49821
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khalafi Xenon Abdullah
"Kilang bio dengan carbon capture and storage memiliki potensi dalam mengurangi emisi karbon dari atmosfer. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh efisiensi energi keseluruhan sistem, biaya produksi (etanol, xilitol, dan listrik), CO2 avoidance cost (CAC), serta nilai emisi CO2eq dari integrasi sistem kilang bio dengan carbon capture and storage(CCS). Aspen Plus v.11 digunakan untuk simulasi proses produksi etanol dan xilitol dengan teknologi hidrolisis asam, sedangkan unit CCS disimulasikan dengan Aspen HYSYS v.11. Penelitian ini menggunakan dua skema, yaitu skema produksi tunggal etanol (1) dan skema koproduksi etanol-xilitol (2). Analisis lingkungan dilakukan dengan metode life cycle assessment (LCA) dengan lingkup cradle-to-gate dan analisis keekonomian dilakukan dengan metode levelized cost. Hasil penelitian menunjukkan bahwa efisiensi energi sistem keseluruhan  lebih tinggi pada skema 1 (35,8%) daripada skema 2 (33,7%). Nilai emisi sistem kilang bio dengan CCS pada skema 1 (-3,55 kgCO2eq/L etanol) lebih negatif daripada skema 2 (-2,20 kgCO2eq/L etanol). Skema 1 memiliki biaya produksi etanol dan nilai CAC (0,64 USD/L etanol dan 69,50 USD/ton CO2eq)  yang lebih besar daripada skema 2 (0,60 USD/L etanol dan 63,98 USD/ton CO2eq). Skema 1 menghasilkan nilai LCOE (0,15 USD/kWh) yang lebih tinggi daripada skema 2 (0,14 USD/kWh). Pada skema 2 diperoleh biaya produksi xilitol seharga 2,73 USD/kg xilitol. Oleh karena itu, skema 2 memiliki potensi komersial yang lebih baik.

Biorefinery with carbon capture and storage has great potential in reducing carbon emissions from the atmosphere. This study aims to obtain the overall system energy efficiency, production costs (ethanol, xylitol, and electricity), CO2 avoidance cost (CAC), and CO2eq emission from the integration of biorefinery system with carbon capture and storage (CCS). Aspen Plus v.11 was used to simulate the ethanol and xylitol production processes using acid hydrolysis, while the CCS unit was simulated with Aspen HYSYS v.11. This study uses two schemes, namely a single ethanol production scheme (1) and an ethanol-xilitol coproduction scheme (2). Environmental analysis was conducted using the life cycle assessment (LCA) method with a cradle-to-gate scope, and economic analysis was conducted using the levelized cost method. The results showed that the overall system energy efficiency was higher in scheme 1 (35.8%) than scheme 2 (33.7%). The emission value of the biorefinery system with CCS in scheme 1 (-3.55 kgCO2eq/L ethanol) was more negative than scheme 2 (-2.20 kgCO2eq/L ethanol). Scheme 1 has higher ethanol production costs and CAC values (0.64 USD/L ethanol and 69.50 USD/ton CO2eq) than scheme 2 (0.60 USD/L ethanol and 63.98 USD/ton CO2eq). Scheme 1 produced a higher LCOE value (0.15 USD/kWh) than scheme 2 (0.14 USD/kWh). In scheme 2, the production cost of xylitol is 2.73 USD/kg xylitol. Therefore, scheme 2 has better commercial viability."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nabila Putri Nursafera
"Tandan kosong kelapa sawit (TKKS) merupakan salah satu jenis limbah lignoselulosa primer dari industri kelapa sawit. TKKS merupakan bahan baku yang menjanjikan untuk dikonversi menjadi produk bernilai tambah seperti bioetanol. Namun, pemanfaatan TKKS untuk menghasilkan bioetanol masih menjadi tantangan dalam skala industri. Oleh karena itu, penelitian ini melakukan analisis risiko tekno-ekonomi akan pabrik bioetanol dengan bahan baku TKKS. Proses produksi bioetanol terdiri dari tiga tahap: pretreatment, sakarifikasi dan fermentasi serentak (SSF), dan pemurnian. Model simulasi dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Aspen Plus, dan evaluasi kelayakan ekonomi menggunakan metode real option yang dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Microsoft Office Excel. Data untuk membuat simulasi proses produksi semi-kontinyu skala industri diperoleh dari penelitian-penelitian sebelumnya. Penelitian ini menghasilkan bioetanol dengan yield sebesar 399 L/ton untuk kapasitas produksi sebesar 6.000 kL/tahun dengan biaya produksi sebesar 0,59 USD/L. Analisis profitabilitas menghasilkan nilai NPV, IRR, PBP, dan PI berturut-turut sebesar 3.097.581 USD, 16%, 6,16 tahun, dan 3,44. Analisis risiko dengan metode real option dengan nilai volatility (σ) sebesar 9% menghasilkan keputusan yang dapat diambil yaitu: (1) Proyek berjalan pada awal tahun; (2) Pada akhir tahun ke-1 bisa mulai dilakukan ekspansi; (3) Pabrik berhenti beroperasi pada tahun ke-20 dengan memperoleh salvage value sebesar 619.516 USD.

Oil palm empty fruit bunch (EFB) is a type of primary lignocellulosic residue from the palm oil industry. They are promising feedstocks for bioconversion into value-added products such as bioethanol. However, using empty fruit to produce bioethanol remains a challenge on an industrial scale. As a result, this study conducted a techno-economic and risk analysis of an EFB bioethanol plant. The bioethanol production process consists of three stages: pretreatment, simultaneous saccharification and fermentation (SSF), and purification. The simulation model carried out using Aspen Plus, and the economic feasibility assessed using the real option method, which carried out using Microsoft Office Excel. The data from the previous experiment was used to create a simulation of an industrial-scale semi-continuous production process. With a yield of 399 L/ton and a production capacity of 6,000 kL/year, this study produced bioethanol at a cost of 0.59 USD/L. NPV, IRR, PBP, and PI values from the profitability analysis were 3,097,581 USD, 16%, 6.16 years, and 3.44, respectively. The following decisions can be made as a result of risk analysis using the real option method with a volatility value of 42 percent: (1) The project is open at the start of the year; (2) Expansion can start at the end of the first year; and (3) The plant will be abandoned at the end of the 20th year by obtaining a salvage value of 619,516 USD."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>