Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 174638 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Karyo Widodo
"Entikong merupakan Pusat Pertumbuhan Perbatasan (Border Development Centre). Pertumbuhan ekonomi di wilayah perbatasan akan diiringi dengan penginkatan demand akan perumahan/tempat tinggal. Dalam rangka mengikuti perkembangan tersebut, pemerintah pada tahun 2006 telah membangun rumah susun sederhana sewa (rusunawa) di Entikong.
Optimalisasi pembangunan rusunawa Entikong memerlukan kajian mendalam terkait dengan kesiapan masyarakat untuk tinggal di rusunawa. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kesediaan tinggal dan membayar di rusunawa Entikong yang dilaksanakan di Kota Entikong mulai Juni 2008 sampai Agustus 2008 dengan menggunakan survey Contingen Valution Method (CVM) dengan desain cross sectional (potong lintang) pada 100 responden terpilih secara judgement purposive sampling.
Hasil analisis dan kesimpulan yang diperoleh dari penelitian, disarankan kepada UPTD Entikong agar penghunian rusunawa segera dilaksanakan dan melengkapi fasilitas rusunawa yang ada saat ini. Dalam penentuan tarif sewa agar mempertimbangkan nilai WTP masyarakat sekitar BDC Entikong, khususnya di Pemukiman Patoka dan Pasar Batas Entikong sebesar Rp. 170.133 per bulan.

Today, Entikong is considered as a Border Development Centre (BDC). High Economic growth within a border region will be followed by increase in housing/real estate demand. In order to anticipate this growth, in 2006, government has strated to build the Rent-Low-Cost Multistorey Housing (Rusunawa) in the area of Entikong.
To optimally develop the Rusunawa in Entikong, a further investigation in term of public readiness to live in Rusunawa is necessary. The objective of this research is to measure public's willingnes to stay and to pay in the Entikong Rusunawa. The research was held from June 2008 to August 2008 by using Contingent Valuation method (CVM) survey with Cross Sectional design, at 100 chosen responder at judgement purposive sampling.
Analysis result and conclusion acquired from this research is to suggest Entikong Rusunawa UPTD that rusunawa should be occupied immediately, and also complete all the facilities available. On the other hand, rent price determination should consider the WTP of inhabitants around Entikong BDC, especially in Patoka residence and Entikong border market, which is 170.133 rupiahs a month."
Depok: Fakultas Eknonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2008
T27676
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Kusmayadi
"Kalimantan Barat mempunyai hutan seluas 14.680.700 hektar, terdiri dari 3.812.740 ha kawasan lindung, dan 10.867.960 ha kawasan budidaya. Pada tahun 2002 jumlah lahan kritis dalam kawasan hutan telah mencapai 2.163.570 ha dan di luar kawasan hutan 2.978.700 ha. Kerusakan tersebut antara lain disebabkan karena: (a) penebangan oleh pemegang izin HPH; (b) pembukaan lahan untuk pertanian dan perkebunan; (c) kebakaran hutan; dan (d) penebangan Liar. Belakangan ini penebangan liar (illegal logging) di kawasan perbatasan Kalimantan Barat Sarawak muncul sebagai isu terhangat di bidang kehutanan karena dampak yang ditimbulkannya tidak hanya pada kerusakan ekosistem hutan, tetapi juga pada aspek legal, sosial, ekonomi, politik, dan bahkan pertahanan keamanan.
Illegal logging adalah sebuah bentuk aktivitas manusia dalam mengeksploitasi sumberdaya hutan di luar sistem pengelolaan hutan lestari yang dilakukan oleh orang atau kelompok tertentu secara sistematis baik dalam sebuah jaringan maupun cara-cara lain untuk kepentingan perorangan atau kelompok dengan cara illegal. Oleh karena itu, rangkaian proses aktivitas illegal logging umumnya terdiri atas: pencurian kayu, penebangan, pengolahan, pengangkutan, perdagangan dan penyelundupan.
Permasalahan pokok yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah aktivitas illegal logging di sepanjang perbatasan Kalimantan Barat Sarawak masih terus terjadi dan belum dapat dikendalikan. Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan aktivitas illegal logging di sepanjang perbatasan masih terus berlangsung dan sulit untuk dikendalikan; (2) untuk mengetahui besamya pengaruh faktor-faktor penyebab terhadap aktivitas illegal logging di sepanjang perbatasan Kalimantan Barat - Sarawak.
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: Tingkat aktivitas illegal logging dipengaruhi oleh tingkat penegakan hukum, kesadaran hukum, dan kesejahteraan masyarakat. Dengan asumsi jika aparat penegak hukum mampu meningkatkan tindakan preventif dan represif, kesadaran hukum masyarakat dapat ditingkatkan, serta kesejahteraan masyarakat yang bekerja di sektor illegal logging maupun yang tinggal disekitar kawasan hutan dapat ditingkatkan, maka aktivitas illegal logging akan dapat ditekan/dikurangi.
Variabel dalam penelitian adalah: aktivitas illegal logging (Y), Penegakan hukum (X1), Kesadaran Hukun (Xz) Kesejahteraan Masyarakat (X3), sedangkan metode yang digunakan adalah metode deskriptif (survey) dengan pendekatan kuantitatif maupun kualitatif. Penelitian dilakukan selama enam bulan (Pebruari-Juli 2003) di Kecamatan Entikong Kabupaten Sanggau dan Instansi/lembaga terkait di Propinsi Kalimantan Barat. Penentuan Entikong sebagai lokasi penelitian dilakukan secara purposive sampling dengan pertimbangan bahwa: (a) Entikong adalah salah satu kecamatan yang berbatasan langsung dengan Sarawak dan cukup maju dibandingkan kecamatan lainnya; (b) semua rangkaian proses illegal logging mulai dari penebangan sampai pada penyelundupan terjadi di Entikong.
Penentuan sampel dilakukan dengan tehnik sampling aksidenlal yaitu siapa saja di lokasi penelitian yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dan diketahui terlibat langsung dalam aktivitas illegal logging, serta dipandang cocok sebagai sumber data. Karena jumlah populasi tidak diketahui secara pasti maka jumlah sampel diambil sebanyak 40 prang dengan mempertimbangan persyaratan ukuran sampel untuk analisis, waktu, biaya dan tenaga.
Pengumpulan data primer dengan teknik wawancara terstruktur atau menggunakan instrumen penelitian, sebelum dilakukan survey, instrumen diujicoba di lokasi penelitian untuk mengetahui validitas dan realibilitas. Data yang diperoleh sebelum dilakukan analisis terlebih dahulu dilakukan uji asumsi regresi berganda multikolinieritas, uji heteroskedastisiitas, uji normalitas, dan uji autokorelasi, selanjutnya data di analisis dengan regresi berganda, dan korelasi parsial, sedangkan koefisien regresi dilakukan uji F dan Uji t.
Hasil perhitungan regresi berganda melalui persamaan regresi dengan menggunakan 5P55 (1.0 for windowsdiperoleh:
Y = 102.213 - 0.651 (Xi) - 0.444 (X2) - 1.262 (X3)
Artinya penambahan atau peningkatan salah satu nilai pada variabei X sebesar 1 unit akan menurunkan aktivitas illegal logging sebesar nilai salah satu variabel X dengan konstanta 102.213.
Adapun nilai R2= 0.724. berarti bahwa 72,4 % variabel aktivitas illegal logging secara bersama-sama dipengaruhi oleh faktor penegakan hukum, kesadaran hukum, dan kesejahteraan masyarakat, sedangkan sisanya sebesar 27,6 % dipengaruhi oleh faktor lain.
Hasil uji F menunjukkan sangat signifikan karena nilai F hitung = 31.422 masih jauh lebih besar dari F tabel4.38 pada a a 0.01
Hasil uji t juga menunjukkan sangat signifikan karena nilai t hitung pada Xi = 7.164, Xz = 5.331, X3 = 3.271, semuanya lebih besar dari t label pada 2.704 dengan tingkat signifikan pada a > 0.01. Ini menunjukkan bahwa seluruh koefisien persamaan regresi secara sendiri-sendiri mampu menjelaskan variabel aktivitas Illegal logging.
Kesimpulan penelitian adalah:
1. Faktor-faktor yang menyebabkan aktivitas illegal lagging sulit diberantas dan cenderung meningkat adalah:
a. Masih Iemahnya penegakan hukum, yang disebabkan oleh: (1) terbatasnya jumlah aparat penegak hukum, (2) terbatasnya sarana dan prasarana penegakan hukum, (3) terdapat oknum aparat yang terlibat dalam praktek kolusi dan korupsi (4) pressure dari oknum atau kelompok masyarakat terhadap aparat penegak hukum, (5) kurangnya dukungan dan partisipasi masyarakat, (6) terdapat peraturan yang tidak sinkron antara kepentingan pemerintah di setiap tingkatan, (7) terdapat hukum lokal/adat yang kurang selaras dengan hukum positif.
b. Rendahnya kesadaran hukum masyarakat, disebabkan oleh: (1) kurangnya sosialisasi peraturan tentang kehutanan, (2) adanya sikap dan perilaku oknum aparat penegak hukum yang kadang-kadang belum dapat menjadi tauladan bagi masyarakat, (3) kurangnya pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang hukum, (4) keterpaksaan melanggar hukum karena dorongan kondisi ekonomi, (5) tidak adanya penjatuhan sanksi terhadap pelaku yang dapat membuat masyarakat jera, (6) kejadian sebelum era reformasi yang kurang memperhatikan kepentingan masyarakat setempat, kondisi tersebut dijadikan alasan pembenaran untuk melakukan illegal logging.
c. Rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat, disebabkan oleh: (1) kurangnya komitmen pemerintah untuk membangun kawasan perbatasan menyebabkan terbatasnya sarana dan prasarana yang dapat menunjang pertumbuhan ekonomi, (2) terbatasnya lapangan pekerjaan yang lebih layak untuk menopang kehidupan.
2. Besarnya pengaruh penegakan hukum (XI), kesadaran hukum (X2), dan kesejahteraan masyarakat (X3) terhadap aktivitas illegal logging (Y), adalah sebesar nilai R2 yaitu 0.724, yang berarti bahwa 72,4 % faktor penegakan hukum, kesadaran hukum dan kesejahteraan masyarakat, secara bersama-sama mernpengaruhi aktivitas illegal logging, sedangkan selebihnya sebesar 27,6 % ditentukan oleh faktor lain.
Saran yang dikemukakan adalah: (1) perlu penambahan jumlah aparat penegak hukum dari Kepolisian, Bea dan Cukai, Berta lagawana/Polhut untuk ditempatkan pada Pos-pos pengawasan di sepanjang kawasan perbatasan, (2) Pemerintah Daerah Kalimantan Barat perlu mengintensifkan kegiatan sosialisasi melalui kampanye anti illegal logging, (3) perlu penyediaan lapangan kerja bagi masyarakat perbatasan melalui berbagai pelatihan keterampilan, (4) memberikan peran pengelaiaan hutan yang lebih besar kepada masyarakat lokal/adat, (5) meninjau kernbali berbagai peraturan yang dikeluarkan oleh daerah yang tidak sinkron serta berpotensi merusak kelestarian hutan dan menimbulkan illegal logging, (6) Pemerintah Daerah Kalimantan Barest secara bertahap perlu mengupayakan pembangunan jalan di sepanjang garis perbatasan guna mempermudah pengawasan perbatasan dan tindak penyelundupan, (7) untuk mengatasi penyelundupan di Pos Pemeriksaan Lintas Batas Entikong perlu menugaskan satuan TNI secara bergilir antara 1-3 bulan, (8) melakukan operasi penertiban secara rutin dengan mengikutsertakan aparat penegak hukum dan instansi terkait di daerah, (9) meningkatkan kerjasama dengan Pemerintah Negeri Sarawak untuk lebih mengintensifkan patroli di garis perbatasan masing-masing.
Daftar Kepustakaan: 52 (1981-2003).

The Illegal Logging Activity and Control in the Border Area of West Kalimantan - Sarawak (Case study: Entikong Sub District of Sanggau Regency, West Kalimantan Province)
The width of natural forest of in West Kalimantan is approximately 14.680.700 ha covers 3.812.740 ha of protected area and 10.867.960 ha of cultivated one. In 2002, the number of critical land within forest area has been 2.163.570 ha, and out of the area has been 2.978.700 ha. The damage is caused by: (a) Tree Cutting by IHPH license holder, (b) Land clearing for agriculture and plantation projects, (c) Forest fire, and (d) Illegal logging.
Recently, Illegal Logging in the bordering area of West Kalimantan and Sarawak has been the main issue in forestry sector as it brings impact not only on the damage of forest ecosystem, but also on legal aspect, social, economy, politics, and even security and defense.
Illegal logging is an illegal activity done by people to exploit forest resources out of preserved forest management system done by individual or certain group of people systematically either in a network or other ways for personal interest or group interest. Therefore, what people do in line with illegal logging consists of: woods robbing, cutting tree, processing, transporting, trading, and smuggling.
The main problem put forward in this research is the activity of illegal logging along the way of bordering area between West Kalimantan and Sarawak is still happening and has not been controlled yet. The purposes of the research are: (1) To identify the causal factors of why illegal logging activity along the way of Bordering Area is still happening and difficult to control. (2) To identify to what extent the causal factors influence the activity of illegal logging along the way of bordering area between West Kalimantan and Sarawak.
Hypothesis proposed in this research is: " the level of activity of Illegal togging is influenced by law enforcement, law awareness, and social welfare". By assuming that if Law Officials were capable to increase preventive and repressive actions, public law awareness was able to increase , and standard of living of people who working in illegal logging sector and living nearby the forest area was able to increase, so activity of illegal logging would be able to control or minimize.
Variables in this research are : illegal logging activity (Y), Law Enforcement (XI), Law Awareness (X2), Social Welfare (X3). Method used is descriptive (survey) through both quantitative and qualitative approach. The research is undertaken for the period of 6 (six) months (February - July 2003) by taking place in Entikong Sub District of Sanggau Regency and visiting related Department or Institution in West Kalimantan. By doing purposive sampling, Entikong is selected as the location to do research by considering: (a) Entikong is one of Sub Districts that borders directly with Sarawak and more developed than other Sub Districts. (b) Sets of activity illegal logging started from cutting the tree up to smuggling is happening in Entikong.
Selection of samples done through accidental sampling method, that is anyone the author meet, who is recognized getting involved directly in the activity of illegal logging and qualified to give data needed.
As the number of population is unknown exactly, so the author just pick 40 (forty) people as sample by considering sample size requirement for analyzing process, time, cost, and ability.
Primary data is collected through structured interview method or research instrument. Before doing survey, the instrument is examined at the research location to identify the validity and reliability. Before analyzing the data collected, the author
1) lack of socialization of forestry regulations
2) Poor performance of Law Officials
3) Low of people's knowledge and understanding about law
4) Economic pressure
5) No sanction or punishment to those who break the rule
6) Past experience, before reform era,that was less to consider public interest being justification to legal the illegal logging
c. Low of social welfare caused by:
1) less commitment from government to develop the bordered area caused the area has no sufficient infrastructure to support economic growth
2) Limited feasible job opportunity to improve people's standard of living 2. The big impact of law enforcement (XI), law awareness (X2), and social welfare (X3) on illegal logging activity (Y) is big as point R2 , that is 0.724. it means that 72,4 % of factors of law enforcement, law awareness, and social welfare altogether influence the illegal logging activity, while the rest (27,6 %) is determined by others.
Suggestion to propose is as follows:
1. The government need to increase the number if law officials come from Police department, Custom, Forest Guard I Forest Policy
2. Socialization must be done intensively trough anti illegal logging campaign
3. Job opportunity should be provided through various skill training
4. Local people should be given a bigger role to manage the forest
5. Regional Regulation should be reviewed back
6. Assign Armed Forces take turns for the period 1-- 3 month to guard the Entikong Borderline Post in order to anticipate smuggling
7. The government should cooperate with the local law official and related institutions to do a regular inspection
8. The West Kalimantan Government should develop road along the borderline to ease and facilitate control system in order to anticipate and prevent the smuggling.
9. Enhance international cooperation with Sarawak State Government to do joint patrol at the borderline.
Number Reference: 52 (1981-2003)
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T11897
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sandra Fikawati
"Salah satu upaya penting yang sedang ditempuh oleh pemerintah untuk mempercepat penurunan AKI (Angka Kematian Ibu) dan AKB (Angka Kematian Bayi) di Indonesia adalah dengan mendekatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang antara lain dilakukan melalui penempatan bidangdi desa (BDD). Studi ini merupakan studi kuantitatif dengan rancangan potong lintang (cross sectional) yang bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kesediaan BDD untuk bekerja dan tinggal di desa di Kabupaten Tanggerang. Pengumpulan data dilakukan pada bulan Juli 2003 dengan populasi penelitian adalah seluruh BDD yang bertugas di Kabupaten Tanggerang pada bulan tersebut. Data dikumpulkan melalui kuesioner self-administered yang telah di ujicoba. Dari total 196 BDD yang ada di kabupaten Tanggerang terkumpul data sebanyak 120 BDD atau 61.2%. Ditemukan bahwa status perkawinan, lama kerja, keinginan untuk melanjutkan pendidikan, lokasi tempat keja suami, dukungan masyarakat dan dukungan puskesmas merupakan faktor-faktor yang secara signifikan berhubungan dengan kesediaan BDD untuk bekerja dan tinggal di desa. Faktor lama masa bekerja, keinginan melanjutkan pendidikan, lokasi tempat kerja suami dan dukungan puskesmas merupakan faktor dominan yang berhubungan dengan kesediaan BDD untuk tetap bekerja dan tinggal di desanya. Faktor-faktor tersebut harus dipertimbangkan dalam rangka mempertahankan keberadaan BDD di desa. Pemerintah baik pusat maupun daerah, lembaga profesional dan institusi akademik harus bekerja sama untuk mencegah menurunnya jumlah BDD.

Factors Related to Willingness of Village Midwifes to Work and to Stay in the Village in Tangerang District, Banten Province Year 2003. One important effort that has been implemented by the Government of Indonesia to accelerate the reduction of MMR (Maternal Mortality Rate) and IMR (Infant Mortality Rate) in Indonesia is narrowing the distance between health care services and community including placement of village midwives (BDD). This study is a cross-sectional quantitative study aimed to investigate factors related to the willingness of BDDs to work and stay in the villages of Tangerang District. Data were collected in July 2003 from 120 BDDs (among a total of 196 BDDs in Tangerang District or 61.2%) through self-administered questionnaires. The study found that marital status, length of work, motivation to continue study, location of husband?s work, community support, and community health center?s support were factors significantly related to BDD willingness to work and stay in the village. The most dominant factors were length of work, motivation to study again, location of husband?s work, and health center support. Those factors are to be considered if BDD is going to be sustained in the village. Government, both central and local, and professional institution such as Indonesia Midwives Association and academic institution should collaborate to prevent the attrition of BDD from villages where their existence is mostly needed."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia; Ikatan Bidan Indonesia, 2004
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Benediktus Hendro
"Tesis ini membahas tentang pengembangan Pasar Tradisional di Entikong yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Sanggau. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Hasil penelitian ini menujukkan bahwa tidak berkembanganya Pasar Tradisional di Entikong disebabkan oleh implementasi kebijakan pengembangan Pasar Tradisional yang dilakukan oleh aparatur Pemerintah Daerah tidak berjalan optimal serta lemahnya manajemen pengelolaan pasar yang diterapkan oleh Dinas Perdagangan dan pengelola pasar. Terdapat beberapa faktor yang membuat pasar menjadi tidak berkembang, seperti kurangnya kunjungan pembeli di pasar, minimnya keuntungan yang diperoleh pedagang, besarnya kenaikan tarif retribusi penyewaan kios, kondisi lingkungan pasar yang tidak kondusif dan banyaknya sarana fisik pasar yang rusak.

This thesis discuss about the development of Traditional Market in Entikong by local government Sanggau regency. The research used a qualitative approach to the type of descriptive study research. The result of this study show that the undeveloped of traditional market in Entikong caused by the implementation of development traditional market policy by local government employer doesn?t run optimally and weak managing that applied by department of trade and market organizer. There are several factor that make market become undeveloped, such as the less of buyers come to the market, the less of profit that merchant can get, the increase of retribution shop rent fee, the condition of market area that unsupported and a lot of market facility that out of order."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
T38601
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Watekhi
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2008
T27338
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Aji Mugi Harjono Al Slamet
"Pendapatan dari retribusi pelayanan persampahan atau kebersihan di Kabupaten Pemalang Iebih kecil dari biaya pengelolaannya, dimana pendapatan dari retribusi persampahan yang mendasarkan pada tarif retribusi sekarang belum dapat menutupi seluruh atau sebagian biaya pengelolaan jasa persampahan. Dengan kondisi tersebut kemangkinan menyebabkan kualitas pelayanan persampahan kurang maksimal.
Pene!itian ini untuk menganalisis kesediaan masyarakat Kabupaten Pemalang dalarn membayar tarif retribusi kebersihan dalam rangka mendukung kegiatan pengolahan sampah di Kabupaten Pemalang. Metoda yang digunakan dalam penelitian ini adaiah valuasi kontingensi, yaitu dengan menanyakan secara langsung besarnya kesediaan masyarakat membayar retribusi sampah.
Fokus penelitian adalah rumah tangga sebagai penghasi! sampah terbesar, yang terbagi atas 2 kategori yaitu rumah tangga yang tinggal di perumahan tertata (kompleks perumahan) yang diperkirakan berjumlah 10% serta rumah tangga yang tinggal di perumahan tidak tertata yang diperkirakan berjumlah 90% dari total jumlah rumah tangga di Kabupaten Pemalang.
Dari jumlah kuisioner yang disebarkan sebanyak 140 buah dan jumiah yang kembali dan dapat diikutsertakan dafam estimasi nifai WTP adalah sebanyak 123. Berdasarkan hasil survey terhadap responden diperoleh jawaban yang beragam tentang kesediaan membayar iuran pengefolaan sampah. Untuk rumah tangga pada perumahan tertata besarnya WTP adalah Rp. 1964,2857 atau dibulatkan Rp. 200G,-. Untuk rumah tangga pada perumahan tidak tertata besarnya WTP adalah Rp. 1534,4037 atau dibuiatkan Rp. 1500,-. Sedangkan rata-rata WTP adalah Rp. 1583,3333 dibufatkaa Rp. 1.600,-. Sehingga potensial dapat ditarik dari masyarakat pada perumahan tertata, yaitu Rp 2.000,00/bulan/kk x 290.387 kk x 12 bulan/tahun x 10% x 60% = Rp.418.157.280,00/tahun. 5edangkan potensial dapat ditarik dari masyarakat pada perumahan tidak tertata, yaitu : Rp 1.500,00/bulan/kk x 290.387 kk x 12 bulan/tahun x 90% x 60% = Rp 2.822.561.640,00/tahun.
Dari hasil kuisioner diperoieh data bahwa persepsi masyarakat tentang pengelolaan sampah cukup baik. Hal ini dibuktikan dari prosentase ketersediaan tempat sampah di masing-masing tempat tinggal sebesar 92,12%, cara membuang sampah yang sudah baik yaitu dengan diletakkan di tong sampah untuk diambil petugas sebesar 67,72% dan masyarakat yang mendukung kegiatan pengelolaan sampah di fingkungan sekitar sebesar 92,91%. Akan tetapi tingkat kepuasan responden terhadap kinerja petugas pernungut sampah sebagian besar 36,60% hanya cukup puas. Sementara pengetahuan masyarakat tentang dasar hukum yang mengatur retribusi jasa kebersihan juga belum cukup balk, yaitu 63,78% masyarakat tidak mengetahui adanya Peraturan Daerah Kabupaten DT II Pemalang Nomor 10 Tabun 1999 Tentang Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan. Dimungkinkan jika terjadi perumahan atas kinerja aetugas oemungut sampah dan pengelolaan persampahan pada umumnya akan dapat meningkatkan nilai kesediaan mernbayar sampah.
Memperhatikan basil yang diperoleh, perlu selalu diiakukan peningkatan kesadaran masyarakat dalam pengelolaan sampah melalui kegiatan penyuluhan tentang persampahan dan sosialisasi peraturan mengenai retribusi jasa persampahan, tarif retribusi kebersihan untuk kawasan perumahan tertata (kompleks perumahan) sebaiknya ditetapkan lebih tinggi dibandingkan dengan tarif retribusi kebersihan untuk kawasan perumahan tidak tertata serta struktur dan besarnya tarif retribusi kebersihan yang tereani.um dalam pasal 9 ayat (2) butir a dan butir f Peraturan Daerah Kabupaten DT II Periaiang Nomor 10 Tahun " 1999 Tentang Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan disarankan untuk ditinjau kembali dengan memperhatikan hasil-hasil yang dicapai dalam penelitian ini."
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T20252
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wati Kurniawati, compiler
Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2002
499.221 WAT k
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Watekhi
"Using Logistic Regression and Hedonic Price Model, this study aims to find the social-economic factors infuencing the demand and willingness to pay (WTP) for clean water supply and proper sanitation. This study find that education and age of household head are the affecting factors. Also, it found that per capita expenditure aects the availibilty of access for sanitation and clean water for all household group. WTP for clean water and sanitation in urban is greater than in rural. In additions, WTP of non poor households are greater than poor household, except for urban area."
2012
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Subhan Maulana Syifa
"ABSTRAK
Penelitian ini membahas tentang kesediaan warga untuk membayar uang sewa Rusunawa Jatinegara Barat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui basar perubahan pendapatan dan pengeluaran warga saat sebelum dan sesudah relokasi ke rusunawa, selanjutnya untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi nilai kesediaan membayar warga, dan kemudian untuk membandingkan harga sewa yang diberikan terhadap biaya operasional dan pemeliharaan rusunawa. Metode yang digunakan untuk mengetahui perubahan pendapatan dan pengeluaran adalah dengan metode Paired Samples Test, sedangkan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi nilai kesediaan membayar warga adalah dengan metode analisis regresi linier berganda. Hasil penelitian menunjukan bahwa terjadi peningkatan pendapatan dan pengeluaran warga rusunawa saat sebelum dan sesudah relokasi, terdapat tiga faktor yang mempengaruhi nilai kesediaan membayar yaitu pendapatan total keluarga, jenis kelamin dan kebijakan relokasi. Kemudian harga sewa yang harus dibayarkan untuk dapat menutupi biaya operasional dan pemeliharaan adalah sebesar Rp 937.757,23/bulan.

ABSTRACT
This study discusses about the willingness of citizens to pay Rental Flats of West Jatinegara. The purpose of this research is to know about income and expenditure change of people before and after relocation to rusunawa, then to know the factors that influence the value of willingness to pay, and then to compare the rent price given to operational cost and maintenance of rusunawa. The method used to determine the change of income and expenditure is by Paired Samples Test method, while to know the factors that influence the value of willingness to pay is by multiple linier regression analysis method. The results showed that there was an increase in income and expenditure of Rusunawa residents before and after the relocation, there are three factors that affect the value of the willingness to pay that are the total family income, gender and relocation policy. Then the rental price to be paid to cover operational and maintenance costs is Rp 937,757.23 month."
2018
T49563
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Intannia Lesmana
"Pemerintah Kota Bogor sejak tahun 2012 memberlakukan Peraturan Daerah Kota Bogor No. 4 Tahun 2012 yang mengatur kenaikan tarif retribusi parkir di sejumlah titik jalan di Kota Bogor, salah satunya di Jalan Suryakencana. Tingginya kenaikan tarif parkir memicu penolakan warga setempat. Mereka menolak kenaikan tarif retribusi parkir yang mencapai 240%. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui berapa tarif parkir yang saat ini dibayar oleh masyarakat. Penelitian juga mengkaji berapa Willingness To Pay (WTP) terhadap tarif retribusi parkir dan apa saja faktor-faktor yang mempengaruhinya. Penelitian menggunakan metode Contingen Valuation dengan Bidding Game dan Double Bounded Dichotomous. Dalam penelitian ini, digunakan metode analisis deskriptif dan analisis crosstab (tabulasi silang) untuk mengetahui hubungan pengguna jasa dalam menentukan besaran nilai WTP.
Hasil penelitian menemukan rata-rata tarif retribusi yang dibayar sebesar Rp 4970 untuk pengguna mobil dan Rp. 2135 untuk pengendara motor. Tarif tidak harus tunggal, bisa progresif. Tarif dapat dinaikkan jika fasilitas pelayanan parkir diperbaiki. Bila diperbaiki satu aspek, WTP responden mobil naik menjadi Rp 6330 dan motor naik menjadi Rp 2665. Bila diperbaiki dua aspek, WTP responden mobil akan naik menjadi Rp 6590 dan Rp 2855 bagi pengendara motor. Bila diperbaiki tiga aspek, WTP naik menjadi RP 7060 bagi pengguna mobil dan Rp 3020 bagi pengguna motor. Dan bila diperbaiki seluruh layanan parkir, WTP meningkat menjadi Rp 7320 bagi pengendara mobil dan Rp 3410 bagi pengendara motor. Perbaikan paling utama yang harus diprioritaskan adalah kemudahan mendapatkan akses parkir dan bebas macet.

Since 2012 Bogor City Government released a local regulation No. 4/2012 which enforced the control of tariff retribution in several locations in Bogor City, including Suryakencana Street. It triggered local society`s refusal. They disagree with the increasing of tariff retribution. This study was conducted to determine how much parking tariff is paid and also examines public`s Willingness To Pay (WTP) of parking rates and the factors that influence it by using Contingen Valuation Method and Bidding Game in Double Bounded Dichotomous. This study using descriptive analysis and crosstab analysis to determine the service user relationships in determining the WTP. From this study it is known that the the average levy paid are Rp. 4970 for car users and Rp. 2135 for motorcycle users.
This study has also found that the tariff can be progressive. Rates can be increased if the park service facilities are repaired. When Government corrected one aspect, WTP respondents rose to Rp 6330 for car user and Rp 2665 for motorcycle users. When Government corrected two aspects, WTP will rise to Rp 6590 for car users and Rp 2855 for motorcycle users. When corrected three aspects, WTP rose to Rp. 7060 for car users and Rp. 3020 for motorcycle users. And when the entire parking service is improved, WTP increased to Rp 7320 for car users and Rp 3410 for motorcycle users. The most important improvements that should be prioritized is the easy access and free parking jams.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2016
T44889
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>