Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8822 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"One of the spirits of decentralization in carrying local governance aout currently, is signed by regional willing to conduct regional expansion. It is realized by the establishment of new autonomous region. There are some considerations on the establishment of new autonomous region, such as to get the service closer to people, efficiency of national governance implementation, effectivity of resources use and capability, strangthening local democracy and effort to maintain locality uniqueness. Nevertheless, whatever is the reason of the establishment of new autonomous region, refers to the last aims achievement, which is to make governance more efficient on the use of provided resources, the governance more efficient on the use of provided resources, the governance is more effective in realizing people's welfare and more democratic where all the rights and responsible are conducted fairly."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Pada hakekatnya undang-undang tentang pemerintahan daerah merupakan penjabaran dan pelaksanaan dari UUD 1945, terutama penjabaran dari pengaturan yang tercantum di dalam pasal 18...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Desentralisasi & otonomi daerah adalah perubahan besar (big-bang) bagi Indonesia. Sejak diberlakukannya UU No. 22/1999 tentang pemerintahan daerah , kebijakan pemekaran daerah mengalami perubahan yg signifikan. Selama pemerintahan orde baru , pemekaran relatif stagnan dan cenderung top - down policy. Saat ini pemekaran daerah adalah Bottom - Up Policy. Sejak 1999 hingga Januari 2008 telah terbentuk 164 daerah baru yg terdiri dari 7 provinsi baru,, 134 kab. baru, & 23 kota baru. Permasalahan timbul ketika pemekaran daerah lebih dilihat sebagai fenomena politik tanpa melihat persyaratan teknis proseduralnya. Akibatnya banyak daerah yg tdk berkinerja secara optimal . oleh karena itu evaluasi terhadap kinerja/ dampak dr kebijakan pemekaran sangat diperlukan. Tujuan dr studi ini adalah pertama, mengevaluasi perkembangan & dampak pelaksanaan pemekaran daerah di tingkat kab.-kota utamanya dlm. hal perkembangan ekonomi, keuangan pemerintah , pelayanan publik, & kapasitas aparatur & rentang kendali . Kedua mengidentifikasi permasalahan yg muncul atas dilaksanakannya pemekaran daerah. Keempat menyusun & merumuskan rekomendasi kebijakabn berkaitan dengan pemekaran daerah beserta usulan-usulannya yg masih & akan diajukan oleh beberapa daerah. Ada beberapa metode evaluasi yg digunakan dlm studi ini . Pertama metode indeksasi dengan terlebih dahulu membentuk kelompok control - treatment untuk melakukan komparasi apple to antara daerah otonom baru dengan daerah bukan DOB 9Induk & kontrol) ,kedua evaluasi akan dilakukan dengan menggunakan metode metode propensity score matching untuk mencarai rerata dampak (Average Treatment Effect) dari suatu kebijakanpemekaran. Studi ini mengindikasikan bahwa kebijakan pemekaran belum berhasil mensejahterakan masyarakat di daerah pemekaran. beberapa rekomendasi untuk kebijakan pemekaran ini diantara pembenahan dlm proses pengusulan. kedua, pemerintah DOB harus memiliki syarat kapasitas minimal tertentu . ketiga, perlunya alternatif kebijakan selain pemekaran pd level kab./kota yati pemekaran di level kec./desa, kemudian tdk memberikan insentif fiskal utk memekarkan diri. Terakhir pengelolaan & pengaturan penyediaan layanan publik hendaknya memperhatikan keberagaman konidisi geografis daerah & bukan pd populasi saja."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Edarwan
"Terdapatnya perubahan struktural dimana Daerah Otonom dituntut untuk dapat berperan lebih besar dan hal ini mengharuskan daerah untuk lebih mampu berotonomi dalam pembiayaan pembangunan. Sebagai akibat perubahan struktural tersebut memerlukan penyempurnaan berbagai kebijaksanaan terutama yang menyangkut kebijaksanaan sistem bantuan pembiayaan pembangunan kepada daerah agar dana bantuan dapat dikelola secara efisien dan efektif. Hal ini sangat penting mengingat peranan bantuan pemerintah pusat relatif dominan didalam struktur APBD.
Permasalahan selanjutnya sampai sejauhmana dana bantuan dapat memotivasi daerah untuk meningkatkan pendapatan asli daerah sehingga kebutuhan fiskal daerah dapat terpenuhi guna menyediakan pelayanan publik dan mengatasi ketimpangan pembangunan antar daerah.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa sistem bantuan pemerintah pusat kepada Daerah Otonom di Indonesia, dengan studi kasus Daerah Tingkat I Lampung dan Daerah Tingkat I Jawa Barat.
Data yang digunakan, yaitu data sekunder yang bersifat krat silang antar propinsi dan antar daerah tingkat II1 di Dati I Jawa Barat dan Lampung pada tahun 1989/1990 dan 199211993. Teknik analisa secara kuantitatif dan deskriptif.
Dari penelitian yang telah dilakukan diperoleh hasil-hasil sebagai berikut :
Sistim bantuan keuangan dari pemerintah pusat kepada Daerah Otonom sebagian besar menggunakan sistem bantuan secara khusus (Specific Grant) dengan ketentuan dan persyaratan ketat, termasuk bantuan Inpres Dati I, dan Dati II walaupun disebut Bantuan Blok tetapi dilaksanakan dengan persyaratan ketat. Kondisi demikian dirasakan sangat menghambat upaya-upaya mewujudkan otonomi daerah.
Sistim bantuan kepada daerah tidak berhubungan dengan upaya peningkatan pendapatan asli daerah, tetapi telah berhubungan dengan jumlah penduduk dan pelayanan publik perkapita atau kebutuhan fiskal daerah perkapita.
Sistem bantuan pembangunan melalui program Inpres pada umumnya belum berdasarkan para kriteria atau variable yang jelas dan tepat sesuai dengan tujuan dari masing-masing bantuan Inpres tersebut.
Hasil analisa dari temuan penelitian memberikan rekomendasi, agar sistem bantuan difokuskan pada bantuan umum yang bersifat Blok (Block Grant) dengan persyaratan lunak dan didasari formula yang jelas, sesuai dengan kebutuhan fiskal daerah, keseimbangan bantuan antar daerah dan mendorong upaya peningkatan pendapatan asli daerah guna mendorong otonomi daerah yang nyata dan bertanggung jawab."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Pada tanggal 1 Februari 2008 lalu , Pemerintah menerbitkan amanat presiden (Ampres) Nomor 04/Pres/02/2008 yang menginstruksikan kepada kabinet untuk melakukan pembahasan bersama mengenai pembentukan 11 Kabupaten, 3 kota dan 1 provinsi baru.... "
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Waktu yang relatif masih pendek yaitu selama sepuluh tahun reformasi , merupakan pembelajaran bangfsa yang sangat berharga dalam mewujudkan demokarsi di tanah air Republik Indonesia tercinta...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Candra Hima Yudha Pratama
"Penelitian ini mengkaji proses pembentukan daerah otonom baru di Indonesia yang dilakukan tanpa adanya desain besar penataan daerah yang terstruktur. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian doktrinal, yang menitikberatkan pada analisis normatif terhadap peraturan perundang-undangan yang mengatur pembentukan daerah otonom baru. Pembentukan daerah otonom baru di Indonesia sering kali didasarkan pada pertimbangan politis dan kepentingan jangka pendek, tanpa memperhatikan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik dan tanpa adanya panduan strategis yang komprehensif. Hal ini berimplikasi pada kurang optimalnya pelayanan publik, kesenjangan pembangunan antardaerah, serta potensi konflik kewenangan antara Pemerintah Pusat dan daerah. Analisis dilakukan terhadap berbagai peraturan perundang-undangan terkait, seperti Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan peraturan-peraturan turunannya. Selain itu, penelitian ini juga mengkaji praktik-praktik pembentukan daerah otonom baru di wilayah Papua dan pembentukan Ibu Kota Nusantara. Hasil penelitian menunjukkan perlunya penyusunan desain besar penataan daerah otonom yang komprehensif dan berbasis data, dengan melibatkan partisipasi berbagai pemangku kepentingan. Penelitian ini merekomendasikan agar Pemerintah Pusat mengintegrasikan prinsip-prinsip desentralisasi dan kekhususan wilayah dalam penyusunan desain besar penataan daerah otonom di Indonesia.

This study examines the process of establishing new autonomous regions in Indonesia, which is often conducted without a comprehensive and structured regional design. The research employs a doctrinal methodology, focusing on normative analysis of the legislation governing the creation of new autonomous regions. The formation of new autonomous regions in Indonesia is frequently driven by political considerations and short-term interests, without adhering to principles of good governance and lacking a comprehensive strategic framework. This has implications for suboptimal public service delivery, development disparities between regions, and potential conflicts of authority between the central and regional governments. The analysis includes various relevant regulations, such as Law Number 23 of 2014 on Regional Government and its derivative regulations. Additionally, the study examines the practices of establishing new autonomous regions in Papua and the formation of the Nusantara Capital City. The findings indicate the need for a comprehensive and data-driven grand design for regional structuring, involving the participation of various stakeholders. This research recommends that the central government integrate principles of decentralization and regional specificity into the formulation of a comprehensive grand design for regional structuring in Indonesia."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Firsada
"Berdasarkan berbagai pertimbangan manajerial, administrasi, dan kemungkinan untuk berkembang, peletakan Titik Berat Otonomi pada Daerah Tingkat II (Daerah Otonom Tingkat Kabupaten/Kotamadya) adalah tepat dan wajar. Permasalahannya adalah bagaimana keberadaan Daerah Tingkat I Lampung kelak, apakah masih tetap hidup atau ditiadakan. Dari hasil penelitian dengan mempergunakan metode penelitian deskriptif kualitatif, menunjukkan bahwa tidak semua urusan pemerintahan dapat diserahkan kepada Daerah Tingkat II untuk diatur dan diurus sebagai urusan rumah tangganya. Ada jenis jenis urusan tertentu dari suatu urusan yang karena sifatnya dan kemanfaatannya lebih tepat, berdayaguna dan berhasilguna apabila diurus oleh Daerah Tingkat I.
Kenyataan menunjukkan, peletakan Titik Berat Otonomi pada Daerah Tingkat II hanya mengakibatkan jenis urusan dari suatu urusan rumah tangga Daerah Tingkat I yang berkurang, bukan jumlah urusannya. Peletakan Titik Berat Otonomi pada Daerah Tingkat II berimplikasi kepada peranan Daerah Tingkat I, peranan internal dan peranan eksternal. Peranan internal berupa upaya maksimalisasi urusan-urusan rumah tangga sendiri, sedangkan peranan eksternal berupa pembinaan terhadap Daerah Tingkat II bersifat konsultatif dan koordinatif dalam rangka mendorong kemandirian Daerah Tingkat II dalam berotonomi.
Berdasarkan landasan konstitusional; pendemokrasian, peranan Daerah Tingkat I sebagai Daerah Otonom serta berdasarkan sistem otonomi nyata, maka keberadaan Daerah Tingkat I Lampung tetap diperlukan, meskipun urusan (jenis urusan) rumah tangganya relatif sedikit karena diserahkan kepada Daerah Tingkat II. Efektifitas dan efisiensi merupakan salah satu pertimbangan dari diletakkannya Titik Berat pada Daerah Tingkat II. Dalam hubungan ini ternyata meniadakan Daerah Tingkat I (pada Propinsi), sistem penyelenggaraan dan Struktur Organisasi Pemerintahan Daerah akan menjadi tidak efisien dan efektif."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endjay Sendjaya
"Dengan ditetapkannya 26 Daerah Tingkat II Percontohan Otonomi Daerah di 26 Daerah Tingkat I, merupakan langkah terobosan dari Pemerintah dalam upaya mempercepat terwujudnya Otonomi Daerah dengan titik berat pada Daerah Tingkat II. Untuk mengetahui jalannya pelaksanaan kebijaksanaan tersebut setelah 2 tahun berjalan. Tesis ini mencoba melakukan kajian evaluatif di Kabupaten Daerah Tingkat II Bandung sebagai salah satu Daerah Tingkat II Percontohan di Jawa Barat.
Dari penelitian yang penulis lakukan melalui studi kepustakaan dan wawancara dengan beberapa pejabat yang sangat terkait dengan Percontohan Otonomi Daerah baik dari jajaran Pemerintah Daerah Tingkat I Jawa Barat maupun Pemerintah Daerah Tingkat II Bandung dan sumber lainnya, diketahui selain konsekuensi yang membawa perubahan pada kelembagaan, personil, perlengkapan maupun pembiayaan bagi Daerah Tingkat II Percontohan juga permasalahan - permasalahan di lapangan yang berkaitan dengan koordinatif antar lembaga, kemampuan personil, sarana dan prasarana serta kemampuan dana daerah.
Dari permasalahan - permasalahan tersebut dilakukan analisis sehingga dapat diketahui faktor - faktor yang menjadi penghambat maupun pendorong terhadap jalannya pelaksanaan otonomi daerah di Kabupaten Daerah Tingkat II Bandung. Selanjutnya ditarik kesimpulan dan saran - saran untuk dijadikan bahan bagi yang berkepentingan. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Drajat Tri Kartono
"Penelitian ini mengkaji tentang peran assosiasi lokal di daerah tingkat II dalam mendukung Pemerintah Dearah menyelenggarakan otonomi daerah. Pengkajian ini di dasari oleh pendekatan teoritis yang melihat assosiasi lokal sebagai salah satu dimensi dari otonomi daerah: Dimensi Lingkages. Hasil akhir penelitian ini tidak saja diharapkan untuk mengetahui peran assosiasi lokal tersebut tetapi juga untuk mengembangkan suatu model penyelenggaraan otonomi daerah (melalui penyelenggaraan urusan yang didesentralisasikan) yang didalamnya terdapat ruang bagi peran serta assosiasi lokal.
Penelitian ini dilakukan dalam 2 tahap (tahun) tahap pertama dilakukan studi eksplorasi dengan menggunakan tekhnis survey kepada berbagai jenis aslok di daerah. Dengan menggunakan kuesioner dan diskusi kelompok terarah (FGD) dikumpulkan berbagai informasi tentang profil aslok, Profit pemda di mata aslok, dan pola hubungan yang berkembang. 8 daerah tingkat 11 baik kabupaten percontohan otonomi daerah dan kodya dijadikan daerah penelitian. Mereka terletak di dalam dan luar jawa. Hasil penelitian tahap satu menjadi dasar bagi penelitian tahap 2 yang lebih banyak dilakukan dengan penelitian tindakan dan metode Snow ball untuk menghasilkan suatu model dan sekaligus modul sebagai bentuk kongkrit dari model tersebut. Karena sifat yang lebih banyak operasional dan praktis, maka pemusatan studi pada satu bidang yang dalam hal ini adalah sektor ketenagakerjaan. Disamping itu, karena sebagian besar dana digunakan untuk proses produksi modul dan penyertaan masyarakat dan pemda dalam proses penelitian, maka penelitian tahap dua ini dilakukan di satu daerah tingkat II, yaitu Kodya Surakarta, yang menjadi daerah persiapan percontohan Otonomi Daerah.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Kompleksitas penerapan otonomi daerah meyakinkan bahwa penyelenggaraan otonomi daerah oleh Pemerintah Daerah sendiri tidak bukanlah pendekatan yang efesien. Dalam hal ini diperlukan pelibatan peran Aslok di daerah. Namun demikian, karena sifat dan sikap Aslok dan Pemda dalam hubungan kedua-nya selama ini kurang harmonis, maka diperlukan pengembangan lain dari dimensi lingkungan yaitu agen yang bisa memprakarsai pengembangan potensi lingkages yang sudah ada di daerah dalam rangka mendukung pencapaian otonomi yang sesungguhnya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1998
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>