Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 169596 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Riya Sesana
"Tesis ini membahas upaya Sultan Hamengku Buwono VII di Kesultanan Yogyakarta dalam menghadapi tekanan masalah internal dan eksternal. Faktor internal adalah konspirasi politik para selir dan para putranya yang dibantu dengan bangsawan lain dalam perebutan posisi putra mahkota. Sementara itu faktor eksternal berupa desakan pemerintah kolonial yang terus membatasi kekuasaannya melalui kontrak-kontrak politik yang harus disepakati.
Penelitian ini menggunakan metodologi strukturis, dengan Sultan Hamengku Buwono VII sebagai agen, mampu berperan maksimal dalam struktur yang sudah mapan. Hasil penelitian ini menyimpulkan, bahwa Sultan HB VII adalah sosok yang kuat dan cerdik dalam menyelesaikan semua persoalan yang merintangi. Dalam menghadapi tekanan Belanda, dia tidak menggunakan kekerasan, tapi menggunakan taktik mengulur waktu dan menunda kesempatan untuk membuat kesepakatan baru. Dalam menyelesaikan intrik politik internal kraton, dia mampu menyelesaikannya tanpa ada pihak yang merasa dikalahkan.

This thesis describes the efforts Sultan Hamengku Buwono ( HB) VII in the Sultanate of Yogyakarta in dealing with internal problems and external pressures. The internal factor is the political conspiracy of the mistress and the son who assisted with other nobles in the struggle for the crown prince's position. Meanwhile, external factors such as the insistence that the colonial government continued to restrict his power through political contracts that must be agreed.
This research methodology strukturis, with Sultan Hamengku Buwono VII as an agent, able to contribute the maximum in the structure already established. The results of this study concluded, that the Sultan HB VII is a figure of powerful and clever in solving all the problems that hinder. In the face of Dutch pressure, he did not use violence, but to use delaying tactics to gain time and opportunity to make new deals. In completing the internal political intrigue palace, he was able to finish it without any party who feels defeated."
Depok: Universitas Indonesia, 2010
T27480
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
B. Soelarto
Yogyakarta: Kanisius, 1993
306 SOE g
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Hermawan
Bandung: Remaja rosdakarya, 2000
320 AGU a (1)
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Yogyakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985-1986
959.8 NOT kt
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Sulandjari
"PENDAHULUAN
Pada abad 18 sejarah Kesultanan Banjarmasin sangat dipengaruhi oleh masalah perdagangan lada. Pada waktu itu lada merupakan bahan ekspor yang terpenting sehingga perdagangan lada sangat berperan di dalam kehidupan ekonomi dan politik di Banjarmasin. Sebelumnya, di abad 16 lada hanya untuk memenuhi kebutuhan sendiri dan dtanam tidak lebih dari 4-5 rumpun setiap keluarga. Selain itu penduduk masih mengumpulkan hasil hutan, bijih emas dan intan diantaranya sebagai barang tribut tahunan ke Mataram karena pada waktu kesultanan Banjarmasin masih menjadi daerah kekuasaan Mataram di Jawa Tengah. Untuk mencukupi kebutuhan pokok beras selain masih harus mengimpor dari Jawa, penduduk bertanam padi dipedalaman seperti di Amuntasi dan Margasari.
Oleh karena letaknya yang strategis di tepi laut Jawa dan Selat Makasar yang menjadi jalur perdagangan di?Kepulauan Indonesia", maka Tatas, Ibukota Kesultanan Banjarmasin yang terletak di muara sungai Barito, tumbuh menjadi pelabuhan yang ramai disinggahi oleh kapal dagang yang melewati jalur itu. Migrasi pedagang-pedagang dan Pantai Utara Jawa yang menghindarkan diri dari tekanan Sultan Agung dari Matararn pada pertengahan abad 17 mendorong perkembangan perdagangan di Banjarmasin.
Setelah Kesultanan Banjarmasin lepas dari kekuasaan Mataram pada belahan kedua abad ke 17, Tatas berkembang menjadi pelabuhan pembongkaran dan pemuatan barang dari dan ke Banjarmasin. Terutama pedagang dari Cina, Jawa dan Makasar memegang peranan penting dalam perdagangan. Mereka membawa porselen, beras, garam, teh dan budak, sebaliknya Banjarmasin menyediakan hasil hutan, bijih emas, intan dan lada. Permintaan lada yang semakin bertambah dari Cina dan perhatian VOC yang semakin besar terhadap Banjarmasin sejak kepentingannya untuk mendapatkan lada dipersulit oleh penguasa Banten pada sekitar tahun 1661, mendorong penduduk Banjarmasin untuk meningkatkan hasil ladanya. Tiga tahun kemudian yaitu pada tahun 1664 EIC berusaha mengadakan hubungan dagang dengan Sultan Mustain bilah (1650-1678) dan diijinkan berdagang di Tabanio.
Pada masa awal perkembangan lada di belahan kedua abad 17 Sultan Mustainbilah dan penggantinya Sultan Inayatulah (1678-1685) mengadakan hubungan perdagangan bebas dengan pedagang Cina, Bugis, VOC dan EIC. Budak yang di'tangkap dan diperdagangkan di sepanjang pantai Jawa, Madura dan Bali oleh orang-orang Buqis menjadi tenaga yang penting untuk mengerjakan tanaman lada milik sultan dan para mantrinya. Penanaman lada diperluas dengan cara membuka kebun lada baru dipedalaman seperti di Negara. Selain itu daerah-daerah yang semua merupakan tanah pertanian padi juga dijadikan kebun lada.
Hubungan perdagangan yang semakin erat antara Banjarmasin dengan EIC terjadi pada masa pemerintahan Sultan Saidilah (1685-1700) karena sultan mengijinkan orang-orang-orang Inggris mendirikan kantor dagangnya di Pasir dengan syarat membayar sejumlah uang sewa kepada sultan. Pada waktu itu monopoli perdagangan berada di tangan sultan. Sebaliknya di bawah pemerintahan Sultan Tahililah (Panembahan Kusumadilaga 1700-1745) orang-orang Inggris diusir dari Tabanio setelah terjadi konflik bersenjata untuk memperebutkan jalur perdagangan yang strategis yang menghubungkan pelabuhan Tatas dengan Pasir. Ini membuktikan kuatnya kedudukan sultan pada waktu itu. Monopoli perdagangan yang dikuasai oleh sultan dapat dilihat antara lain dari proses pembongkaran dan pengapalan barang yang tidak dapat dilakukan tanpa adanya pemeriksaan terlebih dahulu dari pegawai kepercayaan sultan."
Depok: Universitas Indonesia, 1991
T6811
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harto Juwono
"Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan dan menjelaskan intrik-intrik politik yang terjadi selama pemerintahan Sunan Paku Buwono IV di Kesunanan Surakarta periode 1808-1820. Tahun 1808 dijadikan sebagai batas awal dengan pertimbangan bahwa pada tahun itu intervensi kolonial untuk pertama kalinya terjadi pada kehidupan politik di kraton, yaitu dengan adanya peraturan tata tertib baru yang dibuat oleh Gubemur Jenderal H.W. Daendels untuk penyambutan pejabat kolonial oleh raja. Tahun 1820 menjadi batas akhir dengan pertimbangan sebagai tahun wafatnya Sunan PBIV.
Selama periode pembahasan, tujuh kali intrik-intrik politik dilakukan oleh Sunan PB IV yang dimaksudkan sebagai usaha untuk mempertahankan kekuasaan dan wibawanya. Tujuan utama Sunan PB IV adalah untuk mengembalikan kebesaran dan keutuhan Kerajaan Mataram Islam seperti sebelum peristiwa Palihan Nagari tahun 1755, dan berkuasa sebagai seorang raja Jawa babas dari intervensi asing. Dalam mencapai tujuan tersebut, Sunan PB IV hares menghadapi penguasa kolonial Belanda, Prancis dan Inggris, di samping juga Kesunanan Yogyakarta dan para kerabatnya sendiri di kraton Solo.
Semua peristiwa tersebut berkaitan erat dengan kebijakan pemerintah kolonial sendiri terhadap Kesunanan Surakarta yang diwarnai keraguan. Kepentingan kolonial menuntut adanya perluasan wilayah dan pengakuan kekuasaan oleh raja-raja Jawa. Tetapi pemerintah kolonial juga khawatir terjadinya konflik besar dengan raja-raja Jawa akibat tekanannya. Penguasa kolonial mengetahui semua rencana Sunan itu, tetapi untuk menghindari peperangan besar pemerintah kolonial tidak menurunkan atau membuang Sunan. Sementara itu Sunan PB IV berhasil lolos dari tuntutan penguasa kolonial dengan mengorbankan orang lain yang sebelurnnya dilibatkan dalam intrik politiknya. Tuduhan penguasa kolonial yang didasarkan pada bukti yuridis memungkinkan Sunan untuk mengelak dan menunjuk orang lain sebagai pelaku utamanya.

This research is aimed to explain and to expose some political conspiracies in Solo under the rule of Sunan Paku Buwono fourth. 1808-1820. The year 1808 is a starting point because of fact that in that year colonial intervention into Javanese royal political life was begun. It was shiown by Gouverneur General H.W. Daendels' decision for a formal ceremony in Javanese kraton, especially for respecting a new Minister. The year 1820 is the last point because in the year Sunan Paku Buwono fourth was dead.
In his ruling period, there were seven political conspiracies that done by him for defending his royal power and prestige. His main targets were to return a greatness and power of Mataram Kingdom, as before the palihan nagari in 1755, and ruled as a great Javanese emperor without foreigner's intervention. For achieving them, the Sunan had to do with Dutch, French and British colonial powers, and also Yogyakarta Kingdom and his own family in Solo.
It had any relation with a doubtfull colonial policy toward Sunan. Colonial interest needed the geographical control on Javanese kings. But she was worry about the great conflict againts Javanese kings, because of her policy. Colonial govenment knew seriously about Sunan's conspiracies, but for preventing a great conflict againts Solo, colonial govenment did not replace the Sunan with another. The Sunan fourth could escape from colonial punishment successfully, because he took another person as his victim of his political conspiracy. The colonial judicial accusement againts the Sultan could not be proven and it made the Sultan was safe from the punishment, until his death in 1820.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2006
T17227
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Azhar
"Sebagai salah satu provinsi Usmaniyah, Irak memiliki posisi penting dalam sejarah Islam yang berada pada pusat pertemuan empat sejarah besar. Pertama, di selatan, kawasan gurun yang rawan terhadap serbuan suku-suku Najd ketika muncul gerakan Wahabi. Kedua, di utara dan timur, Iran Syi?ah selama empat abad menjadi pesaing utama Usmaniyah. Ketiga, di barat dan barat laut, Gurun Suriah dan kelompok Negara-negara Levant yang membentuk Suriah Raya merupakan musuh utama yang pada abad ke-20 melanjutkan pertentangan lama antara Abbasiyah (Irak) dan Umayah (Suriah). Keempat, di utara dan barat laut Baghdad, wilayah Kurdi menempati perbatasan dengan Turki, patron Irak selama hampir empat abad. Posisi strategis inilah ? disamping kekayaan minyaknya ? kemudian menyebabkan Irak selalu dalam gelombang pergantian peradaban dan kekuasaan. Setelah dalam kekuasaan Sumeria, Akadia, Babylonia, Asiria, dan Persia, kawasan Mesopotamia ini kemudian diperintah dan dikuasai oleh peradaban Islam. Pada masa peradaban Islam inilah, Irak membangun eksistensinya hingga saat ini. Dinasti Umayyah, Dinasti Abbasiyah, Dinasti Turki Utsmani adalah representasi peradaban Islam yang kemudian banyak mengakar dalam tradisi dan peradaban kawasan sepanjang sungai Tigris dan Euphrat ini. Konflik sektarian ? yang merupakan warisan sejarah dari peradaban Islam ? hingga kini berlajut di Irak. Konflik Sunni dan Syi?ah ini menemukan momentumnya setelah pintu demokrasi terbuka lebar beberapa saat setelah Saddam Hussein tumbang dari kekuasaannya. Kelompok Syi?ah yang sempat terpinggirkan pada periode Saddam Hussein ini, kini kembali muncul ke permukaan dengan meraih suara mayoritas pada pemilu 30 Januari 2005. Sebagai kelompok yang pernah mendominasi pada periode Saddam Hussein, kelompok Sunni-pun menolak hasil pemilu dan menumbuhkan akar konflik baru dalam sejarah modern Irak.

As one of Ottoman Governorate, Iraq is important position in Islamic history for center of four the big history. First, in south, desert area which gristle to incursion of Najd when emerging Wahabi movement. Second, in north and east, Syi'ah Iran during four centuries becomes the especial competitor to Ottoman Dynasty. Third, in west and northwest, Suriah Desert and Nations of Levant is forming Great Suriah represent the archenemy which is on twentieth century continuing the old opposition between Abbasiyah (Iraq) and Umayyah (Suriah). Fourth, in northwest and north of Baghdad, Kurdi occupied the frontier by Turkey, patron Iraq during four centuries. This strategic position - beside oil properties - is caused Iraq in wave of civilization and power. After in Sumeria power, Akadia, Babylonia, Asiria, and Persian, this Mesopotamia area is governed by Islamic civilization. On Islamic civilization period, Iraq developed up to now. Umayyah Dynasty, Abbasiyah Dynasty, and Ottoman Dynasty is represented of Islamic civilization which is growing on tradition as long as Tigris and Euphrat rivers. Sectarian conflict - representing of Islamic civilization ? have continued in Iraq up to now. Conflict of Sunni and Syi'ah group find its momentum after democracy door opened wide a few moments after Saddam Hussein fall down from its power. Group Syi'ah which have time to be pulled over Saddam Hussein period, nowadays return to emerge to surface reached folly voice the majority of election on 30 January 2005. As a group which has dominated in Saddam Hussein period, Sunni group was refuse result of general election and grow the new conflict root in recent history of Iraq."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2008
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Soelarto
[Jakarta]: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1980
390.095 BAM u
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Harto Juwono
"ABSTRAK
Disertasi ini menguraikan tentang proses kontrak sewa tanah dan semua ketentuan yang mengaturnya di wilayah Kesunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta selama periode 1818-1912. Fokus penelitian ini adalah terjadinya kontrak sewa atas tanah-tanah apanage dan tanah-tanah lain di kerajaan-kerajaan Jawa oleh pengusaha asing dalam berbagai bentuk hak sewa. Pendekatan struktural dan teori tentang hukum adat digunakan untuk menjelaskan terjadinya proses perubahan yang berlangsung di wilayah Projo Kejawen, terutama dengan adanya pergeseran di bidang hukum.
Kajian ini menemukan bahwa proses persewaan tanah mengakibatkan terdesaknya penggunaan hukum adat oleh hukum positif Barat, terutama dengan adanya penerapan prinsip Konkordansi. Prinsip ini bertujuan untuk memberlakukan hukum yang berlaku di Belanda bagi tanah koloninya, termasuk di wilayah raja-raja Jawa (Vorstenlanden). Seiring dengan perubahan itu, sejumlah peraturan kontrak sewa tanah dibuat oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda bagi persewaan tanah di Projo Kejawen. Sebagai akibat proses tersebut, muncul berbagai bentuk hak atas tanah yang tidak pernah dikenal dalam hukum adat Jawa. Kondisi yang diciptakan dalam struktur kepemilikan tanah oleh perubahan ini menjadi dasar yang kuat untuk memotivasi pemerintah kolonial melakukan reorganisasi agraria di Vorstenlanden.

ABSTRACT
This dissertation describes the process of landlease contract and all provisions that regulate it in the Kesunanan of Surakarta and the Sultanate of Yogyakarta the period 1818-1912. The focus of this study was the occurrence of a lease of apanage lands and other lands in the Javanese royal realm by foreign businessmen in various forms of lease rights. Structural approach and a theory of adat law is used to describe the process of change that taken place in the Projo Kejawen, especially with the shift in the legal aspect.
This study finds that the process of the landlease resulted in the replacing of customary law by the Western positive law, especially with the implementation of Concordance principle. This principle aims to enforce the laws of the Netherlands for the land colonies, including in the area of the kings of Java (Vorstenlanden). Along with those changes, a number of landlease regulations were made by the Dutch East Indies colonial government for leasing land in the Projo Kejawen. As a result of the process, other forms of land rights which never recognized in the adat law of Java were applied. Conditions that created in the structure of land ownership by this change was a strong basis to motivate the colonial government to make a program of agrarian reorganization in Vorstenlanden.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2011
D1195
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Gade Ismail
"ABSTRAK
Setelah dalam bab-bab terdahulu dilakukan pembahasan secara panjang lebar, maka pada bahagian ini dibuat suatu kesimpulan umum dari studi ini. Berhubung Kesultanan Sambas bukanlah suatu kesul¬tanan agraris, maka pemasukan penguasa dari berbagai pajak sebagaimana lazimnya pada kerajaan-kerajaan agraris tidak mungkin terlaksana di kesultanan ini. Sesuai dengan sifat kesultanan ini yang merupakan Ke¬sultanan muara swngai yang dibangun oleh para panda-tang yang berasal dari luar pulau ini, maka pemasukan untuk penguasa didasarkan kepada penguasaan perdagang¬an antara daerah pesisir dengan daerah pedalaman. Daerah pedalaman yang luas di hulu-hulu sungai yang didiami oleh penduduk Dayak yang bercocok tanam di ladang-ladang dan mencari hasil hutan, serta penduduk Gina yang bekerja pada tambang-tambang emas, merupakan daerah yang menghasilkan berbagai barang yang sangat laku untuk diexport ke luar negeri. Daerah pedalaman itu juga merupakan pasar yang paling baik untuk menjual..."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1985
T39137
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>