Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 79232 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Valensia Husni
"ABSTRAK
Fokus dari penelitian ini adalah aktivitas propaganda Fox News dalam membentuk opini publik terhadap keputusan Amerika Serikat menyerang Irak tahun 2003. Pada masa menjelang Perang Irak 2003, Fox News dijadikan alat oleh pemerintahan Bush untuk meningkatkan dukungan publik terhadap keputusan Amerika Serikat menyerang Irak tahun 2003. Penelitian ini menjelaskan kegiatan propaganda apa saja yang dilakukan oleh Fox News yang telah berhasil merubah dan/atau membentuk opini publik. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Fox News melakukan propaganda dalam hampir setiap program acaranya melalui cara wawancara dengan leading question, pemilihan nara sumber yang telah ?diatur? dan juga dengan mengeluarkan komentar-komentar yang mempromosikan Perang Irak 2003.

ABSTRACT
The focus of this study is Fox News propaganda activities in influencing the public opinion concerning the USA?s 2003 Iraq Invasion. Before the Iraq War, Pentagon and the States used Fox News as a tool for gaining public support on the USA?s 2003 Iraq Invasion. This study explains the Fox News propaganda activities which had major influence on public opinion. The results of this study show that Fox News did propaganda in almost every programs by giving interviews with leading questions, news source/contributors for Fox News programs has been coached and also by giving commentaries that promotes Iraq War.
"
2009
T26729
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Valensia Husni
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2009
T26729
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Machsanah Asnawi
"Pasca perang dingin ditandai dengan kemenangan pengaruh AmerikaSserikat dengan faham liberalnya terhadap faham komunis yang dipimpin oleh Uni Soviet. Perkembangan global terutama di bidang teknologi informasi sangat mendukung kemenangan tersebut. Sebagai akibatnya, banyak terjadi disintegrasi terutama di negara- negara Komunis yang berkesempatan mendirikan negara-negara baru serta ingin menerapkan sistem pemerintahan yang demokratis. Seiring dengan itu, berkembang pula isu-isu internasional yang di angkat dari isu nasional, seperti isu pelanggaran HAM, Perdagangan wanita dan anak, kekerasan dan sebagainya. Tugas masyarakat internasional menjadi lebih besar, karena pelanggaran hak individu di suatu negara dapat menjadi masalah internasional. Tujuan PBB yang utama adalah mencegah terulangnya kembali Perang Dunia yang telah meninggalkan kesengsaraan yang memprihatinkan bagi peradaban umat manusia.
Piagam PBB pada dasarnya tidak menghendaki adanya agresi atau tindak kekerasan Setiap sengketa baik internal maupun internasional dapat dilaporkan kepada PBB untuk mendapatkan penyelesaian dengan jalan damai. Sebagai good office, PBB menawarkan penyelesaian melalui perundingan, penyelidikan, perantaraan, persetujuan, pewasitan, putusan kehakiman dan bantuan organisasi organisasi atau badan badan regional. Dalam hal ini Dewan Kemanan diberi wewenang dan tanggung jawab yang besar, disertai perlengkapan-perlengkapan yang memadai. Namun dalam Bab VII tentang Tindakan Menghadapi Ancaman Terhadap Perdamaian, Pelanggaran Perdamaian dan Tindak Agresi, Pasal 51 mengenai self-defence, ada peluang untuk diperdebatkan. Amerika Serikat dalam serangannya terhadap Irak menggunakan pasal 51 ini. Ia menuduh Saddam Hussein sebagai ancaman terhadap perdamaian dan keamanan internasional serta berbahaya bagi Amerika Serikat, karena tidak mematuhi resolusi PBB No. 1441 yang memberikan kepada Irak kesempatan terakhir untuk melucuti diri, kedua masih memiliki program pengembangan senjata pemusnah masal dan ketiga melindungi organisasi teroris internasional Al Qaida yang pada 11 September 2001 telah meruntuhkan menara kembar World Trade Center di New York dan gedung Markas Besar Tentara AS di Washington DC.
Penyerangan itu sendiri membelah pandangan dunia dan dalam Dewan Keamanan PBB menjadi dua, yang pro berpendapat bahwa Saddam Hussein memang berbahaya dan pantas diserang. Kebanyakan negara negara yang mendukung serangan AS ke Irak memberikan alasan: pertama tidak setuju terhadap pemerintahan tirani di Irak, keterlibatan Irak dengan terorisme, senjata pemusnah masal yang dimiliki Saddam Hussein dan rasa sempati terhadap rakyat Irak yang tertindas. Sedangkan yang kontra berpendapat bahwa Amerika Serikat telah melanggar ketentuan-ketentuan dalam Piagam PBB. Sebetulnya Dewan Keamanan dilengkapi dengan mekanisme penyelesaian sengketa dari penggunaan cara-cara damai sampai kepada penggunaan kekuatan/kekerasan. Namun karena persyaratan pelaksannaannya harus secara kolektif dan melibatkan negara negara anggota serta disetujui oleh seluruh 5 anggota tetap Dewan Keamanan, maka pada waktu kelima anggota tetap Dewan Keamanan PBB seperti dalam kasus serangan AS ke Irak 2003, PBB tidak dapat melakukan tindakan apa-apa.
Sehubungan dengan itu tulisan ini selain memaparkan peran PBB termasuk pembahasan-pembahasan di Dewan Keamanan serta upaya diplomasi AS, juga dikemukakan mengenai latar belakang konsep intervensi serta sejarah intervensi PBB terhadap sengketa sengketa internal yang menilai membahayakan perdamaian dan keamanan internasional. Tulisan ini memiliki time frame sekitar 20 hari setelah Amerika Serikat menyatakan perang telah selesai, Namun kerena perang tersebut melalui perencanaan yang panjang, sejak awal tahun 2001, maka disertakan juga mengenai prolognya, sampai dengan digelarnya serangan militer pada tanggal 20 Maret 2003. Tulisan ini juga disertai kesimpulan yang memuat evaluasi terhadap serangan AS terhadap Irak serta upaya upaya yang kiranya dapat dilakukan oleh dunia untuk memperkuat PBB sebagai payung perdamaian dan keamanan internasional."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13887
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chairil Patria
"Hubungan yang strategis antara Turki dan Amerika Serikat telah terjalin sejak Perang Dunia II. Akan tetapi pada waktu tertentu, kebijakan Turki mengalami perubahan atau pasang surut di dalam merespons kebijakan Amerika Serikat. Seperti misalnya dalam Perang Teluk I tahun 1991, Turki sangat mendukung kebijakan Amerika Serikat dalam serangan ke Irak, akan tetapi pada Perang Teluk tahun 2003, Turki tidak mendukung bahkan menentang kebijakan Amerika Serikat untuk menyerang Irak. Meskipun dijanjikan hal yang sama seperti dalam Perang Teluk 1 yaitu paket bantuan ekonomi yang besar dari Amerika Serikat ke Turki, sikap Turki pada Perang Teluk tahun 2003 sangat berbeda dengan sikap Turki pada tahun 1991. Tesis ini disusun untuk meneliti permasalahan bagaimana kebijakan Turki merespons Perang Teluk yang terjadi baik pada tahun 1991 maupun 2003 dimana terdapat perbedaan yang besar di antara kedua peristiwa tersebut baik dilihat dan segi penyebab maupun cara serangan yang dilakukan terhadap Irak.
Metode yang digunakan dalam penulisan ini disusun dari segi pengumpulan data dan analisanya. Dari segi pengumpulan data, teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi kepustakaan, sedangkan dari segi analisa data, metode yang digunakan adalah analisa eksplanatif. Sedangkan konsep yang dipakai dalam penelitian ini adalah kebijakan luar negeri yang menggunakan teori K.J. Holsti sebagai rujukan ulama seperti yang ditulis dalam bukunya Inlernalional Polities : A Framework for Analysis. Lebih lanjut menurut K.J. Holsti, dari sebuah kebijakan luar negeri, terdapat dua faktor yang mempengaruhi yaitu faktor eksternal/sistemik dan faktor internal/domestik. Selain teori Holsti, penulis juga memaparkan teori-teori lain mengenai kebijakan luar negeri sebagai pendukung.
Penulis menemukan banyak hal penting dalam melakukan studi ini dimana kebijakan Turki terhadap serangan Amerika Serikat ke Irak tahun 2003 adalah sebuah dilema. Hal ini disebabkan faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri Turki berubah. Serangan yang dilakukan Amerika Serikat ke Irak antara tanggal 20 Maret sampai dengan 1 Mei 2003 itu dinilai seharusnya mendapat dukungan Turki sebagai salah satu sekutu dekatnya di kawasan tersebut namun di lain pihak, karena adanya penolakan dari negara-negara Uni Eropa seperti Jarman dan Perancis terhadap rencana serangan tersebut, menjadi mempengaruhi pemikiran elite Turki terutama jika dikaitkan dengan pengalaman buruk Turki dengan Amerika Serikat pasca Perang Teluk tahun 1991. Selain itu, keinginan kuat Turki untuk menjadi anggota Uni Eropa menambah kebingungan Turki dalam mengambil sikap ke arah mana kebijakan luar negeri Turki : pro Amerika Serikat atau pro Eropa ? Berdasarkan hasil analisa penulis, sikap ketidakikutsertaan Turki dengan menolak wilayahnya dijadikan basis pangkalan militer Amerika Serikat untuk menyerang Irak pada tahun 2003 merupakan sebuah pengecualian dari hubungan persekutuan yang strategis antara Amerika Serikat dan Turki selama ini. Dan beberapa faktor yang ada, faktor internal/domestiklah yang merupakan faktor dominan yang mempengaruhi kebijakan Turki terhadap serangan Amerika Serikat ke Irak khususnya karena kondisi perekonomian Turki yang dilanda krisis parah sejak tahun 2001.
Sebagai penutup, setelah serangan ke Irak terjadi dan rezim Saddam Hussein jatuh pada bulan Mei 2003, sikap Turki menjadi inkonsisten karena kemudian Turki membantu Amerika Serikat mengerahkan pasukannya ke Irak pada bulan Oktober 2003 dengan tujuan untuk stabilisasi di Irak. Kenyataan bahwa meskipun Amerika Serikat banyak dikecam oleh rakyat Turki atas langkah-langkah yang dilakukannya terhadap Irak, Turki tetap masih bergantung kepada Amerika Serikat dengan alasan Amerika Serikat adalah sekutu dekatnya dan sebagai negara super power di dunia baik di bidang ekonomi maupun di bidang militer. Kembalinya dilihan Turki kepada Arnerika Serikat -setelah penolakan Parlemen Turki kepada rencana serangan Amerika Serikat tidak lain adalah karena ketergantungan Turki yang besar secara ekonomi dan keamanan kepada Amerika Serikat. Pengiriman pasukan Turki ke Irak tersebut kembali dilakukan setelah adanya Perjanjian Keuangan antara Turki dan Amerika Serikat tanggal 22 September 2003 dimana Amerika Serikat menyediakan pinjaman uang kepada Turki sebesar 8,5 milyar dollar AS untuk membantu reformasi ekonomi di Turki. Di lain pihak, terdapat keinginan Turki yang kuat untuk menjadi anggota Uni Eropa seperti yang ditegaskan dalam tujuan utama kebijakan Turki. Hal ini juga dimaksudkan Turki untuk segera menuntaskan krisis ekonominya sehingga timbul kesan Turki ingin meraih kedua tujuan tersebut padahal sikap Eropa dan Amerika Serikat pada saat serangan Amerika Serikat ke Irak pada tahun 2003 sangat bertolak belakang dimana Eropa menentang penanganan masalah Irak secara sepihak oleh Amerika Serikat."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14100
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rainda Cuaca
"ABSTRAK
Kebebasan berbicara merupakan hak asasi yang dilindungi hukum di Amerika Serikat sebagaimana tercantum dalarn Bill of Rights. Grup musik country the Dixie Chicks menggunakan hak mereka untuk berbicara untuk menyatakan ketidak setujuannya terhadap Presiden George W. Bush dan Perang Irak lewat sebuah pernyataan kontroversial pada saat mereka sedang mengadakan konser di London, Inggris, menjelang penyerangan terhadap Irak pada tahun 2003 sehingga mendapatkan sensor berupa pemboikotan dari industri musik country. Pemboikotan itu menjadikan eksistensi Dixie Chicks sebagai grup musik terancam dan melemahkan mereka secara ekonomi. Namun pemboikotan ini juga mendapatkan tentangan dari pihak-pihak yang mendukung Dixie Chicks dalam sikap mereka, baik dalam sikap anti perang maupun sikap berani berpendapat sesuai dengan hak kebebasan berbicara seorang warga negara Amerika Serikat. Pihak-pihak yang pro dan kontra pun beroposisi menanggapi fenomena ini dengan pernyataan anti-perang dan pro-perang mereka. Freedom of speech sebagai hak warga negara yang seharusnya dilindungi ketika dalam keadaan perang pun menjadi terancam.. Tesis ini mengeksplorasi dinamika Para aktor yang terlibat dalam fenomena kontroversi freedom of speech the Dixie Chicks dalam pop culture Amerika Serikat pada masa Perang Irak dalam rentang tahun 2003 - 2007, yang meliputi kelompok the Dixie Chicks, rekan sejawat, penggemamya, dan media dengan studi kualitatif dan menggun.akan analisis wacana. Teori yang digunakan meliputi teori semiotika Saussure, hubungan sosial dengan figur media Caughey dan ideologi Althusser. Freedom of speech di Amerika Serikat merupakan sesuatu yang harus diperjuangkan, tidak hanya terberi, walaupun dilindungi oleh hukum.

ABSTRACT
Freedom of speech in the United States of America is a human right that is protected within the law, as stated in the Bill of Rights. Country music group the Dixie Chicks has exercised this right by showing their dissent towards President George W.Bush and his war on Iraq through a controversial statement in a concert in London, England, just before the war started in 2003, which resulted in censorship from the country music community through acts of boycott. Parties that are for and against the Dixie Chicks and their statement of anti-war and pro-war are in opposition in reaction to the controversial statement. This thesis explores the dynamics of the actors involved in the Dixie Chicks controversial freedom of speech phenommenon in American pop culture during the Iraq War within the 2003 - 2007 time frame, which includes the Dixie Chicks, their colleagues, fans and the media by qualitative methodes and discourse. Theories used are Saussure's semiotics, Caughey's social relations to a media figure and Althusser's theory on ideology. Freedom of speech in America is not given, one must fight in order to achieve it, although it is guaranteed by the law.
"
2007
T20719
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
S4831
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Tahrul Anam
"Penelitian ini dilatar belakangi oleh kontroversi kasus Irak yang bersumber dari sikap Amerika Serikat yang berambisi menjatuhkan pemerintahan Irak di bawah Presiden Sadam Hussein. Berbagai argumentasi dan bukti tentang keterlibatan Irak dalam terorisme dan senjata pemusnah masal terus disampaikan oleh Amerika Serikat guna mendapatkan dukungan masyarakat internasional. Perdebatan tentang perlu tidaknya tindakan militer atas negara Irak terus berlanjut baik di media massa maupun di forum-forum resmi di Perserikatan Bangsa Bangsa. Perdebatan tentang perlu tidaknya invasi tersebut juga berkembang di negara-negara Uni Eropa yang selama ini dikenal sebagai anggota NATO di bawah Amerika Serikat. Negara senior yang sangat berpengaruh seperti Jerman dan Prancis dengan tegas menolak rencana invasi militer atas Irak. Permasalahan yang perlu dijawab dalam penelitian ini adalah 1) apa kepentingan Amerika Serikat menggulingkan Presiden Sadam Husein? dan 2) mengapa Uni Eropa menentang invasi militer terhadap Irak? Serangan terhadap Irak adalah bagian dari kepentingan Amerika Serikat untuk menjamin keamanan sumberdaya minyak bumi dan dominasinya terhadap kawasan Timur Tengah dengan cara mengganti pemerintahan yang dianggap tidak mendukung Amerika Serikat. Timur Tengah yang selama ini menjadi daerah instabilitas harus berada di bawah kontrol Amerika Serikat. Pada saat yang sama, Jerman dan Francis atas nama Uni Eropa juga mempunyai kepentingan untuk meningkatkan pengaruhnya di kawasan Timur Tengah melalui kerjasama-kerjasama ekonomi dan peran diplomatiknya dalam menyelesaikan damai terhadap masalah konflik antara Israel dan negara-negara di Timur Tengah. Konsisten dengan langkah damai melalui perlucutan senjata Irak melalui Resolusi PBS 1441, Jerman dan Prancis menentang Amerika Serikat yang mengesampingkan resolusi tersebut dengan menginvasi Irak secara sepihak. Berdasarkan hasil-hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa Jerman dan Prancis dengan Amerika Serikat mempunyai kepentingan yang sama yaitu peningkatan pengaruh terhadap kawasan Timur Tengah. Penolakan Jerman dan Prancis terhadap invasi militer atas Irak berangkat dari keinginan Jerman dan Prancis meningkatkan peran-peran diplomatiknya di Timur Tengah.

This research attempts to explain the different policy of European Union and US on Iraqi war H. Since 11 September attack, US government believed that radical Moslem terrorist was behind on WTC case. For US, North Korea, Iran and Iraq are devil axis where terrorists are free to live and grow. Those countries must be under control the UN extremely for international stability reason. For Iraq, in particular, US government proposes to change Iraqi administration for world peace and democratization of Iraqi people. Under Saddam Husein, the peace process of Middle East has not been achieved. US have pushed the UN to take military action deal with Iraq. US said that Saddam Husein developed the weapon mass of destruction to fight Israel and occupy other Arabic land. Although the UN team did not find the weapon mass of destruction like US opinion, the Bush administration would like to change Saddam government. Meanwhile, European Union disagreed to US policy. For European Union both Germany and France as leading countries of Europe, diplomacy is much better way than a war. It is necessary to take some questions dealing with the European Union (Germany and France) and US policy on Iraq problem. First, Why US really wanted to change Saddam Husein government? Second, Why European Union (Germany and France) rejected US proposal for Iraq? There were opinions on European forum itself whether fighting Iraq military was need. Some of them did so, and the rest did not so. Germany and France as senior countries of Europe preferred to take diplomacy. European Union asked the UN to take pays more attention for Iraq problem. The point is that European Union has not wanted to US as sole power for Iraqi future. It is fact that some European Union countries are member of NATO, but it does not mean that all US policy will be supported. They have worried what US did would cause race and religious sentiment. The most important thing of combating Iraq is national interest of US. A natural resource of Iraqis the answer. Oil is a main of Iraq resource that is hunted. US have recognized that potential oil of Iraq is bigger than Sandia. If US could change Iraq government, most oil resource of Iraq would support US industry. US efforts have disturbed the bilateral economical relationship between Iraq and European Union. Politically, European Union wants to give more contribution for peace process in Middle East region. Without any political tension on that region, European Union will get many advantages. The Middle East countries those are disappointed to the US domination will tend to Europe. European Union for future time will have power and influence like US."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15086
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Wirawan Sukarwo
"ABSTRAK
Tesis ini membahas dominasi pihak koxporasi dalam kebiakan pcmerintahan Amerika Serikat di Timur Tengah dengan Studi kasus bisnis tentara bayaran pascaperang Irak tahun 2003. Fokus masalah dalam penelitian ini teranglcum dalam tiga pertanyaan inti. Pertama, mengapa pihak korporasi AS dapat menjalankan bisnis tentara bayaran mcrcka pascapcrang Irak tahun 2003? Kedua, bagaimana praktik bisnis tentara bayaran yang dilaksanakan Oleh AS pascaperang Irak tahun 2003? Dan, ketiga, bagaimana prospck serta tantangan bisnis tentaxa bayaran AS di Irak pada masa yang akan datang?
Teori yang digunakan sebagai pisau analisis dalam penelitian ini adalah teori ekonomi neoliberal serta teori pemerintahan korporatisme. Keduanya adalah teori ekonomi politik. Dengan rnenggunakan metode kualitatif melalui pendekatan studi kasus, penelitian ini menghwilkan beberapa kesimpulan, yaitu scbagai berikut. Pcrtama, terdapat hubungan yang kuat antara pihak koprorasi dengan para politisi dari Partai Republik di AS yang menyebabkan pihak korporasi dapat melaksanakan bisnis tentara bayaran di lrak pascaperang. Kedua, bisnis tentara bayaran tersebut, dilakukan melalui pintu proyek rekonstruksi I1-ak pascaperang. Ketiga., prospek bisnis tentara bayaran di Irak pada masa yang akan datang sangat bergantung kepada karakter rezim yang berkuasa. Presiden Barrack Obama memang berjanji untuk menarik pasukan militer dari Irak, tetapi di sisi lain, dia oenderung mempenahankan tentara bayaran AS di Irak untuk mengamankan infiasturicnnr minyak yang sudah mereka kuasai.

ABSTRACT
This thesis speaks about the corporate domination of the United States govemment policy in the Middle East, in the case study the mercenaries business during postwar Iraq in 2003. This research is focused in three main questions. First, why did the United States corporate mercenaries be able to conduct their business during postwar Iraq on year 2003? Second, how did the United States run their Mercenaries Business during postwar Iraq on year2003? And the Third, what is the prospect for the US mercenaries business in Iraq and their challenges ahead?
To analyze the subject, this research is using the neo-liberal economic theory and the theory of state corporatism; both are the theory of political economy. By using the qualitative method through study case analysis, this research has tinally come into three conclusions. First, there is a strong connection between the corporation and the US Republican politicians that make the corporations were able to conduct their mercenaries business during postwar Iraq. Second, the business was held by the mean of the postwar reconstruction project in Iraq. Third, the prospect of the mercenaries business will be strongly depending on the characteristic ofthe ruling govemment. Though President Barrack Obama had promised to Withdraw the US Army fiom Iraq, he tends to maintain the US mercenaries so that _they will be able to keep the Iraq Oil secured at their hands."
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2009
T34471
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1995
S5655
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>