Ditemukan 173495 dokumen yang sesuai dengan query
Sintya Liana Sofyan
"
ABSTRACTTesis ini membahas mengenai transaksi jual beli saham yang diperdagangkan di bursa efek namun dengan perjanjian bahwa saham tersebut akan dibeli kembali pada suatu waktu dengan harga tertentu pula, yang dikenal dengan istilah ?repo? (repurchase). Didalam prakteknya perjanjian jual-beli surat berharga dengan hak membeli kembali sering dipakai untuk menyelubungi suatu perjanjian pinjaman uang dengan pemberian jaminan kebendaan - misalnya saham - yang seharusnya dibuat perjanjian gadai saham. Saat krisis finansial melanda Indonesia, perusahaan yang melakukan transaksi Repo harus menanggung resiko untuk membayar kekurangan dana atau melakukan top up saham karena saham yang menjadi underlying transaksi mengalami penurunan nilai akibat krisis finansial. Hal ini menyebabkan rasio jaminan saham tidak memenuhi rasio jaminan yang disepakati didalam perjanjian Repo saham sebagai akibat harga saham yang mengalami penurunan secara langsung sehingga menurunkan rasio jaminan saham transaksi repo sebagaimana diperjanjikan. Apabila Perusahaan Efek tidak dapat melakukan penambahan jaminan saham maka Perusahaan Efek dapat dikatakan telah wanprestasi. Masalah hukum yang timbul dari permasalahan diatas adalah transaksi jual beli saham menjadi transaksi hutang piutang. Tesis ini juga membahas ketentuan dalam perjanjian repo saham yang diharapkan dapat mencegah sengketa dikemudian hari apabila dikemudian hari transaksi ini menjadi transaksi pinjaman dengan jaminan saham. Selain itu dibahas mengenai upaya-upaya yang dilakukan otoritas bursa dengan upaya preventif atau pencegahan agar tidak terjadi kerugian bagi pihak manapun termasuk investor.
ABSTRACTThis thesis discusses about sale and purchase transaction of stocks traded in Bursa Efek Indonesia, of which such selling the stocks is tagged with right to repurchase them on a specific time in the future with a predetermined repurchase price ? known as ?repo? (repurchase). On current practices, repo transaction contract agreement is often being used to cover up an agreement of collateralized loan, with securities used as the collateral. This kind of transaction actually require securities-collateral contract agreement (gadai saham) instead. During financial crisis in Indonesia, companies entering shares- repo transactions is burdened with the risk of requirement to provide additional funding or to top up the shares due to decline of share?s market price. Such decline impact on the change of actual share collateral ratio against the contractual collateral ratio, consequently the company should provide additional shares in order to maintain the total value as per agreed collateral ratio. When the company fail to provide the additional shares, it is assumed as contract breach. The legal issue take place on the situation above is that there is a change of view from share trading into loan transaction. This thesis also defines rules and regulations on the shares repo contract agreement to anticipate potential dispute between the related parties should the share trading transaction is transformed into loan transaction with share as collateral. In addition to this, the thesis describe preventive action points which should be performed by stock exchange authority to avoid any financial loss born by any parties, include the investors themselves."
2010
T26739
UI - Tesis Open Universitas Indonesia Library
Cuk Prayitno
"
ABSTRACTPokok permasalahan penelitian ini: (1) Status kepemilikan kekayaanBUMN berbentuk persero, apakah milik negara atau milik BUMN berbentuk persero?; (2) Bagaimanakah kewajiban dan tanggungjawab pengurus BUMN berbentuk Persero terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan sehubungan dengan pengelolaan usaha dan tindakan-tindakan perseroan ? Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis yang bersifat deskriptif dengan cara penelitianbahan pustaka, kemudian didukung dari berbagai sumber lainnya seperti putusan pengadilan, makalah seminar, artikel dan tulisan-tulisan lainnya di internet. Sebagai hasil penelitian: (1) Persero merupakan badan hukum seperti halnya perseroan terbatas, sehingga sebagai badan hukum dalam Persero melekat ciri-ciri yang dimiliki oleh badan hukum; (2) Persero sebagai perseroan terbatas tundukpada UU-BUMN dan UUPT serta segala ketentuan dan prinsip-prinsip yang berlaku bagi perseroan terbatas sebagaimana diatur dalam UUPT; (3) Persero sebagai suatu badan hukum yang berbentuk perseroan terbatas memiliki kekayaan yang terpisah dari kekayaan Direksi, Komisaris, dan pemegang saham, hal ini sesuai dengan karakteristik suatu badan hukum adalah pemisahan harta kekayaan badan hukum dari harta kekayaan pemilik dan pengurusnya. Jadi, statuskepemilikan harta kekayaan (asset) Persero yang bersumber dari kekayaan negara yang dipisahkan adalah milik Persero bukanlah termasuk kekayaan negara; (4) Pemegang Saham Persero memiliki tanggungjawab terbatas atas kerugian yang diderita oleh perseroan terbatas sebesar saham yang dimiliki. Namun hal tersebutdapat hapus dan meliputi harta kekayaan pribadinya, dalam hal Pemegang Saham melakukan perikatan yang dibuat atas nama perseroan, apabila: persyaratan Perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi, ; dengan itikad buruk memanfaatkan Perseroan untuk kepentingan pribadi; terlibat dalam perbuatanmelawan hukum yang dilakukan oleh Perseroan; atau secara melawan hukum menggunakan kekayaan Perseroan, yang mengakibatkan kekayaan Perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi utang Perseroan; (5) Pelaksanaan tugas Direksi sebagai pengurus Persero serta mewakili BUMN baik di dalam maupun di luar pengadilan, dan Komisaris dalam melaksanakan pengawasan BUMN untukkepentingan dan tujuan BUMN senantiasa dikaitkan dengan kewajibannya untuk melaksanakan fiduciary duty. Tidak dilaksanakannya fiduciary duty menyebabkan direksi dan/atau komisaris tidak berhak untuk memperoleh perlindungan businessjudgment rule, dengan demikian Direksi dan/atau Komisaris bertanggungjawab secara pribadi. Pelaksanaan fiduciary duty ini adalah untuk kepentingan semua stakeholders Persero. Selain dikenakan pertangungjawaban hukum perdata, Direksi dan/atau Komisaris juga dapat dikenakan pertanggungjawaban pidana"
2010
15-18-087469931
UI - Tesis Open Universitas Indonesia Library
Greace Wahyuni
"Salah satu bentuk perusahaan yang berlaku di Indonesia adalah Perseroan Terbatas ("PT"). Dalam menjalankan tugasnya PT diwakili oleh Direksi dan Dewan Komisaris, tetapi pemegang kekuasaan tertinggi ada di Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Dengan adanya UU baru tentang PT yaitu No. 40 tahun 2007 memungkinkan RUPS diselenggarakan secara telekonferensi. Berita Acara RUPS yang dilakukan secara telekonferensi tersebut tetap memiliki kekuatan hukum dan dapat dijadikan alat bukti karena akta RUPS dibuat oleh Notaris dan berbentuk Relaas Akta yang tidak perlu ditandatangani para peserta rapat dan RUPS harus memenuhi persyaratan sah seperti yang termuat dalam UUPT.
One type of legal entity existing in Indonesia is Limited Liability Company (the "Company"). The Company, in running its business and performing legal action, is represented by the Board of Directors but the highest power in the Company is in the General Meeting of Shareholders of the Company. Now, with the new regulation in Limited Liability Company allow the General Meeting of Shareholders with teleconference. The official report of the General Meeting of Shareholders still have a legal power because of the authority of Notary as public official even there is no signature of the shareholder its called Relaas Akta and the General Meeting of Shareholders must appropriate with the applicable Laws of Limited Liability Company."
2010
T26707
UI - Tesis Open Universitas Indonesia Library
Nahari Agustini
"Masalah mengenai jual beli dengan hak membeli kembali - sedang dipersoalkan pada akhir-akhir ini. Ada yang berpendapat bahwa lembaga ini tidak dikenal dalam sistem hukum Nasional, dan oleh karena itu harus dihapuskan. Dalam penulisan ini, penulis menitik beratkan pada penelitian kepustakaan (library research) Selain itu juga penulis bahas yurisprudensi-yurisprudensi terbaru. Lembaga jual beli dengan hak membeli kembali ini merupakan variasi dari bentuk jual beli pada umumnya, dimana pihak - penjua1 diberi kesempatan untuk membeli kembali barang yang te lah dijualnya dalam uaktu tertentu. Dalam praktek sehari- hari fungsi lembaga ini sering diselewengkan untuk kepentingan pihak Kreditur yang biasanya ekonomis kuat. Ternyata bahwa pada azasnya hukum Adat tidak mengenai - lembaga ini, karena sifat jual beli menurut hukum Adat adalah terang dan tunai dimana jual beli itu dimaksudkan untuk mengalihkan hak secara mutlak, sedangkan pada jual beli dengan hak membeli kembali peralihan haknya bersifat sementara. Namun demikian, ada wilayah-wilayah tertentu, mengenai barang- barang tertentu dan untuk tujuan-tujuan tertentu yang mengena 1 lembaga ini. Contohnya Minangkabau, untuk harta pusaka dan untuk tujuan tertentu. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa lembaga ini dikenal dalam hukum Adat sebagai pengecualian. Dalam UUPA jelas tercantum bahwa segala perjanjian yang mengenai tanah, harus menggunakan hukum Adat, sedang hukum Adat pada azasnya tidak mengenai lembaga ini. Oleh karena itu sebaiknya diinstruksikan pada para Notaris agar tidak membuat perjanjian jual beli dengan hak membeli kembali yang obyeknya mengenai tanah."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1983
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Darma Manuswa
"Lembaga jual-beli dengan Hak membeli kembali diatur dalam Kitab Undang-undang Perdata Buku 3, Titel 5 Bab IV. Hak untuk membeli kembali ini timbul karena adanya perjanjian, bahwa si penjual dapat mernbeli kembali barangnya dari si pembeli dengan harga semula dan dengan membayar sejumlah uang ganti rugi sebagaimana diatur dalam pasal 1532 Kitab Undang- undang Hukum Perdata. Lembaga tersebut diciptakan, agar supaya seseorang karena membutuhkan uang, terpaksa harus menjual harta/barangnya; dengan kemungkinan bila kelak keadaan mengizinkan, ia dapat membeli kembali barangnya itu. Jangka waktu untuk membeli kembali itu tidak boleh melampaui 5 tahun. Jika suatu jangka waktu telah diperjanjikan, maka berarti si pembeli dalam jangka waktu tersebut, tidak dapat menjual lagi barang tersebut pada orang lain. Setelah melewati jangka waktu, dan si penjual tidak menggunakan haknya untuk membeli kembali, barang itu sepenuhnya menjadi milik si pembeli. Tetapi tidak dapat diharapkan bahwa si pembeli akan memegang teguh janji ini. Kalau harga barang tersebut naik ada kemungkinan si pembeli akan menjualnya lagi kepada pembeli lain. Maksud pembuat undang-undang adalah baik, akan tetapi dalam praktek sering timbul kebalikannya dan timbul permasalahan. Sering terjadi, si penjual menemui kesulitan untuk menggunakan hak membeli kembali itu, karena si pembeli menghindar dalam jangka waktu yang telah diperjanjikan. Dan si pembeli baru muncul setelah lewat jangka waktu yang diperjanjikan. Perjanjian jual-beli dengan hak membeli kembali didalam praktek sering dipakai untuk menutupi perjanjian pinjam-meminjam uang dengan jaminan kebendaan, yang seharusnya dibuat dalam bentuk hipotik. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1989
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Wicaksono Wahyu Santoso
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2001
S23730
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Rifki Febriadi
"Untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pertumbuhan dan stabilitas ekonomi Indonesia diperlukan adanya suatu pasar modal. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut diatas, pasar modal mempunyai peran yang sangat strategis sebagai salah satu sumber pembiayaan bagi dunia usaha, termasuk usaha menengah dan kecil untuk pembangunan usahanya. Di lain pihak pasar modal juga merupakan tempat investasi bagi masyarakat termasuk pemodal menengah dan kecil. Untuk melaksanakan peran tersebut pasar modal perlu didukung oleh infra stuktur yang memadai, profesionalisme para pelaku pasar modal dan kerangka hukum yang memadai, karena tanpa itu semua maka aktivitas pasar modal tidak akan berjalan seperti yang diharapka. Dengan kerangka hukum yang jelas diharapkan semua pelaku pasar modal mempunyai pedoman dan landasan berpijak yang baku. Untuk itu para pelaku pasar modal harus mengikuti aturan main yang telah ditetapkan. Salah satu aktivitas di pasar modal yang sangat menarik untuk diamati adalah mengenai jual beli saham. Proses ini menarik perhatian karena jual beli saham didasari hal-hal seperti untuk mendapatkan dividen, mendapatkan capital gain, turut serta dalam kepemilikan perusahaan maupun untuk spekulasi. Berkaitan dengan hal tersebut diatas maka ada beberapa hal yang menarik untuk diteliti mengenai perjanjian jual beli saham, yaitu tentang hak dan kewajiban baik itu penjual maupun pembeli berhubungan dengan saham yang sedang ditransaksikan, juga mengenai peralihan hak atas saham dan proses settlement yang terjadi di Bursa Efek Jakarta. Berlakunya peralihan hak atas saham yang menggunakan rumus T+4 menimbulkan permasalahan baru karena dikhawatirkan terjadi kecurangan-kecurangan dalam transaksi dimana belum beralih kepemilikan saham tetapi sudah terjadi transaksi lagi."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002
S20621
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Universitas Indonesia, 2003
S21043
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Universitas Indonesia, 2003
S20893
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Universitas Indonesia, 2007
S24418
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library