Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 192539 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Zulkifli
"Salah satu masalah penting yang perlu diperhatikan terkait dengan pajak Bentuk Usaha Tetap (BUT) adalah bagaimana cara untuk mendeteksi timbulnya BUT akibat pemakaian jasa dari luar negeri, karena hal ini menjadi salah satu modal penting dalam upaya ekstensifikasi pajak. Dengan adanya cara yang efektif untuk mendeteksi timbulnya BUT, maka secara otomatis akan meningkatkan jumlah wajib pajak luar negeri, sehingga penerimaan pajak pun akan ikut meningkat. Terkait dengan masalah tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui upaya Kantor Pelayanan Pajak Badan dan Orang Asing Jakarta dalam mendeteksi ada dan tidak adanya Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang timbul dari kontrak pemakaian jasa Wajib Pajak Luar Negeri, menganalisis pengawasan yang dilakukan Kantor Pelayanan Pajak Badan dan Orang Asing Jakarta, dan untuk mengetahui hambatan-hambatan yang dihadapi dalam upaya mendeteksi timbulnya Bentuk Usaha Tetap (BUT) atas kontrak pemakaian jasa Wajib Pajak Luar Negeri.
Pendekatan penelitian yang digunakan adalah kualitatif dan jenis penelitian deskriptif yang berusaha untuk mendeskripsikan masalah-masalah yang diteliti berdasarkan data yang diperoleh. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan wawancara dan studi dokumentasi. Wawancara melibatkan informan kunci, tertutama para pegawai Kantor Pelayanan Pajak Badan dan Orang Asing Jakarta dan para akuntan publik yang mengetahui masalah BUT.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa usaha yang dilakukan untuk mendeteksi ada tidaknya Bentuk Usaha Tetap yang timbul dari kontrak pemakaian jasa Wajib Pajak Luar Negeri adalah: menyelenggarakan pelatihan, memberikan jawaban konfirmasi mengenai masalah Perpajakan Internasional kepada KPP Badora, mengundang beberapa konsultan pajak dan wajib pajak, menjalin kerja sama dengan beberapa instansi pemerintah, dan mengintensifkan pemeriksaan sederhana lapangan. Bentuk pengawasan yang dilakukan Kantor Pelayanan Pajak Badan dan Orang Asing Dua dalam menyelamatkan penerimaan Negara atas penghasilan dari kontrak pemakaian jasa Wajib Pajak Luar Negeri adalah dengan menggunakan pengawasan kepatuhan formal dan pengawasan kepatuhan material. Sementara hambatanhambatan yang dihadapi dalam upaya mendeteksi timbulnya Bentuk Usaha Tetap (BUT) atas kontrak pemakaian jasa Wajib Pajak Luar Negeri adalah pesatnya perkembangan teknologi, tidak tampak adanya fixed place of business yang bersifat permanen, pengujiannya harus memenuhi pengujian jangka waktu (time test) terlebih dahulu, wajib pajak BUT yang berlindung di balik perusahaan yang telah ada dengan menempatkan pegawainya sebagai pegawai perusahaan di Indonesia, sulitnya memperoleh data pendukung, keterbatasan kemampuan SDM, dan mobilitas BUT yang sangat tinggi.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka perlu instrumen hukum berupa peraturan pemerintah yang mengatur tentang kerjasama antar departemen, sehingga antar departemen yang berkepentingan dapat dengan mudah memperoleh data yang dibutuhkan. Untuk meningkatkan pemahaman di kalangan petugas pajak mengenai pengetahuan perpajakan yang bersifat khusus perlu dilakukan pelatihan baik dengan metode on the job training atau off the job training. Selain itu, semua pemeriksa pajak hendaknya juga mempunyai data-data perusahaan yang berada di wilayahnya dan apabila terdapat perusahaan-perusahaan yang belum mempunyai NPWP, agar segera dilaporkan pada Kanwil-Kanwil yang bersangkutan.

One of important things that must be noticed related to taxes on Permanent Establishment (BUT/Bentuk Usaha Tetap) is how to detect the rising of BUT risen by the uses of services from foreign, because this is one of important things in the effort of tax extension. By the existence of effective means in detecting the rising of BUT, then automatically it would improve the amount of foreign tax payers, thus tax revenues shall be increased too. Related to that, therefore this research is aimed to find out the efforts of Body Tax and Expatriate Services Office Jakarta in detecting the existence or non-existence of Permanent Establishment (BUT) risen from the contract on service uses of Foreign Tax Payers, analyzing the supervision performed by Body Tax and Expatriate Services Office Jakarta, and to find out the obstacles faced in the efforts of detecting the rising of Permanent Establishment (BUT) for the contract on service uses of Foreign Tax Payers.
The research approaches used is qualitative and the type of descriptive research in the efforts to describe the problems researched based on the obtained data. Data collecting is performed using interviews and documentation study. The interviews involved key informants, especially the employees of Body Tax and Expatriate Services Office and public accountants having knowledge of BUT.
The research results show that the efforts performed to detect whether there is an existence of Permanent Establishment arising from the contract on service uses of Foreign Tax Payers that is performing training, providing confirmation answers on the problems of International Taxation to KPP (Kantor Pelayanan PajaklTax Office) Badora, inviting several tax consultants and tax payers, creating cooperation with several government institutions, and intensifying simple field research. The form of supervision performed by Body and Expatriate Services Office Two in saving State revenues over the income from contracts of service uses of Foreign Tax Payers is by using formal complying controling and material complying controling. Meanwhile the obstacles faced in the efforts to detect the rising of Permanent Establishment (BUT) over the contract on service uses of Foreign Tax Payers is: the speed on the advance of technology, the invisibility of fixed place of business permanently, the test must first meet time test, BUT tax payers taking cover behind the existing company by placing their employees as company employees in Indonesia, the difficulties in obtaining supportive data, limitation of HR capability, and very high mobility of BUT.
Based on the results of that research, therefore legal instruments are necessary in the form of government regulations regulating the cooperation among departments, thus the related concerned department can easily obtain the necessary data. In order to improve understanding among tax officials concerning particular taxation knowledge, training must be performed with methods of on the job training and off the job training. Besides that, all tax examiner should also have company data existing in its area and if there should be companies not yet having NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak/Tax Payer Registration Number), they must be immediately reported to related Kanwil/District Offices."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2007
T19452
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arief Rakhman
"Direktorat Jenderal Pajak mempunyai tugas yang unik yaitu bertugas melakukan Collection (Budgetair) mengisi kas negara, namun disisi lain juga harus menjalankan fungsi pelayanan. Dari sisi pemungutan pajak itu sendiri dibutuhkan kekuasaan, namun disisi lain harus memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya. Dalam rangka memberikan pelayanan yang sebaik-baik waktu menunggu Wajib Pajak saat melaporkan kewajiban perpajakan perlu diperhatikan. Semakin singkat waktu menunggu adalah semakin baik. Untuk mengetahui waktu tunggu yang lebih singkat dibandingkan dengan yang lainnya diperlukan suatu analisis model antrean.
Penelitian ini adalah menggambarkan tentang model antrean yang sedang dilaksanakan oleh Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Setiabudi Dua. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat kesibukan dan waktu menunggu yang sedang terjadi di Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Setiabudi Dua. Untuk mengetahui tingkat kesibukan dan waktu menunggu yang lebih singkat diperlukan suatu solusi alternatif model yang optimal.
Metode penelitian adalah deskriptif kuantitatif dengan menggunakan pendekatan metode penelitian evaluasi. Metode tersebut dapat menggambaran tingkat kesibukan dan waktu menunggu dari model antrean yang sedang diterapkan. Dengan metode itu pula, model antrean alternatif yang lebih optimal dapat ditemukan sebagai solusi dalam meningkatkan kualitas pelayanan.

DJP have unique duties, that is, to collect money for treasury and have to delivery service, at the other side. From the collection function side, it is need power, but from the other side, it is must to be deliver excellent service.
In order to delivery excellent service, it is important to consider taxpayer?s waiting time in reporting their tax obligations. The less time to be spent is the better. It is needs an analysis to know how short the time that to be spent in compare with another. This study is a description on queuing model that have been applying by KPP Jakarta Setiabudi Dua. The purpose of the study is to find the level of occupied time and waiting time that being happen in KPP Jakarta Setiabudi Dua. The queuing model is necessary to find the sorter service and waiting time as an optimal alternative solution.
The research method is quantitative description using the evaluation method approach. The method can describe the level of occupied time and waiting time of applying queuing model. Using the method too, it can be discover a more optimal alternative solution to improve service quality. Calculation using the alternative queuing model, finds the same occupied time or constant. Employee?s workload, therefore, is still the same. From time perspective, the calculation finds the sorter waiting time. Base on time that can be save, the effectiveness of the alternative model is higher at peak report period than dip report period. The calculation result is shows, that at dip report period (expired report date), waiting time can be save about 6 second, but at peak period (on terminate date), the sum waiting time that can be save near to 0,555 hour or 33 minutes and 18 seconds.
Finally, the improvement of service quality basically not need to spend more additional cost, such as adding the sum of officer, adding the service line, or extending of timework. Unlikely, the improvement of service quality can be achieve by altering the queuing model, that is, the old model by tax line must to be replaced by multiple tax line. In addition, the change that has to be done is decrease of the sum of officer on period after expired reporting date."
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T22705
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Karim
"Tunggakan pajak merupakan beban dalam administrasi perpajakan yang sekaligus dapat menjadi potensi untuk menambah penerimaan pajak melalui pencairan tunggakan pajak. Bagaimana perilaku Wajib Pajak dalam pelunasan tunggakan pajak dan hal-hal apa saja yang menjadi pertimbangan Wajib Pajak dalam pelunasan tunggakan pajak serta bagaimana implementasi penagihan aktif adalah pokok permasalahan ;yang dibahas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perilaku Wajib Pajak dan hal-hal apa saja yang menjadi pertimbangan Wajib Pajak dalam pelunasan tunggakan pajak. Tujuan lainnya adalah untuk mengetahui implementasi penagihan aktif di KPP PMA Enam. Metode penelitian yang digunakan adalah mixed approach. Kombinasi penelitian kualitatif dan kuantitatif dimungkinkan jika keduanya berpijak pada paradigma yang sama. Penelitian ini juga merupakan jenis penelitian yang bersifat deskriptif dan penelitian kebijakan. Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder. Data primer didapat melalui kuesioner yang disebarkan ke 82 Wajib Pajak yang menjadi sampel. Data Primer juga didapat melalui wawancara yang mendalam yang dilakukan terhadap 3 orang Wajib Pajak dan 2 orang Jurusita Pajak Negara. Sementara data sekunder didapat melalui studi kepustakaan termasuk data-data penagihan aktif dari tempat penelitian dilakukan. Dasar Teori yang digunakan adalah teori mengenai perilaku Wajib Pajak, utang pajak serta penagihan pajak. Dimensi perilaku Wajib Pajak yang terdiri dari pengetahuan, kesadaran dan kepatuhan serta persepsi Wajib Pajak didapatkan dan disarikan dari teori perilaku dan perilaku Wajib Pajak. Untuk teori penagihan pajak menggunakan teori Inter American Center of Tax Administration (2000) yang menyatakan bahwa tindakan-tindakan dapat diambil untuk menagih pajak karena tidak dibayarnya pajak sampai dengan batas waktu yang telah ditentukan antara lain terhadap sejumlah pajak yang telah ditetapkan oleh fiskus. Hasil penelitian dari kuesioner yang disebarkan menunjukkan bahwa sebagian besar Wajib Pajak mengetahui hak dan kewajiban perpajakannya, kurang sadar dan patuh terhadap pelunasan tunggakan pajaknya sesuai ketentuan yang berlaku serta mempunyai persepsi atas ketentuan yang berlaku sekarang ini. Berdasarkan hasil wawancara, Wajib Pajak juga mempunyai beberapa alasan yang dijadikan pertimbangan dalam pelunasan tunggakan pajak. Berdasarkan wawancara serta data sekunder yang didapat dari Jurusita Pajak Negara KPP PMA Enam, implementasi penagihan aktif juga menemui beberapa kendala di lapangan. Berdasarkan hasil penelitian di atas, perilaku wajib pajak dalam pelunasan tunggakan pajak masih belum seperti yang diharapkan, walaupun mereka memiliki pengetahuan yang cukup baik mengenai hak dan kewajiban perpajakannya. Beberapa hal yang menjadi pertimbangan Wajib Pajak dalam melunasi tunggakan pajak adalah kondisi keuangan yang tidak memungkinkan, ketidakpuasan atas kualitas pemeriksaan fiskus serta Wajib Pajak sedang mengajukan upaya hukum berupa keberatan dan banding. Implementasi penagihan aktif juga belum mencerminkan kondisi sesuai ketentuan yang berlaku. Hal ini dapat dilihat dari belum maksimalnya tahapan penagihan aktif yang dilakukan serta minimnya tindakan penagihan aktif yang dilaksanakan. Melihat kondisi di atas maka perlu diintensifkan sosialisasi kepada Wajib Pajak, maksimalkan dan intensifkan tindakan penagihan aktif, perlu dibuatkan aturan pelaksanaan dan petunjuk pelaksanaan yang berfungsi sebagai pedoman bagi Jurusita dalam melaksanakan tugasnya. Disamping itu, perlu juga dilakukan evaluasi terhadap kebijakan penagihan aktif serta evaluasi terhadap sistem dan prosedur pemeriksaan serta kualitas dan kuantitas pemeriksa.

Tax in arrears is considered as burden in tax administration which is also potential to add income from tax through liquidation of tax in arrears. How is tax payer?s attitude in settlement of tax in arrears and what matters become consideration of taxpayer in settlement of tax in arrears and how is implementation of active collection is subject matter of problem being discussed. This research aims at knowing the taxpayer?s attitude and what matters become consideration of taxpayer in settlement of tax in arrears. Another aims is to know implementation of active collection at Taxation Service Office of Foreign Investment Six. This research uses mixed approach as methodology of research. There is possibility to use combination between qualitative and quantitative research if both stand on the same paradigm. This research is descriptive research and policy research. This research uses both primary and secondary research. Primary data is obtained through questionnaires which is distributed to 82 taxpayers that become sample. Besides, Primary Data is also obtained through deep interview carried out toward 3 taxpayers and 2 bailiffs of State Tax. While the secondary data is obtained through library study including active collection data from place where research was conducted. Basis of theory used is concerning attitude of taxpayer, tax payable, and tax collection. Dimension of attitude of taxpayer which includes knowledge, awareness, and compliance as well as perception of taxpayer is obtained and excerpted from theory of attitude and taxpayer?s attitude. For tax collection used theory of Inter American Center of Tax Administration (2000) which stated that measures can be taken to collect tax due to non payment of tax until the dead line such as toward the amount of tax determined by tax authority. Result of research from questionnaires distributed showed that majority taxpayers know rights and obligations of their taxes, lacked of awareness and compliance toward settlement of tax in accordance with prevailing provisions as well as make perception over prevailing provisions in the present time. Based on result of interview, taxpayer also has a number of reasons to be considered in settlement of tax in arrears. Based on interview and the secondary data obtained from Bailiff of State Tax of Taxation Service Office of Foreign Investment Six, implementation of active collection also find obstacles in the field. Based on result of research mentioned above, attitude of the taxpayer in settling tax in arrears still not yet as it is expected, despite they have sufficient knowledge concerning rights and obligations of its taxes. Some matters which become consideration of taxpayer in which to settle tax in arrear includes condition of financial which is impossible, not satisfied with quality of tax audit done by tax auditor and taxpayer filing legal efforts in the form of objection and appeal. Implementation of active collection also not interpret condition in accordance prevailing provisions. This matter can be seen from minimum active collection stage conducted and minimum active collection conducted. Having observed condition mentioned above, it requires to intensify socialization to taxpayer, increase and intensify active collection, it is necessary to prepare implemental regulation and implemental guideline which will serve as guideline for Bailiff in performing its duty. Besides, it also requires to conduct evaluation toward active collection policy and evaluation toward system and procedure of tax audit and quantity and quality of the tax auditor."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2007
T22742
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Wiwiek Hartini
"Reformasi administrasi perpajakan yang diterapkan di Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Empat mulai 1 September 2004, bertujuan untuk mengamankan penerimaan negara melalui peningkatan kepatuhan sukarela Wajib Pajak dan peningkatan kepercayaan Wajib Pajak kepada fiskus. Strategi utama yang dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut adalah meningkatkan pelayanan (pelayanan prima) dan pengawasan kepada Wajib Pajak. Kualitas pelayanan prima dapat muncul karena pegawai memberikan kinerja terbaiknya. Kinerja pegawai akan meningkat apabila pegawai merasa puas dengan pekerjaannya. Howel dan Dipboye (1986) memandang kepuasan kerja sebagai hasil keseluruhan dari derajat suka atau tidak sukanya pegawai terhadap berbagai aspek pekerjaannya. Kepuasan kerja berkaitan dengan motivasi kerja. Model motivasi harapan Vroom yang dikembangkan oleh Porter-Lawler (1968), melihat hubungan timbal balik antara motivasi dan kepuasan kerja.
Pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah pertama apakah makna kepuasan kerja menurut pegawai KPP PMA Empat sebelum reformasi administrasi perpajakan?. Kedua, bagaimanakah upaya-upaya yang dilakukan oleh DJP, sebagai instansi vertikal diatas KPP PMA Empat, untuk meningkatkan kepuasan kerja pegawainya, dan ketiga, bagaimanakah kepuasan kerja pegawai KPP PMA Empat pasca reformasi administrasi perpajakan? Kerangka teori yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah bahwa reformasi administrasi perpajakan telah melakukan beberapa modifikasi, yaitu struktur organisasi menjadi lebih fungsional, modernisasi sistem informasi yang didukung dengan teknologi tinggi, peningkatan kualitas SDM melalui uji kemampuan dan integritas, serta peningkatan kompensasi yang disertai dengan adanya kode etik bagi pegawai. Keempat perubahan tersebut telah sesuai dengan teori Gibson (1996) tentang pengembangan iklim organisasi untuk pencapaian tujuan perusahaan secara efektif dan efisien. Reformasi administrasi perpajakan tersebut akan mempengaruhi kepuasan kerja pegawai. Smith, Kendall dan Hulin (1969) mengembangkan instrumen untuk mengukur kepuasan kerja dengan sebutan Job Descriptive Index (JDI). JDI mengukur 5 aspek pekerjaan, yaitu (1) pekerjaan itu sendiri, (2) kualitas supervisi, (3) rekan kerja, (4) promosi, dan (5) gaji. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif.
Analisa penelitian didasarkan pada hasil survei kuisioner berupa pandangan pegawai terhadap 5 aspek kepuasan kerja JDI pasca reformasi administrasi perpajakan, observasi partisipatif (participant observation), serta wawancara mendalam (in depth interview) yang semiterstruktur (semistructured interview) dengan informan-informan kunci dari kalangan interen DJP yang berkompeten dengan permasalahan penelitian ini.
Hasil penelitian menunjukan bahwa kepuasan kerja pegawai KPP PMA Empat terhadap reformasi administrasi perpajakan secara umum sudah baik. Mengenai jumlah kompensasi, mayoritas pegawai sudah merasa puas. Ketidakpuasan hanya terjadi pada jabatan AR dan fungsional pemeriksa yang berhubungan langsung dengan Wajib Pajak. Ketidakpuasan juga terdapat di beberapa item, yaitu atas desain pekerjaan, sistem training, workflow SIDJP, evaluasi (feedback) dari atasan, alokasi peralatan kantor untuk fungsional pemeriksa, dan atas kurangnya penghargaan bagi jabatan pelaksana. Kode etik pegawai terbukti efektif untuk mengikat pegawai dari perilaku disfungsional.
Simpulan yang dapat diambil dari penelitian ini bahwa makna kepuasan kerja menurut pegawai KPP PMA Empat sebelum reformasi administrai perpajakan adalah kompensasi berada di urutan pertama, baru kemudian disusul dengan pekerjaan itu sendiri, desain pekerjaan, promosi, supervisi, rekan kerja, aktualisasi diri, dan skill variety. Ketidakpuasan atas kompensasi telah mendorong terjadinya perilaku disfungsional. Reformasi administrasi perpajakan yang dilakukan oleh DJP telah mampu meningkatkan kepuasan kerja pegawai. Jumlah kompensasi yang diberikan telah memuaskan mayoritas pegawai. Ketidakpuasan hanya terjadi pada jabatan AR dan fungsional pemeriksa. Ketidakpuasan lainnya adalah atas desain pekerjaan, sistem training, workflow SIDJP, evaluasi (feedback) dari atasan, alokasi peralatan kantor untuk fungsional pemeriksa, dan atas kurangnya penghargaan bagi pelaksana. Penelitian ini juga memberikan beberapa saran bagi Kepala KPP PMA Empat dan DJP, yaitu perlunya penambahan training bagi AR dan fungsional pemeriksa, perlu lebih memperhatikan alokasi peralatan kantor bagi fungsional pemeriksa, perlu adanya evaluasi (feedback) dan pengawasan dari atasan, perlu dibentuk pola training yang baku oleh DJP, perlunya redesign job description bagi Kasi, AR, dan pelaksana, perlu dilakukan modifikasi ulang atas SIDJP, dan terakhir, perlu dilakukan redesign atas sistem kompensasi, dengan memperhitungkan faktor kinerja individual sebagai basis perhitungan.

Tax administration reform, which was put into practice in Tax Service Office for Foreign Investment Four (The Tax Office) since 1 September 2004, is design to secure national income through the improvement of taxpayers voluntary compliance and taxpayers reliance on Tax Officers. The main strategies to accomplish this goal are improving the public service (excellence service) and the observation process upon taxpayers. Excellence service quality can emerge when tax officers give their finest performance. Tax officers􀂶 performance will improve when they satisfied with their job. Howel and Dipboye (1986) consider job satisfaction as a whole outcome from the employees􀂶 interest toward various aspects of their job. Moreover, job satisfaction correlate with work motivation. Porter-Lawler (1968) in their Expectancy Model of Vroom of Work Motivation discovers that there is a reciprocal relationship between motivation and job satisfaction.
There are three main issues in this research. First, what is the definition of job satisfaction according to The Tax Office before the implementation of tax administration reform? Second, what does the Directorate General of Taxation (DGT), as the upper organization of The Tax Office, do to improve their employees􀂶 job satisfaction? Third, how is The Tax Office employees􀂶 job satisfaction after the implementation of tax administration reform? Theory framework used in this research is that tax administration reform had carried out several modifications which are, organizational structure changes based on the function of each division, information system modernization supported by sophisticated technology, human resource quality improvement through capability and integrity tests, and remuneration increase along with the presence of ethical code for employees. These changes are consistent with Gibson Theory (1996) about the development of organization environment to achieve corporation􀂶s goals effectively and efficiently. This tax administration reform will affects employees􀂶 job satisfaction. Smith, Kendall and Hulin (1969) develop an instrument to measure job satisfaction which is called Job Descriptive Index (JDI). JDI measures 5 aspects of a job, which are (1) the job itself, (2) supervisors􀂶 quality, (3) co-worker, (4) promotion, and (5) remuneration.
The assessment method used in this research is qualitative assessment method. The analysis will be based on the questionnaire􀂶s responses upon employees􀂶 perspective toward 5 JDI job satisfaction aspects after the implementation of tax administration reform, participant observation, semistructured in depth interview with key officials from DGT who have competencies in handling the problems in this research.
The result of this research shows that The Tax Office employees􀂶 job satisfaction toward tax administration reform is good. Most employees are satisfied with the amount of renumeration. Dissatisfaction only stated by Account Representatives and Auditors who directly interact with taxpayers. The dissatisfaction also arises on several aspects such as job description design, training system, DGT Information System􀂶s Work Flow, feedback from upper management, office equipment distribution for tax auditors, and lack of reward at staff level. Ethical code for employees is effectively proven in preventing employees from showing dysfunctional behaviors.
The conclusion from this research is as follows. The meanings of job satisfaction according to The Tax Office employees in order of importance before the implementation of tax administration reform are remuneration, the job itself, job description design, promotion system, supervisors􀂶 quality, co-worker, self actualization, and skill variety. Dissatisfaction on remuneration had urges the dysfunctional behaviors occurrence. Tax administration reform implemented by DGT is capable to increase employees􀂶 job satisfaction. The amount of remuneration had satisfied most employees. Dissatisfaction only occurs at Account Representative and Auditor level. Other dissatisfaction includes dissatisfaction on job description design, training system, DGT Information System􀂶s Work Flow, feedback from upper management, office equipment distribution for tax auditors, and lack of reward at staff level. This research also proposes several suggestions which include the necessary to provide trainings for Account Representatives and tax auditors, to allocate office equipment distribution for tax auditors, to give feedback for employees, to redesign job description for Supervisors, Account Representatives and staffs, to redesign DGT Information System􀂶s Work Flow, and to revise remuneration system by using individual performance as the calculation base."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2007
T19508
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Satya Nazmi
"Penyelesaian restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang tertunggak, sangat serius ditangani pemerintah, terutama Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Berbagai upaya terus dilakukan dan dikembangkan, baik secara sistem, pola, maupun peraturan. Tujuannya agar proses penyelesaiannya dapat dipercepat tanpa menimbulkan masalah. DJP menerbitkan dua ketentuan baru terkait proses penyelesaian restitusi. Pertama, PER-122/PJ/2006 tentang Jangka Waktu Penyelesaian dan Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pembayaran PPN/PPnBM. Kedua, PER-124/PJ/2006 tentang Pelaksanaan Analisis Risiko dalam Rangka Pemeriksaan atas Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPN Lebih Bayar. Hal menarik dalam aturan baru ini adalah ditetapkannya analisis risiko untuk setiap permohonan restitusi PPN. Output dari proses ini akan berakibat pada ruang lingkup maupun jangka waktu pemeriksaan yang akan dilakukan. Kenyataannya tidak semua Pemeriksa memanfaatkan analisis risiko tersebut. Adapun masalah pokok penelitian ini adalah bagaimana latar belakang dikeluarkannya kebijakan analisis risiko Pengusaha Kena Pajak dalam proses pemeriksaan restitusi PPN yang berlaku saat ini? Bagaimana pemanfaatan analisis risiko Pengusaha Kena Pajak oleh pemeriksa pajak dalam proses penyelesaian restitusi PPN?, dan bagaimana pengaruh analisis risiko Pengusaha Kena Pajak terhadap waktu penyelesaian pemeriksaan restitusi PPN. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif dengan pendekatan kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan latar belakang dikeluarkannya PER-124/PJ/2006 pada dasarnya untuk melaksanakan ketentuan dalam Pasal 17B Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000. Permasalahan seputar tertundanya proses penyelesaian restitusi PPN mendorong DJP untuk menetapkan suatu prosedur yang mampu mendeteksi ketidakbenaran pelaporan Wajib Pajak sekaligus menentukan tingkat prioritas penyelesaian restitusi. Kebijakan analisis risiko Pengusaha Kena Pajak diharapkan mampu mengakomodir kedua hal tersebut. Pemeriksa Pajak umumnya tidak menggunakan analisis risiko yang diatur dalam PER-124/PJ/2006 sebagai alat yang membantu pemeriksaan restitusi PPN, karena analisis risiko PKP terlalu bersifat umum dan sederhana serta tidak dapat menunjukkan indikasi pelanggaran Wajib Pajak. PER-124/PJ./2006 tidak memiliki pengaruh terhadap waktu penyelesaian restitusi PPN di KPP PMA Empat. Hal itu terbukti dari tidak adanya percepatan waktu penyelesaian restitusi antara sebelum dengan setelah diberlakukannya ketentuan tersebut. Saran yang disampaikan adalah ketentuan PER-124/PJ/2006 tidak diberlakukan lagi. Untuk mempercepat proses penyelesaian restitusi, ketentuan yang mengatur prosedur pemeriksaan restitusi dan ketentuan yang mengatur dokumen-dokumen pendukung restitusi harus segera diperbaharui. Ketentuan analisis risiko harus dapat mengukur tingkat ketidakpatuhan Wajib Pajak secara menyeluruh, bukan berdasarkan salah satu jenis pajak seperti yang dianut saat ini. Penentuan risiko seharusnya tidak hanya mengandalkan data hasil pemeriksaan, akan tetapi melibatkan juga data eksternal yang disusun dalam bentuk database, dikelola secara professional dan selalu diperbaharui. Hasil pengolahan database dapat dimanfaatkan guna menentukan tingkat pelayanan yang seharusnya diberikan kepada Wajib Pajak.

The government, especially the Directorate General of Tax is seriously handling the settlement of arrears of VAT restitution. Numerous attempts are done and improved concerning the system, the model as well as the regulation. The purpose is to settle the process as quickly as possible without creating any problem. Directorate General of Tax issued two regulations which concern with the restitution settlement process. The first regulation, PER-122/PJ/2006, deals with the settlement timing and the system of VAT/ luxurious goods tax. The second regulation, PER-124/PJ./2006, deals with Risk Analysis implementation in Audit Framework towards Notification Letter regarding the SPT masa on VAT overpayment. The interesting part found about the regulations is the conduct of risk analysis for each restitution request. The output of the analysis will affect the audit scope as well as the timing. Unfortunately, not all auditors make good use of the risk analysis. The main problems discussed in this research are: What is the background of issuing the policy of risk analysis on Taxable Entrepreneurs in the process of VAT restitution, which is effective now? How do tax auditors make good use of risk analysis on Taxable Entrepreneurs in the process of VAT restitution settlement? And How does risk analysis on Taxable Entrepreneurs affect the time needed for examination of VAT restitution settlement? The research methodology applied is descriptive methodology with qualitative approach.
The research finding shows that the background of issuing the Directorate General of Tax regulation number PER-124/PJ./2006 is to implement what is stated in article 17B in Edict number 6 year 1983 begarding the General Rules and Conduct of Tax which has been amended several times. The last amendment is as in Edict number 16 year 2000. Issues concerning the delayed of restitution settlement process pushed Directorate General of Tax to implement a procedure to be able to detect dishonesty report of tax payers along with deciding priority level in settling the restitution. Policy of risk analysis on Taxable Entrepreneurs (PKP) in auditing hoped accommodate both condition. Auditor used to be not using analysis risk which has been arranged in PER-124/PJ/2006 as a tool to help the audit restitution on VAT, since analysis risk on Taxable Entrepreneurs (PKP) is too general and simple also can not show the failure of taxpayers. PER-124 does not affect the length of time needed for VAT settlement process at Tax Service Office for Foreign Capital Investment Four. It is proven by the absence of time acceleration regarding restitution settlement compared to the previous condition in which PER-124 was not implemented. Suggestion is the regulation of PER-124/PJ/2006 should not be implemented anymore. To speed up the restitution process, the regulation which set up the procedure of restitution process and the regulation which set up additional documents for restitution should be renewed. Criteria of risk analysis should be formulated to measure disobedience of taxpayers overall, not based on one kind of tax which is currently used. Decision on risk should not depend on record on tax audit results, however it should also consider the external records from data base which is professionally managed and up to date. Results of processed data base should be able to access and give benefits to the service quality given to the taxpayers.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
T24610
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Elsie Sylviana Kasim
"Evaluasi layanan Kantor Pelayanan Pajak dilakukan untuk mengetahui kualitas pelayanan restitusi PPN di Kantor Pelayanan Pajak "X" dengan menggunakan pendekatan konsep Service Quality (SERVQUAL) yaitu melalui dimensi tangibles, realibility, responsiveness, assurance dan empathy. Kemudian mengidentifikasi dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas pelayanan yaitu faktor budaya organisasi, struktur organisasi, sumber daya manusia, sistem dan prosedur dan kepemimpinan. Berdasarkan faktor-faktor tersebut dibuat rekomendasi untuk peningkatan kualitas pelayanan Kantor Pelayanan Pajak "X". Metode penelitian yang dipakai adalah deskriptif. Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan menggunakan kuesioner, wawancara Iangsung terhadap informan dan pengamatan Iangsung (observasi) terhadap kejadian di lapangan. Sedangkan data sekunder diperoleh melalui penelusuran berbagai kepustakaan dan dokumen. Analisis data yang terkumpul dari kuesioner dilakukan dengan menggunakan perhitungan statistik Weight Mean Score (WMS) atau perhitungan nilai rata-rata. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Wajib Pajak cukup puas atas pelayanan yang diberikan oleh KPP "X". Hal ini dijelaskan oleh faktor-faktor sebagai berikut: budaya organisasi yang kurang mendukung kreativitas dan inovasi bagi karyawan, struktur organisasi yang terlalu birokratis, perencanaan sumber daya manusia masih terpusat di Ditjen Pajak, sistem dan prosedur yang masih berbelit-belit dan kepemimpinan yang kurang dapat mengoperasionalisasi dan mensosialisasikan visinya. Agar kualitas pelayanan restitusi PPN di KPP "X" dapat ditingkatkan, penulis menyarankan agar Ditjen Pajak memperbaiki sistem dan prosedur restitusi PPN, mengubah orientasi kepemimpinan kepada pencapaian visi pelayanan restitusi PPN yang baik, pendelegasian tugas, wewenang dan tanggung jawab yang lebih besar kepada Kepala Seksi PPN, pengembangan sumber daya manusia dan perubahan budaya organisasi ke arah yang lebih kondusif bagi pelayanan terhadap Wajib Pajak."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T3553
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Albertus Kuntho Darpito
"Tingginya target penerimaan pajak tahun 2015 dan tidak tercapainya target penerimaan dalam kurun lima tahun terakhir membuat Direktorat Jenderal Pajak perlu melakukan langkah-langkah pembaruan untuk mencapai target penerimaan pajak tahun 2015. Salah satunya adalah dilakukannya pemisahan atas fungsi pelayanan dan pengawasan yang diberikan pada Seksi Pengawasan dan Konsultasi untuk mengatasi dualisme peran yang dimiliki oleh Account Representative sehingga dapat lebih terkonsentrasi pada masing-masing perannya, baik dalam fungsi pelayanan maupun pengawasan dan oleh karenanya diharapkan untuk dapat mencapai kinerja penerimaan dan pelayanan yang lebih baik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana persepsi Wajib Pajak terhadap kinerja pelayanan pajak sebelum dan sesudah pemisahan fungsi pelayanan dan pengawasan serta upaya yang harus dilakukan dalam rangka meningkatkan kinerja pelayanan pada Seksi Pengawasan dan Konsultasi di KPP Penanaman Modal Asing Satu. Penelitian yang dilakukan berupa pendekatan kuantitatif dengan menggunakan kuisioner sebagai media penelitian serta analisis data menggunakan software SPSS 20.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum persepsi Wajib Pajak mengenai kinerja pelayanan pajak yang disampaikan oleh Account Representative sesudah pemisahan fungsi pelayanan dan pengawasan pada Seksi Pengawasan dan Konsultasi di Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Satu telah lebih baik jika dibandingkan dengan kinerja pelayanan sebelum pemisahan fungsi. Berdasarkan hasil analisis Importance-Performance Analysis, dimensi pelayanan yang harus menjadi fokus untuk dilakukan perbaikan adalah reliability, responsiveness, dan assurance.

The highly set tax revenue target in 2015 and the unachieved revenue target in the last five years have urged Directorate General of Taxes to conduct recent steps to achieve tax revenue target in 2015. One of them is the separation of service and supervision function of Supervising and Consulting Division to deal with Account Representative?s dualistic role in order to focus on each role either service or supervision in achieving greater revenue and service performance. The objective of this research is to empirically analyze taxpayer?s perception towards the performance of tax service before and after the separation of service and supervision function and the efforts that must be made in endeavor to increase service performance of Supervising and Consulting Division in KPP Penanaman Modal Asing Satu. This research is conducted using quantitative approach with questionnaire as research instrument and SPSS 20 software as tool for data analysis.
The result of this research concludes that in general, taxpayer?s perception towards tax service performance conveyed by Account Representative after the separation of service and supervision function of Supervising and Consulting Division is more favorable than that of before the separation. The result of Importance-Performance Analysis concludes that reliability, responsiveness, and assurance are the service dimensions that need to be the focus of improvement.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2016
S61859
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Edy Iskandar
"Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Empat (KPP PMA 4) merupakan Kantor Pelayanan Pajak yang berada di dalam wilayah kerja Kantor Wilayah Jakarta Khusus yang dibentuk pada Tahun 2002. Pembentukan Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Empat selain dimaksudkan untuk mengoptimalkan tugas-tugas Direktorat Jenderal Pajak dalam rangka mengamankan penerimaan negara dari sektor pajak juga untuk lebih meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajak PMA khususnya yang bergerak di bidang tekstil, makanan dan minuman, kayu, industri kulit dan sepatu. Berbagai upaya yang dilakukan dalam rangka pengamanan penerimaan pajak senantiasa diikuti dengan peningkatan kualitas pelayanan kepada Wajib Pajak. Untuk meningkatkan kinerja penerimaan pada KPP PMA Empat, maka telah dilaksanakan penerapan sistem administrasi modern yang meliputi perubahan administratif dan perubahan teknologi sistem informasi perpajakan. Berkaitan dengan upaya peningkatan kinerja tadi, maka perlu ada suatu cara atau metode yang berhubungan dengan cara melakukan penilaian atau evaluasi penilaian kinerja tadi. Selama ini pengukuran kinerja hanya terbatas pada penilaian atas pencapaian target penerimaan pajak yang dibebankan kepada KPP PMA 4, sedangkan aspek penilaian lainnya belum menjadi perhatian. Aspek lainnya seperti kepuasan Wajib Pajak atas kualitas pelayanan perpajakan, penilaian kinerja pada perspektif WP selaku pelanggan KPP adalah salah satu perspektif penilaian yang perlu diperhatikan bagi kinerja KPP. Selain itu penilaian kinerja lainnya yang menjadi penting untuk dilakukan pengukuran adalah pengukuran pertumbuhan dan pembelajaran organisasi KPP. Kinerja pertumbuhan dan pembelajaran organisasi merupakan pengukuran kinerja yang didasarkan pada kedewasaan organisasi melalui proses pembelajaran. Perspektif lainnya dalam penilaian kinerja KPP adalah pada penilaian kinerja proses pelayanan, yaitu pengukuran kinerja yang menekankan pada kecepatan dan kemudahan WP dalam melakukan pembayaran pajak. Kecepatan dan kemudahan tersebut hanya dapat dilakukan dengan penyusunan sistem dan prosedur yang ringkas dan tidak dengan birokrasi yang berbelit. Sehingga kondisi ini dapat menekan terjadinya permainan atau penggelapan dana pajak antara oknum pegawai dan wajib Pajak. Ketiga perspektif yang telah dijelaskan di atas yaitu pelanggan, proses kerja dan pembelajaran merupakan tiga dari empat perspektif yang ada dalam konsep pengukuran kinerja Balanced Scorecard (BSC). Jika organisasi memiliki keberhasilan dalam ketiga perspektif tersebut maka dampaknya pada pencapaian kinerja keuangan jangka panjang. Perspektif keuangan tersebut merupakan perspektif utama dari pengukuran kinerja pada BSC. Konsep pengukuran kinerja organisasi dengan menggunakan BSC dikembangkan oleh Kaplan dan Norton. Konsep pengukuran tersebut sangat jauh berbeda dari konsep pengukuran kinerja konvensional yang hanya menilai kinerja organisasi berdasarkan kinerja keuangan semata. Pengukuran kinerja BSC memiliki konsep pengukuran kinerja yang lebih luas, komprehensif dan koheren. Sehingga jika organisasi dapat mempertahankan kinerja pada keempat perspektif tersebut maka dapat dipastikan organisasi memiliki kemampuan survival jangka panjang. Untuk dapat menganalisis kinerja pada KPP PMA 4 maka dilakukan penelitian. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah dengan pendekatan kuantitatif, artinya penelitian ini lebih memfokuskan dalam analisis kinerja organisasi berdasarkan angka-angka secara kuantitatif dalam mengukur kinerja tersebut. Berdasarkan hasil analisis terhadap data KPP PMA 4 dapat diambil kesimpulan, bahwa KPP PMA 4 masih perlu melakukan perbaikan atas layanan-layanan seperti prosedur kemudahan layanan dan kualitas pelayanan dengan indikator yang telah dilakukan di atas. KPP PMA 4 perlu melakukan pengukuran kinerja organisasi secara komprehensif, yakni selain aspek pencapaian kinerja keuangan, juga meliputi aspek kualitas pelayanan, aspek internal proses. Dengan diperbaikinya semua aspek tersebut dapat diharapkan akan terjadi peningkatan kerja sama antara Wajib Pajak dan KPP PMA 4 dalam pelayanan pembayaran perpajakan.

Tax Services Office for Foreign Investment #4 (KPP PMA 4) is Tax Services Office that located at working area of Special Jakarta Regional Office, esrablished on 2002. The establishment of Tax Services Office for Foreign Investment #4 is intended to optimize the duty of General Directorate of Tax in order to assure state revenue from tax sector, and also to increase services to mandatory foreign investment tax payers especially at textile, food and beverage, wood, and leather and shoes industries. Various efforts in order to secure the state tax revenue always follow by the increase of services quality for tax payers. To increase revenue performance at KPP PMA 4, modern administration system has been applied that include administrative changes and tax information system technology changes. Related to the effort of performance increase, certain method to measure and evaluate the performance appraisal. Until now, the performance measurement is only limited to appraisal on the achievement of tax revenue target set for KPP PMA 4, while other appraisal aspects are unnoticed. Other aspects such as taxpayer satisfaction on quality of taxation services, performance appraisal at taxpayer prespective as KPP?s customer is one of appraisal perspective that needed to notice regarding KPP performance. The other important aspect to measure is the growth and learning process of KPP organization. Growth and organizational learning process appraisal is performance appraisal that based on maturity of organization through learning process. Other perspective on performance appraisal of KPP is on services process, which is focus on time and convenience aspects of taxpayer to pay the tax. Time and convenience will only achieve by development of simple system and procedure without complex bureaucracy. Therefore, the condition will minimize tax fraud collusion between tax officer and tax payer. The above three perspectives which are customer, business processm and learning process are parts of four perspectives on concept of Balance Scorecard (BSC) performance appraisal. If organization obtains achievement on the three aspects, it will give impact on financial performance for long term perspective. The financial perspective is main perspective of performance appraisal on BSC. The concept of performance appraisal using BSC is developed by Kaplan and Norton. The measurement concept is very different to conventional performance measurement that only measure organizational performance based on financial performance. Performance appraisal by BSC obtain broader, more comprehensive, and more coherent performance measurement concept. Therefore, if organization is able to maintain performance on the four aspects then certainly the organization has ability of long term survival. Research will be conducted to be able to do performance analysis on KPP PMA 4. The research will use quantitative method as approach, which means that the research will be focus on performance analysis on organization based on quantitative figures to measure performance. Based on data analysis of KPP PMA 4, it can be conclude that KPP PMA 4 needs further improvement regarding some services such as services procedure and services quality with the above mentioned indicators. KPP PMA 4 needs to conduct comprehensive organizational performance measurement, which is financial performance aspect, and also include services quality aspect and internal process aspect. The improvement of the above mentioned aspects hopefully will improve cooperation among taxpayer and KPP PMA 4 regarding taxation payment services."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
T24564
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Liani Hellena
"Modernisasi yang dilakukan KPP Pratama Jakarta Gambir Dua merupakan upaya untuk terus mengembangkan dirinya menjadi kantor pelayanan pajak masa depan yang lebih baik, yang dapat dipandang sebagai learning organization. Namun penerapan learning organization terutama di organisasi publik bukanlah suatu hal mudah. Terdapat beberapa hambatan yang perlu diantisipasi yakni hambatan pada level organisasi dan level individu.
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui dan membahas penerapan Learning Organization, serta faktor-faktor yang mendorong dan menghambat Learning Organization di KPP Pratama Jakarta Gambir Dua. Berdasarkan program-program modernisasi yang diaplikasikan KPP Pratama Jakarta Gambir Dua, maka penelitian ini menggunakan dasar teori yang relevan dengan aplikasi koseptual dari Learning Organization menurut M.J. Marquardt (1996).
Metode penelitian yang digunakan adalah metode kuantitatif yang bersifat deskriptif, dengan survei menggunakan instrument learning organization profile dan perhitungan menurut skor M.J. Marquardt. Hasil penelitian selanjutnya dievaluasi dengan membandingkan terhadap nilai rata-rata organisasi didunia menurut hasil penelitian M.J. Marquardt. Analisis hasil penelitian dilihat dari 2 sisi, yaitu persepsi seluruh karyawan sebagai responden serta persepsi 3 kelompok responden secara proposional berdasarkan kategori jabatan yaitu Pimpinan, Account Representatif/Fungsional dan Pelaksana.
Populasi penelitian adalah seluruh karyawan KPP Pratama Jakarta Gambir Dua, dengan jumlah responden yang menjawab kuesioner secara lengkap telah memenuhi syarat minimum tabel Krejcie.
Hasil analisis dengan metode kuantitatif sebelumnya kemudian dilakukan pembahasan melalui Focus Group Discussion dengan para pimpinan, petugas AR dan pelaksana di KPP Pratama Jakarta Gambir Dua. Tujuan dilakukan FGD adalah untuk memperkuat validitas hasil penelitian mengenai kenyataan tingkat LO, faktor-faktor yang mempengaruhi, serta saran-saran yang diberikan untuk lebih meningkatkan penerapan LO di KPP Pratama Jakarta Gambir Dua.
Hasil penelitian berdasarkan jawaban seluruh responden adalah bahwa tingkat penerapan aspek dinamika pembelajaran diperoleh nilai rata-rata 22,51, aspek transformasi organisasi 23,26, dan aspek teknologi diperoleh 23,71. ehingga nilai ratarata ketiga aspek tersebut berada didalam range nilai rata-rata organisasi dunia menurut hasil penelitian Marquardt. Sedangkan nilai rata-rata kedua aspek lain yaitu aspek pemberdayaan manusia adalah 21,01, dan aspek pengelolaan pengetahuan adalah 19,89, yang keduanya berada dibawah range nilai rata-rata penelitian Marquardt. Secara keseluruhan, kelima aspek LO telah diterapkan cukup baik di KPP Pratama Jakarta Gambir Dua. Tingkat penerapan Learning Organization di KPP Pratama Jakarta Gambir Dua berdasarkan hasil analisis jawaban 3 level jabatan yaitu pimpinan, AR/Fungsional dan Pelaksana, adalah bahwa dilevel pimpinan, tingkat penerapan kelima aspek LO telah baik diterapkan dan tidak ada hambatan yang berarti. Dilevel AR/Fungsional diperoleh hasil bahwa hanya aspek pengelolaan pengetahuan dan pemberdayaan manusia dikategorikan cukup, sedangkan ketiga aspek LO lainnya dikategorikan telah baik diterapkan. Sedikit hambatan pada aspek pemberdayaan manusia ditunjukkan pada kurangnya reward system, dan pada aspek pengelolaan pengetahuan ditunjukkan pada kurang terselenggara acquisition knowledge akibat fungsi seksi PDI belum berjalan dengan baik, serta transfer and utilization knowledge yang terhambat akibat kurangnya koordinasi antar AR dengan fungsional pemeriksa.
Hal yang perlu mendapat perhatian pada penelitian ini yaitu berdasarkan hasil persepsi responden di level pelaksana diketahui bahwa tingkat penerapan kelima aspek LO berada dibawah nilai rata-rata. Dan berdasarkan klasifikasi Marquardt hanya aspek transformasi organisasi dan teknologi yang cukup diterapkan, sedangkan ketiga aspek lainnya dikategorikan buruk. Kenyataan dilapangan dapat dilihat dari tingkat pengetahuan dan keahlian pegawai yang belum merata, kurangnya motivasi dalam bentuk reward system, kurangnya keseimbangan antara kebutuhan individu dan organisasi, sistem promosi dan mutasi yang kurang memotivasi, kurangnya scanning imperative, kurang kesesuaian antara diklat yang diadakan dengan keahlian yang dibutuhkan, serta kurangnya peran pimpinan sebagai transformational leader.
Faktor-faktor yang mendorong KPP Pratama Jakarta Gambir Dua sebagai LO dari sisi organisasional yaitu modernisasi yang dilakukan dalam bentuk perubahan struktur menjadi lebih fleksibel dan sesuai fungsi, adanya jabatan AR dengan SDM yang berkualitas, perubahan remuneration system yang memotivasi, penerapan kode etik yang mendukung budaya perbaikan citra aparat, serta pengaplikasian SI DJP dengan teknologi tinggi. Sedangkan dari sisi individual adalah tacit yang mendukung pembelajaran, keinginan untuk mengembangkan kapasitas diri serta adanya sikap mau bekerjasama secara tim.
Kesimpulan hasil penelitian adalah bahwa KPP Pratama Jakarta Gambir Dua sebagai Learning Organization telah cukup baik menerapkan kelima aspek LO, meskipun di sisi pemberdayaan manusia masih belum diterapkan reward system yang baik, dan di sisi pengelolaan pengetahuan belum terselenggara acquisition serta transfer and utilization knowledge dengan baik. Sedangkan untuk tingkat pelaksana, penerapan LO masih dirasakan kurang dari ketiga aspek selain aspek transformasi organisasi dan teknologi. Sehingga diperlukan perbaikan-perbaikan agar KPP Pratama Jakarta Gambir Dua sebagai Learning Organization mampu mencapai tujuan organisasi yaitu pelayanan yang optimal, peningkatan kinerja serta peningkatan penerimaan pajak, serta dapat mewujudkan visi untuk menjadi public service yang berstandar internasional, baik dari sisi kualitas aparat maupun manajemennya.

Modernization in Small Tax Office of Jakarta Gambir Two (STO of Jakarta Gambir Two) is a sustainable effort to develop and become better tax office service in the future, that will be perceived as a learning organization. However, to implement learning organization particularly in public organization is not an easy effort. There are several obstacles to encounter, obstacles in the organization level and in the individual level.
The research purpose is to know and to explain the implementation of Learning Organization, the factors those encourage as well as inhibit Learning Organization in Small Tax Office of Jakarta Gambir Two. Based on modernization programs application in Small Tax Office of Jakarta Gambir Two, therefore this research is applying relevant basic theory and concept of Learning Organization according to M.J.Marquardt (1996).
The research method is descriptive quantitative method, which the survey is using instrument learning organization profile and calculation score according to M.J.Marquardt. This research result further will be evaluated by comparing with the average value of organizations worldwide according to M.J.Marquardt research result itself. Analysis of research result will be identified from 2 sides, perception of the whole employees as the respondent and perception of 3 groups of respondent proportionally based on occupation category i.e. the Leader (manager level), Account Representative/Functional level and lower level of employee. Research population is the entire staffs of Small Tax Office of Jakarta Gambir Two, with the number of respondent answering questionnaires completely has qualified the minimum requirement of Krejcie Table.
Furthermore, the analysis result from the previous quantitative method will be discussed in a Focus Group Discussion (FGD) consist of the leader, AR/Functional Officer, and the lower level employee in Small Tax Office of Jakarta Gambir Two. FGD purpose is to strengthen the research result validity regarding LO level, determinant factor, and recommendation in order to enhance the implementation of LO in Small Tax Office of Jakarta Gambir Two. Research result indicated that implementation level of learning dynamic aspect has the mean score 22.51, organization transformation aspect 23,26 and technology aspect 23.71. Therefore the mean scores of those three aspects are within the range of the mean scores of organizations worldwide according to Marquardt research result.
However, the mean scores of the other two aspects i.e. people empowerment aspect 21.01 and knowledge management aspect 19.89 are below the range of Marquardt research?s mean scores. However the entire five aspects of L O have been implemented quite well in Small Tax Office of Jakarta Gambir Two.
The Implementation level of Learning Organization in Small Tax Office of Jakarta Gambir Two based on analysis result of the answers of 3 level respondent, is on the Leader level, implementation level of learning dynamic aspect, organization transformation aspect and people empowerment aspect, are above the average level, however, knowledge management aspect and technology aspect are on the average level. Those are indicating that the Leader level of perception toward five aspects of LO is implemented well without any significant obstacle. However on AR/Functional level, it was found that only knowledge management and people empowerment aspect is on the average value of organizations worldwide, the other three LO aspects are above the average value. A little bit obstacles are indicating by not sufficient in reward system from people empowerment aspect, and not sufficiently implementing the acquisition, transfer and utilization of knowledge from knowledge management aspect.
The factor to be highlighted in this research that based on respondent perception result on the lower level employee, the implementation of entire five aspects of LO are below the average value and based on Marquardt classification, only organization transformation aspect and technology aspect are sufficiently implemented (fair), the three other aspects are categorized as poor. The fact that knowledge level and employee skill are not equally distributed, lack of motivation due to the reward system, lack of balance between organization need and individual need, promotion and transfer system that is not encouraging motivation, lack of scanning imperative, not match between the employee training and the skill required, and lack of leader role as a transformation leader.
The factors that are encouraging Small Tax Office of Jakarta Gambir Two as Learning Organization from the organizational perspective are modernization that performed in the changing structural form to become more flexible and functional, AR position with highly qualified human resources, remuneration system change to encourage motivation, code of ethics implementation(code of conduct in working) which will increase public image, and the implementation of high technology information system (Information System of Directorate General of Taxation). Besides, from individual perspectives are tacit (individual knowledge) which is motivated learning process, self development and better team work attitude.
Finally, to conclude that Small Tax Office of Jakarta Gambir Two as a Learning Organization has quite well implemented five aspects of Learning Organization, however from people empowerment aspect, not sufficiently implementing good reward system, and from knowledge management aspect, not sufficiently implementing the acquisition, transfer and utilization of knowledge. Regarding the lower level employee, LO implementation is not sufficient on the three aspects instead of organization transformation and technology aspect. Therefore, Small Tax Office of Jakarta Gambir Two as a Learning Organization needs some improvement in order to achieve its organization goal i.e. optimum service, performance increase and tax revenue increase, and also in order to realize its vision to become internationally standard public service agency, whether its fiscus quality as well as its management quality."
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T19455
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>