Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 49476 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Merupakan makanan yang populer di Indonesia. Pada umumnya mi dibuat dari tepung terigu dan beberapa diantaranya dari pati. Mi berbahan baku pati yang ada dipasaran antara ;lain adalah soun (dari tapioka), bihun (dari beras) dan mi gleser (dari sagu) (Purwarni dan harimurti 2005)..."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Yuda Kusumah
"Pengembangan material baja cor tahan panas HK 40 oleh industri pengecoran Iogam nasional akan menghemat devisa negara, memajukan industri pengecoran logam nasional dan memberikan nilai tambah terhadap mineral ferronickel yang ada Indonesia. Untuk mengembangkan material baja cor tahan panas HK 40 diperlukan karakterisasi sifat-sifat baja cor tahan panas tersebut, dimana salah satunya adalah Creep Rupture Life. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh temperatur terhadap creep rupture Iife dari baja tahan panas HK 40 sebagai material untuk membuat Tray pada dapur Heat Treatment yang dihubungkan dengan perubahan struktur mikro pada sampel creep rupture baja cor tahan panas HK 40.
Pengujian creep rupture dilakukan pada temperatur 600, 650, 700, 750 dan 800 °C dengan beban konstan. Pemilihan temperatur uji ini didasarkan pada reori creep dimana proses difusi pada material logam akan terjadi pada temperatur 0, 4 Tm serta pengendapan karbida pada baja cor lahan panas HK -40 terjadi pada range temperatur 600 sampai dengan 950 °C. Pengujian creep rupture ini dipercepat dengan memberikan regangan 70 % dari kekuaran luluh baja cor rahan panas HK 40. Pengujian creep rupture ini mengacu kepadq standar ASTM E 139 - 96 dimana sampel yang digunakan berdiameter 8 mm dan panjang gauge length 40 mm.
Hasil penelitian menunjukkan kecenderungan dengan semakin tingginya temperatur pengujian maka creep rupture Iife dari baja cor tahan panas HK 40 akan semakin menurun serta perubahan struktur mikro baja cor rahan panas HK 40 yang menunjukkan pengasaran endapan karbida baik pada batas butir maupun di dalam matriks austenil. Pengasaran karbida ini bertanggungjawab terhadap menurunnya creep rupture life baja cor tahan panas HK 40."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2002
S41440
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rudy Indrawan
"Salah satu proses masa pasca panen yang memegang peranan adalah pengeringan, karena pengaruhnya yang besar dalam proses penyimpanan. Atas clasar itu dibuat suatu altematif pengeringan yang dinamakan alat pengering rotari dengan menggunakan padi sebagai media yang akan dikerlngkan. Dalam tugas alzhir ini dibahas tentang analisa tingkat penguapan terhadap waktu dan analisa efisiensi thermal terhaclap variasi kecepatan udara masuk. Tujuan dari analisa ini adalah mengetahui performs. alat pengering yang sudah ada, sampai sejauh mana alat tersebut mampu melalcukan proses pengeringan sampai mencapai kandungan air yang tersisa mencapal 8 %. Beberapa metode diterapkan untuk mengetahui performa alat pengering ini yaitu dengan melakukan beberapa modiiikasi ala! pengering yang sudah ada untuk kemudian dijalankan guna mendapatkan data-data yang dibutuhkan. Modiiikasi yang dilakukan memasang alat penggerak, mengganti blower dengan fan yang mempunyai 3 (tiga) variasi kecepatan dan mengganti lengan aduk pada shaii rotary dengan menggunakan bahan yang lebih ringan (aluminium). Metode selanjutnya adalah menggunakan pengujian selama total 15 jam, dengan tiga variasi kecepatan blower masing-rnasing selama lima jam dengan menggunakan variable tetap temperatur udara masuk T in DB sebesar 50, 55, 60, 65 dan 70 °C. Setelah percobaan, didapat bahwa alat pengering yang diuji pada T in DB 50°C dan kecepatan udara masuk 2,63 mls memiliki efasiensi thermal sebesar 12,9% dc-ngan waktu pengeringan sebesar 8.57 jam dan kapasitas pengerlngannya 1,74 kg/jam untuk mencapai kandungan air yang tersisa sebesar 8%."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2003
S36215
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2000
S37196
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alfiandi Priantoso
"Proses pengeringan dilakukan untuk memperpanjang daya simpan produk, mengurangi volume dan berat produk sehingga produk tersebut lebih awet dan mudah untuk didistribusikan. Umumnya masalah yang sering terjadi adalah produk yang tidak dapat kering (lengket) akibat rendahnya temperatur glass transition serta tidak kering akibat kurangnya energi pengeringan. Selain itu temperatur pengeringan yang tinggi dapat merusak kandungan vitamin pada produk yang dihasilkan. Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah air murni dan tomat dengan penambahan 25% maltodextrin, dengan parameter pengeringan: kelembaban spesifik udara masuk 0.00763 dan 0.01213 (kg/kgda), tekanan nozzle 2 (bar), aliran bahan 0.005 dan 0.0025 (liter/menit), aliran udara pengering 17, 24, 30, 35 (m3/h).
Hasil dan analisa menyimpulkan bahwa Temperature minimum udara pengeringan pada larutan tomat lebih tinggi dibandingkan air. Temperature udara pengeringan yang paling minimum terjadi pada debit udara 35 m3/h, kelembaban spesifik 0.00763 kg/kgda, serta debit bahan 0.0025 liter/menit yaitu 360C untuk air dan 400C untuk larutan tomat. Semakin tinggi debit bahan maka semakin tinggi pula temperatur minimum udara pengeringannya. Semakin tinggi kelembaban spesifiknya maka semakin tinggi temperature minimum udara pengeringnya. Semakin rendah debit udaranya maka semakin tinggi temperature minimum udara pengeringnya.

The drying process carried out to extend the shelf life of the product, reducing the volume and weight of the product so that the product is more durable and easier to distribute. Generally, a problem that often occurs is the product that can not be dried (sticky) due to the low glass transition temperature and does not dry up due to lack of energy draining. Besides the high drying temperatures can damage the vitamins in the product. The materials used in this study is pure water and tomatoes with the addition of 25% maltodextrin, with drying parameters: inlet air specific humidity 0.00763 and 0.01213 (kg/kgda), the pressure nozzle 2 (bar), the flow of material 0005 and 0.0025 (liters/min) , the flow of air dryer 17, 24, 30, 35 (m3/h).
Results and analysis concluded that the minimum Temperature of air drying tomatoes in the solution is higher than the water. The drying air temperature minimum occurs at air discharge 35 m3/h, specific humidity 0.00763 kg/kgda, as well as the discharge of materials 0.0025 liter/menit 360C to 400C for a solution of water and tomatoes. The higher the discharge material, the higher the minimum temperature of air drying. The higher the humidity, the higher specific minimum temperature air dryer. The lower discharge air temperature, the higher the minimum air dryer.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S44355
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1997
S36851
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Melvin Emil Simanjuntak
"Tebu (Saccharum Officinarum) merupakan jenis tanaman yang dibudidayakan untuk menghasilkan gula. Luas area yang ditanami tebu di Indonesia pada 2015 adalah 445.650 ha yang menghasilkan gula kristal putih sebanyak 2.497.997 ton. Selama menghasilkan gula, akan diperoleh ampas tebu sebagai hasil samping sebanyak 35-40% yang umumnya digunakan sebagai bahan bakar dan pupuk organik. Kadar air ampas tebu sekitar 50%. Kadar air ini dapat diturunkan melalui proses pengeringan sehingga dapat meningkatkan performa pembangkit. Pengeringan yang digunakan pada penelitian ini adalah tipe rotari skala laboratorium dengan temperatur udara pengering 140, 160, 180, dan 200 C. Ampas tebu segar yang akan dikeringkan terlebih dahulu dicacah dengan ukuran sekitar 3 cm dengan massa yang sampel 100, 125 dan 150 gr. Selama proses pengeringan, massa sampel diukur setiap dua menit dan akan menghasilkan data rasio kelembaban, laju pengeringan dan perkiraan nilai kalor atas. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa laju pengeringan tercepat diperoleh dengan temperatur udara 200 C massa 100 gr. Model persamaan laju pengeringan yang terbaik adalah model polinomial full cubic. Dari sisi konsumsi energi, pengeringan akan efektif bila dilakukan hingga kadar air mencapai 10%"
Medan: Politeknik Negeri Medan, 2019
338 PLMD 22:4 (2019)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Iman
"Pengering sangat penting untuk berbagai kebutuhan di dalam bidang pertanian maupun industri. Pengering yang dibahas di sini adalah pengering sederhana yang diharapkan bisa diaplikasikan di petani kecil. Hal ini didasari karena petani kecil sering kesulitan untuk mengeringkan hasil pertaniannya apabila intensitas cahaya matahari berkurang. Salah satu jenis pengering yang dipakai adalah tipe rak. Gambaran dari tipe ini adalah bahan yang akan dikeringkan diletakkan di atas rak dan diatur dengan ketebalan tertentu kemudian udara pengering di alirkan melewati bahan tersebut. Kadar air bahan lebih tinggi daripada kadar air pengering sehingga kandungan air bahan sebagian ikut terbawa oleh udara pengering sampai mencapai kandungan uap air yang seimbang, dengan udara pengering. Bahan yang mempunyai kadar air lebih tinggi mudah diuapkan daripada kadar uap yang rendah. Sehingga selama proses pengeringan penguapan air meningkat pada awal pengering atau untuk setiap kenaikan temperatur. Analisa massa setimbang dan konstanta pengering ini dilakukan dengan membuat asumsi perhitungan terlebih dahulu kemudian dilakukan percobaan dengan gabah sebagai bahan perbandingan hasil percobaan. Dengan mengganti banyaknya batubara yang dipakai sebagai masukan diketahui bahwa semakin banyak batubara yang dipakai untuk pemanasan massa setimbang akan menurun sedangkan konstanta pengeringan akan menaik dikarenakan semakin cepat penguapan berlangsung."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2000
S37643
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdurrakhman Mukhyiddin
"Penelitian ini menggunakan suatu larutan yang akan disemprotkan melalui sistem spray dengan menggunakan uap anti pelarut karena teknik ini diyakini dapat menghasilkan partikel bulat mikro yang seragam dan proses pengeringannya yang sangat singkat. Eksperimen ini juga dilakukan pada temperature ruang dan tekanan atmosfer dimana ini berbeda dibandingkan teknik lain yang dilakukan pada tekanan yang sangat tinggi seperti Supercritical Antisolvent Precipitation (SAS). Karakteristik partikel ketika dikeringkan dengan menggunakan uap etanol antipelarut atau dengan udara panas akan dipelajari. Kemudian, kombinasi paparan antara uap etanol antipelarut dan udara panas diyakini akan mendapatkan hasil yang diinginkan dengan memperhatikan laju adsorpsi etanol (detik) dan kelembapan relatif (RH%).
Dapat dilihat pada 50 detik dengan RH 90% dan 60 detik pada RH 80%, akan menghasilkan bentuk partikel bulat mikro yang seragam. Ini mengindikasikan bahwa semakin lama laju adsorpsi pada RH% yang tinggi akan menghasilkan morfologi partikel yang diharapkan. Ukuran droplet di dapat pada rentang 25-35 µm dengan ukuran partikel ketika dikeringkan adalah 0.15–0.8 μm. Pengukuran droplet dilakukan dengan menggunakan ImageJ® yang di dapat melalui observasi mikroskop dan metode In-line holografi. Sedangkan, pengukuran partikel dianalisa dengan menggunakan SEM. Dengan kemiripan morfologi partikel yang didapatkan melalui eksperimen ini, teknik baru ini diyakini lebih menguntungkan secara ekonomis dibandingkan SAS.

The research was conducted in modified spray drying system since the technique offers uniform microspheres particles and rapid dehydration rate in very short time. This was also done in normal temperature and atmospheric pressure which is different than spray drying system conducted in high pressure like Supercritical Antisolvent Precipitation (SAS). The characteristic of particles when it is dried by ethanol vapor or by hot air will be studied. Then, the combination of drying time between ethanol vapor and hot air drying leads to the expected result by considering preferable ethanol adsorption time rate (seconds) and relative humidity (RH%).
It was observed that 50 and 60 seconds with RH 90 and 80%, respectively, will initiate better formation of microspheres particles which means, the longer time and higher RH% is the better. Furthermore, the droplets size of aqueous is in the average of 25-35μm and size of the particles is in the range of 0.15–0.8 μm. The measurement of droplet size was done by ImageJ® from microscope and In-line holography observation while the particles were measured and analysed by SEM. With similar particles morphology resulted by this research to existing process like SAS, this experiment is economically more advantageous than SAS.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S53710
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Charles Dayan
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2003
S37071
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>