Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 165263 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Shintya Desmayanti
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui resolusi konflik, kepuasan pernikahan, dan hubungan gaya resolusi konflik dengan kepuasan pernikahan. Penelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan metode kuantitatif. Alat ukur yang digunakan untuk mengukur gaya resolusi konflik adalah Rahim Organizational Conflict Inventory-II (ROCI-II) yang terdiri dari gaya penghindaran, gaya dominasi, gaya akomodasi, gaya integrasi, dan gaya kompromi. Kepuasan pernikahan diukur dengan Comprehensive Marital Satisfaction Scale (CMSS).
Hasil penelitian dari 50 orang subjek menunjukkan bahwa mayoritas menggunakan gaya resolusi resolusi konflik yang konstruktif. Tingkat kepuasan pernikahan pada subjek pada level ratarata. Pada hubungan gaya resolusi konflik dan kepuasan pernikahan ditemukan hubungan yang signifikan pada gaya dominasi, akomodasi, dan gaya integrasi dengan kepuasan pernikahan. Sedangkan pada gaya resolusi konflik penghindaran dan gaya kompromi tidak ditemukan hubungan yang signifikan dengan kepuasan pernikahan.

The purpose of this research is to find out the conflict resolution, marital satisfaction, correlation between conflict resolution and marital satisfaction in working spouses in First Phase of Marriage. This research is using quantitative methods. Conflict resolution style are measured by Rahim Organizational Conflict Inventory-II (ROCI-II), that contains of avoiding style, dominating style, accommodating style, integrating style, and compromise style. Marital satisfaction are measured by Comprehensive Marital Satisfaction Scale (CMSS).
The result from 50 subjects shows that majority using constructive conflict resolution style. Subjects marital satisfaction be in average level. Correlation between conflict resolution style and marital satisfaction show significant correlation between dominating, accommodating, and integrating style and marital satisfaction. Meanwhile, there is no significant correlation between avoiding and compromise style and marital satisfaction."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2009
303.6 SHI h
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Chrishianie
"Kepuasan pernikahan merupakan pandangan subjektif, dimana pasangan merasa puas dan terpenuhi dalam hubungan pernikahan, serta prediktor pernikahan dapat berjalan stabil dan bertahan. Resolusi konflik dinilai menjadi prediktor penting pada kepuasan pernikahan pasangan. Konflik merupakan suatu hal yang normal dan alami dari kehidupan berkeluarga, bahkan individu dapat menggunakan konflik untuk membantu hubungan menjadi lebih berkualitas, apabila konflik dapat dikelola dengan baik. Adapun, kecenderungan umum atau pola respon untuk menghadapi konflik dalam berbagai situasi dikenal dengan istilah gaya resolusi konflik.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peranan gaya resolusi dalam memprediksi kepuasan pernikahan diri sendiri maupun pasangan pada pasangan commuter marriage. Pemilihan commuter marriage sebagai fokus penelitian ini dikarenakan fenomena pasangan commuter marriage terus meningkat seiring perubahan zaman dan sudut pandang dalam pernikahan.
Responden penelitian ini berjumlah 66 pasangan suami-istri yang sedang menjalani commuter marriage. Pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini tergolong teknik convenience sampling yaitu pengambilan sampel berdasarkan kesediaan responden. Pengukuran kepuasan pernikahan menggunakan Couple Satisfaction Index (CSI) dan gaya resolusi konflik menggunakan Conflict Resolution Style Inventory (CRSI).
Analisis data menggunakan teknik Structural Equation modeling (SEM) menunjukkan hasil Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) = 0,00; Comperative Fit Index (CFI) = 1,00; dan Standarized Root Mean Square Residual (SRMR) = 0,0004. Hasil ini menunjukkan bahwa model fit, sehingga dapat disimpulkan bahwa gaya resolusi konflik dinyatakan sebagai prediktor terhadap kepuasan pernikahan pada pasangan commuter marriage.

Marital satisfaction is a subjective view, in which the couple feel satisfied and fulfilled in the marriage relationship, and the predictor of marriage stable and survive. Conflict resolution is considered to be an important predictor of partner marital satisfaction. Conflict is a normal and natural thing of marriage life, even individuals can use conflict to enriched the relationships, when conflict can be managed properly. The general trend or response pattern for dealing with conflicts in various situations is known as conflict resolution.
This study aims to determine the effect of conflict resolution styles in predicting of marital satisfaction in commuter marriage couple. The selection of commuter marriage as the focus of this research is due to the commuter marriage couple's phenomenon keeps increasing with the changing of time and point of view in marriage.
Respondents of this study consisted of 66 couples who are undergoing commuter marriage. Sampling used in this research pertained convenience sampling technique that is sampling based on the willingness of respondents. Measurement of marital satisfaction using Couple Satisfaction Index (CSI) and conflict resolution style using Conflict Resolution Style Inventory (CRSI).
Data analysis using Structural Equation modeling (SEM) technique showed Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) = 0,00; Comperative Fit Index (CFI) = 1.00; and Standarized Root Mean Square Residual (SRMR) = 0.0004. These results indicate that the model fit, so it can be concluded that the conflict resolution style is a significant predictor of marital satisfaction in the commuter marriage couple.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2018
T51019
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hersa Aranti
"Human value atau nilai yang penting bagi individu merupakan faktor mendasar yang dapat mempengaruhi individu tersebut dalam menilai suatu hal di kehidupannya. Penelitian ini ingin melihat hubungan antara human value (self-enhancement, self-transcendence, openness to change, dan conservation) dan kepuasan pernikahan pada generasi X sebagai generasi dengan angka perceraian yang lebih rendah dibandingkan dengan generasi Y di Indonesia. Di sisi lain, salah satu faktor yang dapat mempengaruhi hubungan tersebut dan merupakan faktor signifikan yang berkontribusi dalam kepuasan pernikahan adalah strategi resolusi konflik. Penelitian ini pun ingin melihat peran strategi resolusi konflik dalam hubungan antara human value dan kepuasan pernikahan. Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah QMI (Norton, 1983), PVQ (Schwartz dkk., 2001), dan CRSI (Kurdek, 1994) dan teknik statistik multiple regression digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian. Dari 225 partisipan (67 laki-laki, 188 perempuan, M=47,03, SD 5,403), ditemukan bahwa self-transcendence dan openness to change berkorelasi secara positif dengan kepuasan pernikahan, self-enhancement berkorelasi secara negatif dengan kepuasan pernikahan, dan interaksi antara positive problem solving dan conservation berkorelasi dengan kepuasan pernikahan.

Human value or values that are important for individuals are fundamental factors that can influence their assessment of a matter in their lives. This study wants to test the relationship between human values (self-improvement, self-transcendence, openness to change, and conservation) and marriage satisfaction in generation X as a generation with a lower divorce rate compared to generation Y in Indonesia. On the other hand, one of the factors that can influence this relationship and is a significant factor that contributes to marital satisfaction is a conflict resolution strategy. This study also wants to test the role of conflict resolution strategies in the relationship between human value and marital satisfaction. The research instruments used in this study were QMI (Norton, 1983), PVQ (Schwartz et al., 2001), and CRSI (Kurdek, 1994) and multiple regression technique were used to answer research questions. Of the 225 participants (67 men, 188 women, M = 47.03, SD 5.403), it was found that self-transcendence and openness to change have positive relationship with marital satisfaction, self-enhancement has negative relationship with marital satisfaction, while relationship between positive problem solving and conservation correlates with marital satisfaction.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
T55221
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amelia Safitri
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara setiap gaya resolusi konflik dengan penyesuaian pernikahan pada dewasa muda. Gaya resolusi konflik adalah sekelompok perilaku yang digunakan seseorang dalam menghadapi konflik. Menurut Kurdek (1994) terdapat empat gaya resolusi konflik, yaitu pemecahan masalah secara positif, keterlibatan dalam konflik, menghindar, dan mengalah. Spanier (1976) mendefinisikan penyesuaian pernikahan sebagai suatu proses yang berlangsung terus menerus, dengan suatu dimensi yang bersifat kualitatif, yang berkisar dari penyesuaian yang baik hingga penyesuaian yang buruk, dan dapat dievaluasi pada suatu waktu tertentu.
Dalam penelitian ini, gaya resolusi konflik diukur menggunakan adaptasi dari Conflict Resolution Style Inventory (CRSI) yang disusun oleh Kurdek, sedangkan penyesuaian pernikahan diukur menggunakan adaptasi dari Dyadic Adjustment Scale (DAS) yang disusun oleh Spanier. Kedua alat ukur ini diadministrasikan kepada 76 orang dewasa muda yang berstatus menikah, dengan usia pernikahan maksimal 10 tahun. Partisipan dalam penelitian ini terdiri dari 28 pria dan 48 wanita.
Dari penelitian ini, ditemukan bahwa gaya resolusi konflik pemecahan masalah secara positif memiliki hubungan positif yang signifikan dengan penyesuaian pernikahan. Gaya resolusi konflik keterlibatan dalam konflik dan menghindar memiliki hubungan negatif yang signifikan. Kemudian tidak terlihat adanya hubungan yang signifikan antara gaya resolusi konflik mengalah dengan penyesuaian pernikahan.

The objective of this research is to find the correlation between each conflict resolution style with marital adjustment in young adult. Conflict resolution style refers to clusters of behaviour that people use in managing conflicts. According to Kurdek (1994) there are four conflict resolution styles; positive problem solving, conflict engagement, withdrawal, and compliance. Spanier (1976) defined marital adjustment as an ever-changing process with a qualitative dimension which can be evaluated at any point in time on a dimension from well adjusted to maladjusted.
In this research, conflict resolution style was measured by adaptation of Conflict Resolution Style Inventory (CRSI) created by Kurdek, and marital adjustment was measured by adaptation of Dyadic Adjustment Scale (DAS) created by Spanier. These two inventories was administered to 76 young adult that were married, and their maximum marriages age were 10 years. The participants consisted of 28 men and 48 women.
This research found that there was a positive correlation between positive problem solving and marital adjustment. Conflict engagement and withdrawal were negatively correlate to marital adjustment. Then, there was not any significant correlation between compliance and marital adjustment."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2008
306.81 SAF h
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rintis Mulyani
"ABSTRACT
Perceraian marak terjadi di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Data statistik dari Pengadilan Tinggi Agama PTA Jakarta, 72 kasus perceraian tersebut diajukan oleh istri. Isu utama yang diajukan para istri adalah karena mereka tidak puas secara ekonomi. Istri yang merasa tidak puas terhadap kondisi finansialnya menjadi pemicu banyaknya konflik yang dapat mempengaruhi kepuasan pernikahan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara stres finansial dan kepuasan pernikahan pada istri bekerja di Jabodetabek. Pertanyaan utama pada penelitian ini adalah apakah terdapat hubungan negatif yang signifikan antara stres finansial dan kepuasan pernikahan pada istri bekerja di Jabodetabek. Desain penelitian ini adalah kuantitatif dan termasuk cross-sectional study. Partisipan dalam penelitian ini berjumlah 133 istri yang bekerja dan tinggal di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Metode pengumpulan data menggunakan kuesioner InCharge Financial Distress/Financial Well-Being Scale untuk mengukur stres finansial dan Couple Satisfaction Index untuk mengukur kepuasan pernikahan. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya hubungan negatif yang signifikan antara stres finansial dan kepuasan pernikahan. Artinya, semakin tinggi stres finansial berkorelasi dengan semakin rendahnya kepuasan pernikahan. Hal ini dapat terjadi karena stres finansial yang tinggi memicu masalah dan kesehatan mental yang buruk. Kesehatan mental yang buruk membuat interaksi dengan pasangan menjadi terganggu, memicu marital distress, dan berujung pada rendahnya kepuasan pernikahan.

ABSTRACT
Divorce is much happens in Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, and Bekasi. Statistical data from Pengadilan Tinggi Agama PTA Jakarta, 72 divorce cases filed by wife. The main issue that wives propose is because they are not economically satisfied. Wives who are not satisfied with the financial condition become the triggers many conflicts that can affect marital satisfaction. This study was conducted to determine the relationship between financial stress and marital satisfaction among working wives in Jabodetabek. The main question in this study is whether there is a significant negative relationship between financial stress and marital satisfaction among working wives in Jabodetabek. The design of this study was quantitative and included a cross sectional study. Participants in this study were 133 working wives who lived in Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, and Bekasi. Methods of data collection using InCharge Financial Distress Financial Well Being Scale to measure financial stress and Couple Satisfaction Index to measure marital satisfaction. The results showed a significant negative relationship between financial stress and marital satisfaction. That is, the higher the stress correlates with the lower the satisfaction of marriage. This can happen because high financial stress leads to problems and poor mental health. Poor mental health makes interaction with spouse disturbed, triggering marital distress, and resulting low marital satisfaction."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yulinda Nur Hajizah
"Pasangan yang menikah pasti mengharapkan kebahagiaan dalam pernikahannya dan berharap pernikahannya berjalan memuaskan. Namun, faktanya tidak semua pasangan bisa merasakan sebuah pernikahan dengan keadaan bahagia dan memuaskan. salah satu faktor yang diduga dalam menentukan kepuasan pernikahan adalah komunikasi. Komunikasi yang ada dalam sebuah pernikahan merupakan komunikasi yang unik karena terjadi pada dua orang yang terlibat dalam hubungan yang intim. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara komunikasi intim dengan kepuasan pernikahan pada masa pernikahan 2 tahun pertama. Penelitian ini menggunakan 100 partisipan yang terdiri dari 50 laki-laki dan 50 perempuan dengan karakteristik masa pernikahan 2 tahun pertama yang ada di daerah jabodetabek. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan perhitungan korelasi untuk mengetahui hubungan diantara kedua variabel tersebut. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara komunikasi intim dan kepuasan pernikahan.

A married couple would expect happiness in marriage and hoped his marriage work satisfactorily. However, the fact that not all couples can feel a marriage with a state of happiness and satisfaction. One factor in determining the satisfaction of the alleged marriage is communication. Communication in a marriage is a unique communication because it happened to two people involved in intimate relationships. This study aims to look at the relationship between intimate communication with marital satisfaction during the first 2 years of marriage. The study involved 100 participants consisting of 50 male and 50 female with the characteristics marriage age two the first year in the Greater Jakarta area. This quantitative research study using a correlation calculation determine the correlation between two variables. The finding showed a significant correlation intimate communication with marital satisfaction."
Depok: Fakultas Ilmu Psikologi Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fadhilah Eryananda
"Kepuasan pernikahan berperan penting dalam kehidupan. Sebelum menjadi pasangan suami istri, individu memiliki faktor personal yang dibawa dan mempengaruhi dinamika pernikahan dan bagimana pandangan individu terkait pernikahannya. Penelitian ini akan melihat apakah human values sebagai faktor personal dapat secara signifikan mempengaruhi kepuasan pernikahan, lebih lanjut juga melihat apakah jenis strategi resolusi memoderasi pengaruh human values terhadap kepuasan pernikahan. Sebanyak 329 partisipan yang merupakan generasi Y dan sudah menikah selama 1 tahun terlibat dalam penelitian ini. Setiap partisipan diminta untuk mengisi Portrait Values Questioner (PVQ), Conflict Resolution Inventory (CRI) dan Quality Marriage Index (QMI).
Hasil penelitian ini menemukan bahwa human values merupakan prediktor yang signifikan terhadap kepuasan pernikahan, dimana nilai self-enhancement dan openness to change memiliki hubungan negatif terhadap kepuasan pernikahan (B= -3.253, p.01; B=-1.802, p.01) sementara nilai selftranscendence (B=5.789, p.01) memiliki hubungan positif terhadap kepuasan pernikahan. Selain itu juga ditemukan jenis strategi resolusi positive problem solving memoderasi hubungan self-transcendence dan kepuasan pernikahan (B=-0.448, p05). Hasil penelitian ini bermanfaat untuk praktisi psikolog dan calon pasangan suami istri agar dapat mempertimbangkan peran human values dan melatih teknik positive problem solving. Penelitian lanjutan dapat dilakukan dengan melibatkan pasangan atau pada populasi bercerai untuk melihat peran nilai dan strategi resolusi konfliknya.

Marriage satisfaction plays an important role in life. Before becoming a husband and wife, individuals have personal factors that are brought and influence the dynamics of marriage and how the individual views related to marriage. This study purpose to found out whether human values as a personal factor can significantly influence marital satisfaction, and also look at whether the type of conflict resolution strategy moderates the influence of human values on marital satisfaction. A total of 329 participants who were generation Y and had been married for at least a year were involved in this study. Each participant was asked to fill in the Portrait Values Questioner (PVQ), Conflict Resolution Inventory (CRI) and Quality Marriage Index (QMI).
The results of this study found that human values are a significant predictor of marital satisfaction, where self-enhancement and openness to change values have a negative relationship with marital satisfaction (B = -3,253, p .01; B = -1.802, p .01 ) while the value of self-transcendence (B = 5.789, p .01) have positive relationship with marital satisfaction. It also found positive problem solving strategies moderate the relationship between self-transcendence and marital satisfaction (B = -0.448, p .05). The results of this study are useful for practitioners and potential couples to consider the role of human values and practice positive problem solving techniques. Further research can be done by involving partners or divorced populations to see the role of values and conflict resolution strategies.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
T55218
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadia Luthfi Khairunnisa
"Kepuasan perkawinan dan strategi resolusi konflik menjadi faktor penting yang menentukan perkawinan dapat bertahan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan strategi resolusi konflik dalam memprediksi kepuasan perkawinan pada tiga kelompok durasi perkawinan yaitu perkawinan lima tahun pertama, perkawinan pada durasi 5-15 tahun dan perkawinan di atas lima belas tahun khususnya pada perempuan. Penelitian ini dikhususkan pada partisipan perempuan dalam tiga rentang waktu dikarenakan pada setiap durasi perkawinan memiliki konflik yang berbeda dan hal tersebut mempengaruhi kepuasan perkawinan. Selama melewati tahapan perkembangan keluarga, ternyata pria tidak mengalami perubahan pola kepuasan perkawinan, sementara perempuan mengalami perubahan di setiap fasenya. Responden penelitian ini berjumlah 651 perempuan yang sedang menjalani perkawinan pertama. Pengambilan sampel yang digunakan menggunakan teknik convenience sampling yaitu pengambilan berdasarkan kesediaan responden. Pengukuran kepuasan perkawinan mengunakan alat ukur Quality Marital Inventory (QMI) dan strategi resolusi konflik menggunakan Conflict Resolution Style Inventory (CRSI). Hasil penelitian dari 651 orang partisipan menunjukan bahwa tidak ada perbedaan kepuasan perkawinan di ketiga kelompok durasi perkawinan. Terdapat perbedaan penggunaan strategi resolusi konflik dimana conflict engagement lebih sering digunakan oleh kelompok perkawinan lima tahun pertama dan compliance lebih sering digunakan pada kelompok perkawinan di atas lima belas tahun. Sedangkan untuk analisis regresi terkait prediksi antara strategi resolusi konflik dan kepuasan perkawinan, ditemukan bahwa strategi resolusi konflik positive problem solving, conflict engagement, withdrawl dapat memprediksi kepuasan perkawinan pada ketiga kelompok durasi perkawinan. Sedangkan strategi resolusi konflik compliance tidak dapat memprediksi kepuasan perkawinan di setiap kelompok.

Conflict Resolution Style Inventory (CRSI). The results of this study showed that there were no differences marital satisfaction in three categories duration of marriage. There are differences in use of conflict resolution strategies where conflict engagement is more often used in duration marriage less than five years and compliance is more often used in duration marriage over fifteen years. There is a significant correlation between positive problem solving, conflict engagement, and withdrawal to marital satisfaction. Meanwhile compliance no significant correlation between marital satisfaction."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ni Putu Mayda Anggarini Artana
"ABSTRAK
Tak sedikit individu yang menaruh harapan besar bahwa pernikahan akan
membawa kebahagiaan pada dirinya. Namun seringkali terdapat
ketidaksesuaian pemikiran individu mengenai pernikahan dengan kenyataan
yang dihadapi, sehingga individu merasa tidak puas pada pernikahannya.
Pemikiran akan pernikahan tersebut berkembang menjadi beliefs atau yang
lebih dikenal sebagai relationship beliefs. Penelitian sebelumnya menyatakan
bahwa beliefs yang tidak realistis pada pasangan dan tidak sesuai dengan
kenyataan yang dihadapi, akan menyebabkan penurunan kepuasan pernikahan
individu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara
relationship beliefs khususnya dysfunctional relationship beliefs dengan
kepuasan pernikahan pada suami atau istri. Sebanyak 174 suami dan 173 istri
berpartisipasi dalam penelitian ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
terdapat hubungan negatif yang signifikan antara relationship beliefs suami atau
istri dengan kepuasan pernikahan suami atau istri. Selain itu, diketahui hasil
bahwa dimensi relationship beliefs yaitu sexes are different, merupakan
dimensi yang paling berkontribusi terhadap kepuasan pernikahan. Hal ini terjadi
karena budaya kolektivis yang dianut masyarakat Indonesia serta faktor
demografis yaitu jumlah anak yang memengaruhi hasil penelitian.
ABSTRACT
Many individuals have high expectation that marriage will bring happiness to
them. But, sometimes what they think do not resemble the reality, and they tend
to feel dissatisfy with their marriage. Their thought can develop into beliefs or
commonly known as relationship beliefs. Previous studies showed that
unrealistic beliefs to their spouse or inconsistency between beliefs and reality,
will decrease their marital satissfaction. This study is aimed to investigate the
correlation between relationship beliefs and marital satisfaction among married
men and women. There are 174 husbands and 173 wives who participated in
this research. The results show that there is significant negative correlation
between relationship beliefs and marital satisfaction. The other results show that
relationship beliefs?s subscale ?sexes are different?, is significantly strongest
endorsement of marital satisfaction. This condition occurred because of
collectivism in Indonesia?s people and demographic factor is number of
children that contributed to this study results"
2016
S62867
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizqika Rahmadini
"Meningkatnya jumlah wanita yang bekerja dapat mengarah kepada kondisi dual-earner family, di mana suami dan istri sama-sama bekerja. Istri dalam dual-earner family menghadapi konflik peran yang disebut dengan Work-Family Conflict. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara Work-Family Conflict dengan kepuasan pernikahan pada istri dalam dual-earner family. Variabel Work-Family Conflict dan kepuasan pernikahan diukur dengan menggunakan Work-Family Conflict Scale WFCS dan Couple-Satisfaction Index-16 CSI-16 . Terdapat 181 partisipan wanita di dalam penelitian ini dengan kriteria; berusia 20 hingga 60 tahun, pendidikan minimal SMA, telah bekerja di tempat yang sama selama minimal 1 tahun dan merupakan pegawai yang bekerja secara penuh, memiliki suami yang juga bekerja, serta bekerja di wilayah Jabodetabek. Analisis korelasi Pearson menunjukkan bahwa Work-Family Conflict berhubungan negatif secara signifikan dengan kepuasan pernikahan r = -0.346.

The increasing number of working women may lead to a dual earner family condition, where both husband and wife are working. Wives from dual earner families face a role conflict called Work Family Conflict. This research was conducted to examine the relationship between Work Family Conflict and and wives rsquo marital satisfaction in dual earner families. Work Family Conflict and marital satisfaction variable were measured using Work Family Conflict Scale and Couple Satisfaction Index 16, respectively. There were 181 female participants in this study with these following characteristics 20 60 years, at least a high school graduate, working in the same place at least for 1 year as a full time employee, having a working husband, and working in Jabodetabek area. Pearson correlation analysis showed that Work Family Conflict was significantly correlated with marital satisfaction r 0.346."
Depok: Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>