Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 150923 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Damanik, Mita Fauziah
"Latar belakang masalah : Oklusi merupakan salah satu faktor penting yang dipertimbangkan dalam konstruksi gigi tiruan. Oleh karena itu perlu diperhatikan hubungan gigi geligi yang terjadi selama posisi sentrik dan eksentrik. Ada tiga hubungan gigi geligi saat gerakan excursive dan fungsional mandibula, yaitu oklusi seimbang, group function dan cuspid protected.
Tujuan : Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh data distribusi frekuensi ketiga tipe
oklusi tersebut pada mahasiswa program akademik Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia tahun 2005-2008 yang dilakukan pada bulan Oktober sampai November 2008 di FKG UI.
Metode : Desain penelitian ini bersifat deskriptif dengan jumlah subjek sebanyak 78 orang yang diambil secara purposive sampling, berusia 17-23 tahun, yang terdiri dari 68 wanita dan 10 pria. Penilaian tipe oklusi subjek dilakukan secara visual.
Hasil : Dari 78 subjek, diperoleh 4 subjek (5%) memiliki tipe oklusi seimbang, 66 subjek (85%) memiliki tipe group function, 3 subjek (4%) memiliki tipe cuspid protected, dan 5 subjek (6%) tidak termasuk ke dalam ketiga tipe oklusi tersebut.
Kesimpulan : Mahasiswa program akademik Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia tahun 2005- 2008 dengan tipe oklusi group function memiliki jumlah paling banyak yaitu lebih dari setengahnya, diikuti dengan tipe oklusi seimbang dan cuspid protected.

Background : Occlusion is one of the important factor to be considered in denture construction. Thus, it requires to understand the relationship of the teeth in centric and eccentric positions. There are three types of the relationship of the teeth on functional and excursive movement : balanced occlusion, group function and cuspid protected.
Objective : This study was done to collect the data of distribution three types of occlusions on preclinical dental students of University of Indonesia, on October until November 2008 in Faculty of Dentistry.
Method : The study design was descriptively on 78 subjects aged 17-23 years old, consists of 68 female and 10 male, which was taken by purposive sampling. The type of occlusion was assessed visually.
Result : From 78 subjects, 4 subjects (5%) had balanced occlusion, 66 subjects (85%) had group function occlusion, 3 subjects (4%) had cuspid protected occlusion, and the rest which not included to those types of occlusion was 5 subjects (6%).
Conclusion : The majority type of occlusions on preclinical dental students of University of Indonesia class 2005- 2008 was group function, followed by balanced occlusion and cuspid protected."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Helvira Oktami
"Latar Belakang: Mobilitas gigi atau kegoyangan gigi dapat disebabkan oleh kekuatan oklusal yang melebihi batas fisiologis periodonsium. Ketika gigi beroklusi akan menghasilkan kekuatan oklusal. Terdapat tiga tipe oklusi saat gerakan lateral mandibula, yaitu oklusi seimbang, group function, dan cuspid protected.
Tujuan: Mengetahui hubungan antara oklusi seimbang, group function, dan cuspid protected dengan mobilitas gigi; dan mengetahui tipe oklusi yang banyak menyebabkan mobilitas gigi.
Metode: Penelitian analitik observasional dengan rancangan cross-sectional. Subjek penelitian adalah mahasiswa program akademik FKG UI angkatan 2005-2008 yang berusia 17-23 tahun sebanyak 78 orang yang diambil secara purposive sampling. Analisis statistik secara univariat berupa distribusi masing-masing variabel, dan secara bivariat berupa uji Fisher.
Hasil: Uji Fisher menunjukkan tidak terdapat hubungan antara oklusi seimbang, group function, dan cuspid protected dengan mobilitas gigi (p > 0,05). Statistik deskriptif belum dapat membuktikan tipe oklusi yang banyak menyebabkan mobilitas gigi.
Kesimpulan: Tidak terdapat hubungan antara oklusi seimbang, group function, dan cuspid protected dengan mobilitas gigi pada mahasiswa program akademik Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia Angkatan 2005-2008. Dan tidak dapat membuktikan bahwa oklusi seimbang banyak menyebabkan mobilitas gigi.

Background: Tooth mobility or tooth looseness can result from occlusal forces which overload the limit of periodontal physiologic. When teeth occlude, it will result in occlusal forces. There are three types of occlusion during lateral movement of the mandible; balanced occlusion, group function, and cuspid protected.
Objective: To identify the relationship between balanced occlusion, group function, and cuspid protected with the tooth mobility; and to identify the type of occlusion which is the most causing the tooth mobility.
Method: This research is observational analysis using cross-sectional study. The subjects are 78 preclinical dental students from University of Indonesia Class 2005-2008, aged 17-23 years old which were taken by purposive sampling. Univariate statistical analysis is distribution of each variables, and bivariate statistical analysis is using Fisher test.
Result: Fisher test showed that there was no relationship between balanced occlusion, group function, and cuspid protected with the tooth mobility (p > 0,05). Descriptive statistic was not able to prove the type of occlusion which is the most causing the tooth mobility.
Conclusion: There was no relationship between balanced occlusion, group function, and cuspid protected with the tooth mobility on preclinical dental student from University of Indonesia Class 2005-2008. And, there is no evidence that balanced occlusion is the most causing the tooth mobility."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Reni Nofika
"Latar Belakang: Keausan gigi adalah kehilangan struktur gigi yang terjadi bukan karena proses karies. Salah satu tipe keausan gigi yaitu atrisi. Atrisi terjadi akibat adanya kontak gigi ke gigi (oklusi) seperti saat mastikasi. Terdapat tiga tipe oklusi saat gerakan lateral mandibula yaitu oklusi seimbang, group function, dan cuspid protected.
Tujuan: Mengetahui hubungan antara oklusi seimbang, group function, dan cuspid protected dengan keausan gigi dan mengetahui tipe oklusi yang banyak menyebabkan keausan gigi.
Metode: Penelitian analitik observasional dengan rancangan cross sectional. Subjek penelitian adalah 78 mahasiswa program akademik FKG UI angkatan 2005-2008 yang berusia 17-23 tahun yang diambil secara purposive sampling. Analisis statistik secara univariat berupa distribusi masing-masing variabel dan secara bivariat berupa uji Fisher.
Hasil: Uji Fisher menunjukkan tidak terdapat hubungan antara oklusi seimbang, group function, dan cuspid protected dengan keausan gigi (p > 0,05). Statistik deskriptif belum dapat membuktikan tipe oklusi yang banyak menyebabkan keausan gigi.
Kesimpulan: Tidak terdapat hubungan antara oklusi seimbang, group function, dan cuspid protected dengan keausan gigi pada mahasiswa program akademik Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia angkatan 2005-2008. Dan tidak dapat membuktikan bahwa oklusi seimbang banyak menyebabkan keausan gigi.

Background: Tooth wear is the non-carious loss of tooth structure. One of the type of the tooth wear is attrition. The attrition results from tooth to tooth contact (occlusion) such as during mastication. There are three types of occlusion during lateral movement of the mandible are balanced occlusion, group function, and cuspid rotected.
Objective: To identify the relationship between balanced occlusion, group function, and cuspid protected with the tooth wear and to identify the type of occlusion which is the most causing the tooth wear.
Method: This research is observational analysis using cross-sectional study. The subjects are 78 preclinical dental students from University of Indonesia Class 2005-2008, aged 17-23 years old which were taken by purposive sampling. Univariate statistical analysis is distribution of each variables and bivariate statistical analysis is using Fisher test.
Result: Fisher test showed that there was no relationship between balanced occlusion, group function, and cuspid protected with the tooth wear (p > 0,05). Descriptive statistic was not been able to prove the type of occlusion which is the most causing the tooth wear.
Conclusion: There was no relationship between balanced occlusion, group function, and cuspid protected with tooth wear on preclinical dental student from University of Indonesia Class 2005-2008. And, there is no evidence that balanced occlusion is the most causing the tooth wear."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
"Occlusal vertical dimension of full denture's patient should be determined correctly to achieve an optimal result in function including aesthetic aspect of the denture. Differences of occlusal vertikal dimension may influence the strength of musculus masseter and temporalis contraction. Electromyography could showed isometric contraction of both musculus. The aim of this study was to evaluate the influence of different occlusal vertikal dimension to the contraction of both musculus. Denture base: occlusal rims and Electromyography. Neuropack MEM-7132 K (NIHON-KOHDEN) with evaluation program software Lab View 4.1. were used. A quasi experiment was done on patient chosen at Prosthodontics Clinics Faculty of Dentistry University of Indonesia age range from 50-72 years old who need full denture. Occlusal vertical dimension was determined contraction of musculus masseter and temporalis were measured using EMG. Data were analysed using One Way (ANOVA) with 95% different or p<0.05. The result showed that at the proper occlusal vertical dimension, the strength of the musculus masseter and temporalis was the highest in the comparison to the higher and lower occlusal vertical dimension. It can be concluded that occlusal vertical dimension has significant influence to muscle contraction especially musculus masseter superficial and musculus temporalis anterior."
Journal of Dentistry Indonesia, 2003
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Vicky Novita Mulya
"Karies merupakan salah satu komplikasi yang umumnya terjadi pada gigi impaksi. Penelitian yang membahas mengenai distribusi frekuensi karies pada gigi impaksi sudah banyak dilakukan di berbagai negara, namun di Indonesia masih sedikit. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai distribusi frekuensi karies pada gigi molar tiga kelas IA di Rumah Sakit Khusus Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. Jenis penelitian ini adalah studi deskriptif yang bersifat retrospektif dengan sampel penelitian berupa data sekunder yang diperoleh dari kartu status pasien RSKGM FKGUI periode Januari 2010-Juli 2013.
Dari penelitian ini didapatkan hasil bahwa prevalensi impaksi molar tiga bawah kelas IA sebesar 42,5% dari 496 kasus impaksi molar tiga bawah. Rasio laki-laki : perempuan yang mengalami impaksi molar tiga kelas IA adalah 1:1,7. Mayoritas pasien berusia 17-35 tahun dan kebanyakan berasal dari suku Jawa (44,1%). Sebanyak 23,2% pasien mengalami karies pada gigi impaksinya dan umumnya terjadi pada impaksi mesioangular (17,2%). Permukaan oklusal merupakan daerah yang paling rentan terhadap terjadinya karies baik pada impaksi mesioangular, vertikal, horizontal, maupun transverse, yaitu sebanyak 59,6%.

Caries is one of the complications commonly arise in impacted teeth. Studies concerning frequency distribution of caries in impacted third molar are widely available in several countries, but not in Indonesia. This study aims to get information regarding frequency distribution of caries in class IA impacted third molar among patients of Rumah Sakit Khusus Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. Research was done using retrospective descriptive study through observation of patient’s status cards at RSKGM FKGUI from January 2010 to July 2013.
The results indicate that prevalence of class IA impacted third molar is 42.5% out of 496 cases of all impacted mandibular third molar. Gender ratio of male to female is 1: 1.7, whereas the majority of the patients are aged 17-35 years old and of Javanese origins (44.1%). Some patients have caries in their impacted third molar (23.2%), especially in mesioangular impaction (17.2%). Occlusal surface accounts for the most susceptible site to caries in class IA impacted third molar (59.6%) in all mesioangular, vertical, horizontal and transversal impaction.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Moza Permatasari Mustafa
"Latar Belakang: Perkembangan ilmu pengetahuan menghasilkan banyak pilihan material restorasi untuk perawatan gigi tiruan cekat. Perkembangan ilmu pengetahuan menghasilkan banyak pilihan material restorasi untuk perawatan gigi tiruan cekat, namun di Indonesia material-material kedokteran gigi estetik belum menjadi standar pendidikan kedokteran gigi umum. Hal ini dapat memungkinkan mempengaruhi keputusan dalam memilih material untuk restorasi gigi tiruan cekat, terkecuali mahasiswa yang rutin mengikuti seminar mengenai pengembangan material-material restorasi terbaru. Tujuan: Mengetahui pemilihan material restorasi untuk perawatan gigi tiruan cekat berdasarkan letak gigi yang akan direstorasi dan penempatan margin preparasi servikal oleh mahasiswa Profesi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. Metode Penelitian: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan desain potong lintang menggunakan alat ukur kuesioner mencangkup pertanyaan demografis dan pemilihan material sesuai skenario yang diberikan. Pengambilan data dilakukan dengan teknik purposive sampling dan kuesioner dibagikan kepada mahasiswa Profesi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia yang memenuhi kriteria inklusi. Pengolahan data dilakukan secara deskriptif untuk melihat proporsi pemilihan material restorasi oleh responden. Hasil Penelitian: Material porcelain-fused-to-metal (PFM) menjadi material yang dengan proporsi untuk perawatan pada mahkota tiruan penuh dan gigi tiruan jembatan (33,6 s.d. 77,3%) diikuti dengan material porcelain-fused-to-zirconia (PFZ) (2,7 s.d. 38,2%). Kesimpulan: Sebagian besar responden memilih material porcelain-fused-to-metal (PFM) menjadi pilihan mayoritas responden untuk perawatan mahkota tiruan penuh dan gigi tiruan jembatan diikuti oleh porcelain-fused-to-zirconia (PFZ).

Background: The development of science has resulted in many choices of restorative materials for the treatment of FDP, but in Indonesia, aesthetic dentistry materials have not yet become the standard for general dental education. This can possibly influence decisions in choosing materials for FDP restorations, except maybe for students who regularly attend seminars on the development of new restorative materials. Objective: To determine the selection of restorative materials for FDP treatment based on the location of the teeth to be restored and the placement of cervical preparation margins by students of the Faculty of Dentistry, Universitas Indonesia. Methods: This study is a descriptive cross-sectional study using a questionnaire measuring instrument including demographic questions and material selection according to the given scenario. Data were collected using purposive sampling technique and questionnaires were distributed to students of the Faculty of Dentistry, Universitas Indonesia who met the inclusion criteria. Data processing was carried out descriptively to see the proportion of the respondent's selection of restoration materials. Result: Porcelain-fused-to-metal (PFM) material was the material with highest proportions for treatment of full denture crowns and bridge dentures (33.6 to 77.3%) followed by porcelain-fused-to-zirconia (PFZ) materials (2.7 to 38.2). %). Conclusion: The majority of respondents chose porcelain-fused-to-metal (PFM) as a material of choice for most of respondents for the treatment of crowns and bridges dentures followed by porcelain-fused-to-zirconia (PFZ).
"
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Intan Detrianis Syafaaturrachma
"ABSTRAK
Tujuan: Mengetahui Sikap Mahasiswa Kedokteran dan Kedokteran Gigi Universitas Indonesia terhadap Kolaborasi dalam Praktik Kedokteran dan Kedokteran Gigi. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan desain cross sectional menggunakan kuesioner yang dilakukan pada mahasiswa yang terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Kedokteran Gigi Universitas Indonesia angkatan 2013-2017. Kuesioner terdiri dari 8 pertanyaan yang dirancang untuk mendapatkan sikap mahasiswa mengenai kolaborasi antara praktik kedokteran dan kedokteran gigi. Mahasiswa juga ditanya mengenai kesadaran terhadap kolaborasi antara kedokteran gigi dan kedokteran. Hasil: sebanyak 1.432 kuesioner didistribusikan dan terdapat 1.137 79.39 kuesioner yang valid.Rata-rata skor sikap terhadap kolaborasi SD dilihat dari 8 item pertanyaan adalah 6.98 1.252 . Terdapat perbedaan signifikan dalam skor rata-rata sikap antara responden yang setuju n=752 atau yang tidak setuju n=385 bahwa mahasiswa kedokteran seharusnya menjalani rotasi di kedokteran gigi 7.65 0.72 vs. 5.68 1.03; p < 0.001 .Kesimpulan: Dalam penelitian ini, mahasiswa kedokteran dan kedokteran gigi pada umumnya menunjukkan sikap yang baik terhadap kolaborasi antara praktik kedokteran dan kedokteran gigi di Universitas Indonesia. Hal ini merupakan pondasi penting untuk mendorong kolaborasi dokter dan dokter gigi, yang penting dalam meningkatkan efisiensi sumber daya dan standar perawatan pasien.Kata kunci: Kolaborasi kedokteran dan kedokteran gigi, Sikap
ABSTRACT
Objective this study aimed to invesigate the attitude of medical and dental students of University Indonesia about collaboration between medical and dental practice. Methods this study is a descriptive study with cross sectional design using questionnaires conducted on students who are registered as astudents of Faculty of Medicine and Dentistry Universitas Indonesia batch 2013 2017. The questionnaire contained 8 questions designed to elicit their attitudes about the collaboration between medical and dental practice. Students were also asked about their awareness of the collaboration between dentistry and medicine. Results A total of 1.432 questionnaires were distributed and 1.137 79.39 were returned. Their mean attitude score SD towards medical dental collaboration derived from these 8 items was 6.98 1.252 . There is a significant difference in the mean attitude score between respondents who did n 752 or did not agree n 385 that medical students should have a rotation in dentistry 7.65 0.72 vs. 5.68 1.03 p 0.001 .Conclusion In this study, the medical and dental students in general demonstrated a good attitude of the collaboration between medical and dental practice in University Indonesia. This established an essential foundation for fostering medica dental collaboration, which is vital to improving resource efficiency and standards of care. "
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Obed Timotius
"Latar belakang: Stres merupakan suatu gangguan mental dan emosional yang disebabkan oleh berbagai faktor eksternal. Stres kronis dapat mengakibatkan burnout. Stres dan burnout yang terjadi tidak hanya dapat memengaruhi kondisi mental, tetapi juga dapat mengganggu kesehatan fisik, seperti asma, gangguan kardiovaskuler, dan psikodermatologi. Stres juga dapat berdampak pada nafsu dan pola makan seseorang karena berkaitan dengan gangguan hormonal. Berbagai penelitian mengenai stres, burnout, dan pola makan terhadap mahasiswa pascasarjana kedokteran gigi telah dilakukan di berbagai negara. Akan tetapi, penelitian terkait topik ini masih sangat terbatas di Indonesia. Tujuan: Untuk mengetahui stres, burnout, dan pola makan pada mahasiswa pascasarjana FKGUI. Metode: Penelitian deskriptif dengan desain studi potong lintang dengan menggunakan kuesioner GDES (Graduate Dental Environment Stress), MBI-HSS (Maslach Burnout Inventory-Human Service Survey), dan Kebiasaan Makan terhadap total populasi mahasiswa pascasarjana FKGUI program magister, spesialis, dan doktor berstatus aktif pada semester genap tahun ajaran 2018/2019. Hasil: Kuesioner didistribusikan kepada 177 responden dengan response rate sebesar 95%. Sebagian besar responden adalah perempuan, dengan rentang usia dari 25 hingga 59 tahun. Secara umum, program studi spesialis menunjukkan nilai median stres yang lebih tinggi dibandingkan dengan magister dan doktor, terutama program studi Prostodontik dan Konservasi Gigi. Terdapat 7 stresor tertinggi untuk komponen GDES-A (akademis) yaitu banyaknya jumlah bacaan yang ditugaskan untuk dipelajari, ujian dan berbagai asesmen, syarat program untuk menyelesaikan penelitian, menyelesaikan requirements yang dibutuhkan untuk lulus, umpan balik antar supervisor yang tidak konsisten, melakukan presentasi dalam seminar, serta kondisi sarana/prasarana dalam menunjang kegiatan perkuliahan. Sementara itu, 3 stresor tertinggi untuk komponen GDES-C (klinis) diantaranya jika pasien tidak tepat waktu atau membatalkan janji secara sepihak, rasa takut gagal dalam menatalaksanakan kasus yang kompleks, serta kondisi sarana/prasarana dalam menunjang kegiatan perkuliahan klinis. Untuk komponen burnout, personal accomplishment yang rendah menjadi dimensi yang paling terganggu jika dibandingkan dengan emotional exhaustion dan depersonalization, yaitu 40,5% dari total responden, dengan proporsi terbesar pada program studi Konservasi gigi sebanyak 60%. Sebanyak 60,7% responden memiliki pola makan yang teratur. Namun, 49,4% dari total responden memiliki kebiasaan mengonsumsi makanan yang digoreng paling sedikit 4 kali dalam seminggu. Kurang dari separuh responden berkeinginan untuk makan dalam kondisi psikologis tertentu, tetapi 69% responden memiliki kecenderungan untuk makan saat merasa senang. Kesimpulan: Stresor pada mahasiswa pascasarjana FKGUI program magister, spesialis, dan doktor bervariasi. Stres relatif lebih tinggi pada program studi klinis. Personal accomplishment yang rendah menjadi dimensi burnout yang paling terganggu. Namun, sebagian besar mahasiswa pascasarjana FKGUI masih memiliki pola ix Universitas Indonesia makan dan kebiasaan sarapan yang teratur. Akan tetapi, asupan makanan masih dapat diperbaiki dengan meningkatkan frekuensi konsumsi buah-buahan dan juga mengurangi kebiasaan makan makanan yang digoreng.
Latar belakang: Stres merupakan suatu gangguan mental dan emosional yang disebabkan oleh berbagai faktor eksternal. Stres kronis dapat mengakibatkan burnout. Stres dan burnout yang terjadi tidak hanya dapat memengaruhi kondisi mental, tetapi juga dapat mengganggu kesehatan fisik, seperti asma, gangguan kardiovaskuler, dan psikodermatologi. Stres juga dapat berdampak pada nafsu dan pola makan seseorang karena berkaitan dengan gangguan hormonal. Berbagai penelitian mengenai stres, burnout, dan pola makan terhadap mahasiswa pascasarjana kedokteran gigi telah dilakukan di berbagai negara. Akan tetapi, penelitian terkait topik ini masih sangat terbatas di Indonesia. Tujuan: Untuk mengetahui stres, burnout, dan pola makan pada mahasiswa pascasarjana FKGUI. Metode: Penelitian deskriptif dengan desain studi potong lintang dengan menggunakan kuesioner GDES (Graduate Dental Environment Stress), MBI-HSS (Maslach Burnout Inventory-Human Service Survey), dan Kebiasaan Makan terhadap total populasi mahasiswa pascasarjana FKGUI program magister, spesialis, dan doktor berstatus aktif pada semester genap tahun ajaran 2018/2019. Hasil: Kuesioner didistribusikan kepada 177 responden dengan response rate sebesar 95%. Sebagian besar responden adalah perempuan, dengan rentang usia dari 25 hingga 59 tahun. Secara umum, program studi spesialis menunjukkan nilai median stres yang lebih tinggi dibandingkan dengan magister dan doktor, terutama program studi Prostodontik dan Konservasi Gigi. Terdapat 7 stresor tertinggi untuk komponen GDES-A (akademis) yaitu banyaknya jumlah bacaan yang ditugaskan untuk dipelajari, ujian dan berbagai asesmen, syarat program untuk menyelesaikan penelitian, menyelesaikan requirements yang dibutuhkan untuk lulus, umpan balik antar supervisor yang tidak konsisten, melakukan presentasi dalam seminar, serta kondisi sarana/prasarana dalam menunjang kegiatan perkuliahan. Sementara itu, 3 stresor tertinggi untuk komponen GDES-C (klinis) diantaranya jika pasien tidak tepat waktu atau membatalkan janji secara sepihak, rasa takut gagal dalam menatalaksanakan kasus yang kompleks, serta kondisi sarana/prasarana dalam menunjang kegiatan perkuliahan klinis. Untuk komponen burnout, personal accomplishment yang rendah menjadi dimensi yang paling terganggu jika dibandingkan dengan emotional exhaustion dan depersonalization, yaitu 40,5% dari total responden, dengan proporsi terbesar pada program studi Konservasi gigi sebanyak 60%. Sebanyak 60,7% responden memiliki pola makan yang teratur. Namun, 49,4% dari total responden memiliki kebiasaan mengonsumsi makanan yang digoreng paling sedikit 4 kali dalam seminggu. Kurang dari separuh responden berkeinginan untuk makan dalam kondisi psikologis tertentu, tetapi 69% responden memiliki kecenderungan untuk makan saat merasa senang. Kesimpulan: Stresor pada mahasiswa pascasarjana FKGUI program magister, spesialis, dan doktor bervariasi. Stres relatif lebih tinggi pada program studi klinis. Personal accomplishment yang rendah menjadi dimensi burnout yang paling terganggu. Namun, sebagian besar mahasiswa pascasarjana FKGUI masih memiliki pola ix Universitas Indonesia makan dan kebiasaan sarapan yang teratur. Akan tetapi, asupan makanan masih dapat diperbaiki dengan meningkatkan frekuensi kebiasaan makan makanan yang digoreng.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Kusuma Pertiwi
"ABSTRAK
Kondisi stres memiliki efek yang buruk terhadap respon imun, sehingga rentan akan infeksi, termasuk penyakit periodontal. Salah satu biomarker yang dapat mengindikasikan penyakit periodontal adalah interleukin-6 (IL-6). Tiga puluh delapan mahasiswa program profesi FKG UI. Subjek diinstruksikan untuk mengusi kuisioner Dental Environment Stress (DES) dan dilakukan pemeriksaan periodontal dan pengambilan sampel cairan krevikular gingiva serta dianalisis untuk mengetahui kadar IL-6 dengan teknik ELISA. Walaupun uji statistik menunjukkan hubungan yang lemah antara tingkatan stres dengan kondisi periodontal dan kadar IL-6, kondisi klinis menunjukkan kecenderungan perburukan kondisi periodontal seiring peningkatan skor stres.

ABSTRACT
Stress conditions have a bad effect on the immune response, leading to an imbalance between the host and the parasite so susceptible to infections, including periodontal disease. One biomarker that can indicate periodontal disease is interleukin-6 (IL-6). Thirty eight samples were instructed to filled the Dental Environment Stress (DES) questionnaire, periodontal examination and gingival crevicular fluid were collected. Although statistical tests showed a weak relationship between stress levels and the periodontal condition levels of IL-6, showed a trend of worsening clinical condition of periodontal conditions with increases in stress scores."
2013
T33002
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>