Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 178158 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hadyanti
"Banyak sediaan antiselulit yang beredar di pasaran dengan beragam zat aktif dan bentuk sediaan. Akan tetapi, belum diketahui bentuk sediaan dan zat aktif yang memberikan penetrasi yang lebih baik. Zat aktif yang digunakan umumnya golongan metilxantin, yaitu kafein dan aminofilin. Ada sediaan antiselulit yang menggunakan derivat vitamin A. Derivat vitamin A, tretinoin, selama ini secara topikal lazim digunakan sebagai antijerawat. Dalam penelitian ini ingin diketahui pengaruh tretinoin terhadap penetrasi kafein dan aminofilin secara in vitro menggunakan sel difusi Franz dengan kulit tikus sebagai membran. Tahapan yang dilakukan adalah pembuatan dan evaluasi sediaan, serta uji penetrasi. Sediaan dibuat adalah krim, gel dan salep, mengandung kafein 3% atau aminofilin 2%, dengan atau tanpa tretinoin 0,05% pada krim dan salep serta tretinoin 0,01% pada gel. Fluks (μg.cm-2.jam-1) kafein yang terpenetrasi pada jam ke-8 dari sediaan krim, gel dan salep berturut-turut sebesar 70,10 ± 0,75; 444,67 ± 0,97 dan 55,39 ± 5,86 serta dengan adanya tretinoin berturut-turut sebesar 121,33 ± 1,55; 555,47 ± 4,27; dan 63,77 ± 1,04. Fluks (μg.cm-2.jam-1) aminofilin yang terpenetrasi pada jam ke-8 dari sediaan krim, gel dan salep berturut-turut sebesar 86,20 ± 0,32; 240,20 ± 3,00; dan 22,54 ± 1,25 serta dengan adanya tretinoin berturut-turut sebesar 140,33 ± 2,77; 379,45 ± 3,15; dan 27,05 ± 0,78. Hasil ini menunjukkan bahwa kafein dan aminofilin dengan tretinoin dapat digunakan untuk mengembangkan formula baru dengan penetrasi kafein dan aminofilin yang lebih baik.

There are many kinds of anti-cellulite products with various dosage forms and active ingredients. On the other hand, there is not enough information about dosage forms and active ingredients which give the best skin penetration. Subtances properly used in anti-cellulite products are methylxanthines, i.e caffeine and aminophylline. There are anti-cellulite products containing vitamin A derivatives but no informations enough describing its function as an anti-cellulite. So far, vitamin A derivate, tretinoin, in topical dosage forms is widely used as anti-acne agent. In this research, the effects of tretinoin on in vitro skin penetration of caffeine and aminophylline was investigated through rat skin as membrane using Franz diffusion cell. The steps of this research were formulating and evaluating dosage forms, and testing skin penetration. Formulas were made in three dosage forms, i.e cream, gel and ointment, containing 3% caffeine or 2% aminophylline, with 0,05% tretinoin in creams and ointments, and 0,01% tretinoin in gels. All investigations were compared to caffeine or aminophylline cream, gel, and ointment without tretinoin. Eighth-hour flux (μg.cm-2.hr-1) of penetrating caffeine from cream, gel, and ointment without tretinoin were 70,10 ± 0,75; 444,67 ± 0,97 and 55,39 ± 5,86; and with tretinoin became 121,33 ± 1,55; 555,47 ± 4,27; and 63,77 ± 1,04. Eighth-hour flux (μg.cm-2.hr-1) of penetrating aminophylline from cream, gel, and ointment without tretinoin were 86,20 ± 0,32; 240,20 ± 3,00; and 22,54 ± 1,25 and with tretinoin became 140,33 ± 2,77; 379,45 ± 3,15; dan 27,05 ± 0,78.. These results indicated that caffeine and aminophylline combined with tretinoin may be developed into a new formula to improve caffeine or aminophylline skin penetration.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2008
S32772
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
"Pengaruh AHA (asam laktat) terhadap penetrasi kafein sebagai
antiselulit dalam sediaan krim, gel, dan salep secara in vitro telah diteliti.
Pada penelitian ini dibuat formula krim, gel, dan salep kafein yang
mengandung AHA dan tanpa AHA. Semua formula dievaluasi stabilitas fisik
selama delapan minggu pada suhu ±29ºC, ±40ºC, dan ±4ºC, meliputi
pengamatan organoleptis, pH, diameter globul, viskositas, konsistensi, uji
pemisahan fase dengan metode freeze thaw dan uji mekanik. Penetrasi
kafein secara in vitro dari krim, gel, dan salep dievaluasi menggunakan sel
difusi Franz melalui kulit tikus. Semua formula menunjukkan stabilitas yang
baik pada organoleptis, pH, diameter globul, viskositas, konsistensi, dan
metode freeze thaw. Namun, krim kafein yang mengandung AHA (krim A1),
serta salep kafein yang mengandung AHA (salep C1) dan tanpa AHA (salep
C2) menunjukkan pemisahan fase setelah uji mekanik. Studi penetrasi kafein
secara in vitro menunjukkan nilai fluks kafein pada jam ke-8 dari krim, gel,
dan salep yang mengandung AHA berturut-turut adalah 264,93±1,55 μg cm-2
jam-1, 455,83±1,43 μg cm-2 jam-1, dan 89,65±0,30 μg cm-2 jam-1. Nilai fluks
kafein pada jam ke-8 dari krim, gel, dan salep yang tidak mengandung AHA
berturut-turut adalah 126,42±0,77 μg cm-2 jam-1, 310,64±4,58 μg cm-2 jam-1,
dan 61,80±0,53 μg cm-2 jam-1. Dapat disimpulkan bahwa AHA meningkatkan penetrasi kafein secara in vitro dan menunjukkan nilai fluks kafein tertinggi
dari bentuk sediaan gel."
Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reny Novitasari
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2008
S32740
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Citra Ayu Anggraeni
"Aminofilin merupakan salah satu derivat metilxantin yang dapat digunakan sebagai antiselulit pada sediaan topikal. Untuk membandingkan perbedaan jumlah aminofilin yang terpenetrasi pada sediaan topikal dibuat tiga sediaan yaitu dalam bentuk krim, gel, dan salep kemudian penetrasinya diuji secara in vitro dengan alat sel difusi franz menggunakan membran abdomen tikus galur Sprague-Dawley. Uji penetrasi dilakukan selama 8 jam dengan 11 kali pengambilan sampel dan masing-masing diukur serapannya dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 272,5 nm. Jumlah aminofilin yang terpenetrasi sebanyak 3779,51 ± 25,96 μg/cm2 untuk sediaan gel, 2104,13 ± 17,00 μg/cm2 untuk sediaan krim, dan 518,24 ± 21,22 μg/cm2 untuk sediaan salep. Persentase jumlah aminofilin yang terpenetrasi dari sediaan gel adalah 26,25 ± 0,18%, dari sediaan krim 14,62 ± 0,12%, dan dari sediaan salep 3,60 ± 0,15%. Kecepatan penetrasi aminofilin yang paling besar diperoleh dari sediaan gel, kemudian krim, dan terakhir salep, yaitu masing-masing sebesar 472,44 ± 3,24 μgcm-2jam-1, 263,02 ± 2,13 μgcm-2jam-1, dan 64,78 ± 2,65 μgcm-2jam-1.

Aminophyllin is one of the methylxanthine derivate used as an anticellulite in a topical dosage form. To measure the diffusion of aminophyllin from topical dossage form, three kinds of preparation were made as cream, gel, and ointment, and then the penetration through skin were examined by in vitro Franz diffusion cell test using Sprague-Dawley rat abdomen skin as membrane diffusion. The test was done for 8 hours with 11 times samples withdrawn, and the absorption of each sample was measured by spectrophotometer UV-Vis at wavelength 272.5 nm. The diffusion of aminophyllin measured from gel preparation was 3779.51 ± 25.96 μg/cm2, from cream preparation was 2104.13 ± 17.00 μg/cm2, and from ointment preparation was 518.24 ± 21.22 μg/cm2. The percentage of diffused aminophyllin from gel preparation was 26.25 ± 0.18%, from cream preparation was 14.62 ± 0.12%, and from ointment preparation was 3.60 ± 0.15%. The highest flux of aminophyllin was from gel 472.44 ± 3.24 μgcm-2hour-1, followed by cream 263.02 ± 2.13 μgcm-2hour-1, and the last one was from ointment 64.78 ± 2.65 μgcm-2hour-1.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2008
S32732
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Haniefah
"Kafein merupakan derivat metilxantin yang dapat digunakan sebagai anti selulit pada sediaan topikal. Untuk melihat perbandingan jumlah kafein yang terdifusi pada sediaan topikal dibuat 3 sediaan dalam bentuk krim, gel, dan salep. Penetrasi kafein melalui kulit diuji secara in vitro dengan alat sel difusi Franz menggunakan membran abdomen tikus galur Sprague-Dawley. Uji difusi dilakukan selama 360 menit dengan 9 kali pengambilan sampel dan masing-masing sampel diukur serapannya menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 273,60 nm. Jumlah kafein yang terdifusi sebanyak 964,94 ± 41,46 μg/cm2 untuk sediaan gel, 736,32 ± 39,96 μg/cm2 untuk sediaan krim dan 159,52 ± 4,68 μg/cm2 untuk sediaan salep. Kecepatan penetrasi kafein yang paling besar diperoleh dari sediaan gel, kemudian krim, dan terakhir salep, yaitu masing-masing sebesar 160,82 ± 6,91 μgcm-2jam-1; 122,72 ± 6,66 μgcm-2jam-1; 26,59 ± 0,78 μgcm-2jam-1."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2007
S32895
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raditya Iswandana
"Kurkumin telah banyak digunakan dan masih terus diteliti pada pemakaian topikal karena mempunyai aktivitas sebagai antioksidan dan antiinflamasi. Pada dasarnya untuk mendapatkan efek yang optimal dari sediaan topikal, zat berkhasiat yang ada dapat terpenetrasi melalui lapisan kulit teratas. Oleh karena itu, dibuat tiga bentuk sediaan guna membandingkan perbedaan jumlah kurkumin yang terpenetrasi, yaitu krim, salep, dan gel. Daya penetrasinya diuji secara in vitro dengan alat sel difusi Franz menggunakan membran abdomen tikus galur Sprague-Dawley. Jumlah kumulatif kurkumin yang terpenetrasi dari sediaan salep, krim, dan gel secara berturut-turut adalah sebanyak 192,22 ± 2,25 μg/cm², 69,18 ± 2,79 μg/cm², dan 32,26 ± 4,63 μg/cm². Persentase jumlah kurkumin yang terpenetrasi dari sediaan salep, krim, dan gel secara berturut-turut adalah 0,53 ± 0,01%, 0,20 ± 0,01%, dan 0,09 ± 0,01%. Selain itu juga dilakukan uji stabilitas fisik melalui cycling test, uji mekanik dan pengamatan pada penyimpanan selama 8 minggu di suhu kamar, suhu hangat (40° ± 2°C), dan suhu dingin (4° ± 2°C). Ketiga sediaan menunjukkan kestabilan fisik dengan parameter kestabilan di ketiga suhu yaitu organoleptis, pH, diameter globul rata-rata, dan konsistensi.

Curcumin has been used and still being researched in topical use because it has antioxidant and antiinflammation activities. Basically, to get the optimum effect from topical preparation, drug should be penetrated through top skin layer. Therefore, three kinds of preparation were made to measure the total cumulative penetration of curcumin, i.e. cream, ointment, and gel. Penetration ability through skin was examined by in vitro Franz diffusion cell test using Sprague-Dawley rat abdomen skin as membrane diffusion. Total cumulative penetration of curcumin from ointment, cream, and gel preparations measured were 192.22 ± 2.25 μg/cm², 69.18 ± 2.79 μg/cm², and 32.26 ± 4.63 μg/cm², respectively. The percentage of penetrated curcumin from ointment, cream and gel preparations were 0.53 ± 0.01%, 0.20 ± 0.01%, and 0.09 ± 0.01%, respectively. Besides that, it also done stability test including cycling test, mechanical test, and the storage for eight weeks at room temperature, warm temperature (40° ± 2°C), and cold temperature (4° ± 2°C). The three dosage forms showed physical stability w ith stability parameters in the three temperatures were organoleptic observation, pH, globule diameter, and consistency."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2009
S32695
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Neni Nuraini
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2008
S33012
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Zuraida Syafara Dzuhro
"Meningkatkan penetrasi mencapai lapisan subkutan. Natrium hialuronat (NaHA), bentuk garam asam hialuronat, merupakan polimer hidrofilik derivat polisakarida. NaHA memiliki kemampuan meningkatkan penetrasi perkutan dengan mengubah susunan sel-sel stratum korneum yang tersusun rapat menjadi lebih renggang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh NaHA terhadap penetrasi kofein sebagai zat aktif antiselulit dalam sediaan hidrogel, hidroalkoholik gel, dan emulsi gel. Masing-masing sediaan mengandung kofein 1,5% dan terbagi atas 3 formula. Formula 1 mengandung basis gel HPMC 2%; formula 2 mengandung basis gel HPMC 2% dan NaHA 0,5%; formula 3 mengandung NaHA 2% sebagai basis gel.
Uji penetrasi dilakukan secara in vitro menggunakan sel difusi Franz dengan kulit tikus sebagai membran selama 8 jam. Persentase kofein terpenetrasi sediaan hidrogel formula 1, 2, 3 secara berturut-turut adalah 9,41 ± 0,01%; 11,74 ± 0,13%; 16,32 ± 0,03%. Persentase kofein terpenetrasi sediaan hidroalkoholik gel formula 1, 2, 3 secara berturut-turut adalah 19,54 ± 0,02%; 22,99 ± 0,23%; 7,42 ± 0,08%. Persentase kofein terpenetrasi sediaan emulgel formula 1, 2, 3 secara berturut-turut adalah 10,47 ± 0,19%; 13,41 ± 0,12%; 18,42 ± 0,06%. Hasil menunjukkan NaHA meningkatkan penetrasi kofein perkutan berbagai sediaan gel, kecuali hidroalkoholik gel formula 3.

Penetration enhancer to reach subcutaneous layer. Sodium hyaluronate (NaHA), the sodium salt of hyaluronic acid, is a hydrophilic polysaccharide derivative polymer. It has ability to enhance percutaneous penetration by loosening the dense of the compact substance stratum corneum. The aim of this research was to observe the effects of NaHA on caffeine penetration as anticellulite active agent in three types of gel preparation: hydrogel, hydroalcoholic gel, and gel emulsion. Each gel type contained caffeine 1,5% and was varied into three formulas. Formula 1 contained HPMC 2% as gel basis; formula 2 contained HPMC 2% and NaHA 0,5%; formula 3 contained NaHA 2% as gel basis.
Caffeine penetration properties were analyzed by Franz diffusion cell in vitro test using rat skin as membrane. Percent caffeine penetration of hydrogel formula 1, 2, 3 were 9,41 ± 0,01%; 11,74 ± 0,13%; 16,32 ± 0,03%, respectively. Percent caffeine penetration of hydroalcoholic gel formula 1, 2, 3 were 19,54 ± 0,02%; 22,99 ± 0,23%; 7,42 ± 0,08%, respectively. Percent caffeine penetration of gel emulsion formula 1, 2, 3 were 10,47 ± 0,19%; 13,41 ± 0,12%; 18,42 ± 0,06%, respectively. The result showed that NaHA enhanced the caffeine percutaneous penetration properties in various gel preparations, except hidroalkoholic gel formula 3.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2011
S1147
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Angeline Agustin
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2008
S32651
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Alvina Wijaya Puteri
"Kafein memiliki banyak kegunaan, salah satunya adalah diaplikasikan sebagai kosmetik. Namun, absorpsi kafein secara perkutan termasuk rendah, hanya 9% dan kafein bukan merupakan zat ideal untuk berpenetrasi melewati kulit karena merupakan material hidrofilik dengan log P -0,07. Ethosom dan dmsosom merupakan vesikel lipid hasil modifikasi dari liposom. Pemilihan ethosom sebagai vesikel dikarenakan ethosom dapat meningkatkan permeasi, memiliki ukuran yang lebih kecil dibandingkan vesikel konvensional lainnya, dan telah banyak penelitian mengenai ethosom. Maka dari itu ethosom dipilih sebagai baku pembanding bagi dmsosom. Pemilihan dmsosom sebagai vesikel dikarenakan dmsosom merupakan vesikel baru dan belum banyaknya penelitian mengenai vesikel tersebut.
Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan efektifitas antara ethosom dan dmsosom sebagai vesikel dalam meningkatkan penetrasi kafein. Metode lapis tipis digunakan untuk pembuatan ethosom dan dmsosom. Ethosom memiliki karakteristik yang lebih baik dibandingkan dengan dmsosom. Jumlah kumulatif penetrasi dari gel ethosom adalah 3.316,46 ± 218,51 μg/cm2, dengan nilai fluks sebesar 249.45 ± 30.06 μg cm-2 jam-1 dan persentase 62,35 ± 4,52 % sedangkan gel dmsosom memberikan jumlah kumulatif terpenetrasi 2954,95 ± 222,87 μg/cm2. dengan nilai fluks sebesar 381,68 ± 34,91 μg cm-2 jam-1 dengan persentase sebesar 53,4 ± 3,65 %. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan ethosom merupakan vesikel yang lebih baik dibandingkan dmsosom.

Caffeine has many functions. One of the function is applied as cosmetics. Nonetheless, percutant absorption of caffeine is very low (9 %) and caffeine is not a good substance when penetrating into the skin because it is a hidrophilic compound with a log P of -0,07. Ethosomes and dmsosomes are lipid vesicles created from modification of liposomes containing phospholipids and ethanol or dimethyl sulfoxide as the penetration enhancer. Ethosomes can increases permeation, has a small sized vesicle compared to conventional liposomes, and have many research, so ethosom chosen as the standard. Dmsosoms are considered a new vesicle and only few research are available about this vesicle, therefore they were chosen.
The purpose of this study is to compare the effectivity of ethosomes and dmsosomes as a vesicle to increase penetration of caffeine. Thin-filmed method is used to make the ethosomes dan dmsosoms. Based on this research, ethosomes have better characteristics compared to dmsosoms. The cumulative penetration of caffeine ethosome gel is 3316.46 ± 218.51 μg/cm2, with flux 249.45 ± 30.06 μg cm-2 jam-1 and percentage 62.35 ± 4.52 %. Cumulative penetration of dmsosom gel is 2954.95 ± 222.87 μg/cm2 with flux 381.68 ± 34.91 μg cm-2 jam-1and percentage 53.4 ± 3.65 %. Based on these results it can be concluded that ethosome is a better vesicle than dmsosome.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2016
S62767
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>