Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 116239 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mochamma Ferry Kurniawan
"Skripsi ini membahas tentang analisis penentuan penatapan kegiatan Bentuk Usaha Tetap atas Agen yang tidak Bebas pada Undang-Undang Pajak Penghasilan. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif. Permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini adalah bagaimana penetapan kegiatan atas Agen yang tidak bebas sebagai Bentuk Usaha Tetap serta menentukan alat uji yang digunakan untuk penetapan tersebut.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penentuan yang ditetapkan dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan menggunakan alat uji yang masih bersifat primer atau dasar yakni tempat tetap dan keterikatan dalam penentuannya seperti disebutkan dalam memori penjelasan Pasal 2(5) huruf n, penentuan dalam memori tersebut memasukkan pua ketrikatan sebagai alat uji namun alat uji tersebut tidak cukup guna menyikapi perubahan aktivitas usaha yang bersifat dinamis, sehingga membawa konsekuensi perubahan dalam Undang-Undang Pajak

In International transaction nowadays that use by foreign enterprises make tax consequences, main criterion wether a source country can have power to tax for the profit that the enterprise earn from the source is, if the source country can prove that the foreign enterprise when running their own business using a permanent establishment in there. A clear tax policy that the government have made will help the tax authority to consitute it. Now a basic rule for permanent establishment that using a fixed base test are going to change and replace by a person as a subtitute the place test. A dynamic change have been take by countries to adjust a basic rule to a specific rule is called an agency clause. By using an agency clause the source country have already to make effort to face the situation hopefully.
The result from this research is that tax law contains rules which consisted of main part and explanation. Constriction and expansion of the subject matter can not be done in explanation. But, the condition in explanation of income tax law Sec. 2 (5) (n) about a dependent agent, especially about the the tools that used for determined a dependent agent as a permanent establishment. Determination of dependent agent which is include as a permanent establishment using the regulation mentioned in explanation. The condition fulfilled by a fixed base test and dependency test to constitute a dependent agent as a permanent establishment.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Rhesa Saputra
"Salah satu bentuk globalisasi adalah globalisasi ekonomi yang menyebabkan arus perdagangan barang antar negara semakin sering terjadi. Sebagai negara yang kaya akan sumber daya alam dan memiliki perairan yang sangat luas, kegiatan pelayaran memegang peranan yang sangat penting dalam proses distribusi barang antar negara. Jalur laut adalah jalur utama dalam kegiatan eskpor impor. Di Indonesia sendiri lebih dari 90% muatan pada jalur internasional tersebut diangkut oleh perusahaan pelayaran asing. Penghasilan yang didapatkan perusahaan pelayaran asing dari Indonesia merupakan potensi Pajak Penghasilan yang sangat besar. Penelitian ini bertujuan uintuk menggambarkan kriteria pembentukan Bentuk Usaha Tetap perusahaan pelayaran asing. Tujuan kedua adalah menggambarkan mekanisme pemajakan untuk transaksi sewa kapal asing tersebut dan untuk menggambarkan penyebab timbulnya tax gap PPh 15 dari perusahaan pelayaran asing tersebut. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif dan metode kuantitaif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kriteria utama timbulnya BUT adalah karena adanya agen tidak bebas. Sementara PPh yang umumnya dikenakan untuk transaksi sewa kapal ini adalah PPh Pasal 15, Pasal 23, dan Pasal 26. Masalah utama yang menyebabkan timbulnya tax gapdalah kurangnya pengawasan yang dilakukan oleh KPP Badora karena kesulitan mendapatkan data WP.

Economic globalization resulted in the increasing of free trade across nation. The riches of natural resources and large sea territory give an advantage for Indonesia in terms of shipping industry. More than 90% of Indonesia's export import containers are dominated by foreign shipping enterprises. The income generated from such activity is a huge potential of income tax. The purpose of this research are, first to describe the criteria for a Permanent Establishment to be established in Indonesia. Second, this research describes the taxing mechanism of the income, and third to describe the causes of tax gap of Income Tax Article 15 from foreign shipping enterprises. The result shows that (1) the main criteria for a PE to be established in Indonesia is the existence of a dependent agent. (2) The income tax applied for a ship charter from foreign shipping enterprises are among income tax article 15, article 23, or article 26. (3)The major problem that caused the tax gap is the lack of control from KPP Badora due to difficulties in accessing tax payer data."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Srijono
"Dalam karya akhir ini dilakukan penelitian terhadap suatu kasus pemeriksaan atas dugaan penerbitan dan atau penggunaan faktur pajak secara tidak sah dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana suatu badan usaha yang telah terdaftar sebagai Wajib Pajak dan telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak yang secara ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan diharapkan dapat memberikan pengaruh positif bagi penerimaan negara di bidang perpajakan justru mencari keuntungan dengan mengambil pajak dari masyarakat dengan cara melakukan kegiatan usaha fiktif. Berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan terhadap PT. Mutia Andalan Putra, suatu badan usaha yang bergerak di bidang perdagangan besar, diperoleh sinyalemen bahwa kemudahan yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak kepada masyarakat dunia usaha untuk mendafarkan diri menjadi Wajib Pajak serta untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak telah disalahgunakan oleh sebagian pihak dengan memanfaatkan kemudahan mendapatkan Kartu Tanda Penduduk dengan identitas palsu untuk mencari keuntungan sendiri. Hal ini sangat bertentangan dengan tujuan diberikannya kemudahan tersebut dan memberikan dorongan kepada aparat perpajakan untuk lebih tegas dan lebih tertib dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat tanpa harus menghilangkan kemudahan-kemudahan yang telah diberikan.
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan salah satu jenis pajak yang paling sering disalahgunakan. Unsur utama yang menyebabkan PPN lebih mudah disalahgunakan karena dalam sistem self assessment setiap Wajib Pajak yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak diberikan kewenangan untuk memungut, menghitung, menyetorkan dan melaporkan PPNnya sendiri. Dengan sistem self assessment tersebut sangat dimungkinkan bahwa tidak terjadi sinkronisasi antara kebenaran formal dengan kebenaran material dalam transaksi, titik inilah yang sering menjadi kelemahan yang dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang mau mengambil keuntungan dengan menerbitkan faktur pajak sebagai instrument pemungutan PPN tanpa adanya penyerahan bagang/jasa kena pajak.
Sampai karya akhir ini ditulis, keberadaan Wajib Pajak yang sesungguhnya dan para pemegang saham maupun pimpinannya belum diketemukan sehingga tidak ada pihak yang dapat dimintai keterangan dan pertanggungjawaban atas dugaan penerbitan faktur pajak yang diterbitkan secara tidak sah dan telah beredar luas di masyarakat usaha. Dengan kejadian itu, sambil menunggu adanya "single identity number" disarankan agar untuk mendapatkan pengukuhan sebagai Pengusaha Kena Pajak, identitas para pengurus tidak hanya didasarkan KTP saja tetapi perlu pas foto dan contoh sidik jari dari kepolisan.
Nama dan identitas Wajib Pajak dalam karya finis ini dengan sengaja tidak dirahasiakan dengan harapan agar apabila masyarakat mengetahui keberadaan Wajib Pajak tersebut dapat memberitahukan kepada Direktorat Jenderal Pajak. Nama PT Mutia Andalan Putra juga telah disebutkan sebagai salah satu Wajib Pajak yang diduga menerbitkan faktur pajak tidak sah dalam surat edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-09/PJ.52/2005 tanggal 9 Juni 2005 tentang Perubahan Kelima atas Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-27/PJ.52/2003 tentang Daftar dan Sanksi atas Wajib Pajak yang Diduga Menerbitkan Faktur Pajak Tidak Sah.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T17500
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Afiani Puspasari
"Skripsi ini membahas implikasi pengenaan kebijakan diferensiasi tarif pajak penghasilan bagi karyawan yang tidak mempunyai NPWP. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif. Hasil dari penelitian ini memperlihatkan pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan diferensiasi tarif pajak penghasilan tidak didasari teori yang kuat. Hukum materiil dengan hukum formal bercampur karena unsur sanksi yang seharusnya terdapat dalam Undang-undang KUP, terdapat dalam tarif Undang-undang Pajak Penghasilan.
Pemberlakuan diferensiasi tarif pajak penghasilan bertentangan dengan prinsip ability to pay. Bagi karyawan yang mempunyai penghasilan yang sama besarnya mendapat perlakuan yang berbeda. Hal ini menimbulkan ketidak adilan horizontal. Hendaknya dalam menaikkan penerimaan negara pemerintah hendaknya mengeluarkan kebijakan dengan tidak mengorbankan keadilan bagi masyarakat.

The focus of this study is implication of outcome differential tariff income tax policy for employee who don't have Tax Payer Number. This research is qualitative research with descriptive design. The result of this research showed that the goverment policy on Differential tariff income tax didn't have strong theory based. Material law with formal law is mixed because there is penalty element that should have been included in general rule tax law in fact included in income tax law.
The aplication of differential tariff is against with the ability to pay principle. For employee who has same income get different treatment. This situation makes horizontal disequity. In raising country income government should made new policy which don't sacrifice people's equity.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
"Hadirnya UU No. 36/2008 merupakan perubahan baru bagi wajib pajak badan, salah satunya adalah pemberian fasilitas pengurangan tarif Pajak Penghasilan (PPh) bagi Wajib Pajak badan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kebijakan pengurangan tarif PPh badan melalui Pasal 31E UU No. 36/2008 ditinjau dari sisi efektivitasnya terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak badan UMKM di KPP Pratama Serpong. Populasi data studi ini adalah data dua tahun sebelum dan tiga tahun setelah diberlakukannya efektif undang-undang ini, yakni di periode 2007, 2008, 2009, 2010, 2011. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder, yaitu data kuantitatif yang diperoleh dari KPP Pratama Serpong. Hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut: terdapat perbedaan yang signifikan terhadap jumlah kenaikan wajib pajak badan UMKM terdaftar pada periode setelah diberlakukannya tarif pasal 31E UU PPh, terdapat perbedaan yang signifikan terhadap jumlah wajib pajak badan UMKM yang melaporkan SPT pada periode setelah diberlakukannya tarif pasal 31E UU PPh, terdapat peningkatan realisasi penerimaan pajak penghasilan WP badan UMKM yang signifikan pada periode setelah diberlakukannya tarif pasal 31E UU PPh baik secara total maupun secara sektor (terdapat 4 sektor di KPP Pratama Serpong)."
330 JIKA 1:12 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Utami
"Salah satu cara alternatif pemerintah dalam menghadapi krisis energi fosil adalah dengan mengembangkan energi terbarukan dan salah satu jenis energi yang menjadi fokus adalah panas bumi. Oleh karena itu kebijakan-kebijakan pemerintah diperlukan untuk mendorong industri panas bumi termasuk kebijakan pajak. Pada tahun 2003 (rezim baru panas bumi) pemerintah melakukan perubahan kebijakan atas pajak penghasilan badan yang sebelumnya bersifat lex specialis menjadi lex generalis.
Penelitan ini bertujuan untuk menggambarkan dan menganalisis latar belakang perubahan kebijakan pajak penghasilan pada bidang usaha panas bumi. Tujuan kedua adalah menggambarkan dan menganalisis perubahan kebijakan pajak penghasilan badan antara rezim lama dan rezim baru pada bidang usaha panas bumi. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan dan metode kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan pertama bahwa ada 3 faktor yang melatarbelakangi perubahan kebijakan PPh tersebut yaitu masalah penentuan jenis penghasilan, bagian pemerintah yang sudah tidak ekonomis lagi dan konsep kontrak panas bumi yang tidak dapat mengimbangi perubahan ekonomi. Hasil selanjutnya adalah kebijakan pajak penghasilan badan untuk bidang usaha panas bumi memerlukan peraturan yang terjamin kepastian hukumnya terutama pada rezim baru yang menggunakan asas lex generalis.
Saran penelitian ini antara lain bahwa seyogyanya perumusan Peraturan Pemerintah tentang industri panas bumi memperhatikan kebutuhan investor sehingga PP yang dikeluarkan akan tepat sasaran dan juga menjamin kepastian hukum yang tinggi, sebaiknya pemerintah lebih mensosialisasikan kepada investor mengenai fasilitas pajak penghasilan pada bidang usaha panas bumi, dan pemerintah sebaiknya lebih mengkaji fungsi pajak penghasilan pada rezim baru panas bumi.

One of the way to encounter the fossil energy crisis is to evolving non-renewable (non fossil) energy and geothermal become the top choice to be developed. Thus, government’s policy is needed to support this industry, so is tax policy. In 2003 (new regime for geothermal in Indonesia), government reformed the tax policy from lex specialis to lex generalis.
This research is aimed to describe and analyze the background of tax reform in geothermal industry. Secondly, is to describe and analyze the comparation of tax policy for new and old regime of geothermal industry. This research use qualitative method.
The result of this research is (1) there are 3 factors which reform the tax policy in geothermal industry, the problem to indentify the type of income, uneconomically government’s share and lex specialis principle which can’t be counterbalanced the economic change. (2) Tax policy for geothermal industry need certainty the most, specially in new regime which use lex generalis principle.
Recommendation of this research comprised that government should concern about government regulation for geothermal industry making in order to produce a precise regulation and a certainty laws, government should socialize about income tax facility to investor and also government have to consider about income tax function of new geothermal regime.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S47319
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Priyo Hernowo
"Era globalisasi ekonomi telah mendorong berbagai perusahaan besar yang berskala internasional melakukan kegiatan usaha di berbagai negara. Perdagangan internasional dapat memberikan manfaat ekonomi timbal balik antar negara karena dengan adanya investasi baik langsung maupun tidak langsung akan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi, kesempatan kerja dan dapat memperkenalkan produk dan kegiataan usaha baru. Selain itu, transaksi internasional tersebut akan memberikan kontribusi penerimaan negara masingmasing melalui pengenaan pajak terhadap penghasilan yang diperoleh melalui kegiatan perdagangan internasional.
Pokok permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah upaya dan hambatan pelaksanaan ekstensifikasi wajib pajak bentuk usaha tetap (BUT), serta efektifitas koordinasi dalam pelaksanaan ekstensifikasi tersebut pada Kantor Pelayanan Pajak Badan dan Orang Asing Satu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui permasalahan yang dihadapi dan efektifitas koordinasi dalam pelaksanaan ekstensifikasi wajib pajak bentuk usaha tetap.
Bentuk usaha tetap merupakan bentuk usaha yang digunakan oleh wajib pajak luar negeri untuk mewakili kegiatan atau kepentingannya di negara tempat kegiatan usaha dilaksanakan (negara sumber). Konsep BUT diperkenalkan untuk menentukan hak pemajakan dari suatu negara sumber atas laba usaha yang diperoleh perusahaan penduduk negara mitra perjanjian. Sesuai dengan konsep BUT , penghasilan usaha dari suatu perusahaan yang bertempat kedudukan di suatu negara hanya dapat dikenakan pajak di negara lain apabila perusahaan tersebut menjalankan usaha atau kegiatan melalui suatu bentuk usaha tetap.
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah metode penelitian kualitatif dengan menggunakan analisis deskriptif, dengan teknikpengumpulan data berupa studi kepustakaan dan studi lapanga n melalui wawancara dengan key informan. Berdasarkan hasil pembahasan diperoleh kesimpulan bahwa pelaksanaan ekstensifikasi BUT di Kantor Pelayanan Pajak Badan dan Orang Asing Satu tidak maksimal karena tidak ada koordinasi yang efektif antar Kator Pelayanan Pajak Badan dan Orang Asing Satu dengan Kantor Pelayanan Pajak Modal Asing dalam melaksanakan ekstensifikasi BUT, kesulitan untuk memperoleh data dan keterlambatan pengiriman data,serta kurangnya pemahaman tentang pengertian dan kriteria BUT.
Agar pelaksanaaan program ekstensifikasi BUT dapat berjalan efektif, maka perlu dibentuk teamwork ekstensifikasi BUT yang melibatkan Kantor Pelayanan Pajak Badan dan Orang Asing Satu dan Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing, adanya ketentuan yang mengatur tentang pelaksanaan ekstensifikasi BUT, peningkatan pemahaman mengenai pengertian BUT, dan perluasan kerjasama dalam pelaksanaan kegiatan ekstensifikasi bentuk usaha tetap dengan melibatkan unit organisasi di luar Direktorat Jenderal Pajak.

The economic globalization era has encouraged various big international companies to conduct their business activities in various countries. The international trade can give reciprocal economic benefits between countries because both direct and indirect investments will be able to improve economic growth, employment opportunities and to introduce new products and business activities. In addition, the international transaction will give contribution to each country through the imposition of tax on the income generated through international commercial activities.
The fundamental problems which are examined in this research are the efforts and the obstacles in the implementation of extensification of tax payers from the Permanent Establishments (PE), and the effectiveness of the coordination in implementing the extensification in the Tax Office for Institutions and Expatriates 1. The objective of this Research is to discover the problems encountered and how effective is the coordination in implementing the extensification of taxpayers from the permanent business establishments.
The Permanent Establishments are the business form used by the expatriatetaxpayers to represent their activities or interests in the country where the business activities take place (the source country). The concept of permanent business establishments is introduced to determine the tax entitlement of the source country on the operating profit gained by a company originating from the partner country that signs the agreement. Pursuant to the concept of Permanent Establishments, the operating income of a company having domicile in another country can only be taxed by another country if the company concerned conducts its business or activities through a Permanent Establishment.
The method of research used in this thesis is qualitative research method by using the descriptive analysis, with data collecting technique in the form of library study and field study through interviews with key informants.Based on the result of the study, a conclusion is made stating that the implementation of the extensification of Permanent Establishments in the Tax Office for Institutions and Expatriates 1 is not maximal because there is no effective coordination between the Tax Office for Institutions and Expatriates 1 and the Foreign Investment Tax Office in implementing the extensification of Permanent Establishments, the difficulty in obtaining data and the delay in data delivery, and the lack of understanding of the definition and the criteria of the Permanent Establishments.
In order that the implementation of the extensification of Permanent Establishments program can be effective, it is necessary to establish a team of extensification of Permanent Establishments which involves the Tax Office for Institutions and Expatriates 1 and the Foreign Investment Tax Office, and the provision which regulates the implementation of the extensification of Permanent Establishments, improving the understanding of Permanent Establishments, and the extension of the cooperation in implementing the extensification activities of Permanent Establishments by involving the organizations outside the Directorate General of Taxation."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2009
T19473
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Butarbutar, Risna Nadia Mellysa
"Skripsi ini membahas tentang pemenuhan kriteria asas-asas perpajakan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui asas-asas perpajakan apa saja yang terpenuhi dalam Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan design deskriptif. Pemberlakuan surut Peraturan Pemerintah Nomo 51 Tahun 2008 menimbulkan banyak kerugian bagi Wajib Pajak. Mereka diwajibkan untuk membayar pajak yang terutang bukan pada waktu memperoleh penghasilan (prinsip ability to pay tidak terpenuhi). Perubahan-perubahan peraturan perpajakan atas penghasilan dari usaha jasa konstruksi merepotkan Wajib Pajak karena membuat mereka harus berulang kali mengajukan permohonan pemindahbukuan pajak yang telah dibayar. Pengenaan PPh final bagi seluruh Wajib Pajak usaha konstruksi juga sangat tidak adil karena pengenaan pajak tidak lagi memperhatikan keadaan Wajib Pajak sedang untung atau rugi. Revenue adequacy principle terpenuhi dalam peraturan ini. Equity principle tidak terpenuhi. Certainty principle terpenuhi karena dengan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 pengenaan PPh final atas usaha jasa konstruksi menjadi pasti, tapi convinience sebagai salah satu unsur dari certainty tidak terpenuhi.

This thesis discusses about the fulfillment of the criteria of the principles of taxation in Government Regulation No. 51 of 2008. The purpose of this study is to determine the principles of taxation what is fulfilled in Government Regulation No. 51 of 2008. The method used is descriptive qualitative research design. Enabling ebb Government Regulation No. 51 Year 2008 caused much loss to taxpayers. They are required to pay the tax due is not earning at the time (the principle of ability to pay is not met). Changes in tax regulations on business income taxpayers inconvenient construction because they must repeatedly make the transfer request is filed taxes already paid. Imposition of the final income tax for the entire construction business taxpayers also very unfair because the taxation is no longer concern the taxpayer is lucky or loss. Revenue-adequacy principle is fulfilled in this rule. Equity principle is not fulfilled. Certainty principle is fulfilled because the Government Regulation Number 51 Year 2008 final imposition of income tax on construction services business to be sure, but convenience as one element of certainty is not met."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2010
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ariesta Hapsari
"Skripsi ini membahas mengenai pencabutan fasilitas pajak penghasilan atas industri reksa dana yang kemudian melihat pengalaman dengan kebijakan perpajakan mengenai hal yang sama di negara Malaysia. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa reksa dana saat ini telah berkembang dan sudah memenuhi tujuan pemberian fasilitas pajak sehingga tidak perlu lagi diberikan fasilitas tersebut. Selain itu pencabutan fasilitas pajak penghasilan bertujuan untuk menciptakan equal treatment serta mengeliminasi terjadinya tax avoidance. Meskipun di Malaysia reksa dana dibebaskan dari pengenaan pajak, Indonesia tidak serta merta dapat mengikuti hal tersebut karena setiap negara mempunyai kebutuhan yang berbeda.

This study describes the revocation of income tax facility that previously enjoyed by the investment fund industry in Indonesia up to 2008 and conducts a comparative analysis with those happen in Malaysia. The research is using qualitative approach with a description typed of methodology. This concludes that investment fund has tremendously growing and the government is of the view that it is time to revoke the tax incentive so that it can contribute tax collection equally and eliminate tax avoidance. Even though Malaysia exempt investment fund from income tax it does not means that Indonesia should follow because every country had different purposes. This research recommended investment manager to adjust the product of investment fund."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>