Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 123188 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Gultom, Martha Yuniati
Depok: Universitas Indonesia, 2010
S26533
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Adita Rahmi
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kebisingan pada lingkungan kerja area SPBU dan untuk mengetahui hubungannya dengan keluhan subjektif (non auditory) pada operator SPBU tersebut. Penelitian dilakukan pada 7 (tujuh) SPBU yang tersebar di Jakarta. Jumlah responden yang diteliti adalah sebanyak 84 orang. Hasil pengukuran tingkat kebisingan di lingkungan SPBU pada jam sepi atau lengang adalah berkisar dari (65.7-70.4) dBA dengan rata-rata 67.9 dBA dan pada jam padat atau ramai tingkat kebisingan dilingkungan yang terjadi berkisar antara (72.5-74.8) dBA dengn rata-rata 73.4 dBA. Tingkat intensitas kebisingan lingkungan SPBU yang dijadikan sampel tersebut sudah melewati nilai ambang batas kebisingan yang diperbolehkan menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 48 Tahun 1996 mengenai Baku Tingkat Kebisingan Jenis kebisingan yang terdapat di lokasi SPBU adalah kebisingan Intermitten yaitu kebisingan terputus-putus. Penyumbang tingkat kebisingan terbesar adalah kendaraan bermotor khususnya kendaraan bajaj, kopaja dan sepeda motor Keluhan subjektif yang diteliti adalah keluhan gangguan komunikasi, gangguan fisiologis dan gangguan psikologis.
Berdasarkan analisis univariat, dari keluhan tersebut, yang paling dirasakan oleh operator SPBU adalah gangguan psikologi yaitu sebesar 75% dari pekerja merasakan gangguan tersebut, dan setelah dilakukan uji analisis bivariat, terlihat bahwa ada hubungan yang signifikan antara tingkat kebisingan di lingkungan dengan keluhan psikologis. Namun dalam penelitian ini tidak diperoleh hubungan yang signifikan antara tingkat kebisingan dengan keluhan fisiologis dan gangguan komunikasi Berdasarkan literatur, penulis mengusulkan untuk dilakukan reduksi intensitas kebisingan lingkungan dengan menanam beberapa jenis tanaman yang dapat mengurangi tingkat kebisingan lingkungan dan dilakukan pengaturan jam istirahat bagi pekerja operator SPBU yang dirasa masih kurang dan belum efektif.

The aim of this research is to find the noise level in gas station working area and to find the relation between noise level with non auditory effect on gas station operator. This research are taking place at seven gas station in Jakarta. The number of respondences are 84 respondences. The result of noise level measurement in gas station area at non working hours is around 65,7-70,4 dBA-74,8 dBA. The level of noise intensity in gas station area which we use as a sample is already passed initial level of noise which is allow by KepMen Lingkungan Hidup Number 48/1996 about noise level standard. Non auditory effect which we study here are communication, fisiologist and psychological disturbance.
According to the univariate analysis we found that the most felt by the gas station operator is psychological disturbance which about 75% of the operator felt that disturbance and according to the bivariate analysis it can be seen that there is a significant relation between noise level with the psychological disturbance. But in this research we found that there is no relation between noise level with the physiologys and communication disturbance. According to the literatures, researcher suggesting to commited a noise intensity reduction in gas station area is by planting a trees around the gas station which can be use to reduce a noise level in gas station area and make some arrangement for the workers to get enough rest on their working hours.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2009
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Kartika Ulfa
"Skripsi ini membahas tentang keluhan nonauditory terhadap tingkat kebisingan di Dept. Cor Unit II PT. X. Keluhan nonauditory meliputi gangguan komunikasi, gangguan psikologis dan gangguan fisiologis. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan pendekatan semikuantitatif, cross sectional. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei hingga Juni 2016. Hasil penelitian menunjukkan tingkat kebisingan di Departemen Cor Unit II di PT. X berkisar antara 80,1 - 99,3 dB (A) dan gambaran tingkat kebisingan dengan keluhan yang dirasakan oleh para pekerja, keluhan yang paling banyak dirasakan adalah lelah (76,2%), tidak nyaman (71,4%), harus berteriak (61,9%) dan harus memperkeras suara (61,9%).

This thesis discusses complaints nonauditory against the noise level in Dept. Cast Unit II PT. X. Complaints nonauditory are physiological disorders, psychological disorders, and communication disorders. This research is descriptive research by using a semiquantitative, cross-sectional. This study was conducted in May and June 2016. The results show the noise level in the Department of Cor Unit II PT. X ranged from 80,1 to 99,3 dB (A) and the description of the noise level with subjective complaints felt by workers, complaints are the most widely perceived fatigue (76.2%), discomfort (71, 4%), had to shout (61.9%) and should amplify the sound (61.9%).
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
S63377
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eva Nuraini
"Kebisingan merupakan suatu bahaya fisik yang masih menjadi masalah di dunia industri. Pajanan bising intensitas tinggi dapat mempengaruhi fungsi pendengaran dan non pendengaran pekerja. PT. X merupakan suatu industri semen yang memiliki bahaya bising di area produksi, khususnya area raw mill, pembakaran, dan finish mill. Penelitian ini dilakukan untuk melihat gambaran pajanan bising, serta melihat gambaran fungsi pendengaran dan keluhan subjektif non pendengaran yang dirasakan oleh pekerja. Penelitian dilakukan dengan metode cross sectional, dengan subjek penelitian adalah seluruh pekerja patrol untuk area raw mill, pembakaran, dan finish mill sebanyak 20 orang.
Hasil penelitian menunjukkan tingkat kebisingan area produksi (raw mill, pembakaran, dan finish mill) secara keseluruhan berkisar antara 75,4-108,2 dBA, pajanan bising yang diterima pekerja berkisar antara 81,5 ? 92,8 dBA. Terdapat 2 orang (10%) pekerja mengalami tuli ringan berdasarkan Permenakertrans No. 25 Tahun 2008 dari hasil rata-rata frekuensi 500, 1000, 2000 dan 4000 Hz, dan terdapat 2 orang (10%) mengalami NIHL berdasarkan frekuensi 4000 Hz. Faktor yang berkontribusi pada kejadian gangguan pendengaran pada pekerja antara lain, usia, masa kerja, penggunaan alat pelindung telinga yang tidak disiplin dan penggunaannya tidak tepat, riwayat pekerjaan dan perilaku merokok. Keluhan subjektif non pendengaran terkait bising yang paling banyak dirasakan oleh pekerja yaitu, perasaan tidak nyaman (85%).

Noise is a physical hazard which still a problem in the industrialized world. Exposure to high intensity of noise can affect hearing function and non-hearing function. PT. X is a cement industry possessing the noise hazard in the production area, especially at raw mill, kiln and finish mill area. The purpose of this study is to provide an overview of the noise exposure, as well as the auditory function and subjective complaints of non auditory perceived by workers. This study was conducted by cross sectional method, and the subjects of this study were all patroler workers for raw mill, kiln and mill finish area, which all 20 subjects participated in the study.
The results showed that overall noise level at production area (raw mill, kiln and mill finish) ranged from 75.4 to 108.2 dBA, noise exposure to workers ranged from 81,5 ? 92,8 dBA. There are 2 workers (10%) suffering mild deafness from the calculation of the average frequency of 500, 1000, 2000 and 4000 Hz based on Permenakertrans No. 25 Tahun 2008, and there are two workers (10%) suffering NIHL based on frequency of 4000 Hz. Factors contributing to the incidence of hearing loss in workers are age, working period, undisciplined and improper use of ear protection, work history and smoking behavior. The majority subjective complaints of non auditory related noise perceived by workers is annoyance (85%).
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
S64707
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bagus Ferry Agrayanto Parda Kusuma
"Komersialisasi Bandar Udara (Bandara) Halim Perdanakusuma (HLP) sejak tahun 2014 menyebabkan eksternalitas negatif yang tidak terhindarkan yaitu peningkatan kebisingan pesawat terbang. Pengurangan kebisingan pesawat terbang adalah elemen kunci keberlanjutan bandara. Persepsi risiko mulai dari kebisingan lingkungan sampai sosial ekonomi, dan pola karakteristik masyarakat di permukiman sekitar Bandara HLP menjadi faktor penting yang harus dikaji dalam rangka pengelolaan bandara berkelanjutan.
Tujuan dari riset ini adalah menganalisis kondisi kebisingan, persepsi risiko mulai dari kebisingan lingkungan sampai sosial ekonomi, dan korelasi antara karakteristik responden yang meliputi waktu domisili dan tingkat pendidikan dengan persepsi risiko kebisingan lingkungan di permukiman masyarakat sekitar Bandara HLP.
Desain riset ini adalah cross-sectional dengan metode campuran (kuantitatif dan kualitatif). Tingkat kebisingan lingkungan di permukiman masyarakat sekitar Bandara HLP berdasarkan 16 jam pengukuran kebisingan (67.01─70.19 dBA) tidak memenuhi baku tingkat kebisingan untuk kawasan permukiman (55 dBA) sesuai regulasi.
Output riset ini adalah pemetaan kebisingan Bandara HLP berbasis perhitungan WECPNL (73.80─79.72), kawasan permukiman ideal di sekitar Bandara HLP menariknya terletak di jalur take-off pesawat terbang (berjarak 600 m dari runway 06 HLP dengan WECPNL = 73,80). Persepsi risiko mayoritas responden mulai dari kebisingan lingkungan sampai dengan sosial ekonomi termasuk kategori sedang, hal ini menunjukkan bahwa terdapat pertukaran yang dapat diterima dengan bertempat tinggal di sekitar Bandara HLP. Berdasarkan uji korelasi statistik Kendalls Tau-b diketahui waktu domisili dan tingkat pendidikan responden tidak berpengaruh terhadap persepsi risiko kebisingan lingkungan.

The commercialization of Halim Perdanakusuma (HLP) Airport since 2014 has caused an inevitable negative externality which is noise aircraft increasing. Aircraft noise abatement is a key element of airport sustainability. The risk perception from environmental noise to social-economic and the characteristics pattern of society settlement in the HLP Airports vicinity are critical factors that must be studied in the framework of sustainable airport management.
The purpose of this research is to analyze noise ambience, risk perception from environmental noise to social-economic, and correlation between respondents characteristics which are domicile time and education level with the environmental noise risk perception in society settlement of HLP Airports vicinity.
This research using a cross-sectional design and mixed-method (quantitative and qualitative). The environmental noise level in society settlements in the HLP Airports vicinity based on 16-hour noise measurement (67.01─70.19 dBA) does not comply with noise level standard for settlement area (55 dBA) based on regulation.
The research output is the HLP Airports noise mapping based on WECPNL calculations (73.80─79.72), the ideal settlement area in the HLP Airports vicinity interestingly located in the flight path for take-off (distance 600 m from runway 06 HLP with WECPNL = 73,80). In the term of risk perception from environmental noise to social-economic, most respondents are in the moderate category which means there is an acceptable trade-off by living in the HLP Airports vicinity. Based on the statistical correlation test using Kendalls Tau-b, the domicile time and education level of respondents did not affect the environmental noise risk perception.
"
Jakarta: Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, 2019
T54806
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Denny Sudharnoto
"Pembangunan di wilayah perkotaan sering lebih banyak digambarkan oleh adanya perkembangan fisik kota. Gejala pembangunan kota pada mass lalu mempunyai kecenderungan untuk meminimalkan Ruang Terbuka Hijau dan menghilangkan wajah alam. Lahan-lahan pertumbuhan banyak yang dialihfungsikan menjadi peerrnukiman, perkotaan, industri, tempat-tempat rekreasi, dan lain-lain. Untuk itu kini semakin disadari, bahwa wilayah penyangga hijau di kota tidak hanya menjadikan indah dan sejuk, namun aspek kelestarian, keserasian, keselarasan dan keseimbangan sumber daya alam akan menjadi terjaga, yang pada giliirannya akan ikut memberikan kenyamanan, kesegaran dan terbebasnya kota dari polusi dan kebisingan.
Wilayah penyangga hijau akan sangat dibutuhkan pada wilayah perkotaan guna mencegah degradasi kualitas lingkungan, di samping meningkatkan kebutuhan akan sarana dan prasarananya. Dan catatan sejarah dinyatakan bahwa sekitar 2000 tahun yang silam, tepatnya (100 - 44 S.M.) Julius Caesar dari Roma pernah merasa terganggu dengan suara-suara keras yang timbul dari roda-roda besi kereta kuda {kariot). Untuk itu diperintahkan memindahkan jalur jalur yang dilalui kariot tersebut dengan suatu pemisah, yakni berupa hutan-hutan kota dari lingkungan pemukiman penduduk agar polusi suara yang ditimbulkannya dapat teredam. Pemikiran semacam perlindungan terhadap suara yang tidak dikehendaki (bising) demi meningkatkan/melestarikan kualitas lingkungan rupanya sudah dipikirkan pada masa 2000 tahun lebih yang lalu.
Meskipun demikian pemikiran semacam perlindungan terhadap kebisingan tidak berkembang dengan pesat. Hal ini dimungkinkan karena sebelumnya masih dianggap remeh. Sejalan dengan berkembangnya hutan kota, rupanya orang mulai memikirkan manfaat-manfaat yang didapat dengan adanya hutan kota tersebut, termasuk adanya kenyamanan dalam hal penurunan kebisingan. Melalui hutan kota, dapat pula dirasakan iklim mikro yang cukup nyaman karena pepohonan dan vegetasi yang ada di dalamnya mampu menciptakan iklim mikro yang nyaman bagi manusia melalui pengaturan suhu, cahaya, kelembaban dan aliran udara.
Di Indonesia, melalui peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam kaitannya dengan lingkungan hidup dan penghijauan, pembangunan hutan kota merupakan suatu kegiatan yang tidak terpisahkan dari rangkaian usaha pembangunan nasional dalam mewujudkan kemakmuran masyarakat yang merata, seperti yang dimaksudkan dalam falsafah serta tujuan hidup Bangsa Indonesia, yakni Pancasila. Keberhasilan suatu pembangunan jelas tidak dapat dipisahkan dari dasar hukum, atau peraturan perundang-undangan yang mendasarinya maupun yang mengatur pelaksanaannya demi tercapainya tujuan.
Pegangan dasar tentang pemanfaatan hutan kota secara tersirat telah termaktub dalam pedoman pegamalan Pancasila, UUD 1945, terutama dalam Pasal 33 ayat (3) yang berbunyi : "Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat". Sedangkan landasan konsepsional pemanfaatan hutan kota diliput dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN). Bahkan dalam undang-undang mengenai lingkungan hidup, terdapat undang-undang:
1. Undang-undang No. 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup
2. Undang-undang No. 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan yang diundangkan pada tanggal 24 Mei 1967. Pasal 5 ayat (1), menyatakan bahwa, "Semua hutan dalam wilayah Republik Indonesia termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara"
3. Undang-undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Pengaturan tentang lingkungan yang dituangkan dalam bentuk undang-undang, membuktikan bahwa Pemerintah memandang panting fungsi dari ekosistem yang lestari, baik terhadap ekosistem di Iuar areal perkotaan maupun di dalam areal perkotaan. Pada saat ini, hares disadari bahwa lingkungan merupakan sumber daya lainnya yang tidak dapat diabaikan. Hal ini disebabkan suatu disain pembangunan kota tanpa disertainya disain lingkungan sebagai sumberdaya alam, tidak akan mencapai basil yang diinginkan.
Kiranya hutan kota merupakan salah satu altematif terhadap upaya perbaikan lingkungan, terutarna di perkotaan yang umumnya lahan semakin berkurang. Untuk itu kiranya perlu upaya semaksimal mungkin agar peranan hutan kota menjadi lebih besar lagi, terutama dengan adanya perubahan suhu melalui kegiatan evapotranspirasi sehingga tercipta suatu suhu nyaman. Suatu lingkungan dapat dikatakan nyaman apabila perbedaan antara suhu minimun dan maksimuni tidak berbeda jauh dan tingkat kelembabannya relatif tinggi.
Hutan kota merupakan komponen lingkungan yang memiliki potensi sangat luas penyusunan program pembangunan hutan kota asas-asas yang mendasarinya adalah asas kelestarian, asas manfaat, serta asas keserasian dan keseimbangan. Asas kelestarian menghendaki agar vegetasi sebagai penghasil oksigen, tanah dan air sebagai kebutuhan esensial mahluk hidup akan tetap berfungsi secara maksimal dan lestari. Asas manfaat mempersyaratkan agar setiap penggunaan ruang dan sumberdaya yang ada di dalamnya dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat banyak.
Di samping itu, jajaran pepohonan juga berfungsi menyegarkan udara karena mengkonsurnsi karbondioksida (CO) dan menghasilkan oksigen (02), selain secara tidak langsung ikut pula menurunkan tingkat kebisingan. Bahkan dalam hal penurunan tingkat kebisingan, hutan kota mempunyai kontribusi yang cukup besar.
Berkaitan dengan uraian di atas maka masalah pada penelitian ini adalah :
1. Sejauh manakah keberhasilan hutan kota dalam upaya meredam kebisingan, khususnya pada tempat kegiatan bekerja penduduk kota dan sekitarnya ?
2. Sejauh manakah keterkaitan antar faktor-faktor ekologis hutan kota, seperti struktur hutan kota dapat ikut berpengaruh terhadap kemampuan meredam suara bising lalu lintas ?
Dari permasalahan tersebut, penelitian ini akan mencari hubungan antar keberadaan hutan kota dengan masing-masing variabel yang diujikan, seperti suhu udara, kelembaban udara, tingkat kebisingan dan kecepatan angin. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :
a. Keberadaan hutan kota mempunyai hubungan dengan perbaikan mutu lingkungan, berupa adanya penurunan tingkat kebisingan lalu lintas.
b. Adanya hubungan keberadaan hutan kota dengan perbaikan mutu lingkungan, berupa adanya penurunan nilai temperatur dan naiknya kelembaban udara.
c. Adanya hubungan yang berkorelasi positip antara komposisi dan struktur pembentuk suatu hutan kota dengan penurunan tingkat kebisingan lalu lintas.
d. Adanya hubungan antara modifikasi temperatur dan kelembaban udara akibat keberadaan hutan kota dengan tinggi rendahnya nilai kebisingan terekam.
Penelitian dilakukan selama 21 hari berturut-urut di Hutan Kota Manggala Wanabakti, Jakarta Pusat. Jenis penelitian adalah Stratified Purposed Random Sampling dengan mengambil data-data untuk kebisingan, suhu dan kelembaban pada titik-titik yang telah ditentukan sebelumnya. Pengambilan data dilakukan secara serentak pada waktu-waktu yang juga telah ditentukan sebelumnya. Jumlah data secara keseluruhan adalah 144 untuk masing-masing variabel yang akan diujikan. Untuk pengumpulan data tambahan, dilakukan pengukuran arah dan kecepatan angin. Analisis data dilakukan secara deskriptif dan untuk mendapatkan dan membaca hasil yang lebih maksimal dipergunakan histogram antar masing-masing variabel, begitu pula untuk melihat hubungan antar variabel yang diujikan.
Hasil penelitian adalah sebagai berikut :
1. Adanya hubungan antara keberadaan hutan kota dengan perbaikan mutu lingkungan, berupa penurunantingkat kebisingan lalu lintas. Meskipun demikian dapat dirinci lebih jauh lagi :
a. Relatif tidak berbedanya penurunan kebisingan antar satuan hari kesibukan, dimana satuan hari Senin-Jum'at (75,42 dB) mempunyai tingkat kebisingan tertinggi diantara satuan hari Selasa-Rabu-Kamis (75,30 dB) dan Sabtu-Mmggu (75,09 dB).
b. Ada perbedaan rata-rata tingkat kebisingan antar satuan waktu tingkat kepadatan lalu lintas, dimana waktu Sangat Padat/pukul 0600 - 10°° berada pada tingkat kebisingan tertinggi (74,95 dB) di antara ketiga waktu pengukuran yang lain, yaitu Sedang/pukul 1100 - 15° (65,09 dB), Padat/pukul 1600 - 20°0 (65,76 dB) dan Lengang/pukul 2100 - 01°0 (60,02 dB).
c. Ada perbedaan rata-rata tingkat kebisingan antar titik pengukuran berdasarkan jarak dan struktur vegetasi pembentuknya, dimana titik pengukuran I berada pads tingkat kebisingan tertinggi (75,27 dB) diantara ketiga titik pengukuran lainnya, yaitu titik II (62,59 dB), titik III (55,62 dB) dan titik IV (60,34 dB).
2. Adanya hubungan yang berkorelasi positip, dimana struktur hutan kota yang lebih rapat dan berstrata banyak mempunyai keefektifan yang lebih besar dalam upaya peredaman tingkat kebisingan lalu limas.
3. Adanya hubungan antara keberadaan hutan kota dengan perbaikan mutu lingkungan yang secara umum diikuti dengan penurunan nilai temperatur dan naiknya kelembaban udara.
4. Adanya hubungan antara temperatur dan kelembaban udara akibat keberadaan hutan kota dengan tinggi rendahnya nilai kebisingan yang terekam, dimana secara umum naiknya temperatur cenderung akan menyebabkan naiknya tingkat kebisingan terekam, sebaiknya naiknya kelembaban udara secara umum cenderung akan menyebabkan turunnya tingkat kebisingan.
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis maka dapat ditarik kesimpulan bahwa keberadaan hutan kota yang biasanya diketahui sebagai penghasil oksigen (D2), ternyata juga mempunyai peranan cukup penting dalam upaya memperbaiki kondisi lingkungan fisik perkotaan lainnya, terutama untuk perbaikan penurunan tingkat kebisingan, di samping secara umum terjadi pula penurunan suhu udara dan peningkatan kelembaban udara. Dengan demikian diharapkan timbul kesadaran dan kepedulian penduduk perkotaan untuk mengambil manfaat yang akan didapat dengan menanam pepohonan baik di pekarangan maupun pada lahan-lahan penghijauan.

The development in the city areas is mostly characterized by the existence of the city's physical growth. The trend of the city development in the past was more inclined to minimize green open space and to dissipate the nature itself. Arable land mostly became residential area, city, industrial estate, recreational parks and any more.
Therefore now it is becoming a major concern, that green sustenance area in the city is not only making it beautiful and cool, but the aspect of preservation, compatibility and balanced of natural resources can be maintained, which later on they can provide comfortness, refreshness and freedom the city from pollution and noise.
Green preserved area will be highly needed in the city area prevent the defradation of the environment quality, besides to improve the needs of facilities and infrastructures. Based on history, about 2,000 years ago, around (100 - 44 BC) Julius Caesar from Rome was disturbed by the noises accured from the chariots wheels. Therefore, there was a decree to move lanes designated for chariots with a boundary, which was city forest within residential area, with purpose to reduce the noise level. The thought such as protecting from the unwanted noise in order to improve/maintain their environment quality was actually a major concern about 2,000 years ago.
With such fact, the thought of protecting from the noise did not grow rapidly. The reason behind this was due the ignorance of most people. Along with the Urban Forest development, then people started to be concern the benefit of it including the comfortness in terms of noise reduction.
Through Urban Forest, also we can sense the comfort of climate on micro level, since tress and vegetation in it can create micro climate which comfort for people through coordination of temperature, light, humidity and air circulation.
In Indonesia, through the existing laws in relation with living environment and green movement, the development of urban's forest is such activity that cannot be separated from the national development which is aimed to achieve the prosperity for all the people, as stated in the national philosophy of Indonesia, Pancasila. The success of development definitely cannot be separated from the fundamental principle, or laws which area the guidance or as regulation in aiming the objective.
The basic principle about utilization of urban forest is explicitly stated in the implementation guidance of Pancasila, 1945 State Constitution, particularly in chapter 33 articles 3 says: "Land, water and natural resources are controlled by the state and fully utilized for the benefit of the people". While the basic concept of the city forest utilization is described in state policies. Even within the environment laws, there are:
1. Law Number 411982 about Principle Decree of Environmental Management.
2. Law Number 511967 about Forestry Principle Decree which was ratified on May 24, 1967. Chapter 5 article 1, state that ?All forest within the area of the Republic Indonesia includes its natural resources area controlled by the State.
3. Law Number 511990 about Conservation of Biological Natural Resources and Its Ecosystems.
The environmental management which is stated in laws, it is proved that the government puts major priority on the function of sustainable ecosystem, both for ecosystem inside and out of urban area. At the moment, we need to be aware that environment is another natural resource which cannot be neglected. Therefore, such city master plan which has no environment design, cannot optimally achieved the objective.
City is an alternative for environmental improvement, especially in urban area which is generally facing land deterioration. Therefore, we need to put our great effort to strengthen the role of urban forest, especially due to the temperature change as a consequence of evapotranspiration if the difference between minimum and maximum temperature is not quite different and its humidity level is relatively high. Urban forest is an environment component which has great advantage to play a major role as needed. In formulating the development program of the urban forest, some basic principles to be considered are preservation, benefit, harmonious and stability.
The principle of preservation is aimed to have vegetation as oxygen producer, land and water as the essential need for human being to be optimally utilized and preserved at the same time. The principle of benefit is required to each use of space and natural resource in it can be beneficial for the welfare of the whole people. Moreover, the trees are serving as air refresher, since they consume carbon dioxide and supplies oxygen, and indirectly also reduce the noise level. Even in reducing the noise level, urban forest has such major contribution.
In relation with the above explanation, the issues in this thesis are:
1. How far the success of urban forest in reducing the noise level, particularly in the business district of the urban population and its vicinity?
2. Is there any correlation between temperature and humidity in the urban area that possible to influence the high or low level of noise reduction caused by traffic activity?
From the problem concerned, this research will find the correlation between the existences of urban forest with each variable being tested, such as temperature, humidity, noise level and wing speed. Hypothesis being proposed in this research is:
a. The existence of urban forest has correlation with the improvement of environment quality, such as the reduction of traffic noise level.
b. There is correlation of the existence of urban forest with the improvement of environment quality, such as the reduction of temperature and the rise of humidity.
c. There is positive correlation between the composition and form structure of urban forest with the reduction of traffic noise level.
d. There is correlation between the composition of temperature and humidity due to the existence of urban forest with its high and low of noise value being recorded.
Research was conducted for 21 days consecutively at Manggala Wanabakti Urban Forest, Central Jakarta. The type of research is Stratified Purposed Random Sampling by taking data for noise, temperature and humidity on certain targeted points. Data collection was conducted at once at designated time. The total data is 144 for each variable which will be tested. For additional data collection, the measurement of wind direction and speed was performed. Data analysis was done descriptively and in getting much better result, we use histogram between variables, as well as for knowing the correlation between variables being tested.
Results of the research are:
1. There is correlation between the existences of urban forest with the improvement of environment quality, in the form of the reduction of traffic noise level. Nevertheless, the details further are:
a. Relatively no difference in the decrease of noise on each busy day, where each day of Monday-Friday (75,42 dB) has be highest noise level among each day of Tuesday, Wednesday and Thursday (75,30 dB) and Saturday-Sunday (75,09 dB).
b. There is difference of average noise level on each period of heavy traffic level, where period of Very Heavy/between 0600 - 10°° is on the highest noise level (74,95 dB) among the three other time measurement, that is Medium/between 110° - 1500 (65,09 dB), Heavy/between I6°° - 20°° (65,76 dB) and Light/between 2100 - 0100 (60,02 dB).
c. There is different of average noise level on each point of measurement based on distance and its form of vegetation structure, where point of measurement T is on the highest noise level (75,27 dB) among the three other point of measurement, that is point of measurement point II (62,59 dB), point III (55,62 dB) and point IV (60,34 dB).
2. There is positive correlation, where the structure of urban forest which is closer and with strata has much larger\electiveness in reducing the traffic noise level.
3. There is correlation between the existence of urban forest with the improvement of environment quality which generally followed by the reduction of temperature and the rise of humidity.
4. There is correlation between temperature and humidity due to the existence of urban forest with its high and low of noise value being recorded, where generally the rise of temperature tends to cause the rise of recorded noise value, on the other hand the rise of humidity generally tends to cause the reduction of noise level.
Based on the result of hypothesis testing, thus we can conclude that the existence of urban forest which is known as oxygen producer, in fact it has also important role in improving the physical condition of other city environment, especially for improving the reduction of noise level, besides in general there is also temperature reduction and the rise of humidity. Therefore, we hope that there will be awareness and concern of urban population to take the advantage by planting trees both in their yard or green areas.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jermanto Setia Kurniawan
"Emisi polusi dan kebisingan pesawat merupakan bagian penting dari sumber polusi di sekitar bandara, yang secara langsung atau tidak langsung akan mempengaruhi resiko bahaya bagi kesehatan manusia dan ekosistem. Efek suara pesawat dan emisi pada populasi di sekitar bandara berkaitan dengan gangguan yang terkadang sangat berbahaya. Untuk mengatasi masalah ini, penelitian ini mengusulkan model yang mengintegrasikan emisi pesawat dari kebisingan dan polutan dengan menggabungkan efek dari kedua emisi tersebut dengan menggunakan Artificial Neural Network (ANN) untuk menentukan indeks resiko kesehatan di sekitar bandara. Pengukuran emisi pesawat baik kebisingan maupun polutan di Bandara Internasional Soekarno Hatta - Cengkareng Indonesia digunakan untuk memvalidasi model yang dikembangkan sebagai data masukan.
Hasil yang telah diperoleh dalam penelitian ini adalah arsitektur model ANN yang terbaik yang terdiri dari 4 (empat) variabel input (CO, NOx, SOx, Noise level), 10 (sepuluh) untuk proses layer tersembunyi (hidden layer) dan satu variabel output (indeks risiko kesehatan) atau dapat ditulis model 4-10-1. Berdasarkan kriteria validasi ANN, kinerja validasi terbaik dicapai pada epochs 15 dari 21 epochs dengan Mean Squared Error (MSE) yang bernilai 0,035062. Korelasi antara target dan output divalidasi dengan R = 0,98823, yang berarti bahwa ada hubungan erat antara target dan output. Jaringan nilai output kesalahan mendekati nol, yang

Aircraft noise and pollutant emissions are an important part of the sources of pollution around airport that directly or indirectly will affect harmful to human health and ecosystems. The effects of aircraft noise and pollutant emissions on the populations around airport deal with annoying and sometimes dangerous. In order to address this issue, this research proposes an integrating model of aircraft noise and pollutant emissions by combining effects of both noise and pollutant emissions using Artificial Neural Network (ANN) to determine the healthy risk level around the airport. Measurement of aircraft noise and pollutant emissions at Soekarno Hatta International Airport - Cengkareng Indonesia is used to validate the developed model as input data.
The results obtained in this research are the best ANN architecture model is 4 (four) variable input (CO, NOx, SOx, Noise Level), 10 for variable process (hidden layer) and one for output variable (healthy risk level) that can be written as 4-10-1 model. Based on ANN validation criteria, the best validation performance is achieved at epoch 15 from 21 epochs with the Mean Squared Error (MSE) of 0.035062. The correlation between targets and outputs are validated with R = 0.98823, which means that there is a close relationship between targets and outputs. The value of network output errors approaches to zero, ranging from -0.6 to 0.6.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
D1903
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sinaga, Esther Grace Thina
"Kebisingan merupakan salah satu dampak negatif dari penggunaan kendaraan bermotor. Semakin tinggi jumlah kendaraan bermotor, maka dampak kebisingan akan semakin besar. Oleh karena itu, pemodelan dibutuhkan untuk memprediksi peningkatan nilai kebisingan di suatu lokasi. Penelitian ini bertujuan untuk memodelkan nilai koreksi kebisingan berdasarkan volume kendaraan dengan mempertimbangkan gradien jalan. Variabel bebas yang akan digunakan adalah volume kendaraaan dan gradien jalan, sedangkan variabel terikat adalah nilai koreksi kebisingan. Pemodelan pada penelitian ini, akan berpacu pada buku Calculation of Road Traffic Noise dan analisis kesesuaian baku mutu tingkat kebisingan berdasarkan KEP-48/MENLH/11/1996. Pemodelan nilai koreksi tingkat kebisingan berdasarkan volume kendaraan pada gradien jalan -0,9 sampai 5,6 adalah y = 5.4167ln(x) - 41.618, dan pada gradien 1,5 sampai 2,1 adalah y = 2,7865ln(x) – 20,545. Pemodelan nilai koreksi kebisingan berdasarkan gradien jalan -0,9 sampai -5,6 adalah y = -0,2113x-0,3047 dan gradien jalan 1,5 sampai 2,1 adalah y = 0,5387 x – 0,1462.

Noise pollution is one of the negative impacts of motor vehicle use. The higher the number of motor vehicles, the greater the noise pollution. Therefore, modeling is needed to predict the increase in noise levels at a particular location. This study aims to model the noise correction value based on vehicle volume by considering the road gradient. The independent variables to be used are vehicle volume and road gradient, while the dependent variable is the noise correction value. The modeling in this study will be based on the book "Calculation of Road Traffic Noise" and the analysis of the conformity of noise level quality standards based on KEP-48/MENLH/11/1996. The noise correction value modeling based on vehicle volume on a road gradient from -0.9 to 5.6 is y = 5.4167ln(x) - 41.618, and on a gradient from 1.5 to 2.1 is y = 2.7865ln(x) - 20.545. The noise correction value modeling based on road gradient from -0.9 to -5.6 is y = -0.2113x - 0.3047, and on a road gradient from 1.5 to 2.1 is y = 0.5387x - 0.1462."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aulia Abi Herdanu
"Kebisingan merupakan gangguan yang dapat mempengaruhi kenyamanan dan kesehatan terutama kepada operator yang bekerja selama 8 jam sehari di area mesin produksi. Dari hasil observasi lapangan, diperoleh Noise Mapping dan Noise Contour area produksi Vial Mesin Spami kebisingannya berkisar 80,7 dBA sampai dengan 87,2 dBA. Hasil pengukuran pajanan bising personal dengan menggunakan Noise Dosimeter didapatkan bahwa dari 24 operator yang bekerja pada area tersebut, 11 pekerja menerima Dosis Pajanan Bising diatas 100% (85 dBA). Salah satu usaha untuk mengurangi dampak kebisingan pada pekerja dengan menggunakan APT Ear Plug dengan NRR 25 dBA. Dosis Pajanan Bising Efektif dengan penggunaan APT pada keseluruhan operator dapat mencapai dibawah 100% (85 dBA). Keseluruhan pekerja sebanyak 24 orang memiliki fungsi pendengaran normal.

Noise is a disorder that can affect comfort and health, especially to the operators who work for 8 hours a day in the machine at production area. Result from observation with Noise Mapping and Noise Countour shows that the noise range at area Vial Production Spami Machine is 80,7 dBA until 87,2 dBA. Results of Personal noise exposure measurement by using Noise Dosimeter found that of the 24 operators working in the area, 11 workers received a Noise Dose Exposure above 100% (85 dBA). One of the actions to reduce the noise risk to workers by using PPE, Ear Plug with NRR 25 dBA. Effective Noise Dose Exposure while use in Earplug on the overall operator can reach below 100% (85 dBA). All of the workers as much as 24 workers have Normal Hearing Functionality.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
S66488
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rachmat Suherwin
"Keberadaan kereta api di daerah perkotaan selain dapat menjadi sarana transportasi yang murah, cepat dan masal, dapat pula menimbulkan masalah bagi kesehatan masyarakat, terutama karena suara bising yang ditimbulkannya. Dampak bising kereta api dapat menyebabkan gangguan kesehatan non auditorik, yaitu gangguan kesehatan selain gangguan pada indera pendengaran.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proporsi gangguan kesehatan non auditorik pada masyarakat yang tinggal di sepanjang jalur kereta api yang meliputi gangguan komunikasi, gangguan fisiologis yang terdiri dari peningkatan tekanan darah, peningkatan denyut jantung, melambatkan fungsi organ pencernaan, serta timbulnya gangguan psikologis. Disamping itu ingin pula diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi gangguan kesehatan non auditorik tersebut.
Rancangan penelitian ini adalah cross sectional dengan populasi penelitian masyarakat yang tinggal disepanjang jalur kereta api di Kelurahan Jembatan Besi Kecamatan Tambora. Sampel yang terlibat dalam penelitian ini adalah orang dewasa yang berumur 17 tahun keatas yang paling sering tinggal di rumah, yang berjumlah 100 orang dan diambil dengan metode random sampling. Data diambil dengan wawancara, observasi dan melakukan pengukuran. Data-data yang terkumpul diolah dengan tahapan data coding, data editing, data structure, data the, data entry dan data cleaning. Selanjutnya dilakukan analisis univariat, bivariat dan multivariate, menggunakan SPSS for Windows.
Diketahui intensitas kebisingan rata-rata 70,7 dB pada umumnya bersumber dari kereta api. Umur responden rata-rata 45,3 tahun, responden terbanyak adalah wanita, lama tinggal rata-rata 30,9 tahun. jarak tempat tinggal dengan jalur kereta rata-rata 24,4 meter, waktu bising yang paling mengganggu umumnya Siang hari, suhu udara rata-rata 30,8°C dan kelembaban rata-rata 33%. Gangguan kesehatan non auditorik yang timbul terdiri dari gangguan komunikasi 53%, peningkatan tekanan darah 40% (lebih tinggi dari prevalensi hipertensi di Kelurahan Jembatan Besi dan Kecamatan Tambora), gangguan pencernaan 51%, gangguan psikologis 59%. Sedangkan peningkatan detak jantung tidak terjadi. Secara umum responden yang mengalami gangguan non auditorik sebanyak 79%.
Pada analisa bivariat ditemukan adanya korelasi yang bermakna antara gangguan kesehatan non auditorik dengan jarak tempat tinggal dengan sumber bising, sumber bising dan intensitas kebisingan. Sedangkan variabel lainnya seperti umur, jenis kelamin, lama tinggal, waktu bising, suhu dan kelembaban tidak menunjukan adanya hubungan dengan gangguan kesehatan non auditorik.
Pada analisis multivariat diketahui faktor yang paling berpengaruh terhadap terjadinya gangguan kesehatan non auditorik adalah jarak tempat tinggal dengan sumber bising, serta sumber bising. Yang berpeluang lebih besar adalah sumber bising (4,96 kali), sedangkan jarak tempat tinggal dengan sumber bising berpeluang 1,14 kali.
Selanjutnya untuk memastikan adanya hubungan sebab akibat perlu dilakukan penelitian sejenis dengan disain kasus kontrol atau kohort, serta meningkatkan jumlah variabel yang diteliti sehingga dapat menggambarkan kondisi yang sebenarnya.
Daftar bacaan : 26 (1971- 2003)

Non Auditory Health Effect of Noise Exposure at Community Who Live Alongside the Railway in Jembatan Besi Sub-District, Tambora, West Jakarta, 2004The existence of train in urban area is a cheap, quick and mass transportation, on the other hand it can causes a lot of problems in community health , especially because of its noise. Noisy impact of train can cause non auditory health effect, which is health effect besides hearing system.
The aim of this research is to know health effect proportion of non auditory on community who live alongside the railway consist of communications trouble, physiological trouble such as increasing blood pressure, increasing heartbeat, slowing down digestive organ function, and also the incidence of psychological trouble. Besides that, would also like to know the factors influencing non auditory health effect.
The design of the research is cross sectional with population research is community who live alongside the railway in Sub-District of Jembatan Besi District of Tambora. The samples in this research are adult who is in the age of more than 17 years old and live in house frequently. The involving samples in this research are 100 respondents and taken with sampling random method. Data are taken by interview, observation and do measurement. The collected data are processed by step coding, editing, structuring, filing, entering and cleaning. Followed by data analysis of univariat, bivariat and multivariate with SPSS for Windows.
It is known that noise intensity in average is 70.7 dB. It is generally caused by train. The average age of respondent is 45.3 years old, most of respondent are woman, the average length of stay is 30.9 years, the average of residential distance with railways is 24.4 meters, noisy time which bother most is generally daytime, the average of temperature is 30.8°C and humidity is 33%. The arising non auditory effect consists of communications trouble 53%, increasing blood pressure 40% (is higher than hypertension prevalence in Sub-District of Jembatan Besi and District of Tambora), digestive trouble 51%, psychological trouble 59%. While increasing of heartbeat does not happen. Generally respondent suffering from non auditory trouble is 79%.
Bivariate analysis shows that there is a significant correlation between health effects on non auditory and the distance of residence, source of noise, and intensity of noise. While other variables like age, gender, length of stay, noisy time, humidity and temperature do not have significant correlation with health effects on non auditory.
Multivariat analysis shows that most influencing factors on the occurrence of health effects on non auditory are the distance of residence and also the source of noise. Variable having bigger opportunity is the source of noise (4.96 times), while the distance of residence has opportunity 1.14 times.
Furthermore, in order to ascertain the existence of causality need to be conducted by similar research with the design of case control or kohort, and also improve the amount of accurate variable so it that can describe the real condition.
References : 26 (1971 - 2003)
"
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T13130
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>