Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 190532 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mantong, Andrew Wiguna
"Skripsi ini mencari hubungan antara tingkat penerapan bantuan pendidikan Decentralizing Basic Education (DBE) sebagai bentuk kekuasaan produktif Amerika Serikat (AS) dengan tingkat pemahaman budaya demokrasi yang terdiri dari dimensi habitus, ketiadaan etos lama, dan prinsip deliberatif pada siswa-siswi sekolah dasar kelas 5 di Kota Bogor. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain eksplanatif untuk membuktikan ketidakmampuan program yang dilandasi oleh Teori Modernisasi dalam mendukung demokratisasi melalui pendidikan.
Hasil penelitian menyatakan bahwa hubungan tidak terdapat karena keberadaan etos lama yang masih mengakar dalam implementasi bantuan dari pemerintahan Bush yang neokonservatif, alih-alih penampakan bentuk kuasa dalam sebuah struktur ideasional yang tercermin dalam bantuan pendidikan ini.

This undergraduate thesis seeks relation between the level of US Education Aid DBE implementation as a manifest of US Productive Power with the level of student understanding of democratic culture consisted of habits, the erosion of old ethos, and principle of deliberative in 5th grade elementary school students in Bogor City. This research is quantitative with explanative design to prove program? inability founded of Modernization Theory in supporting democratization through education.
The results find that no relation exists due to persistency of old ethos in the implementation of Neoconservative-Bush Administration Aid, instead of the manifestation of power form in an ideational structure reflected from this education aid.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
"Masyarakat Indonesia dan Amerika Serikat adalah dua diantara sekian banyak masyarakat negara yang bercorak plural atau majemuk. Tetapi kendatipun demikian corak oluralisme atau kemajemukan dari dua masyarakat tersebut tidaklah sama
."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ricky Raymon
"Skripsi ini menjelaskan mengenai peranan ODA (Official Development Assistance) Jepang di Indonesia pasca krisis Asia, dalam memperkuat hubunganekonomi yang asimetris dengan Indonesia, yang bahkan telah ada sebelum krisis Asia. Hubungan-ekonomi asimetris yang dimaksud ialah hubungan yang tidak setara?secara ekonomi antara Jepang dengan Indonesia. Usaha untuk menciptakan kondisi tersebut dianalisis dengan cara melihat kinerja ODA yang ada di Indonesia pasca krisis Asia.
Selain itu pula dalam skripsi ini akan dibahas mengenai sejarah lahirnya ODA dan perkembangan awalnya di Indonesia, serta bagaimana proses formulasi kebijakan ODA Jepang, dari tahap awal hingga pengimplementasiannya. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang bersifat deskriptif-analitis.
Hasil dari penelitian ini memperlihatkan bahwa ODA Jepang memiliki peranan dalam memperkuat hubungan-ekonomi yang asimetris dengan Indonesia, yakni dengan cara memperkuat posisi Jepang dan memperlemah posisi Indonesia secara ekonomi dalam hubungan tersebut.

This thesis explains about the role of Japan's foreign aid or usually called ODA (Official Development Assistance) in strengthening asymmetric economicrelationship with Indonesia, that have been existed before the Asian Crisis . The terminology of asymmetric economic-relationship here refered to unequall relationship?in economic terms?between Japan and Indonesia. The effort to strenghthen that condition can be explained by observing the implementaion of Japan?s ODA to Indonesia.
Besides that, this thesis also explained about the emergence of Japan?s ODA at the first time, the history about the flow of Japan's ODA to Indonesia from Old Order Era up to now, and also about the policy formulation of Japan's ODA, from the beginning until the implementation phase. This research used qualitative method with analytical-descriptive explanation.
The result of this research showed that ODA has role in strenghthening asymmetric economic-relationship between Japan and Indonesia, by strengthening Japan's position and weakening Indonesia?s economic position on that relationship."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2009
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Uus Usman
"Bentuk dasar strategi kebijakan luar negeri Turki yang tertuang dalam program kerja pemerintahan koalisi DSP-MI-IP-ANAP maupun pemerintahan AKP sebagai penggantinya tetap mengutamakan kebijakan politik luar negeri yang bebas dan aktif serta diorientasikan untuk berintegrasi dengan negara-negara Barat. Prinsip dasar "peace at home, peace in the world" yang merupakan motto Bapak pendiri Turki Kemal Ataturk secara konsisten tetap menjadi landasan utama dalam implementasi kebijakan politik luar negerinya tersebut. Dalam hal ini, Turki telah mengalami sejarah yang cukup panjang dalam hal kerjasama dengan negara-negara Barat dan Amerika. Seperti pada awal terjadinya krisis di kawasan Teluk, Turki telah mengambil sikap yang tegas sejalan dengan sikap negara-negara barat dan Amerika.
Selain itu, AS secara intensif turut membantu dalam hal menekan negara-negara Eropa terhadap proses keanggotaan Turki di EU dan berusaha memfasilitasi proses perdamaian dalam persengketaan di Pulau Siprus, serta membantu Turki dalam upaya menekan aksi-aksi pemberontakan suku Kurdi (PKK) di perbatasan. Gambaran situasi tersebut di atas mengindikasikan bahwa bentuk kebijakan politik luar negeri yang dihasilkan oleh pemerintahan Turki dan AS mengarah pada sebuah bentuk konformitas dan saling memberikan dukungan pada politik luar negeri masing-masing kedua negara.
Akan tetapi, perbedaan pendekatan dalam menyikapi masalah krisis Irak yang semakin menonjol pada akhir tahun 2002 lalu, menjadi titik balik dalam hubungan kedua negara. Kampanye perang AS terhadap Irak yang ditanggapi secara hati-hati oleh pemerintah baru Turki (AKP), semakin memperlebar jurang pemisah dalam hubungan strategis kedua negara. Seperti diketahui, parlemen Turki menolak membuka front utara dari Turki bagi pasukan AS untuk kepentingan penyerangan ke Irak.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan faktor-faktor yang mempengaruhi para pembuat kebijakan Turki (Parlemen) hingga memutuskan untuk menolak draft penempatan pasukan AS di wilayah Turki untuk kepentingan invasi ke Irak ketimbang mendukungnya. Gambaran tentang pergeseran arah kebijakan politik luar negeri tersebut di atas ditinjau dari sisi persepsi sebagian besar anggota Parlemen sebagai sekelompok pemegang kebijakan, yang memberikan tanggapan dan penilaian pada realitas invasi AS sesuai dengan apa yang mereka ketahui.
Temuan dalam tesis ini antara lain menyebutkan bahwa dengan Keputusan Parlemen Turki (TGNA) yang menolak kedatangan 62.000 pasukan militer AS yang akan ditempatkan di tapal batas dengan Irak, merupakan sebuah akibat dari persepsi negatif yang terbentuk dikalangan mayoritas anggota Parlemen terhadap rencana invasi Amerika. Terbentuknya persepsi negatif tersebut disebabkan oleh serangkaian citra tentang realitas invasi yang ternyata dianggap telah melanggar nilai-nilai dan prinsip-prinsip Dewan Keamanan PBB, tidak sesuai dengan sikap mayoritas mayarakat Turki yang menentang perang, memperbesar kekhawatiran akan terjadinya destabilisasi suku Kurdi di wilayah perbatasan serta membangkitkan kembali kenangan masa lalu dimana Turki mengalami kerugian ekonomi setelah bersekutu dengan Amerika Serikat pada krisis Teluk Persia 1991.

Basic strategy of the Turkish foreign policy mentioned in its action plan of coalition government among Democratic Left Party (DSP) Nationalist Movement Party (MI-IP) Motherland Party (ANAP) as well as Justice and Development Party (AKP)'s government as the subsequent administration mainly exercises "Free and Active" policy and western-orientation. "Peace at home, peace in the world" as the basic principle developed by Turkish founding father, Kemal Attaturk, consistently remains the major foundation in implementing its foreign policy. In this regard, Turkey has a long history in building a close relationship with West and United States of America (US). At the beginning of the taking place a crisis in Gulf region, for the example, Turkey adopted a firm behavior, which was in harmony with the policy taken by West countries and US.
In addition, US intensively supports Turkey in giving pressure toward European Union (EU) related with Turkey's membership in EU and mediates peace process concerning Cyprus dispute as well as helps Turkey to press rebel actions of Kurds in the border line. The condition mentioned above indicates that resulting foreign policy between Turkey and US tends to form conformity one and support each other.
However, different approach in responding Iraqi crises dominantly at the end of 2002 became a turning point in the relationship of both countries. War campaign of US against Iraq responded carefully by the new administration in Turkey (AKP) widened some discrepancy concerning a strategic relationship of the countries. As we know, Turkish parliament refused to provide its land for US troops to attack Iraq from north front.
This research aims to describe factors influencing the decision makers of the Turkish parliament so that it decided to refuse a draft of the US troop deployment in Turkish Land for the sake of attacking Iraq rather than supporting it. The writer describes that shift in Turkish foreign policy from the perception of major Turkish parliament member's point of view as a group of decision makers providing respond and judgment on US invasion.
Findings of his research conclude that Decision of Turkish Parliament (TGNA) opposing the deployment of 62.000 US military troops positioned in Turkey's border line with Iraq was a result of negative perception of Turkish Parliament member majority regarding US attack plan. That perception is due to a set of images on US invasion having been regarded in violation of US Security Council values and principles, disagreement with the majority of Turks aspiration who opposed the invasion, enlarging fear of destabilization among Kurds in the border line as well as reviving past experience in which Turkey got a loss when the country allied US during Gulf Crises of 1991.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T14770
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sindy Yulia Putri
"ABSTRAK
Kebangkitan Cina menjadikan dunia tidak lagi bersifat unipolar dan bipolar, namun semakin multipolar. Negara tirai bambu tersebut menjadi cerminan bagi negara berkembang di
Asia dalam memajukan pembangunan nasional. Cina sebagai kekuatan ekonomi baru
semakin menunjukkan kapabilitasnya dalam industrialisasi dan aliran investasi asing.
Kemampuan SDM yang kompetitif dan teknologi yang mumpuni, membuat Cina semakin
menunjukkan eksistensinya dalam urusan ekonomi politik internasional dengan menginisiasi
pembentukan jalur sutra Belt and Road Initiave (BRI) di tahun 2013. Kebijakan ini
diimplementasikan pertama kali oleh Presiden Deng Xiao-Ping, yang kemudian dilanjutkan
oleh Presiden Xi Jinping. Sejak dibukanya jalur kerja sama ekonomi lintas kawasan BRI,
kemitraan Indonesia dan Cina semakin erat. Peningkatan perekonomian kedua negara
menjadi magnet bagi warga kedua negara, baik untuk kepentingan perdagangan, investasi,
pariwisata, pendidikan maupun budaya. Dengan semakin meningkatnya arus lalu lintas
barang dan orang dari kedua negara, diperlukan pengelolaan dan kerja sama yang baik
antara kedua belah pihak. Realitanya, kerja sama yang terjalin antara Indonesia dan
Cina dalam BRI dengan melibatkan lebih dari 65 negara, tidak terlepas dari kepentingan
ekonomi-politik di antara keduanya dan berimplikasi positif dan negatif terutama bagi
Indonesia. "
Jakarta : Biro Humas Settama Lemhannas RI , 2019
321 JKLHN 39 (2019)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Raziana Tridjajakasih
"Ambivalensi berasal dari istilah dalam bahasa Inggris "ambivalence" yang artinya kurang lebih: Perasaan atau sikap-sikap yang bertentangan terhadap seseorang atau sesuatu yang timbul pada saat bersamaan, seperti misalnya rasa cinta dan benci (Webster's Kew World Dictionary, Second College Bdi.tipn, 1978). Sumber lain mendefinisikan Ambivalensi sebagai suatu koeksistensi dari perasaan-perasaan yang saling berlawanan terhadap seseorang, obyek atau gagasan. (En Carta, 1997)
Dalam bahasa sederhana dan populer barangkali dapat diistilahkan dengan sikap "pli.n-plan", mendua, atau tidak konsisten yang punya konotasi luas. Misalnya saja sikap suatu pemerintahan terhadap negara atau negara-negara lain yang bersahabat namun pada waktu yang bersamaan juga melakukan hal-hal yang tidak menguntungkan atau bahkan merugikan negara terkait. Kalau dalam definisi pertama perasaan cinta dan benci dapat timbul secara bersamaan dalam diri seseorang?."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sinulingga, Eflina Pehulita
"Sistem nilai tukar merupakan salah satu alat kebijakan makroekonomi yang memiliki dimensi nasional dan juga internasional. Model Mundell-Flemming menunjukkan bagaimana negara harus melepaskan salah satu dari tiga situasi makroekonomi yang diinginkan. Penelitian ini akan menyelidiki alasan dibalik penolakan China terhadap tekanan Amerika Serikat dalam isu reformasi sistem nilai tukarnya. Terbukti bahwa China mengorbankan mobilitas modal internasional demi stabilitas nilai tukar dan otonomi kebijakan moneter. Terlebih lagi, sebagai satu negara berdaulat, China melihat otonomi negara menjadi hal yang mutlak.

Exchange rate system is a tool of macroeconomic policy which has both national and international dimension. Mundell-Flemming model exemplifies how a government has to renounce one of the three desired macroeconomic situations. This research will examine China?s raison d'ĂȘtre behind its objection towards pressure from United States of America in the issue of exchange rate system reform. It is proved that China surrenders international modal mobility, in order to have stability of exchange rate and monetary autonomy. Furthermore, as a sovereign state, China perceives state-autonomy in this issue as something absolute."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Grata Endah Werdaningtyas
"ABSTRAK
Tesis ini berbicara mengenai kebijaksanaan Inggris terhadap Uni Ekonomi dan Moneter, dengan fokus kebijaksanaan Inggris terhadap mata uang tunggal Eropa atau yang lebih dikenal sebagai Euro. Pembentukan mata uang tunggal Eropa sebagai tahap akhir uni ekonomi dan moneter merupakan salah satu fenomena terakhir dalam integrasi kawasan. Integrasi kawasan Eropa Barat yang dimulai semenjak paska PD II, kini telah mencapai tahap integrasi antar negara yang paling mendalam di dunia, dengan dibentuknya mata uang tunggal Eropa/Euro, sebagai tahap akhir dan uni moneter dan ekonomi Eropa. Uni moneter diharapkan akan membuka jalan bagi langkah -langkah lebih maju ke arah uni politik.
Namun dalam atmosfir integrasi yang sudah cukup dalam ini, tetap terdapat beberapa hambatan di antara negara anggota Uni Eropa untuk memberikan komitmen yang kuat ke arah integrasi menyeluruh. Hal ini tampak saat Inggris, Swedia dan Denmark memutuskan untuk menunda bergabung dalam euro. Penulis memilih untuk membahas lebih lanjut berbagai faktor yang melatar belakangi keputusan Inggris tersebut. Mengingat keberadaan Inggris sebagai salah satu negara besar di Eropa, maka setiap tindakannya akan memberikan dampak pada langkah-langkah integrasi Eropa selanjutnya. Besarnya peran, pentingnya peran dan komitmen pemerintah nasional dalam suatu proses integrasi juga menjadi bagian dari kajian Robert Keohane dan Stanley Hoffman, Keohane dan Hoffman berargumentasi bahwa fokus awal yang tepat bagi analisa adalah tawar-menawar yang terjadi pada tingkat antar pemerintahan (intergovermental).
Di balik berbagai teori yang berupaya menjelaskan fenomena kerjasama antar negara di Eropa Barat, satu hal yang pasti adalah kenyataan bahwa selama ini terdapat berbagai kekuatan yang menyatukan maupun memecah belah Eropa (unifying and dividing forces). Kekuatan-kekuatan ini bermunculan pada tingkat regional dan nasional, serta mempengaruhi prospek masa depan integrasi Eropa. Dalam kasus Inggris, proses pengambilan kebijaksanaan terhadap EMU dipengaruhi oleh Kekuatan Negara (Statism) dan Kekuatan Pasar (Market Forces). Di satu sisi kekuatan pasar cenderung menciptakan dan mendorong interdependensi serta tidak menghiraukan kedaulatan. Di sisi lain, walaupun Inggris secara kelembagaan telah menjadi anggota EC, namun kehidupan bernegara masyarakat Inggris belum terintegrasi dalam komunitas Eropa.
Dua variabel yang dianggap melatarbelakangi keputusan Inggris untuk menunda keanggotaannya dalam mata uang tunggal Eropa, yaitu Sentimen Nasionalisme di kalangan masyarakat Inggris dan berbagai pertimbangan dampak uni moneter terhadap perekonomian Inggris. Variabel yang pertama berkenaan perdebatan mengenai apakah uni moneter memang dapat mendorong ke arah integrasi politik, sementara uni moneter tidak dapat sukses tanpa dukungan dan komitmen politik masyarakat negara anggota Eropa. Bergabung dengan mata uang tunggal Eropa memiliki konsekuensi hilangnya Poundsterling dan otoritas kebijaksanaan moneter nasional. Kelompok yang bersifat skeptis, memiliki kekhawatiran euro akan menjadi titik awal perlucutan kebijaksanaan nasional di bidang lainnya, sehingga makin merongrong kedaulatan nasional suatu bangsa. Dampak uni moneter terhadap perekonomian Inggris, juga menjadi pertimbangan mendasar mengenai kebijaksanaan terhadap mata uang tunggal. Singkatnya negara Uni Eropa, terutama Inggris belum memenuhi tingkat integrasi yang diperlukan untuk mencapai suatu uni moneter yang sukses. Sebaliknya dengan kondisi yang ada sekarang dikhawatirkan sistem uni moneter menjadi tidak efisien, dan dalam sejarah telah terbukti bahwa suatu sistem perekonomian yang tidak efisien usianya tidak akan bertahan lama.
Kombinasi dari pertimbangan politis dan ekonomis mengenai berbagai dampak yang timbul sebagai konsekuensi keanggotaan dalam mata uang tunggal Eropa menjadi dasar keputusan Inggris untuk menunda keikutsertaannya. Namun keputusan ini tidak menutup peluang Inggris untuk menjadi anggota, bila suatu saat nanti keanggotaan dalam euro dianggap penting untuk mencapai kepentingan nasional Inggris."
2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Kebijakan luar negeri suatu negara tidak muncul begitu saja dari pembuat-pembuat kepotusan politik,tetapi merupakan suatu produk pengalaman sejarah,keyakinan-keyakinan politik dan ideologi-ideologi yang telah dianut oleh suatu bangsa
"
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Persetujuan pemerintah RI terhadap revolusi Dewan Keamanan PBB (DK PBB) No. 1747 (24 Maret 2007) yang berisi perluasan sanksi terhadap Iran terkait dengan pendayagunaan uranium mendapat reaksi keras dari DPR RI
"
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>