Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 196920 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yayan Suryana
"Skripsi ini membahas analisis tentang formulasi kebijakan kenaikan tarif Harga Dasar Air (HDA) sebagai dasar perhitungan Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dalam upaya mendukung fungsi regulerend Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah. Alasan mengapa adanya pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah adalah disebabkan oleh eksternalitas negatif yang ditimbulkan pada suatu daerah. Eksternalitas negatif seperti penurunan permukaan tanah, kehilangan persediaan kualitas dan kuantitas air bawah tanah memberikan efek negatif pada konservasi lingkungan.
Metode dalam mengawasi pengambilan dan pemanfaatan air bawah yang berlebihan oleh masyarakat adalah melalui kebijakan kenaikan harga dasar air. Tujuan kebijakan kenaikan harga dasar air adalah untuk mendukung fungsi regulerend seperti mendorong orang untuk mengurangi penggunaan air bawah tanah dan merubah kebiasaan untuk mengkonsumsi air PDAM dan juga untuk melindungi konservasi lingkungan.
Hasil analisis kebijakan kenaikan harga dasar air sebagai salah satu dasar perhitungan pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah adalah pada nilai perolehan air. Komponen nilai perolehan air terdiri dari dua bagian, yaitu volume air yang diambil dan harga dasar air. Perubahan komposisi harga dasar aira dalah faktor nilai air dan harga air baku. Perhitungan yang baru pada harga dasar terletak pada faktor nilai air yang terdapat pada perhitungan harga dasar air tersebut. Dan faktor nilai air terbut terdiri dari tiga komponen bagian, yaitu sumber daya alam, kompensasi pemulihan dan komponen peruntukan dan pengelolaan. Dengan ketiga komponen tersebut, maka kebijakan kenaikan harga dasar air akan mendukung fungsi regulerend pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah.
Penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan masukan kepada pemerintah daerah untuk menganalisis tentang kebijakan kenaikan harga dasar air akan mendukung fungsi regulerend dari pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah untuk mengatasi eksternalitas negatif dan konservasi lingkungan di propinsi DKI Jakarta.

The Focus of this study is to analyze the formulation the increasing rate policy of basic water prices as basic calculation ground water consumption tax in related with regulerend function ground water consumption tax. The reason why there is ground water consumption tax is due to negative externality carried by the district. The negative externality such as land subsident, lack of quality and quantity supply of ground water give the negative effect on environmental conservation.
The method to controlling copious in ground water consumption by the peoples through the increasing rate policy of basic water prices. The purposes the increasing rate policy of basic water prices is to support regulerend function such as motivated peoples to decrease in ground water consumption and change behavior to consume water service local company and also protecting environmental conservation.
Analysis results the increasing rate policy of basic water prices as one of the basic calculation of ground water consumption tax is in water acquisition value. The component of water acquisition value consist of two parts, they are the volume of water consumption times and the basic water prices. The changes composition are water value factors and water standard prices. The new calculation of basic water prices lie in water value factors included in basic water prices calculation. And in the water value factors consist of three parts components, they are natural reseorces, recovery compensation, and allocation and management component. With three components of them, so the the increasing rate policy of basic water prices will related with regulerend function of ground water consumption tax.
This research is hoped to be able to give input for the local government to analyze about the increasing rate policy of basic water prices will related with regulerend function of ground water consumption tax to overcome the negative externality and environmental conservation in province of Jakarta."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Adhi Wirananda
"Pajak Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan merupakan salah satu penerimaan pemerintahan daerah DKI Jakarta dari sektor pajak daerah. Penggunaan Pajak Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan yang baru dimulai pada tahun 1998/1999 yang sebelumnya merupakan retribusi penerimaan pemerintah DKI Jakarta, mengartikan bahwa potensi penerimaan tersebut masih sangat besar.
Dalam sistem perpajakan nasional, Pemerintah Pusat dalam beberapa tahun terakhir ini telah melakukan perubahan-perubahan. Sistem pemungutan pajak diubah dari sistem official assessment menjadi self assessment. Dengan sistem self assessment wajib pajak diberi kepercayaan untuk menghitung, membayar dan melaporkan jumlah pajak yang terhutang. Implikasi dari sistem self asessment ini adalah bahwa instansi yang bertugas memungut pajak harus memiliki kemampuan baik untuk mengadministrasikan pajak, serta wajib pajak harus diawasi oleh fiskus sehingga dapat diketahui apakah kewajiban perpajakan telah dijalankan dengan benar atau tidak oleh wajib pajak yang bersangkutan.
Berdasarkan uraian tersebut, maka pokok-permasalahan dalam tesis adalah Bagaimanakah pelaksanaan sistem pemungutan Official Assessment Pajak Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan di Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta dan bagaimana pengaruh pelaksanaan sistem official assessment terhadap pelaksanaan penerimaan Pajak Pernanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan.
Metodologi penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah metode deskriptif analisis, dengan teknik pengumpulan data berupa studi kepustakaan dan studi lapangan. Analisis yang dilakukan bersifat analisis kualitatif.
Tingkat efektivitas pemungutan Pajak Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan yang diukur dengan menggunakan ratio Tax Performance index (TPI) menunjukkan tingkat efektivitas yang cukup baik dan stabil diatas 100%.
Kesimpulan yang didapat yaitu Pelaksanaan pemungutan Pajak Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan yang menggunakan sistem official asessment, menemui beberapa hambatan seperi dalam penetapan pajak yang terhutang dan realisasi waktu pembayaran serta pengenaan sanksi keterlambatan 2% perbulan. Terbatasnya jumlah Karyawan pada Pendapatan Daerah Wilayah Kecamatan yang menjadi tulangpunggung dalam menetapkan pajak yang terhutang serta banyaknya jumlah objek.
Saran dalam penelitian ini yaitu Penggunaan sistem pemungutan Pajak Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan yang menggunakan sistem official assessment diharapkan terjadi perubahan dimasa yang akan datang menjadi self assessment. Mengingat sistem pajak nasional sekarang sudah beralih dari official assessment ke self assessment, maka sudah seharusnya Pajak Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan mengikuti langkah tersebut."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12413
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rr Mayang Ayu Puspitasaheti
"[ABSTRAK
Penelitian dilakukan bertujuan untuk mendeskripsikan proses formulasi kebijakan
kenaikan Harga Air Baku (HAB) sebagai upaya untuk meningkatkan fungsi
regulerend Pajak Air Tanah di Kota Bandung dan menganalisis kendala yang
dihadapi selama proses formulasi kebijakan tersebut. Penelitian dilakukan dengan
pendekatan kualitatif dan pengumpulan data kualitatif. Dari hasil penelitian,
proses formulasi kebijakan kenaikan Harga Air Baku (HAB) yang diatur dalam
peraturan walikota ini melewati empat tahapan, yakni tahap persiapan, tahap
analisis, tahap pelaporan (lokakarya 1-4), dan tahap penyusunan peraturan
walikota (lokakarya 5-6). Menurut sudut pandang Wajib Pajak, kendala di dalam
proses formulasi kebijakan ini adalah terjadinya miskomunikasi antara instansi
yang berwenang dengan Wajib Pajak terkait dengan partisipasi Wajib Pajak dalam
perumusan kebijakan. Akan tetapi, sebenarnya miskomunikasi ini tidak dapat
dianggap sebagai kendala yang berarti karena tidak diharuskan adanya partisipasi
Wajib Pajak dalam pembuatan sebuah peraturan walikota.

ABSTRACT
The study was conducted to describe the policy formulation process of increasing
water prices as the government?s effort in enhancing regulerend function of
groundwater tax in Bandung municipality and also to analyze any constraints
which the Government faced during the process. The study was conducted with a
qualitative approach and qualitative data collection. The research results revealed
that there were four stages in the formulation process of increasing water prices
policy: preparation stage, analysis stage, reporting stage, and legal drafting stage.
From the tax payer?s point of view, the constraint of this policy formulation
process was a miscommunication happened between the tax payer and the policy
maker due to tax payer?s participation issue in a policy formulation process.
However, this miscommunication can?t be considered as a serious constraint
because tax payer?s participation is not a main requirement in establishing a major
regulations. ;The study was conducted to describe the policy formulation process of increasing
water prices as the government?s effort in enhancing regulerend function of
groundwater tax in Bandung municipality and also to analyze any constraints
which the Government faced during the process. The study was conducted with a
qualitative approach and qualitative data collection. The research results revealed
that there were four stages in the formulation process of increasing water prices
policy: preparation stage, analysis stage, reporting stage, and legal drafting stage.
From the tax payer?s point of view, the constraint of this policy formulation
process was a miscommunication happened between the tax payer and the policy
maker due to tax payer?s participation issue in a policy formulation process.
However, this miscommunication can?t be considered as a serious constraint
because tax payer?s participation is not a main requirement in establishing a major
regulations. , The study was conducted to describe the policy formulation process of increasing
water prices as the government‘s effort in enhancing regulerend function of
groundwater tax in Bandung municipality and also to analyze any constraints
which the Government faced during the process. The study was conducted with a
qualitative approach and qualitative data collection. The research results revealed
that there were four stages in the formulation process of increasing water prices
policy: preparation stage, analysis stage, reporting stage, and legal drafting stage.
From the tax payer‘s point of view, the constraint of this policy formulation
process was a miscommunication happened between the tax payer and the policy
maker due to tax payer‘s participation issue in a policy formulation process.
However, this miscommunication can‘t be considered as a serious constraint
because tax payer‘s participation is not a main requirement in establishing a major
regulations. ]"
2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ajeng Rispati Andita
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2009
S10437
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nina Angelia
"The collection of Underground Water Tax in Pekanbaru city is involving few institutions, they are Riau Local Income Department (Dipenda), environment controlling impact commitee which managed by Dipenda Pekanbaru City and the Mining Department. Each of these institutions has its own interest which related to the rule System of Legislation which became the guardian of law in executing institutions activity.
Based on the above, researcher wants to know how the implementation on coordination in collecting Underground Water Tax executed by Dipenda Pekanbaru City Riau Province and how to optimalize the alternative policy in coordination and organization underground water tax by Dipenda. This research used quantitative approach with qualitative data.
From the background issue above, we can conclude that there is unoptimal coordination between Dipenda in collection, Mining Department in supervision, and environment controlling impact commitee in permission underground water.
Afterwards, in collecting Underground Water Tax which manage by Dipenda there are company or industry which have not reported and paid the used of underground water. Mutual coordination is the effective way in collecting underground water tax because it needs to be applied to those related institutions.
Income Department should do its, function properly so the institutions can fulfill their own duty, authority and responsibility in order to fulfill the coordination among those institutions, Dipenda should make coordination policy in the mutual coordination from."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Faris
"Skripsi ini membahas tentang Implementasi Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan Perkotaan di DKI Jakarta. Dan juga analisis membahas tentang analisis hambatan mengenai implementasi pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan Perkotaan di D.K.I. Jakarta. Hasil dari penelitian ini adalah Implementasi kebijakan pengurangan PBB-P D.K.I. Jakarta telah dilaksanakan sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan. Kemudian hambatan yang ditemukan adalah minimnya informasi mengenai pengurangan kepada wajib pajak yang membutuhkan, minimnya SDM beserta masih kurangnya sarana dan prasarana penunjang. Pendekatan Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif, dengan teknik pengumpulan data berupa studi literatur dan studi lapangan.

This thesisdiscusses about theimplementation ofthe Urban - Land and Building Tax?s Incentive Policyin Jakarta. This thesis alsodiscusses this policy?s thread.The resultsofthis study is the policy has beencarried outin accordancewith theprescribed rules. Then thethreadswere foundarethe lack of information to taxpayerswho needed this incentives, lack ofhuman resources and lack offacilities and infrastructure. This research use qualitative approach, and the data collected by using literature studies technique and field studies technique."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arum Malinda
"Dalam melaksanakan amanat UU PPh nomor 36 tahun 2008 tentang pemberian keringanan pajak penghasilan. Pemerintah membuat perarturan pelaksana yang tercantum pada PP nomor 52 tahun 2011. Salah satu industri yang mendapatkan insentif pajak penghasilan adalah Industri Panas Bumi. Namun sejak disahkannya peraturan ini belum ada industri panas bumi yang mengajukan fasilitas ini.
Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti ingin menganalisis dasar dan perkembangan pemberian insentif pajak penghasilan di Indonesia, menganalisis peran insentif pajak penghasilan atas industri panas bumi. Selain itu, menganalisis substansi kebijakan insentif pajak penghasilan dengan menggunakan teori evaluasi knoepfel terdiri dari extent of target group, effectiveness, dan relevance. Dengan menggunakan pendekatan penelitian kualitatif, tujuan penelitian deskriptif dan teknik pengumpulan data dengan wawancara dan studi literatur.
Peneliti menemukan bahwa pemerintah tidak konsisten dalam pemberian insentif karena masih terdapat insentif pajak yang tidak ada peraturan pelaksananya, Insentif pajak penghasilan bukan menjadi satu-satunya faktor pertimbangan investasi panas bumi. Selain itu, insentif pajak penghasilan tidak dapat menarik investor karena tidak sesuai dengan karateristik industri panas bumi.

Government have made some regulation on Government Regulation about income tax incentive for investment in Indonesia. It was mandated by law of income tax. One of industries who get incentive is Geothermal Industries. But, about more than 5 years this regulation was implemented, no one geothermal industries proposed to get this incentive.
Based on this problem, researcher whats to analize about substantion policy of income tax incentive. Beside that, researcher whats to know what a based of geothermal regulation. The last aim for researching is evaluate the policy of income tax incentive with knoepfel's theory such as extent of target group, effectiveness, and relevance. With qualitative research approach, descriptive research purposes and interview and Library Research data collection methods.
Reacherher found that government unconsistent in make regulation of incentive. Because there was regulation didn’t have excecution regulation. Tax income incentive was not one of factor of investor consideration will investation or not. And than, tax incme incentive couldn’t make investor interest because geothermal industries have different characteristic with other.
"
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2014
S56568
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitepu, Anggraini AJ
"Hadirnya Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 merupakan perubahan baru bagi Wajib Pajak khususnya Wajib Pajak badan. Salah satu perubahan yang terdapat dalam undang-undang tersebut adalah pemberian fasilitas pengurangan tarif Pajak Penghasilan (PPh) bagi Wajib Pajak badan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Pengurangan tarif tersebut dikarenakan adanya perubahan tarif pada Pasal 17 yaitu tarif umum PPh bagi Wajib Pajak badan. Kebijakan tersebut sangat menarik, karena fasilitas yang diberikan kepada Wajib Pajak berdasarkan peredaran bruto. Peredaran bruto yang dimiliki oleh sebuah UMKM dapat mempengaruhi pajak yang terhutang. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kebijakan pengurangan tarif PPh badan melalui Pasal 31E Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 ditinjau dari sisi keadilan pemungutan pajak. Konsep utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah konsep fasilitas atau insentif pajak dan konsep keadilan. Metode penelitian yang digunakan yaitu melalui pendekatan kuantitatif dengan analisis data kualitatif. Data kualitatif diperoleh melalui studi literatur dan wawancara mendalam. Berdasarkan penelitian yang dilakukan maka dihasilkan kesimpulan bahwa kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah melalui Pasal 31E Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, tidak mencerminkan keadilan baik dari segi keadilan horizontal maupun keadilan vertikal. Dalam mencapai suatu keadilan sebaiknya perumus kebijakan memberikan batasan fasilitas tersebut berdasarkan Penghasilan Kena Pajak dan bukan peredaran bruto.

The presence of Tax Laws No. 36/2008 is a new change for taxpayers, especially company taxpayers. One of the changes in the law is the reduction policy of taxon-revenue of micro-small-intermediate company taxpayer. The reduction is given due to the change of rate in the Article 17, which is general tax-on-revenue rate of company taxpayers. The policy is so interesting because the facility given to taxpayer is based on bruto circulation. Bruto circulation of a micro-smallintermediate company can influence the tax liability. This research aims to analyze the reduction policy of tax-on-revenue of micro-small-intermediate company taxpayer through Article 31E of Tax Laws No.36/2008 observed from equity principle in taxation. The main concepts used in this research are concept of facility or tax incentive and concept of equity principles. Research method used in quantitive approach with qualitative data analysis. Qualitative data is obtained from literature study and in-depth interview. The result is that the policy issued by the government through Article 31E in Tax Laws No.36/2008 does not reflect equity, both from horizontal and vertical equity principle. In achieving equity, the policy maker should give limitations of the facility, based on taxable revenue instead of bruto circulation."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2009
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Deryar Dinata
"Penelitian ini membahas tentang kebijakan penurunan tarif Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) atas mobil ramah lingkungan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan dasar pemikiran adanya alternatif kebijakan penurunan tarif PPnBM atas mobil ramah lingkungan. Di samping itu penelitian ini bertujuan untuk menganalisis implikasi alternatif kebijakan penurunan tarif PPnBM atas mobil ramah lingkungan di Indonesia serta untuk mengetahui perlakuan kebijakan perpajakan atas mobil ramah lingkungan di negara lain yaitu Thailand. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan desain deskriptif. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam dan literatur yang berasal dari artikel, buku, peraturan dan sumber lain.
Hasil penelitian menyimpulkan dasar pemikiran alternatif kebijakan penurunan tarif PPnBM atas mobil ramah lingkungan ini adalah untuk pengembangan mobil ramah lingkungan di Indonesia. Kebijakan penurunan tarif PPnBM pada mobil ramah lingkungan dalam program Low Cost Green Car memberikan implikasi positif dan negatif. Kebijakan eco-car merupakan kebijakan perpajakan atas mobil ramah lingkungan di Thailand. Insentif yang diberikan pada kebijakan eco-car policy tersebut adalah menurunkan tarif cukai atas mobil ramah lingkungan menjadi 17%.

This research studies the suggestion about luxury tax rate reduction policy on green car. The purpose of this study was to know and analyze basis of thinking about luxury tax rate reduction policy on green car. It also analyzed about implication about luxury tax rate reduction policy on green car and to know about tax policy for green car in other country likes Thailand. This research used qualitative approach with descriptive analysis. The data were collected by means of deep interview and also literatures from articles, books, rules, and other sources.
The results of this research conclude that the basis of thinking about possibility of luxury tax rate reduction on green car is to expand green car in Indonesia..Tax rate reduction policy will cause positive effect and negative effect. Eco-car policy is tax policy for green car in Thailand. Incentive which given by eco-car policy is decrease excise rate for green car to 17 percent.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Arief Susilo
"Pajak Pemanfaatan Air Bawah Tanah yang lebih dikenal di masyarakat dengan sebutan Pajak Air Bawah Tanah ( PABT ), semula merupakan jenis pungutan retribusi daerah. Perubahan tersebut dimaksudkan adalah dalam rangka menata kembali beberapa jenis pungutan retribusi yang pada hakekatnya bersifat pajak dan untuk lebih memperhatikan pada pelestarian lingkungan.
Berbeda dengan jenis pajak daerah lainnya, optimalisasi pemungutan jenis Pajak Air Bawah Tanah akan membawa konsekwensi pada dampak lingkungan seperti terjadinya penurunan permukaan tanah (eras,) dan terganggunya konservasi air, yang memerlukan biaya pemulihan cukup besar. Berdasarkan hasil perhitungan dan Tim Penetapan Harga Dasar Air Bawah Tanah Propinsi DKI Jakarta, diperlukan biaya pemulihan kembali air bawah tanah yang terambil sebesar t Rp. 12 triliun/803.500.000 m3 suatu jumlah yang sangat besar dibanding dengan hasil pajak yang diperoleh.
Permasalahan pokok pada penulisan tesis ini adalah sejauh mana pelaksanaan administrasi pemungutan Pajak Air Bawah Tanah dilakukan dengan optimal oleh Dinas Pendapatan Daerah, apakah penyebab administrasi pemungutan tidak dapat dilakukan dan bagaimana implikasinya terhadap efektivitas pemungutan.
Tujuan penulisan tesis ini untuk mendiskripsikan pelaksanaan administrasi pemungutan Pajak Air Bawah Tanah yang dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah, mengapa administrasi pemungutan tidak dapat dilakukan dengan sepenuhnya dan mengkaji implikasi administrasi pemungutan pajak terhadap efektivitas pemungutan.
Metodologi penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah metode deskriptif analisis, dengan teknik pengumpulan data berupa studi kepustakaan dan studi lapangan melalui wawancara mendalam dengan pihak pihak terkait. Analisis yang dilakukan bersifat analisis kualitatif dan kuantitatif.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa, Dinas Pendapatan Daerah tidak sepenuhnya melaksanakan kegiatan administrasi pemungutan, namun demikian tingkat efektivitas pemungutan Pajak air bawah tanah yang diukur dengan menggunakan ratio Tax Performance Index (TPI) menunjukkan tingkat efektivitas yang cukup baik dan stabil. Angka rasio TPI sebesar 107,58 % terendah dan tertingdi sebesar 117,39%. Kondisi ini mengartikan bahwa wajib pajak air bawah tanah cukup baik dan potensi pajak lebih besar dari target penerimaan yang ditetapkan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T7450
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>