Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 119052 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ferdy Fardian Hidayat
"Terdapat ketentuan peraturan perundang-undangan yang tidak sesuai antara "konsep pemisahan kekayaan pada badan hukum" sebagaimana diatur dalam UU BUMN dan UU PT dengan konsep "percampuran kekayaan pada keuangan negara" sebagaimana diatur dalam Pasal 2 huruf g UU Keuangan Negara. "Konsep percampuran kekayaan dalam keuangan negara" tersebut menimbulkan konflik dalam penegakannya, karena aparat penegak hukum seperti Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) dapat mengartikan kekayaan yang dimiliki oleh Bank BUMN termasuk ke dalam keuangan negara. Tidak samanya ketentuan peraturan perundang-undangan antara satu dengan yang lainnya, berimplikasi tidak menjamin kepastian hukum, karena di satu sisi, organ Bank BUMN seperti RUPS, Direksi dan Dewan Komisaris berlaku atasnya "konsep pemisahan kekayaan pada badan hukum" ke dalam mekanisme dan kewenangan yang mereka miliki, namun di sisi lain aparat penegak hukum seperti KPK menggunakan "konsep percampuran kekayaan pada keuangan negara" dengan tidak mengindahkan mekanisme dan kewenangan organ Bank BUMN tersebut, sehingga Direktur tidak akan terbebas dari pembebanan tanggung jawab penuh secara pribadi atau tanggung jawab secara tanggung renteng manakala proses tindak pidana korupsi justru menghilangkan hak-haknya itu. Pembelaan diri Direktur Bank BUMN sebagaimana diatur dalam Pasal 97 ayat (5) UU PT sesungguhnya telah memenuhi persyaratan yang diatur berdasarkan doktrin business judgment rule. Satu unsur terpenting dalam pembelaan diri tersebut adalah asumsi hakim. Oleh karenanya, hakim sudah seharusnya menerapkan asumsi positif terlebih dahulu kepada Direktur Bank BUMN ketika Direktur yang bersangkutan ditarik sebagai pihak tergugat, hal ini dilakukan karena hakim tidak ada pada saat keputusan bisnis dibuat sehingga hakim tidak boleh menempatkan dirinya seakan menjadi Direktur ketika itu. Selain itu hakim tidak mempunyai kemampuan, pengetahuan dan pengalaman yang sama untuk menghasikan keputusan bisnis yang lebih baik/pantas/bernilai ketimbang keputusan bisnis Direktur yang bersangkutan. Hakim juga tidak bisa memposisikan dirinya menjadi Dewan Komisaris untuk menilai keputusan bisnis dari Direktur, karena selama: pelaksanaan kepengurusan Direktur tidak ditemukan adanya tindakan pencegahan dari Direktur Kepatuhan, dissenting opinions dari sesama anggota Direksi dan peringatan dari Dewan Komisaris, maka hakim tidak dapat membuat asumsi negatif apalagi hanya berdasarkan fakta dari pihak penggugat terhadap keputusan bisnis Direktur.

There is a disintegration in Indonesian rules between separation equity concept in artificial person who ruled by State Enterprise Law and Corporation Law with unite equity concept in state equity who ruled in Article 2 Letter g State Equity Law. The unite equity concept give conlicts in practical, which is KPK (Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi) can argued with that concept where state enterprise equity is belong to state equity. This opinion can give misinterpretation within those rules and give the negative implication which is when State Bank organs stand with the separation equity concept in corporation mechanism and its authority even that corporation is a state enterprise, the other hand, law enforcement by KPK used unite equity concept in state enterprise and they didn't even care with those corporation's mechanism and it's authority as separate entity from their shareholders. The major problem is Director can not be free from personal liability or share liability with the other Directors if he already be judge with that misconcept by KPK. Therefore the rights of Director to defend himself with corporation mechanism and it?s authority is very limited or even gone. Actually, the defends of Director who ruled in Article 97 (5) in Corporation Law, are already qualified based on business judgment rule doctrine. One of the most important defend for Director is "assumption". Therefore judge should have a good assumption to State Bank Director when that director become a plaintiff in court. The reason is judge was not there when the business made by Director and judge didn?t even had capability, knowledge, dan experience which can give more value or more benefit in business decision than Director's. Furthermore, judge is not Commissaries who can give a judgment to Director's business decision because as long as no warning action from Compliance Director and no dissenting opinions from the other Directors and of course no rejection from Commissaries to those Director?s business decisions, then judge can not make negative assumption to Director."
2009
T26169
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Krisanti
"ABSTRAK
Direksi dalam melakukan pengurusan Perseroan dengan mengambil tindakantindakan
dan keputusan bisnis dapat menimbulkan kerugian bagi Perseroan.
Berdasarkan doktrin business judgment rule, direksi dianggap tidak bertanggung
jawab atas kerugian perseroan sebagai akibat keputusan yang diambil Direksi.
Penulisan ini akan membahas terlebih dahulu mengenai kedudukan dan tanggung
jawab direksi baik dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dan
memberi pemahaman lebih dalam tentang business judgment rule,baik itu
menurut pengertian dan jenis pemngambilan keputusan berdasarkan business
judgment rule. Penulisan ini juga akan menganalisis penerapan business udgment
rule kedalam kasus. Terdapat dua kasus yang akan dianalis, dimana waktu
kejadian /tempus nya berbeda. PT Merpati Nusantara Arilane terjadi pada tahun
2013 sedangkan PT Mandiri (Persero) terjadi pada tahun 2003. Sehingga akan
terdapat perbedaan peraturan dalam penerpan business judgment rule ini.

ABSTRACT
Directors in managing a company, while take actions and business decisions may
cause losses to the Company. Under the Business Judgment Rule doctrine,
directors are assumed no to be responsible for any losses of the Company due to
business decisions of the directors.
The first research paper will discusses about the position and responsibilities of
Directors of both the Laws and Regulations applicable. And provide analysis a
deeper understanding of Business Judgment Rule, both the meaning and the type
of decision making by business judgment rule. The research paper also analyze
the application of business judgment rule doctrine into the case. There are two
cases to be analyzed, where the time of occurrence (or tempus) is different. They
are PT Merpati Nusantara Airlane (Persero) in 2013 while PT Mandiri Persero in
2003. So there will be difference in the regulation applied of business judgment
rule."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T39256
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Zaitin Noor
"Dalam masyarakat yang hidup dan berkembang, tidaklah dapat dicegah terjadinya suatu perkembangan yang menuju terwujudnya suatu persekutuan (maatschap) di antara anggota-anggota masyarakat. Tujuannya dapat beraneka ragam, yang bahkan, juga dapat sampai pada suatu tujuan untuk mencapai keuntungan bagi mereka yang bersekutu tersebut.
Sejarah telah menunjukkan, bahwa sejak manusia mengenal peradaban, sudah dikenal bentuk-bentuk persekutuan yang paling sederhana untuk mencari keuntungan, yakni dimana dua orang atau lebih bersama-sama menjalankan suatu usaha.
Persekutuan demikian dengan tujuan melakukan perniagaan telah merupakan suatu kenyataan sejarah sejak jaman manusia mengenal peradaban. Keadaan tersebut dimulai dengan bentuk-bentuk yang paling sederhana, yaitu dalam bentuk kerjasama dimana dua atau beberapa orang menjalankan suatu usaha dengan tanpa membeda-bedakan antara kepentingan sekutu orang perorangan secara individual dengan persekutuannya.
Perkembangan selanjutnya adalah keadaan dimana harta persekutuan itu dipisahkan dari harta milik pribadi masing-masing sekutu peserta. Selain itu dipisahkan juga kualitas tindakan masing-masing para peserta yakni apakah tindakan yang dimaksudkan sebagai tindakan khusus yang hanya mengikat persekutuan ataukah tindakan itu sifatnya di luar pengikatan persekutuannya. Jadi yang dengan perkataan lain, khusus hanya mengikat diri peserta sendiri secara pribadi.
Dengan tingkat perkembangan yang demikian itu, maka terciptalah suatu bentuk persekutuan yang mempunyai "pribadi" sendiri, yaitu mempunyai identitas tersendiri yang terlepas dari identitas masing-masing peserta secara perorangan. Artinya, persekutuan kini diperlukan menjadi "sesuatu" yang mempunyai jiwa sendiri, yang menjadi suatu badan yang mandiri, yang dapat mempunyai dan menjalani suatu kehidupan sendiri.
Atas dasar itu, maka muncullah kemudian suatu pengertian yang selanjutnya dikenal dengan nama "badan hukum", yang dalam bahasa asing disebut sebagai suatu "rechtspersoon", ataupun suatu "corporate body"?"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kristanto
"Direksi dalam melakukan pengurusan Perseroan dengan mengambil tindakantindakan dan keputusan bisnis dapat menimbulkan kerugian bagi Perseroan. Berdasarkan doktrin Business Judgment Rule, Direksi dianggap tidak bertanggung jawab atas kerugian Perseroan akibat keputusan bisnis yang diambil direksi. Penelitian ini untuk menganalisa lebih dalam pemahaman mengenai doktrin Business Judgment Rule dan keterkaitannya dengan pasal 97 ayat (5) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Berdasarkan bentuknya, tipologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian eksplanatoris dan preskriptif, dimana peneliti mencoba untuk memahami doktrin Business Judgment Rule dan mencari keberadaan doktrin ini di dalam hukum perusahaan di Indonesia, di samping itu peneliti mencoba untuk melihat dampak yang mungkin timbul apabila doktrin Business Judgment Rule diterapkan di Indonesia.

Directors in managing a Company, while take actions and business decisions may cause losses to the Company. Under the Business Judgment Rule doctrine, Directors are assumed not to be responsible for any losses of the Company due to business decisions of the directors. This research analysises deeper and further in understanding the Business Judgment Rule doctrine and their relation to Article 97 paragraph (5) Limited Company Act. Based on its form, the typology used in this study is explanatory and prescriptive research, where researchers try to understand the doctrine of the Business Judgment Rule and look for the existence of this doctrine in the company law in Indonesia, in addition, the researchers tried to see the impact that may arise if the Business Judgment Rule is applied in Indonesia.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
T27500
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Fauziah Hambali
"ABSTRAK
Tesis ini membahas tentang pertanggungjawaban direksi terhadap kebijakan bisnisnya yang menimbulkan kerugian bagi perseroan dan keuangan negara sehingga dianggap sebagai tindak pidana korupsi, manakala perseroan tersebut merupakan BUMN. Akan tetapi, menurut doktrin Business Judgment Rule, direksi tidak serta-merta dapat dimintai pertanggungjawaban secara pribadi. Hal ini dapat dilihat pada contoh kasus pengadaan sewa menyewa pesawat yang melibatkan Direktur Utama PT. Merpati Nusantara Airlines PT. MNA dan kasus penjualan aset perseroan oleh Direktur Utama PT. Industri Pangan Nusantara PT. INSAN. Adapun metode penelitian adalah penelitian hukum normatif. Doktrin Business Judgment Rule telah diakomodir dalam undang-undang, dengan melihat ketentuan Pasal 97 Ayat 5 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007. Terkait dengan kasus korupsi yang melibatkan direksi karena kerugian yang terjadi akibat kebijakan bisnisnya, doktrin Business Judgment Rule dapat dijadikan sebagai alasan penghapus pidana berdasarkan 2 dua hal yaitu noodtestand dan sifat melawan hukum materiil secara negatif. Doktrin Business Judgment Rule dapat dijadikan sebagai alasan penghapus pidana berdasarkan sifat melawan hukum materiil secara negatif dalam kasus PT. MNA. Sedangkan dalam kasus PT. INSAN, kedudukan doktrin Business Judgment Rule dapat dijadikan sebagai alasan penghapus pidana berdasarkan noodtestand.

ABSTRACT
This thesis discusses about the responsibility of the directors of its business decisions that cause losses for the company and state finance, Therefore, it is considered as a criminal act of corruption when the company is a State Owned Enterprise BUMN . However, according to Business Judgment Rule doctrine, directors cannot be appealed for their personal liability. It is observable in the case of procurement of aircrafts lease which involved former general manager of PT. Merpati Nusantara Airlines PT. MNA and in the case of company asset sale by President Director of PT. Food Industry Nusantara PT. INSAN. The research method used in this thesis is normative law research. Business Judgment Rule doctrine has been accommodated by law, subject to the provisions of Law of The Republic of Indonesia Number 40 of 2007, Article 97 paragraph 5 of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia. The aforementioned cases, which is caused by losses of poor business decisions involving the directors, can be the excuse to abolish Business Judgment Rule doctrine by two 2 things noodtestand and negative unlawful nature of judicial law. Business Judgment Rule doctrine can serve as an excuse of criminal law abolition based on the negative unlawful nature of judicial law in PT. MNA case, whereas in PT. INSAN case, the position of Business Judgment Rule doctrine can be applied as an excuse of criminal law abolition based on noodtestand."
Depok: Universitas Indonesia, 2018
T50309
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kanya Candrika
"Direksi merupakan organ dari perseroan terbatas yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan terbatas dan mewakili perseroan terbatas, baik di dalam maupun di luar pengadilan. Hubungan antara Direksi dengan perseroan terbatas terjadi karena adanya kepercayaan yang diberikan oleh perseroan terbatas kepada Direksi. Karenanya dalam menjalankan tugas yang diembannya, Direksi memiliki kewajiban fiduciary (fiduciary duty). Dalam mengelola perseroan terbatas, Direksi dituntut untuk dapat mengambil keputusan bisnis yang tepat dan cepat. Namun tuntutan tersebut tidak mengurangi pelaksanaan kewajiban fiduciary duty oleh Direksi.
Penelitian ini membahas mengenai doktrin business judgment rule, yakni doktrin yang melindungi Direksi atas setiap keputusan yang diambilnya, selama hal tersebut dilakukan dalam batasbatas kewenangan dengan penuh kehati-hatian dan itikad baik. Doktrin business judgment rule kini diatur secara jelas dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang membebaskan anggota Direksi dari tanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian perseroan terbatas dalam hal-hal tertentu.
Berdasarkan bentuknya, tipologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian eksplanatoris karena penelitian ini bertujuan menggambarkan doktrin business judgment rule, hubungannya dengan adanya fiduciary duty pada Direksi dalam menjalankan pengurusan perseroan terbatas dan pengaturannya dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007. Sedangkan tipologi penelitian yang digunakan berdasarkan tujuan dalam penelitian ini adalah problem identification, dimana penelitian ini bertujuan untuk mengklasifikasikan permasalahan yang membawa kerugian bagi perseroan terbatas dan perlindungan bagi Direksi atas kerugian tersebut yang merupakan hasil dari keputusannya.
Penelitian ini membahas mengenai hubungan antara fiduciary duty yang merupakan kewajiban Direksi dengan doktrin business judgment rule yang memberikan perlindungan bagi Direksi dalam mengurus perseroan terbatas, pengaturan business judgment rule berdasarkan Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 dan penerapan business judgment rule berdasarkan Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 pada suatu kasus gugatan terhadap Direksi (bilamana diasumsikan bahwa dalam kasus itu keputusan yang diambil Direksi tersebut membawa kerugian bagi perseroan terbatas yang diurusnya).

The Board of Directors is an organ within a limited liability company which is entitled to and fully responsible in managing the company and in representing the company, inside or outside the court. The relationship between the Board of Directors and the company arises due to a trust given by the company to the Board of Directors. Thus, the Board of Directors has a fiduciary duty in performing its management duties. In managing the company, the Board of Directors is required to make appropriate business resolution quickly. However, such requirement should not prejudice the performance of the fiduciary duty obligation by the Board of Directors.
This research paper discusses the business judgment rule doctrine, which is a doctrine that protects the Board of Directors in respect of each of its resolution, to the extent that such resolution is made with due care and in good faith. The business judgment rule doctrine is now expressly stipulated in Law Number 40 of 2007 regarding Limited Liability Companies, which aptly relinquishes the member of Board of Directors from full personal responsibility with regard to the company?s loss in particular conditions.
The typology used in this research paper is explanatory research since the purpose of this research paper is to describe the business judgment rule doctrine, its relation with the fiduciary duty of the Board of Directors in managing the company and its stipulation in Law Number 40 of 2007. Further, the research typology based on the purpose used in this research paper is a problem identification, and the purpose of this research is to classify the problems which result in loss incurred by the companies and the protection given to the Board of Directors in regard to such loss due to Board of Directors?s decision.
This research paper discusses the relationship between the fiduciary duty which is the Board of Directors?s obligation and the business judgment rule doctrine which grants a protection to Board of Directors, the stipulation of business judgment rule under Law Number 40 of 2007 and the implementation of the business judgment rule pursuant to Law Number 40 of 2007, in a lawsuit against the Board of Directors (assuming that in such lawsuit, the Board of Directors?s decision resulted in a loss incurred by the company).
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
T26024
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yuneanto Ariwibowo
"Anggota direksi dalam melaksanakan tugasnya memiliki resiko bertanggung jawab secara pribadi. Saat ini terdapat kecenderungan anggota direksi melakukan perjanjian pisah harta untuk membatasi tanggung jawab pribadinya. Tesis ini mengkaji tentang keberadaan perjanjian pisah harta untuk membatasi pertanggung jawaban anggota direksi dalam hal perseroan terbatas merugi akibat kelalaian anggota direksi tersebut dan perlindungan hukum terhadap kreditur apabila anggota direksi tersebut memiliki perjanjian pisah harta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perjanjian pisah harta yang dilakukan anggota direksi yang bersalah atau lalai yang menyebabkan perseroan terbatas rugi dapat membatasi tanggung jawab anggota direksi tersebut apabila perjanjian pisah harta dibuat sebelum perkawinan dilakukan dan dalam bentuk akta notaries. Kreditur memang tidak mendapatkan perlindungan hukum yang memadai dalam hal anggota direksi memiliki perjanjian pisah harta. Namun demikian kreditur tetap dapat melakukan upaya hukum lainnya agar kepentingannya terlindungi dengan meminta dibuatnya asuransi jabatan direksi atau melakukan gugatan Actio Pauliana. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode yuridis normatif, dengan bahan hukum sekunder sebagai bahan utama.

Board of directors in carrying out their duties have personal responsibility risk. Currently, there is a tendency of the directors entered into a separation of property agreement to limit personal liability. This thesis examines the existence of separate property agreement to limit liability of the directors in terms of a limited liability company lost due to the negligence of the directors and the legal protection of creditors if the board member has a separate property agreement. The results showed that the separation of property agreement of the members of the board of directors at fault or negligence which causes loss of limited liability may limit the liability of directors when the separation of property agreement made ​​before marriage done and in a notary deed. The lender did not obtain adequate legal protection in the event a director has an agreement separate property. However, lenders can still make other remedies that protected its interests by requiring insurers made ​​the position of directors or making claims Actio Pauliana. The research was conducted by using normative juridical, with secondary materials as the main materials.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T33309
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Ficar Hadjar
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T36822
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sulistiono
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1998
S23258
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endah Kuswinda Purwati
"Endah Kuswinda Purwati. Pemberian Kuasa Kepada Bank Dalam Kaitannya Dengan Pembebanan Hipotik Sebagai Jaminan Kredit Pada Bank Rakyat Indonesia. - SKRIPSI, 1992.
Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk memberikan gambaran yang jelas mengenai praktek pemberian kuasa untuk memasang hipotik alam dunia pe rbankan , berikut masalah hukum yang terjadi diaalam praktek dan penyelesaiannya. Metode yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif dan metode penelitian hukum empiris. Pasal 24 ayat (1) UU No. 14 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok Perbankan, menentu kan oahwa bank d ilarang untuk memberikan kredit tanpa adanya jami nan. Dan salah satu bentuk jaminan adalah hipotik hak atas tanah. Hipotik hak atas tanah merupakan lembaga jaminan yang terkena wajib daftar pada register umum. Pendaftaran ini memberikan kedudukan preferent kepada pemegang hipotik, sehingga pelunasan piutang pemegang hipotik itu dapat didahulukan. Namun ketentuan yang bermaksud memberikan perlindungan pada kreditur tidak selamanya diikuti dalam praktek. Dilihat secara teoritis, praktek semacam ini bagaimanapun juga akan mendatangkan kesulitan bagi bank karena terdapat kemungkinan bank akan kehilangan hak istimewanya. Pihak bank sendiri menganggap praktek tersebut tidak menyulitkan, karena bank mempunyai cara tersendiri untuk menghindari hal semacam itu. Walaupun demikian didalam prakteknya, terkadang terjadi juga masalah-masalah yang membutuhkan penanganan yang profesional tanpa harus menimbulkan kesulitan bagi kedua belah pihak."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1992
S20356
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>