Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 115892 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Naibaho, Tumpal
"Akta otentik sebagai suatu akta yang dibuat oleh Pejabat Umum (Notaris dan/atau Pejabat Pembuat Akta Tanah) atas dasar keinginan atau kehendak para pihak, hendaknya menjadi akta yang betul-betul bisa menjadi alat bukti yang kuat, baik secara formal yaitu adanya kepastian bahwa sesuatu kejadian dan fakta dalam akta betul-betul dilakukan oleh Pejabat Umum atau diterangkan oleh pihak-pihak yang menghadap maupun secara materil yaitu kepastian bahwa apa yang disebut dalam akta tersebut merupakan pembuktian yang sah terhadap pihak-pihak yang membuat akta atau mereka yang mendapatkan hak dari padanya dan berlaku untuk umum. Agar suatu akta otentik memenuhi syarat otensitas, maka akta tersebut harus dibuat menurut bentuk dan tata cara serta syarat-syarat yang ditentukan oleh Undang-Undang. Komparisi merupakan salah satu bagian terpenting dalam pembuatan akta otentik, yang memuat informasi mengenai identitas, kecakapan dan kewenangan bertindak dari para pihak, dapat mempengaruhi otensitas suatu akta otentik.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif yaitu yang didasarkan data sekunder berupa studi dokumen dari perpustakaan juga dengan penafsiran, kontruksi serta wawancara, sehingga dapat diperoleh gambaran yang komprehensif dari permasalahan yaitu sampai sejauh mana komparisi dapat mempengaruhi kekuatan akta otentik dan apa akibatnya apabila terjadi kesalahan dalam komparisi.Kesalahan komparisi dalam suatu akta otentik dapat mengakibatkan tidak terpenuhinya ketentuan dan syarat dalam pasal 1869 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) dan pasal 41 Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN), maka akta otentik tersebut tidak dapat diperlakukan sebagai akta otentik, namun demikian mempunyai kekuatan sebagai tulisan dibawah tangan jika ia di tandatangani oleh para pihak.
Bagi pihak-pihak yang berkepentingan (pihak yang dirugikan), dengan terdegradasinya nilai pembuktian akta otentik menjadi nilai pembuktian akta dibawah tangan, dapat menjadi alasan untuk melakukan pembatalan akta tersebut karena tidak terpenuhinya syarat subjektif suatu perjanjian sebagaimana diatur dalam pasal 1320 KUH Perdata, dan selanjutnya berdasarkan ketentuan pasal 84 UUJN, dapat melakukan penuntutan penggantian biaya, ganti rugi dan bunga kepada Notaris.

Authentic deed as a deed that made by authorized official based on the parties will, shall become deed that really can be the evidence force, either through formal which there is certainty of occurence and fact in a deed really conducted by authorized official or explained by the parties or in materiil there is certainty of what called in authentic deed as authentication that validity to parties that apply to public. In order a authentic deed is comply with the otensitas requirements, then a authentic deed must be given in form (content) and procedures and under the terms that prescribed by law. Comparitie that includes identity, competence, and capacity to act of the parties is one of the primary part in making a authentic deed, which could influence the otensitas of a authentic deed.
This research uses judicial normative method which based of the secondary data such document research from library and also with interpretation, construction and interview, so it?s can be obtained comprehensive overview that from issues that to what extent the comparitie could affect the force of a authentic deed and what the consequences of the injury/mistake/ entrenchment in comparitie. The injury/mistake/ entrenchment of comparition in a authentic deed could make a authentic deed only have strength as a private deed and couldn?t be applied as the authentic deed because is not comply the terms and conditions of articles 1869 Indonesian Civil Code and articles 41 Regulation of the Duty of Notary.
The degradation of authentication value from authentic deed become private deed could be the reason for the interested parties or the injured party to conduct nullification, because the subjective requirement in an agreement doesn?t complied are reffered to articles 1320 Indonesian Civil Code and to article 84 Regulation of the Duty of Notary, that bring a prosecution for reimburse, indemnification, and interest to a Notary."
2009
T26140
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dedy Pramono
"Alat bukti dalam proses perkara perdata sangat penting gunanya dalam rangka memenangkan suatu perkara dimuka hakim. Dalam proses persidangan di Pengadilan dengan alat-alat bukti tersebut hakim bebas untuk menilainya. Suatu akta otentik dapat saja menjadi sebab dikalahkannya seseorang dalam perkara pengadilan karena akta tersebut dibuat tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Kesalahan atau kelalaian dalam pembuatannya dapat mengakibatkan akta otentik berubah menjadi akta dibawah tangan yang tidak memiliki kekuatan eksekutorial.
Dengan metode penelitian yuridis normatif dan bersifat eksplanatoris penelitian ini memberikan analisa terhadap masalah kekuatan pembuktian akta notaris menurut hukum acara perdata. Bagaimana kekuatan pembuktian akta notaris sebagai alat bukti, apa akibat hukum dan tanggung jawab notaris terhadap akta notaris yang dianggap tidak sah atau cacat hukum. Alat bukti berupa akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian sempurna selama akta tersebut dibuat tidak bertentangan dengan Undang-Undang, kepatutan dan kesusilaan. Notaris bertanggung jawab atas seluruh akta yang dibuatnya dan dapat diminta pertanggungjawabannya."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T14540
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Disriyanti Laila
"Pasal 29 ayat (1) dan ayat (3) UU No. 1 Tahun 1974 menyebutkan bahwa suatu peijanjian perkawinan harus dibuat pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan dan mulai berlaku sejak perkawinan dilangsungkan untuk mengikat pihak-pihak yang membuatnya, yaitu suami istri dalam perkawinan. Undang-undang mengatur bahwa perjanjian perkawinan juga dapat mengikat pihak ketiga dengan persyaratan bahwa peijanjian perkawinan harus disahkan oleh Pegawai Pencatat Perkawinan. Permasalahan yang timbul adalah ketika suatu peijanjian perkawinan yang telah dibuat oleh calon pasangan suami istri sebelum perkawinan dilangsungkan tetapi karena alasan-alasan tertentu, peijanjian perkawinan mereka tidak dicatat oleh pegawai pencatat perkawinan. Ketika perjanjian perkawinan tersebut ditetapkan sah oleh Pengadilan Negeri, bagaimanakah akibat hukum Penetapan Pengadilan Negeri tersebut terhadap perjanjian perkawinan. Persoalan berikutnya adalah mengenai kekuatan hukum atas akta peijanjian perkawinan yang dibuat dihadapan notaris, apakah kelalaian tidak dicatatkannya perjanjian perkawinan akan mengakibatkan akta perjanjian perkawinan tersebut kehilangan kekuatannya sebagai akta otentik. Pengertian akta otentik dapat dilihat dalam Pasal 1868 KUHPerdata, yaitu suatu akta yang didalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat dimana akta dibuatnya. Pada dasarnya suatu akta notaris adalah akta otentik sepanjang memenuhi persyaratan yang diatur dalam Pasal 1868 KUHPerdata sehingga mempunyai nilai kekuatan pembuktian yang sempurna dan mengikat. Metode yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah metode penelitian hukum normatif dengan menggunakan data sekunder, sedangkan dalam metode analisis data mempergunakan metode pendekatan kualitatif. Penelitian ini memberikan hasil sifat deskriptif analitis yang memberikan gambaran secara luas terhadap fakta yang melatarbelakangi permasalahan kemudian dengan cara menganalisis fakta dengan data yang diperoleh untuk dapat memberikan alternatif pemecahan masalah melalui analisis yang telah dilakukan.

Article 29 paragraph (1) and paragraph (3) of Law No. 1 of 1974 states that a nuptial agreement must be made on time or before the marriage took place and come into force since the marriage was held to bind the parties who made it, that is husband and wife in marriage. The law also stipulates that a nuptial agreement can bind a third party with the requirement that nuptial agreement must be approved by the Marriage Registrar. The problem that arises is when a nuptial agreement that has been made by the prospective couples before marriage took place but due to certain reasons, their nuptial agreement is not registered by the Marriage Registrar. When the nuptial agreement is determined valid by the Court, how the legal consequences of the Court Decision on that nuptial agreement. The next issue is about the power of the deed of a nuptial marriage law made before a notary, wether to the unregistered nuptial agreement will result in the deed of nuptial agreement is losing its strength as an authentic deed. Definition of authentic deed can be found in Article 1868 Civil Code, a deed is in the form prescribed by law, made by or before the public officials who have power to it in a place where the deed made. Basically a notarial deed is an authentic as long as they meet the requirements set out in Article 1868 Civil Code that has evidentiary value of perfect strength and binding. The method used in this thesis is a normative legal research methods using secondary data, whereas in the method of data analysis methods use a qualitative approach. This study provides descriptive nature of the analytical results that provide broad overview of the facts underlying the problem then by analyzing the facts with data obtained in order to provide alternative solutions to problems through the analysis conducted.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T37689
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Macdalena Marisa Indrani
"Tantangan perbankan dimasa mendatang dalam era globalisasi dan pasar bebas cukup berat. Risiko tetap harus menjadi pertimbangan yang penting walaupun pada saat industri perbankan dan perekenomian Indonesia mengalami pertumbuhan cukup tinggi agar tidak menjadi potensi masalah kredit macet dan kerugian yang terakumulasi di waktu mendatang. Ada risiko-risiko kegiatan usaha perbankan yang dapat menimbulkan kerugian bank, antara lain Risiko Hukum yang harus dikendalikan (control) dan dikelola (manage) sehingga dapat melindungi kepentingan bank dari segi hukum.
Mitigasi Risiko Hukum bagi perbankan terkait antara lain dengan perjanjian-perjanjian yang dibuat oleh notaris sebagai pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dalam pembuatan akta perjanjian kredit dan perjanjian-perjanjian pelengkapnya. Penelitian yang digunakan dalam tesis ini adalah penelitian kepustakaan, yang menekankan pada penggunaan data sekunder atau berupa norma hukum tertulis dan wawancara dengan narasumber.
Penggunaan perjanjian kredit dan perjanjian-perjanjian pelengkapnya dalam bentuk akta otentik membantu dalam penerapan manajemen risiko bagi bank umum dengan memitigasi Risiko Hukum yang disebabkan oleh antara lain adanya gugatan hukum dalam hal terjadi sengketa di pengadilan, Dalam hal terjadi sengketa di pengadilan, Hakim menganggap akta perjanjian kredit dan perjanjianperjanjian pelengkapnya yang dibuat sebagai akta otentik adalah mengikat kedua belah pihak karena mempunyai kekuatan pembuktian secara lahiriah, formil dan materill sehingga memberi kepastian dan perlindungan hukum bagi pihak Bank.

In the future, challenges for banks in the era of globalization and free trade market are quite hard. Risk still must be an important consideration although at the time when the banking industry and the Indonesian economy are experiencing quite high growth in order to prevent potential non performing loans and accumulation of losses in the future. There are risks involved in the banking business activity which can cause bank loss, one of the risks is Legal Risk that must be controlled and managed in order to protect the bank from legal side.
Mitigation of Legal Risk for banks is related to the agreements made by notary as the competent authority to make authentic deed in the making of credit agreement and its accessory agreements. Metodology of Research in this thesis is normatif research,which stress the use of secondary data or in the form of written legal norms and interview with the informan.
The use of credit agreement and its accessory agreement in the form of authentic deed helps in the implementation of risk management for commercial banks by mitigating the legal risk caused among others by law suit in the case of dispute in the court. In the case of dispute in the court, judges make presumption that the credit agreement and its accessory agreements in the form of authentic deed are legally binding to both parties because these authentic deeds have the strength of evidence in appearance, formal and material so that provide legal certainty and protection to the bank.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T31898
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Estharia Eliazar
"Perjanjian Pengikatan untuk Jual Beli (PPJB) yang dibuat dihadapan Notaris merupakan perjanjian yang diangkat dan dibuat dari konsepsi Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang merupakan kesepakatan para pihak mengenai hak dan kewajiban yang dibuat berdasarkan Pasal 1320 jo Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata sehingga dapat memberikan kepastian hukum serta perlindungan hukum bagi para pihak yang membuatnya. Dengan dilangsungkannya PPJB oleh para pihak maka calon Penjual dan calon Pembeli menyatakan kehendaknya untuk melangsungkan jual beli yang sesungguhnya yaitu jual beli yang dilangsungkan menurut ketentuan Pasal 26 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang disebut juga Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) bahwa jual beli merupakan salah satu cara untuk pemindahan hak kepemilikan atas tanah. Jual beli tersebut harus dilakukan dengan pembuatan akta otentik yang dibuat dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dikenal dengan nama Akta Jual Beli. Bagaimana akibat hukum dan perlindungan hukum terhadap para pihak dalam perbuatan hukum peralihan hak dengan dibuatkannya Perjanjian Pengikatan untuk Jual Beli? Dengan dibuatkannya PPJB, kepemilikan hak atas tanah belum beralih dari calon Penjual kepada calon Pembeli meskipun seluruh harga telah dibayar penuh oleh calon Pembeli.
Dengan maksud dari para pihak bahwa hak atas objek berupa tanah dan bangunan yang akan dijual berdasarkan PPJB tersebut tidak dapat diperikatkan/diperjanjikan untuk dialihkan kepada pihak lain oleh pemiliknya. Notaris sebagai pejabat yang mengatur secara tertulis dan mengesahkan hubungan hukum para pihak dalam bentuk akta otentik, akta mana memuat peristiwa PPJB itu dengan dasar hukum yang kuat untuk berlaku sebagai alat bukti. Kekuatan pembuktiannya harus memberikan nilai pembuktian yang sempurna dan mengikat sebagai akta otentik. Sehingga dari kerangkanya apa yang syaratkan atau harus dimuat dalam masing-masing bagian akta tersebut menurut apa yang disyaratkan oleh undangundang serta harus mengandung unsur-unsur otentisitas.
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah yuridis normatif yang menitikberatkan penelitian terhadap data kepustakaan dengan data sekunder, sedangkan tipe penelitiannya adalah evaluatif. Data yang diperoleh melalui penelitian ini dianalisis dengan metode analisis kualitatif sehingga bentuk penelitian tesis ini adalah berbentuk evaluatif analitis."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16459
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pattinama, Tisha Sophy
"Dalam melakukan penelitian ini digunakan metode penelitian kepustakaan dengan menggunakan sumber data sekunder yang diperoleh melalui studi dokumen. Perselisihan jual beli yang tejadi dapat diselesaikan dengan dua cara yaitu penyelesaian di muka pengadilan atau penyelesaian di luar pengadilan. Proses penyelesaian di muka pengadilan membutuhkan dana dan waktu yang tidak sedikit sehingga proses penyelesaian menjadi tidak efektif. Berbeda dengan penyelesaian di luar pengadilan yang dilakukan dengan cara damai dan sukarela. Dengan demikian sangat beralasan apabila dalam penyelesaian jual beli telepon umum tunggu ini antara PT AC sebagai pihak pertama atau pembeli dan PT BS sebagai pihak kedua atau penjual sepakat untuk menyelesaikan masalah perselisihan jual beli ini secara damai dan sukarela.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka pokok permasalahannya adalah mengapa perjanjian damai yang dibuat oleh notaris merupakan alternatif untuk menyelesaikan perselisihan jual beli telepon umum tunggu, bagaimana kekuatan hukum akta perjanjian perdamaian terhadap para pihak yang berselisih. Sebagai jawaban atas permasalahan pertama adalah karena penyelesaian perselisihan jual beli yang dilakukan dengan cara musyawarah dan mufakat adalah cara yang paling efektif sehingga perjanjian perdamaian yang dibuat oleh Notaris dijadikan alternatif penyelesaian perselisihan jual beli ini.
Untuk jawaban atas permasalahan kedua adalah akta perjanjian damai yang dibuat oleh Notaris dianggap sebagai akta otentik, dimana setiap akta otentik memiliki kekuatan pembuktian lahiriah, formal dan material. Sehingga keberadaan akta perjanjian perdamaian yang dibuat secara otentik dianggap mempunyai kekuatan mengikat sama dengan putusan hakim pada tingkat akhir, baik itu putusan kasasi maupun peninjauan kembali."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T17299
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Junarold, Gary
"ABSTRAK
Akta otentik ialah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan undangundang
oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu, di tempat
akta itu dibuat (Pasal 1868 KUHPerdata dan Pasal 165 HIR). Salah satu fungsi
akta yang penting adalah sebagai alat pembuktian. Akta otentik merupakan alat
pembuktian yang sempurna bagi kedua belah pihak dan ahli warisnya serta
sekalian orang yang mendapat hak darinya tentang apa yang dimuat dalam akta
tersebut. Akta Otentik merupakan bukti yang mengikat yang berarti kebenaran
dari hal-hal yang tertulis dalam akta tersebut harus diakui oleh hakim, yatiu akta
tersebut dianggap sebagai benar selama kebenarannya itu tidak ada pihak lain
yang dapat membuktikan sebaliknya. Akta otentik sebagai alat bukti terkuat dan
terpenuh mempunyai peranan penting dalam setiap hubungan hukum dalam
kehidupan masyarakat. Dalam berbagai hubungan bisnis, kegiatan di bidang
perbankan, pertanahan, kegiatan sosial, dan lain-lain, kebutuhan akan pembuktian
tertulis berupa akta otentik makin meningkat sejalan dengan berkembangnya
tuntutan akan kepastian hukum dalam berbagai hubungan ekonomi dan sosial,
baik pada tingkat nasional, regional, maupun global. Melalui akta otentik, maka
akan menentukan secara jelas hak dan kewajiban, menjamin kepastian hukum,
dan sekaligus diharapkan pula dapat dihindari terjadinya sengketa.

ABSTRACT
Authentic deed is deed that made in the form specified by law or before a public
officer authorized to do it, in place of deed is made (Article 1868 KUHPerdata
and Article 165 HIR). One of the important functions of deed is as a means of
verification. Authentic deed is verification tool that is perfect for both parties and
the heirs and all persons who obtained the rights from what is published behalf the
deed. Authentic deed is evidence that the binding means that the truth of the
matters of deed in writing must be approved by the judge, so that deed is regarded
as correct for the truth that no other party who can prove otherwise. Authentic
deed as authentic evidence and most have fullest an important role in every
relationship in the legal community life. In a variety of business relationships, the
activities in the field of banking, land, social activities, and others, the need for a
written verification of authentic deed is increasing in line with the growing
demands of rule of law will be in a range of economic relations and social, both at
the national, regional, and global. Through the authentic deed, it will clearly
define the rights and obligations, ensure legal certainty, and it is also expected of a
dispute can be avoided."
2009
S22635
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ni Ketut Apriyanti R
"ABSTRAK
Tesis ini membahas mengenai kekuatan suatu akta notaris yang pada dasarnya
telah memiliki kekuatan hukum sebagai akta otentik. Akta otentik sebagai alat
bukti terkuat dan terpenuh didalam suatu perkara perdata. Melalui akta otentik
yang menentukan secara jelas hak dan kewajiban, menjamin kepastian hukum,
dan sekaligus diharapkan pula dapat dihindari terjadinya sengketa. Walaupun
sengketa tersebut tidak dapat dihindari, dalam proses penyelesaian sengketa, akta
otentik merupakan suatu bukti yang sempurna, yang berarti bahwa isi akta
tersebut akan dianggap sebagai suatu kebenaran yang mengikat, yang tidak
memerlukan suatu penambahan pembuktian. Namun dalam perkembangannya
muncul permasalahan yaitu semakin mudahnya notaris untuk dipanggil dan
dimintai keterangan sebagai saksi dalam proses perkara pengadilan.
Permasalahannya adalah apakah kehadiran Notaris sebagai saksi dalam proses
perkara pengadilan yang terkait dengan Akta yang dibuat di hadapannya telah
sesuai menurut hukum? dan bagaimanakah akibat hukum atas pemberian
keterangan yang diberikan Notaris di dalam proses perkara pengadilan terhadap
akta yang dibuat dihadapannya? Penelitian ini merupakan kajian yuridis normatif
yang bersifat teoritis dengan permasalahan pokok yaitu mengenai akibat hukum
pemberian keterangan oleh Notaris sebagai saksi dalam proses perkara pengadilan
terhadap kekuatan pembuktian akta notaris. Dari penelitian yang dilakukan
diperoleh hasil bahwa pemanggilan Notaris sebagai saksi dalam proses perkara
pengadilan menurut pasal 66 Undang-Undang No. 30 tahun 2004 tentang Jabatan
Notaris harus mendapat persetujuan dari Majelis Pengawas Notaris. Dan dengan
hadirnya Notaris di dalam proses perkara pengadilan tidak menimbulkan akibat
hukum atas kekuatan pembuktian akta otentik. Akan tetapi dapat berakibat hukum
menjadi akta dibawah tangan atau akta menjadi batal demi hukum, apabila dapat
dibuktikan sebaliknya berdasarkan keputusan pengadilan.

ABSTRACT
This study discusses the strength of a deed which basically has legal strength as
an authentic deed. It serves as the strongest evidence in a civil case. It clearly
determines someone’s rights and obligations, provides him or her with legal
certainty, and at the same time, is expected to avoid any dispute. In case that the
dispute can not be avoided, in the process of its settlement, it serves as perfect
evidence, meaning that its has content is deemed a binding truth and that no
additional evidence is needed. However, recently a new problem has been
emerging that notaries are easily called and requested to give information as
witnesses in legal cases at the court. The question is that whether the existence of
a notary public as a witness in such legal cases related to the deed made before
him or her is legal? The next question is that what is the legal consequence of the
information provided by him or her as witness at the court related to the deed
made before him or her? This study is a normative juridical study which is
theoretical in nature with the main problem “Legal Consequence of the
Information Provided by a Notary Public as Witness at the Court to Strengthen
Authentication of a Deed”. The findings show that an approval is needed from
Majelis Pengawas Notaris when notary public is called and requested to be a
witness at the court. This refer to Article 66 of the Regulation Number 30 of 2004
concerning duty of a Notary Public. His or her existence at the court does not
legally affect the strength of authentication of an authentic deed. However, the
contrast may take place if legally proved that such a deed is illegal or legally
cancelled."
2009
T37369
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sutarti
"ABSTRAK
Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)
adalah dua profesi hukum yang mempunyai nama, aturan
hukum, dan bentuk akta yang berbeda, namun dibalik
perbedaan tersebut keduanya dalam hal tertentu dijabat
oleh orang yang sama yaitu lulusan program spesialis
notariat atau lulusan Program Magister Kenotariatan dan
mempunyai fungsi yang sama selaku Pejabat Umum yang
diberi wewenang untuk membuat Akta Otentik. Pasal 1868
KUH. Perdata sebagai salah satu pilar keberadaan Akta
Otentik mengharuskan adanya Undang - undang yang mengatur
Pejabat Umum dan Bentuk Akta Otentik. Melalui penelitian
yang bersifat yuridis normatif dapat diidentifikasi bahwa
dasar hukum PPAT selaku Pejabat Umum, diatur dalam bentuk
hukum Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang
Peraturan Jabatan PPAT dan Bentuk Akta PPAT diatur dalam
bentuk hukum Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala
BPN Nomor 3 Tahun 1997, tidak sesuai dengan pasal 1868
KUH.Perdata. Substansi Bentuk Akta PPAT dan Bentuk Akta
Notaris yang diatur dalam Undang - Undang nomor 30 Tahun
2004 tentang Jabatan Notaris memiliki perbedaan
perbedaan yang menimbulkan ketidakserasian hukum terhadap
bentuk akta otentik, yang menjadi kewenangan PPAT dan
Notaris. Bahkan PPAT tidak memenuhi kriteria selaku
Pejabat Umum, yang ditunjukkan dengan tidak adanya
keahlian khusus pada Camat selaku PPAT Sementara,
kewenangan PPAT yang bersifat limitatif, tugas pokok PPAT
dalam melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah
yang merupakan tugas pemerintah dan tidak adanya
kemandirian PPAT yang diangkat dan diberhentikan oleh
Badan Pertanahan Nasional. Reposisi hukum PPAT sebagai
Pejabat Umum untuk menciptakan kepastian hukum dan
keselarasan hukum berikut hal - hal yang berkenaan dengan
akta - akta yang dibuatnya haruslah didudukkan secara
proposional sesuai dengan peraturan perundang - undangan
yang berlaku."
2005
T37756
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>