Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 169932 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sahrawati
"Setelah berlakunya UUPA pada tanggal 24 September 1960, berakhirnya masa dualisma hukum tanah yang berlaku di Indonesia menjadi suatu unifikasi hukum tanah. Hak-hak lama atas tanah demi hukum dikonversi menjadi hak-hak atas tanah yang baru sebagaimana diatur dalam UUPA. Pemilik tanah yang belum melakukan pendaftaran hak atas tanahnya menggunakan tanda bukti pembayaran pajak sebagai bukti kepemilikan atas tanah yang bersangkutan. Sementara dalam salah satu sumber hukum yaitu yurisprudensi nomor 34/K/Sip/1960 menyebutkan bahwa surat pembayaran pajak bukan merupakan petunjuk siapa yang harus membayar pajak atas suatu bidang tanah tertentu. Namun, dengan adanya keterangan dari para saksi dapat membuat suatu persangkaan oleh hakim untuk memutuskan perkara sengketa tanah. Meski pemilik tanah yang sebenarnya tidak memiliki sertifikat. Oleh karena itu, pentingnya pendaftaran tanah adalah sebagai jaminan kepastian hukum hak atas tanah. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang bersifat deskriptif analitis. Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Jenis data yang dipergunakan adalah data sekunder dan data primer sebagai pendukung dengan menghimpun berbagai literatur dan peraturan perundang-undangan. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara dan studi dokumen. Dalam penelitian ini pada prosedur penyelesaian sengketa tanah hak milik terdiri dari tiga hal yaitu peraturan perundang-undangan mengenai tanah, peristiwa hukum beserta metode penemuan hukum yang digunakan dan putusan hakim. Peraturan perundang- undangan mengenai tanah yang digunakan adalah Pasal 23, 32 dan 38 UUPA dan PP 10/1961 serta PP 24/1997. Metode penemuan hukum yang digunakan adalah persangkaan hakim dalam memutuskan yaitu bukti berupa Ipeda dan keterangan saksi. Hasilnya, dituangkan dalam kesimpulan bahwa negara memberikan perlindungan hukum bagi pemilik tanah bekas hak milik adat yang beritikad baik yaitu menggunakan bukti pajak sebagai petunjuk kepemilikan tanah dengan didukung alat bukti lain untuk tanah hak lama dan alat bukti yang diatur dalam Pasal 174 HIR.

After be valid according to ihe laws of agraria (UUPA) on September, 24, 1960 end in dualism system of land in Indonesia to be unification of land. Former right of land on conversion laws to be modem right properly arranged at laws of agraria (UUPA). The owner of land who didn’t make registration of his land made use of proof tax payment as his ownership. Based on yurisprudence no. 34/K/Sip/1960 mentioned that proof of tax payment is not guidance of who has to pay the land. But, with witness Information made judge presupposition to decided the dispute of land case. Altough he doesn’t have certificate. Therefore, registration of land be the need to legal security. This is descriptive normative research with qualitative method and used sccondary data by gather from many of literature and land of regulations. This technical research used interview and documents study. The regulation of land such as article 23, 32 and 38 UUPA and government rules no. 24/1997. Final conclusion is the State give protection for owner the former land who has an intention well with proof of tax payment ruled in article 174 HIR."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
T25992
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sahrawati
"ABSTRAK
Setelah berlakunya UUPA pada tanggal 24 September 1960, berakhirnya masa dualisma hukum tanah yang berlaku di Indonesia menjadi suatu unifikasi hukum tanah. Hak-hak lama atas tanah demi hukum dikonversi menjadi hak-hak atas tanah yang baru sebagaimana diatur dalam UUPA. Pemilik tanah yang belum melakukan pendaftaran hak atas tanahnya menggunakan tanda bukti pembayaran
pajak sebagai bukti kepemilikan atas tanah yang bersangkutan. Sementara dalam
salah satu sumber hukum yaitu yurisprudensi nomor 34/K/Sip/1960 menyebutkan
bahwa surat pembayaran pajak bukan merupakan petunjuk siapa yang harus
membayar pajak atas suatu bidang tanah tertentu. Namun, dengan adanya keterangan dari para saksi dapat membuat suatu persangkaan oleh hakim untuk memutuskan perkara sengketa tanah. Meski pemilik tanah yang sebenarnya tidak memiliki sertifikat. Oleh karena itu, pentingnya pendaftaran tanah adalah sebagai jaminan kepastian hukum hak atas tanah. Penelitian ini merupakan penelitian
hukum normatif yang bersifat deskriptif analitis. Pendekatan yang dilakukan
dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Jenis data yang dipergunakan
adalah data sekunder dan data primer sebagai pendukung dengan menghimpun
berbagai literatur dan peraturan perundang-undangan. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara dan studi dokumen. Dalam penelitian ini pada prosedur penyelesaian sengketa tanah hak milik terdiri dari tiga hal yaitu peraturan perundang-undangan mengenai tanah, peristiwa hukum beserta metode penemuan hukum yang digunakan dan putusan hakim. Peraturan perundangundangan
mengenai tanah yang digunakan adalah Pasal 23, 32 dan 38 UUPA dan
PP 10/1961 serta PP 24/1997. Metode penemuan hukum yang digunakan adalah
persangkaan hakim dalam memutuskan yaitu bukti berupa Ipeda dan keterangan
saksi. Hasilnya, dituangkan dalam kesimpulan bahwa negara memberikan
perlindungan hukum bagi pemilik tanah bekas hak milik adat yang beritikad baik
yaitu menggunakan bukti pajak sebagai petunjuk kepemilikan tanah dengan
didukung alat bukti lain untuk tanah hak lama dan alat bukti Pasal 174 HIR.

ABSTRACT
After be valid according to the laws of agraria (UUPA) on September, 24, 1960 end in dualism system of land in Indonesia to be unification of land. Former right of land on conversion laws to be modem right properly arranged at laws of agraria (UUPA). The owner of land who didn’t make registration of his land made use of
proof tax payment as his ownership. Based on yurisprudence no. 34/K/Sip/1960
mentioned that proof of tax payment is not guidance of who has to pay the land.
But, with witness information made judge presupposition to decided the dispute of
land case. Altough he doesn’t have certificate. Therefore, registration of land be the need to legal security. This is descriptive normative research with qualitative method and used secondary data by gather from many of literature and land of regulations. This technical research used interview and documents study. The regulation of land such as article 23, 32 and 38 UUPA and government rules no. 24/1997. Final conclusion is the state give protection for owner the former land
who has an intention well with proof of tax payment ruled in article 174 HIR."
2009
T37482
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Hardianingsih
"This article is focused on responsibility of kepala desa (head of village) regarding administrative omissions through initial land registration. Head of village roles in :his procedure is by issued clearance letter as complementary documents. Under Indonesian land registration if that clearance letter is issued in unlawfully manner so then will affect on illegitimated of land certificates. The author has nor found any land registration norms which govern on the head of village liability for this case, even though iris classified as criminal conduct under Indonesian Penal Code (KUHP) on letter frauds. Practically, legal challenge by injured party under land registration system is enclosing annul to Land Office toward land certificate; or permanent court's decision by litigation filling. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
HUPE-36-4-(Okt-Des)2006-469
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Esther
"ABSTRAK
Mengingat pentingnya peranan tanah di masa sekarang
dan di masa yang akan datang, baik untuk kepentingan tempat
tinggal maupun untuk kegiatan usaha. Sudah semestinya
kebutuhan terhadap jaminan kepastian hukum di bidang
pertanahan juga akan meningkat. Dalam rangka menjamin
kepastian hukum, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Pasal 19,
memerintahkan diselenggarakannya Pendaftaran Tanah. Pasal
19 lebih lanjut diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10
Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah. Namun, PP 10/ 1961
tidak membawa hasil yang memuaskan maka ketentuan
Pendaftaran Tanah disempurnakan dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 24 Tahun 1997. Metode penelitian yang digunakan dalam
penulisan tesis ini selain metode penelitian kepustakaan
juga menggunakan metode penelitian lapangan. Dalam
pelaksanaan pendaftaran tanah untuk bekas hak milik adat
terkadang dijumpai permasalahan hukum baik dalam
pendaftaran tanah sistematik maupun dalam pendaftaran tanah sporadik. Permasalahan tersebut dapat di jumpai dalam segi
fisik maupun dalam segi yuridis. Kendala-kendala dalam
rangka penrbitan sertipikat bagi tanah bekas hak milik
adat, yaitu karena bidang tanah tersebut sedang menjadi
objek sengketa. Sengketa yang dimaksud berupa sengketa
waris, sengketa batas tanah, sengketa kepemilikan dan lainlain-
Penyelesaian terhadap permasalahan hukum tersebut
dapat diselesaikan melalui musyawarah antara pihak yang
bersengketa yang di fasilitasi oleh Kantor Pertanahan yang
sekaligus bertindak sebagai mediator. Apabila masing-masing pihak yang bersengketa tidak menemukan titik temu untuk permasalahan mereka, maka para pihak dapat mengajukan permasalahan hukum tersebut ke pengadilan."
2003
T37734
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Laksmi Harundani
"ABSTRAK
Tesis ini membahas mengenai perlindungan hukum bagi pemegang Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang hak atas tanah bersamanya berada diatas tanah Hak Pengelolaan, dengan analisa kasus Apartemen Mangga Dua Court yang dalam hal ini para pemegang Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun baru mengetahui status tanah bersama dari Apartemen yang mereka miliki adalah Hak Guna Bangunan diatas tanah Hak Pengelolaan bukan Hak Guna Bangunan diatas tanah Negara. Digunakan metode penelitian kepustakaan yang bertujuan untuk menemukan masalah (problem finding) untuk kemudian menuju pada suatu penelitian untuk mengatasi masalah (problem solution). Permasalahan timbul pada saat para pemegang Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun dari Apartemen Mangga Dua Court akan memperpanjang hak atas tanah bersamanya, dan dalam proses perpanjangan hak tersebut, mereka diwajibkan untuk mendapatkan Rekomendasi dari pemegang Hak Pengelolaan dengan membayar Uang Pemasukan yang jumlahnya jauh lebih besar dari Uang Pemasukan yang dibayarkan kepada Negara. Pemegang Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun dari Apartemen Mangga Dua Court yang diwakili oleh Perhimpunan Penghuninya mengajukan gugatan perdata pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan Nomor Perkara 205/Pdt.G/2007/PN.Jkt.Pst dan telah mendapatkan Putusannya. Penelitian ini membahas mengenai perbedaan antara rumah susun yang tanah bersamanya berada diatas tanah Negara dengan rumah susun yang tanah bersamanya berada diatas tanah Hak Pengelolaan, hal-hal yang harus diperhatikan dalam rangka pembangunan rumah susun yang yang tanah bersamanya berada diatas tanah Hak Pengelolaan dan perlindungan hukum bagi pemegang Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang tanah bersamanya berada diatas tanah Hak Pengelolaan.

ABSTRACT
This thesis deals with legal protection for the Holder of Ownership Right on Apartment Unit whose Joint Land Rights is upon the Land having the status of Management Rights, with a case analysis of Mangga Dua Court Apartment which in this case the Holders of Ownership Right on Apartment Unit has recently known the Joint Land status of Apartment is Building Rights on the Land having the status of Management Rights instead of Building Rights upon the State Land. Bibliographical research method is applied with the purpose of problem finding which then heading toward a research to resolve the problem (problem solution). The problem arises when the Holders of Ownership Right on Apartment Unit of Mangga Dua Court Apartment extend their Joint Land Rights, and during the process of said rights extension, and in the process of the right renewal, they are obliged to get a recommendation from the Management Right owner by paying revenue money which mounted bigger than Revenue Money that are paid for the government. The Holders of Ownership Right on Apartment Unit of Mangga Dua Court Apartment who was represented by its Occupants Association filed a civil suit to the District Court of Central Jakarta under Case Number 205/Pdt.G/2007/PN.Jkt.Pst and has obtained its Verdict. This research deals with the difference between Apartment whose Joint Land is on the State Land and Apartment which Joint Land is on Land having the status of Management Rights, the matters that must be taken into consideration within the framework of building Apartment whose Joint land is on Land having the status of Management Rights and legal protection for the Holder of Ownership Right on Apartment Unit whose Joint land is on land having the status of Management Rights.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2009
T25937
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Suparmin
"Akta pemberian hak guna bangunan (HGB) di atas tanah hak milik, merupakan salah satu dari delapan akta, diakui dalam hukum tanah positif dan pendaftaran tanah, yang pejabat pembuat akta tanah (PPAT) berwenang membuatnya. Jaminan kepastian hukum, selain akta, bagi si pemegang HGB adalah sertifikat HGB diatas tanah hak milik, sedangkan bagi si pemilik tanah hak milik, tidak kehilangan kepemilikan tanahnya, karena pemberiaannya, dibatasi oleh jangka waktu, yang diatur menurut peraturan perundangundangan.
Kaidah hukum data formil yang diatur Peraturan KBPN No. 1 Tahun 2006, memberikan panduan bagi seorang PPAT dalam membuat akta tanah, persoalannya adalah bagaimana orang perorangan dan perseroan terbatas memperoleh tanah dan bangunan dengan status kepemilikan hak guna bangunan di atas tanah hak milik orang termasuk dapat dialihkan kembali hak yang diperoleh kepada pihak ketiga, juga untuk dijaminkan dengan hak tanggungan, tanpa si pemilik tanah kehilangan hak miliknya atas tanah tersebut? dan bagaimana pengaturan pedoman pembuatan akta pemberian HGB atas tanah hak milik dengan adanya Peraturan KBPN No. 1 Tahun 2006, yang menentukan adanya suatu data formil?.
Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian hukum normatif, yang merupakan penelitian kepustakaan, terhadap data sekunder di bidang hukum, didasari atas sistematika hukum positif atau sistematika peraturan perundang-undangan di Indonesia. Kemudian pengolahan, analisa dan konstruksi datanya dilakukan secara kualitatif, tipologi penelitiannya problem identification ditelusuri dengan jalan preskriptif-eksplanatoris. Atas dasar demikian, dalam pembuatan akta pemberian HGB diatas tanah hak milik merupakan penerapan asas pemisahan horizontal, dalam pembebanan hak atas tanah tertentu, yaitu tanah hak milik dalam konstruksi hukum adat, sumber hukum tanah nasional. Karenanya data formil didasari hak milik, hak atas tanah, yang merupakan turun-temurun, terpenuh dan terkuat. Pemberian HGB diatas tanah hak milik wajib didaftarkan dan mempunyai sertifikat HGB di atas tanah hak milik, untuk pembuktian kepemilikan dan kepentingan pihak ketiga. Peralihan hak (termasuk kewenangan untuk memindahkan hak) kepada pihak ketiga, haruslah dengan jelas dinyatakan di dalam akta pemberian HGB, sehingga mengikat di antara pemberi hak (pemegang hak milik) dan penerima hak (pemegang HGB). Datadata formil dalam pembuatan akta adalah harus terpenuhinya seluruh dokumen-dokumen dan atau bukti-bukti secara formil mengenai sudah terdaftarnya tanah hak milik yang akan diberikan HGB.

Bestow deed of building rights use right (HGB) above personal land right, representing one of the eight deed, acknowledge by positive law land and land registry regime, which is officer for land deed has authorization to form that such deed, according to law and regulation. It is true can be told, this deed is less popular, even almost society do not know, even pertained is not quite never utilize it, including among officer for land deed (PPAT), in running their practice. Besides the deed which giving certainty of law to the owner of HGB is certificate of land of HGB above personal right of land, while to the land owner, do not lose the ownership of its land because of its bestowed, limited by duration, arranged according to law and regulation.
Principle of formal data Regulated by KBPN No. 1 Year 2006, the problems are how individual people and limited liability obtaining real property with status of its ownership of rights utilize building above land property is including can be transferred again obtained rights to third party, also to vouch for with responsibility rights, without the land owner losing of its land? and how arrangement of guidance of making of bestow deed of HGB of private property with existence of Regulation of KBPN No. 1 Year 2006, determining the existence of a formal data.
Observed with methodologies of normative law research, representing research of bibliography, of secondary data in law area, constituted of positive law systematic way or law and regulation systematic way in Indonesia. Then processing, analyzing and constructing the data done with qualitative, this type of research is problem identification traced by prescriptive-explanatory. On the basis of that method, in forming the bestow deed of HGB above personal land of right represent applying of land dissociation of horizontal principle, in encumbering of certain land right, that is personal land of right in customary law construction, which is the source of national land law. Hence formal data constituted by personal land of right, the right of land which is the right that, can be inherit generation to generation, the most supreme and vigorous. Bestow deed of HGB is obliged to be registered and have certificate of HGB above land (of) property, for verification of ownership of and importance of third party. Formal data in making of deed have to fulfill entire documents and or evidence formally regarding enlisted property to be given by HGB. All important Matter to be paid attention in making of the deed of HGB above land is authority and efficiency of giver subject and receiver of rights."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
T23492
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Maharani Fransiska
"Maraknya pembangunan diberbagai bidang kehidupan menyebabkan tanah menjadi komoditi yang mempunyai nilai ekonomi yang sangat tinggi dan sulit dikendalikan. Kondisi demikian, terutama diakibatkan oleh kebutuhan lahan yang terus meningkat dengan sangat pesat sementara ketersediaannya terbatas sehingga tidak jarang menimbulkan konflik pertanahan. Salah satunya konflik tanah di Pulau Batam antara pihak ketiga yang diberikan hak atas tanah oleh Badan Otorita Batam dengan penggarap lahan setelah memenuhi persyaratan dan prosedur yang ditentukan oleh undang-undang. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan Yuridis Normatif. Hak Pengelolaan yang tidak dikelola dengan baik dapat menimbulkan permasalahan dalam hal pemberian kepada pihak ketiga. Pemberian hak atas tanah di atas Hak Pengelolaan harus mengikuti prosedur dan persyaratan yang ditentukan oleh Peraturan perundangundangan yang berlaku di Indonesia.

The rise of development in varoius fields of life causes land become a commodity that has a high economic value and uncontroled. Such condotions, mainly due to the growing needs of land very rapidly, while availability is limited, so as not frequently lead to conflict over land. For example, land dispute on the Batam Island between third party that given rights of land by the Batam Industrial Development Authority with the tiller, after fulfilling the requirements and procedures established by law. The method used in this research is normative juridical approach. Management Rights were not managed properly can cause problems in terms of providing to a third party. Granting rights of land over management right should follow the procedures and requirements set by the legislation in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T42899
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hardianingsih
"Syarat awal dari pendaftaran hak atas tanah bekas hak milik adat berdasarkan ketentuan Pasal 24 PP 24/1997 tentang Pendaftaran Tanah jo Pasal 76 PerMen Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3/1997 tentang Peraturan Pelaksana PP 24/1997 salah satu syaratnya adalah berupa alat bukti petuk pajak, ketitir, verponding Indonesia dan syarat lainnya berupa surat keterangan dari kepala desa yang dikuatkan oleh camat setempat yang membenarkan isi keterangan-keterangan tentang tanah yang bersangkutan. Persyaratan awal ini sangat rawan disalahgunakan oleh oknum kepala desa, dimana alat bukti hak tersebut merupakan alat bukti awal dan menentukan dalam pendaftaran tanahnya. Kajian ini berfokus pada pertanggungjawaban kepala desa dalam hal adanya cacat hukum administrasi dalam penerbitan sertipikat hak atas tanah yang diawali oleh petuk pajak, ketitir ataupun verponding Indonesia dan surat keterangan kepala desa yang diberikan dengan cara melawan (melanggar) hukum. Dari tindakan kepala desa tersebut mengakibatkan adanya cacat hukum dalam penerbitan sertipikat hak atas tanah, bagaimanakah pertanggungjawaban kepala desa dalam hal adanya cacat hukum tersebut dan upaya hukum apa yang dapat dilakukan oleh pemegang hak atas tanah yang sebenarnya atas penerbitan sertipikat tersebut."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16547
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bulan Purnama Dewi Legini
"Pada beberapa perseroan terbatas yang terdapat pemegang saham dari pihak asing, umumnya mereka membuat risalah rapat umum pemegang saham (Rapat) di bawah tangan dalam bahasa Inggris. Akan tetapi untuk keputusan-keputusan yang membutuhkan tindak lanjut ke Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, risalah Rapat tersebut harus dinyatakan dalam suatu akta pernyataan keputusan rapat dalam bahasa Indonesia. Bagaimana tanggung jawab Notaris yang membuat akta tersebut sehubungan dengan adanya perubahan bahasa tanpa melalui penerjemah resmi?
Dalam melakukan penelitian tersebut digunakan metode penelitian hukum yuridis normatif yang tidak saja meneliti peraturan perundang-undangan yang mengatur tetapi juga bagaimana penerapan dalam praktek pelaksanaan jabatan oleh Notaris. Pasal 43 Undang-undang tentang Jabatan Notaris mengatur mengenai penerjemahan yang wajib dilakukan oleh Notaris dan apabila Notaris tersebut tidak dapat menerjemahkan, maka dapat dibantu oleh seorang penerjemah resmi. Namun tidak dalam semua hal penerjemahan itu dapat dilakukan oleh Notaris. Dalam hal pembuatan akta pernyataan keputusan rapat, Notaris tidak dapat langsung menerjemahkan risalah Rapat yang dibuat di bawah tangan yang diterimanya dan tertulis dalam bahasa Inggris, walaupun Notaris tersebut memahami isi risalah Rapat. Notaris hanya dapat menerjemahkan akta yang dibuat oleh atau dihadapannya, bukan akta yang berasal dari pihak lain. Jika Notaris tetap menerjemahkan akta risalah Rapat yang dibuat di bawah tangan tersebut, maka akta itu kehilangan otentisitas karena penerjemahan dilakukan di luar kewenangan Notaris dan menjadi akta yang memiliki kekuatan pembuktian yang sama seperti akta yang dibuat di bawah tangan serta Notaris bertanggung jawab penuh atas tindakan tersebut. Apabila ada pihak yang dirugikan akibat tindakannya, maka Notaris yang bersangkutan dapat dikenakan sanksi berdasarkan undang-undang tentang jabatan Notaris, kode etik profesi, maupun digugat secara perdata melalui Pengadilan Negeri.

It is often that in the companies in which some of the stakeholders are foreigners, the notes that conclude the general meeting of stakeholders is made unofficially in English. However, concerning the decisions that need a further follow up particularly to the Department of Law and Human Rights of Republic of Indonesia, the note should be stated officially in a certificate of the meeting decision, all in Indonesian. Regarding to this matter, how is the responsibility of a notary should be seen when there is a language translation conducted without hiring any official translator?
In this research the writer applies the juridical-normative legal research method, which is not only scrutinizing the regulating law itself, but also its implementation in term of how the notary carrying his/her duty. The article 43 of the Law concerning the Notary Office regulates the criteria of a translation task that should be conducted by a notary, and in case he/she is not eligible to do it, an official translator can be hired to aid. However, not all translation could be done by a notary. Instead, in case of the meeting decision certificate making, a notary has no right to directly translate the English note he/she received, even though he/she comprehends the contents. A notary is only able to translate a certificate made by or before him/her, and not the one made by other party. If the notary ignorantly still runs the translation on such a note, the certificate translated looses its authenticity since the translation is considered as conducted beyond the notary's authority and thus the certificate becomes of the same power as an unofficial one. In addition, the notary did it is considered as fully responsible for his/her deed. If there were any party whose interest being harmed for this, then the concerned notary can be put under sanction which is in accordance with the law of the notary office, profession code of conduct, as well as being sued referring to the regulation in the civil law through a State Court.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
T19579
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>