Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 160813 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mardhatillah
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2009
T25856
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
M. Soegiyan Noer
"Apabila penghasilan dari Perseroan yang sudah dikenakan pajak di tingkat Perseroan dan dikenakan pajak lagi terhadap Orang Pribadi sebagai Pemegang Saham pada saat penghasilan tersebut diterima sebagai dividen maka akan terjadi dua kali pemajakan atas penghasilan yang sama. Fenomena pemajakan atas penghasilan yang sama lebih dari sekali tersebut dinamakan sebagai economic double taxation. Fenomena economic double taxation juga dialami oleh Orang Pribadi yang menerima dividen atas kepemilikan sahamnya pada suatu Perseroan di Negara Indonesia. Pemilik saham berstatus Perseorangan akan menanggung pajak agregat lebih dari 50% atas dividen yang diterimanya, yang meliputi pemajakan di tingkat Perseroan atas laba dan pemajakan di tingkat Orang Pribadi atas dividen yang diterima.
Pajak Agregat yang relatif tinggi disebabkan Indonesia menganut sistem pemajakan klasikal dimana tarif pajak di tingkat Perseroan adalah sudah cukup tinggi ditambah dengan pajak di tingkat Orang Pribadi yang juga tinggi. Pajak agregat atas dividen yang diterima oleh Orang Pribadi tersebut lebih dikenal dengan Beban Pajak Efektif (Effective Tax Rate), hal ini menjadi pertimbangan mendasar bagi pemilik modal/kekayaan untuk menanamkan modalnya dalam suatu bentuk usaha Perseroan. Ada beberapa metode untuk mengurangi/menghilangkan domestic economic double taxation. Metode yang umum diterapkan adalah imputation system, dividend deduction system, split-rate system, dan schedular tax system.
Apabila Negara Indonesia menerapkan sistem pemajakan yang berbeda, maka Beban Pajak Efektif atas dividen yang diterima oleh Orang Pribadi adalah lebih rendah dibandingkan dengan Beban Pajak Efektif yang diterima oleh Orang Pribadi dengan menggunakan Sistem Klasikal yang saat ini diterapkan di Negara Indonesia. Hal ini disebabkan oleh sistem pemajakan di luar Sistem Klasikal memberikan keringanan pemajakan atas penghasilan dividen yang diterima oleh Orang Pribadi.
Dalam Karya Akhir ini juga memperbandingkan sistem pemajakan atas dividen yang diterima oleh Orang Pribadi di beberapa Negara Asia Tenggara, meliputi: Malaysia, Philipina, Singapura, Thailand, dan tentunya Indonesia. Tujuannya adalah untuk mengetahui besaran Beban Pajak Efektif yang ditanggung oleh Orang Pribadi atas penghasilan dividen yang diterimanya di masing-masing Negara Asia Tenggara yang diperbandingkan. Tujuan final dari Karya Akhir ini adalah untuk mengetahui kemungkinan diterapkannya sistem pemajakan yang berbeda atas dividen yang diterima oleh Orang Pribadi sehingga Beban Pajak Efektif yang ditanggung oleh Orang Pribadi di Negara Indonesia tidak terlalu memberatkan dan relatif sama dengan Negara-negara Asia Tenggara yang diperbandingkan.

If the income after tax in the Corporate level and still incur the tax to individual as the share holder at the time the income received as dividend, it would be doubled in taxation for the same income. The phenomena of taxation of the same income more than once is so called as economic double taxation. The economic double taxation phenomena is also experienced by individual who received dividend fot the ownership of shares in one Corporate in Indonesia. The owner of shares in individual status will bear the aggregate tax more than 50% on the dividend received that consists of taxation on Corporate level on income and the taxation in the level of individual on the received dividend.
The relatively high aggregate tax because Indonesia carries out Classical Taxation System whereas the tax rate in the Corporate level is high enough plus the tax in the individual level that is more popular known as Effective Tax Rate, this case becomes basic consideration to the owner of capital or property to invest his capital in one kind of Corporate. There are some methods to eliminate/reduce the domestic economic double taxation. The general method carried out is Imputation System, Dividend Deduction System, Split Rate System, and Schedular Tax System.
If Indonesia carries out different taxation system, thus Effective Tax Rate on the dividend received by individual is lower compared to Effective Tax Rate received by individual by using Classical System that now is carried out in Indonesia. It is because the taxation system out of the Classical System give the taxation priority on the income received by individual.
In this thesis also try to compare the taxation system on the dividend received by individual in some countries of South East Asia, include Malaysia, Philippine, Singapore, Thailand and of course Indonesia. The objective is to know to what extend the Effective Tax Rate bared by individual on the dividend income received in each of South East Asia Countries that compared. The final objective of this thesis is to know the possibility of the application of the different taxation system on the dividend received by individual thus the Effective Tax Rate that bared by individual in Indonesia not too weighten, but relatively similar with the countries compared."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2007
T23808
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zarman Hadi
"Responsibilites of shareholders, board of directors, and board of commissioners according to Indonesian law on limited liability company."
Malang: UB Press, 2011
346.066 8 ZAR k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Wuisang, Edwin Jeffry Herald
"Tanggung jawab terbatas bagi pemegang saham, direksi, dan komisaris dalam Perseroan Terbatas (PT) telah diatur dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, di sisi lain Undang-undang tersebut juga mengatur mengenai hal-hal tertentu yang dapat mengakibatkan pertanggungjawaban pribadi pemegang saham, direksi, dan komisaris.
Pada kenyataannya, sifat dan tanggung jawab "terbatas" suatu perusahan (PT) bukanlah suatu harga mati yang absolut karena terdapat suatu potensi yang mendatangkan bahaya dan kerugian apabila karateristik tersebut disalahgunakan. Penyalahgunaan status badan hukum perseroan akan merugikan pihak lain dalam hal ini pihak yang mempunyai kepentingan terhadap perseroan, bukan hanya terbatas pada pemegang saham termasuk karyawan, pemasok (supplier), pelanggan/nasabah, distributor, bahkan juga termasuk masyarakat yang ikut memberi kontribusi terhadap keberhasilan perusahan yang nantinya akan menanggung dampak dan kerugian operasional dari perusahaan.
Sampai batas-batas tertentu Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 mengakui berlakunya teori piercing the corporate veil. Penerapan teori piercing the corporate veil ke dalam tindakan suatu perseroan menyebabkan tanggung jawab hukum tidak hanya dimintakan dari perseroan tersebut (meskipun dia berbentuk badan hukum), tetapi pertanggungjawaban hukum dapat juga dimintakan terhadap pemegang sahamnya, bahkan penerapan teori piercing the corporate veil dalam pengembangannya, juga membebankan tanggung jawab hukum kepada organ perusahaan yang lain seperti direksi atau komisaris.
Prinsip piercing the corporate veil yang melegitimasi pemindahan kewajiban hukum dari pundak suatu perusahaan perseroan ke pihak lain seperti pemegang saham direksi, dan komisaris tersebut, mempunyai tujuan utama yaitu untuk melindungi pihak stakeholders dari tindakan yang salah oleh pemegang saham, komisaris dan direksi meskipun tindakan-tindakan tersebut dilakukan untuk dan atas nama perseroan. Dilihat dari sudut pandang masyarakat, pada umumnya adanya lembaga penyingkap tabir perseroan atau penerobosan pertanggungjawaban pribadi tersebut merupakan suatu kemajuan yang berarti. Hal itu disebabkan karena masyarakat pada umumnya akan mendapat perlindungan dari tindakan-tindakan pemegang saham maupun pengurus perseroan yang dapat merugikan mereka. Keadaan tersebut menunjukan bahwa suatu Perseroan Terbatas tidak boleh digunakan semata-mata sebagai alat oleh yang bersangkutan mencapai tujuannya. Selain itu juga, prinsip tersebut akan meningkatkan kehati-hatian pemegang saham serta pengurus-pengurus Perseroan Terbatas dalam berusaha."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
T16609
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Angga Handian Putra
"Tindakan go private merupakan aksi korporasi perusahaan terbuka untuk membeli kembali sahamnya dari pemegang saham publik dan merubah statusnya menjadi perseroan tertutup. Sampai saat ini belum ada pengaturan hukum yang khusus mengenai go private di Indonesia, penelitian berfokus kepada masalah apa alasan dan bagaimana prosedur pelaksanaan dan pengaturan hukum serta perlindungan hukum kepada pemegang saham independen, karyawan, dan organ perseroan pada proses go private perseroan terbuka di Indonesia.
Jenis penelitian ini ialah penelitian hukum normatif. Analisis dilakukan dengan membandingkan pengaturan hukum go private berdasarkan peraturan yang terkait sebelum dan sesudah UUPT No. 40/2007. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa alasan utama go private perseroan terbuka di Indonesia ialah efisiensi biaya perseroan sebagai perseroan terbuka. Prosedur dan pengaturan hukum pelaksanaan go private mengacu kepada UUPT, UUPM, peraturan-peraturan Bapepam dan LK, dan peraturan Bursa Efek mengenai penghapusan pencatatan. Perlindungan hukum pemegang saham independen, mengacu kepada UUPT dan peraturan Bapepam dan LK. Kemudian, perlindungan hukum bagi karyawan perusahaan sasaran yang mengacu kepdda undang-undang ketenagakerjaan yang berlaku. Sedangkan perlindungan hukum bagi anggota dewan direksi dan dewan komisaris yang diberhentikan, mengacu kepada UUPT dan anggaran dasar perseroan.

Go private action is a public listed company corporate action to buy back its shares from public shareholders and the company changed its status to be closed. Until now there is no special legal arrangements related to go private in Indonesia, the research focused on the problem of what reason and how the operating procedures and legal arrangements and the legal protection of independent shareholders, employees, and company organs in the process of the go private public listed companies in Indonesia.
This research is a normative legal research. The analysis was done by comparing the regulation go private based on related regulations before and after the Companies Act No. 40/2007. So it can be concluded that the main reason go private public listed companies in Indonesia is the company cost efficiency as a public listed company. Procedures and implementation regulations go private refers to the Company Law, Capital Market Law, the rules of Bapepam and LK, and regulations regarding delisting from the Stock Exchange.
Independent shareholders' legal protection, refer to the Company Law and the rules of Bapepam and LK. Later, legal protection for employees of the target company, which refers to labor laws. While legal protection for members of the board of directors and commissioners, who dismissed, refer to the Company Law and the statue of the company.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
T27864
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Arif Wicaksana
"Menurut Peraturan Pemerintah No. 12 Tahun 1998 :Perusahaan Perseroan, untuk selanjutnya disebut PERSERO, adalah Badan Usaha Milik Negara yang dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1969 yang berbentuk Perseroan Terbatas sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 yang seluruh atau paling sedikit 51% saham yang dikeluarkannya dimiliki oleh Negara melalui penyertaan modal secara langsung. Adanya perseroan ini juga tidak terlepas dari semangat menjalankan Pasal 33 UUD 1945. Kewenangan Menteri Keuangan juga telah dialihkann kepada menteri negara pendayagunaan BUMN oleh Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 1998. Sehinga permasalah yang akan dibahas adalah bagaimana asas-asas hukum yang melekat pada pemegang saham dan RUPS perusahaan persero, serta apakah kedudukan negara selaku pemegang saham tunggal atau pemegang saham mayoritas yang diwakili menteri negara pendayagunaan badan usaha milik negara menempatkannya pada kedudukannya yang "absolut", mengingat adanya prinsip cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara dan digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. sifat penelitian untuk penulisan tesis ini adalah penelitian deskriptif dan mengunakan data-data sekunder. Kesimpulannya adalah, Perusahaan Perseroan (PERSERO) indentik dengan perseroan terbatas. Pemegang saham perusahaan perseroan hanya mempunyai hak dan kewajiban sebagai mana tertuang dalam UUPT dan bukan merupakan perangkat yang dapat menentukan kebijakan perseroan."
Depok: Universitas Indonesia, 1999
T40840
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sagala, Benny Gunawan
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2009
S16246
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Juli Rahayu
"Fenomena yang timbul dari ungkapan yang menyatakan siapa yang kuat akan menang tampaknya dapat saja terjadi dalam hubungan antara Pemegang Saham Minoritas dengan Pemeqang Saham Mayoritas pada Perseroan. Di satu sisi Pemegang Saham Mayoritas tidak hanya memiliki modal yang kuat tetapi juga memiliki akses, baik dalam dunia bisnis maupun bidang lainnya termasuk dengan birokrasi bahkan dunia politik sedangkan disisi lain Pemegang Saham Minoritas memiliki sejumlah keterbatasan sehingga oleh UU No. 1 Tahun 1995 dikelompokkan sebagai salah satu pihak yang lemah disamping karyawan dan kreditur pada saat Perseroan melakukan Penggabungan sehingga diperlukan adanya perlindungan hukum atas keputusan-keputusan yang merugikan terhadap hak-haknya. Hak Pemegang Saham Minoritas dalam Penggabungan Perseroan bukan Bank perlu mendapat perlindungan termasuk dari Notaris yang membuat Akta Penggabungan. Penelitian dilakukan dengan metode penelitian kepustakaan yang bersifat normatif yaitu dengan Cara menganalisis peraturan perundang-undangan, dokumen hukum, dan buku-buku yang berhubungan dengan penelitian ini. Data yang dikumpulkan, adalah data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan tertier. Hak-hak Pemegang Saham Minoritas pada perseroan baik Perseroan Tertutup maupun Perseroan Terbuka saat Penggabungan dilindungi oleh UU No. 1 Tahun 1995 beserta peraturan pelaksanaannya
sedangkan bagi Perseroan Terbuka juga dilindungi oleh UU No. 8 Tahun 1995 dan peraturan pelaksanannya. Notaris yang karena jabatannya terlibat dalam proses Penggabungan berperan untuk membuat Akta Penggabungan dan memberikan penyuluhan. hukunn mengenai hal-hal yang menurut ketentuan perundang-undangan harus diungkapkan termasuk hak-hak Pemegang Saham Minoritas dalam Rapat Umum Pemegang Saham."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16349
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indra Gunawan
"Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas (UUPT) memegang peranan tertinggi yang tidak diberikan kepada organ Perseroan yang lain, yaitu Direksi dan Komisaris, namun demikian RUPS tidak dapat diselenggarakan tanpa adanya keharmonisan di antara pemegang saham dan pengurus, karena untuk dapat diselenggarakannya RUPS diperlukan persyaratan korum kehadiran dan keputusan tertentu sesuai yang disyaratkan oleh undang-undang, hal ini untuk menghindari diambilnya keputusan yang merugikan pemegang saham minoritas maupun Perseroan. Perlindungan hukum bagi pemegang saham minoritas merupakan masalah yang menarik, karena dalam RUPS Perseroan, sering terjadi perselisihan yang berkepanjangan di antara para pemegang saham, pengurus Perseroan dan ketua RUPS, untuk mengatasi hal tersebut diperlukan solusi serta penanganan yang efektif dengan mengaturnya secara jelas dalam suatu pembaharuan UUPT agar pemegang saham mayoritas, direksi dan komisaris yang punya posisi dominan dan tidak beritikad baik dalam Perseroan tidak menyalahgunakan kekuasaanya dengar menindas pemegang saham minoritas. Perbuatan melanggar hukum yang merugikan pemegang saham minoritas dapat terjadi melalui pemanfaatan karakter Perseroan yang telah menjadi badan hukum, karena orangperorang yang ada, dianggap lepas eksistensinya dari Perseroan (persona standi in judicio). Pemegang saham minoritas menderita kerugian, karena disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: UUPT yang walaupun telah mengaturnya, tetapi dalam praktik tidak efektif; kondisi pemegang saham minoritas yang umumnya lemah, baik secara financial, informasi dan pengendalian; dan moral hazard dari para pemegang saham mayoritas, direksi dan komisaris yang mengurus Perseroan serta tidak beritikad baik."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
T36551
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Frans Satrio Wicaksono
Jakarta: Visimedia, 2009
346.068 FRA t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>