Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 100888 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ferry Joko Juliantono
Jakarta: Banana, 2007
338.1 FER p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Universitas Indonesia, 2004
S26096
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ari Moch. Arif
"Disepakatinya perjanjian WTO oleh Pemerintah Indonesia merupakan babak baru dalam perdagangan yang lebih terbuka dan bebas. DPR sebagai representasi dari rakyat Indonesia meratifikasi perjanjian tersebut pada tanggal 13 Oktober 1994 dengan dikeluarkannya UU No.7 Tahun 1994. Realitas adanya ketimpangan kekuatan politik dan ekonomi antar negara anggota berdampak kepada kehidupan sosial, ekonomi dan politik suatu negara, apalagi negara tersebut berada pada level ekonomi yang lemah. Artinya pelaksanaan perdagangan global tidaklah semulus dengan apa yang hendak dicita-citakan. WTO sendiri mempunyai aturan, instrumen dan prinsip sebagai upaya mencegah penyalahgunaan kekuatan pasar yang berpotensi menimbulkan distorsi. Dapatkah negara-negara berkembang, khususnya Indonesia memanfaatkan aturan tadi pada sektor pertaniannya? apakah keadilan yang dicita-citakan oleh perdagangan yang bebas dan terbuka di sektor pertanian ini hanyalah impian atau topeng kapitalis untuk menguasai perekonomian suatu negara? atau sebetulnya ada masalah yang lebih mendasar dari penyebab kegagalan sektor pertanian kita dalam persaingan ekonomi global. Adanya sebuah kajian dan analisis sektor ini dan dampaknya terhadap harmonisasi dan reformasi hukum bisnis menjadi salah satu jalan memperkuat posisi tawar sektor pertanian kita dalam perdagangan dunia."
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T18906
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anak Agung Oka P. Gocara
"World Trade Organization (WTO) merupakan Badan Internasional yang mengatur masalah perdagangan antar negara melalui persetujuan yang berisi aturan-aturan dasar perdagangan internasional sebagai hasil perundingan yang telah ditandatangani oleh negara-negara anggotanya. Indonesia merupakan salah satu negara pendiri WTO dan telah meratifikasi Persetujuan Pembentukan WTO melalui UU No. 7/1994. Dengan demikian maka Indonesia harus mematuhi persetujuan WTO yang berisi aturan-aturan dasar perdagangan Internasional. Dengan berlakunya prinsip perdagangan bebas membawa dampak negatif bagi negara-negara berkembang yang tidak dapat menjaga kelangsungan produk unggulannya dibidang pertanian dan tidak memiliki daya saing karena negara-negara maju yang sudah slap dapat memberikan subsidi kepada pelaku usaha di negaranya sehingga dapat menekan harga. Hal ini membuat sektor pertanian di negara berkembang yang diandalkan menjadi produk unggulan tidak dapat bersaing.Hal tersebut sangat berpengaruh terhadap kebijakan-kebijakan di bidang Pertanian di negara-negara berkembang, sebagai contohnya adalah kekisruhan tata niaga betas dan membanjirnya impor gula ilegal di Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
T19858
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
S5464
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Noorman Effendi
"Latar belakang penulisan tesis ini adalah bahwa liberalisasi di bidang pertanian yang merupakan mandated agenda dan dilakukan melalui serangkaian perundingan multilateral serta tertuang dalam Agreement on Agriculture (AoA) menuntut Indonesia sebagai anggota WTO untuk mematuhinya. Permasalahan yang timbul adalah bahwa Indonesia belumlah mempunyai kebijakan yang adaftif dan tepat dengan komitmen Indonesia terhadap AoA tersebut dan juga mampu mengedepankan kepentingan nasional melalui peningkatan ekspor produk pertanian Indonesia di pasar intemasional.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi bentuk kebijakan/strategi yang tepat bagi pemerintah Indonesia dalam perundingan lanjutan WTO bidang pertanian dalam upaya mendukung pemulihan dan peningkatan ekonomi nasional. Kerangka pemikiran yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori kepentingan nasional dari D. Neuchterlein, yang perumusan kebijakan suatu negara haruslah didasarkan pada ide-ide dasar dari kepentingan nasionalnya. Lebih lanjut Morgenthau menunjuk bahwa kepentingan nasional merujuk pada sasaran politik, ekonomi atau sosial yang ingin dicapai oleh suatu negara. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif analitis. Teknik pengumpulan data penelitian adalah melalui studi pustaka dan internet berupa data-data sekunder.
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah perlu diperjuangkannya prinsip Special and Differential Treatment (S&D) oleh Indonesia sebagai bagian integral dari perundingan WTO di bidang pertanian. Prinsip ini sangat panting diperjuangkan sebagai pembeda dalam tingkat pembangunan ekonomi antar negara berkembang dan negara maju. Bagi Indonesia, S&D harus mencakup akses pasar, dukungan domestik dan tingkat subsidi ekspor. Selain itu juga, dengan prinsip S&D juga, masalah non trade concern yang dapat diangkat oleh Indonesia adalah perlu diberikannya fleksibilitas dalam menetapkan alat kebijaksanaan yang mendukung tercapalnya program ketahanan pangan wilayah pedesaan, pengentasan kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja.
Berdasarkan hal-hal tersebut, kiranya secara sederhana dapat disimpulkan bahwa pertanian Indonesia memerlukan kebijakan yang adaptif terhadap peraturan internasional yang ada dan dapat mengedepankan kepentingan Indonesia. Kebijakan agribisnis yang berdaya saing haruslah diupayakan oleh pemerintah guna memperbaiki kondisi pertanian nasional sekaligus merupakan arah pembangunan sistem dan usaha pertanian yang berdaya saing dalam upaya memasuki pasar dunia dan pada akhirnya diharapkan dapat memperbaiki kondisi perekonomian nasional. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T1683
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Husein Sawit
"The article discusses that various supports have been made available to agricultural sector, especially for rice under the framework of AoA WTO. The article also explore the domestic support methodology for calculating Total AMS (aggregate measure support) and de minimis for rice. Expenditure for general services has increased significantly after 1999. Most of the support under Green Box was designed for domestic food aid. Market price support for rice has continued to increase since 1999, however, de minimis level stood on average 6% p.a. in the period of 1998-2002. The implication is if the market price support for rice depends heavily on the domestic cost of paddy production and ignores the border price, this support can be beyond the de minimis level. De minimis above 10% for LDC is believed distorting the production and trade, and should go under Amber Box."
2003
EFIN-51-3-Sept2003-271
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ferry Joko Juliantono
"ABSTRAK
Saat ini, globalisasi dan liberalisasi tidak dapat dilihat hanya sebagai wacana, melainkan sebagai tantangan yang harus dihadapi. Sebagai suatu fenomena ekonomi, globalisasi dan liberalisasi telah mendorong berbagai bentuk perubahan yang mempersatukan perekonomian dunia ke dalam suatu sistem perekonomian global. Suatu sistem di mana arus perdagangan barang dan jasa sebenarnya sudah tidak bisa lagi dibendung oleh batas-batas kekuasaan politik suatu negara. Dalam arus seperti itulah. World Trade Organization (WTO) sebagai suatu badan yang secara khusus menangani perdagangan internasional, memiliki peran sekaligus pengaruh yang penting bagi perubahan dunia khususnya dalam hal perekonomian.

Dalam forum WTO, isu liberalisasi di bidang pertanian menjadi isu yang paling panas di antara isu isu perdagangan lainnya. lsu inilah yang menyebabkan negara-negara anggota WTO terfragmentasi dalam beberapa kubu kekuatan ekonomi. Dalam suasana perundingan yang timpang dan penuh dengan dominasi, negara-negara berkembang kerap menjadi obyek dari negara-negara maju untuk mempraktikkan liberalisasi perdagangan pada level yang cukup jauh. Akan tetapi, khususnya negara-negara maju menjadi elemen yang paling banyak mengingkari komitmen pasar bebas yang ditunjukkan dengan keengganannya membuka pasar domestik, mengurangi subsidi domestik, maupun mencabut subsidi ekspor.

Sebagai salah satu negara anggota dan pendiri WTO, Indonesia telah terikat dengan berbagai macam perjanjian perdagangan liberal sejak lembaga tersebut didirikan. Akan tetapi, landasan yang melatarbelakangi keikutsertaan serta strategi untuk membela kepentingan nasional dalam menghadapi berbagai perundingan WTO kerap tidak dipersiapkan dengan baik. Masalah- masalah seperti perbedaan karakteristik usaha pertanian Indonesia yang umumnya dikelola oleh petani-petani kecil dengan sarana berupa lahan yang sempit dengan karakteristik industri pertanian negara-negara maju hampir tidak pernah menjadi perhatian pemerintah dalam konteks menghadapi perundingan WTO. Akibatnya, diplomasi pemerintah Indonesia dalam forum-forum WTO tidak memiliki nilai tawar yang memadai untuk menghadang kehendak dominatif dari negara-negara maju.

Bertolak dari hal tersebut, tesis ini disusun sebagai upaya untuk mengidentifikasi persoalan-persoalan yang muncul sebagai akibat kegagalan diplomasi Indonesia yang hampir bisa dikatakan tidak membawa manfaat bagi pembangunan pertanian di Indonesia. Dalam upaya itu, tesis ini juga menjelaskan ragam kepentingan yang kerap saling berbenturan dalam forum WTO, serta mengidentifikasi posisi Indonesia dalam forum-forum WTO, khususnya yang membahas liberalisasi di sektor pertanian. Penelaahan lebih jauh terhadap masalah-masalah tersebut dimaksudkan untuk mengkaji peluang-peluang alternatif sebagai jalan keluar dari permasalahan yang kini membelit Indonesia.

Tesis ini berkesimpulan bahwa fenomer.a kegagalan pasar secara global telah semakin menjadi kenyataan. Ancaman tersebut tidak hanya berlaku di pasar internasional, melainkan juga di pasar dalam negeri. Ketidakseimbangan peranan negara dengan pasar menjadi faktor yang mempertinggi aricaman tersebut. Untuk itu diperlukan upaya-upaya baru guna membangun keseimbangan baru antara negara dengan pasar. Hal inilah yang semestinya menjadi perhatian utama dalam diplomasi luar negeri Indonesia, khususnya dalam forum WTO yang membahas masalah liberalisasi pertanian.

"
2006
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurlelatussaadah
"WTO sebagai produk dari faham liberalisme ekonomi mempunyai tujuan sangat ideal untuk menciptakan kondisi perdagangan bebas yang kondusif, kompetitif, adil dan membawa kesejahteraan. Dalam kerangka kerjasama ekonomi multilateral diharapkan berbagai hambatan perdagangan dapat sepenuhnya dihilangkan sehingga tujuan tersebut dapat tercapai. Berbagai kesepakatan perdagangan dan jasa yang tertuang dalam aturan-aturan WTO juga mempunyai konsekwensi mengikat bagi para anggotanya sehingga mempengaruhi kebijakan suatu negara misalnya kebijakan negara untuk meliberalisasi sektor pertaniannya. Aturan mengenai liberalisasi pertanian ini tertuang dalam aturan AoA. Idealnya diharapkan dengan adanya aturan tersebut berbagai hambatan di sektor pertanian seperti hambatan tarif dan non tarif subsidi domestik dan resktriksi impor dapat dikurangi alau dihapus namun pada kenyataannya hal ini masih sulit dilakukan karena masih banyaknya anggota WTO khususnya negara-negara maju yang masih memberlakukan kebijakan proteksi tersebut. Sehingga dapat dikatakan nilai-nilai merkantilisme lebih kuat mewarnai perdagangan bebas dalam kerangka WTO.
Berkaitan dengan hal tersebut kesepakatan yang tertuang dalam agenda pembangunan Doha khususnya dibidang pertanian awalnya diharapkan mampu menjembatani kesenjangan yang terjadi antara negara maju, negara berkembang dan negara miskin karena dalam agenda Doha termaktub komitmen negara maju untuk mengurangi berbagai subsidi dan menghapus restriksi impor yang diberlakukan terhadap produk-produk pertanian negara berkembang namun hal ini tetap tidak efektif dalam realisasinya.
Di dorong oleh kenyataan tersebut dan resesi ekonomi pada tahun 1997, Indonesia bersama negara berkembang lainnya berupaya memperjuangkan agar konsep SP (spesial product) untuk produk pangan dan konsep SSM (special safeguard mechanism) sebagai pengejawantahan konsep S&D (special & different treatment) tertuang dalam draft modalitas pertanian. Hal ini amat penting bagi negara berkembang khususnya Indonesia karena sektor pertanian terkait dengan masalah ketahanan pangan, penghapusan kemiskinan, ketenagakerjaan, serta pembangunan pedesaan. Selain itu akibat restrukturisasi ekonomi dibawah IMF dan World Bank membuat sektor pertanian Indonesia kian terpuruk. Menghadapi hal ini Indonesia meminta agar produk-produk pangan seperti gula, kedelai, jagung dan beras dikecualikan dari usulan pengurangan subsidi karena keempat produk tersebut mempunyai nilai strategis serta menyangkut hajat hidup orang banyak. Lebih lanjut pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan Proteksi dan Promosi untuk melindungi sektor pertaniannya.
Untuk mendukung penelitian ini, penulis menggunakan berbagai sumber seperti dokumen internal Deptan, Deperindag dan Deplu, kertas posisi pemerintah Indonesia dalam beberapa perundingan setingkat pejabat tinggi dan menteri di WTO, kertas posisi yang dikeluarkan lembaga swadaya masyarakat yang concern dengan masalah liberalisasi pertanian, serta proposal-proposal yang diajukan oleh negara-negara anggota WTO dalam menyusun draft modalitas pertanian dari KTM IV hingga KTM V Cancun dan perkembangan lain yang muncul kemudian. Dalam menganalisa friksi yang timbul dalam perundingan draft modalitas pertanian penulis menggunakan konsep merkantilis dari Robert Gilpin dan kepentingan Nasional dari Susan Strange, untuk menganalisa bagaimana perundingan berlangsung penulis menggunakan teori Ikle dan Odell."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13760
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>