Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7679 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jakarta: Sinergi Pustaka Indonesia, 2009
910SINP028
Multimedia  Universitas Indonesia Library
cover
Tantri Lisdiawati
"ABSTRAK
Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk menggambarkan reformasi birokrasi yang dilakukan di pemerintah provinsi dalam salah satu pelaksanaan urusan pemerintahan wajib yaitu penanaman modal, khususnya mengungkap dan memperlihatkan tugas dan fungsinya dalam rangka memberikan pelayanan publik sesuai dengan peran dinas penanaman modal dan PTSP. Pelaksanaan tugas dan fungsinya menggunakan metode deskriptif kualitatif . Adapun hasil yang diperoleh adalah bahwa DPMPTSP telah menyiapkan SIMAP (sistem informasi manajemen administrasi) yang digunakan dalam proses pemberian perizinan dan non perizinan. Selain dukungan dari sisi IT, DPMPTSP pun dilengkapi dengan tim teknis yang memberikan verifikasi terhadap ajuan perizinan yang diusulkan oleh setiap permohonan perizinan, bahkan penyediaan sumber daya aparatur yang memiliki keunggulan dalam menguasai beberapa bahasa asing, yaitu bahasa inggris, jepang, perancis"
Jakarta: Biro Hukum dan Komunikasi Informasi Publik Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, 2018
320 JPAN 8 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Sjamsudin
959.84 LUB s 1
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Sudarmin
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor sosial demografi yang mempengaruhi pola permintaan pangan hewani (ikan, daging, unggas, telur dan susu) dan pengaruh perubahan harga dan pendapatan terhadap proporsi pengeluaran pangan hewani pada rumah tangga di Provinsi Sulawesi Selatan. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2013 dengan melakukan analisis terhadap 13.018 sampel rumah tangga. Metode analisis adalah analisis deskriptif serta analisis ekonometrika menggunakan model Quadratic Almost Ideal Demand System (QUAIDS) dengan penduga Iterated Linear Least Square (ILLS).
Penelitian ini menunjukkan bahwa konsumsi pangan hewani dipengaruhi oleh harga sendiri, harga komoditas lain, jumlah anggota rumah tangga, golongan pendapatan, wilayah tempat tinggal (perdesaan/ perkotaan), dan tingkat pendidikan kepala rumah tangga. Nilai elastisitas harga sendiri menunjukkan permintaan komoditas bersifat inelastis untuk ikan dan susu, sementara daging, unggas dan telur bersifat elastis. Berdasarkan nilai elastisitas harga silang, semua komoditi pangan hewani merupakan barang substitusi kecuali komoditi daging merupakan barang komplementer bagi unggas. Komoditi ikan dan telur termasuk barang normal sedangkan komoditi daging, unggas dan susu termasuk barang mewah.

The study was conducted to determine the socio-demographic factors affecting animal-based food demand (fish, meat, poultry, eggs and dairy) and the effect of price fluctuation and household income to expenditure share of animal-based food in South Sulawesi Province. The primary data for the study was National Socioeconomic Survey (Susenas) data in 2013. The study performed descriptive analysis and econometric analysis on 13.018 household samples. Quadratic Almost Ideal Demand System (QUAIDS) models with Iterated Linear Least Square (ILLS) estimator was applied for the econometric analysis.
The study showed demand pattern of animal-based household food was affected the price of animal-based food, the price of other commodities, number of household member, income class, residential area (urban/rural), and education level of the household head. The price elasticity of animal-based food showed inelastic for fish and dairy; whereas meat, poultry and egg were tended to be elastic. Based on the cross-price elasticity, all animal-based food commodities substituted each other except for meat which was complimentary to poultry. Fish and egg were categorized as necessity goods, as for meat, poultry and dairy are categorized as luxury goods."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sudarmin
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor sosial demografi yang
mempengaruhi pola permintaan pangan hewani (ikan, daging, unggas, telur dan
susu) dan pengaruh perubahan harga dan pendapatan terhadap proporsi
pengeluaran pangan hewani pada rumah tangga di Provinsi Sulawesi Selatan. Data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah data Survei Sosial Ekonomi Nasional
(Susenas) tahun 2013 dengan melakukan analisis terhadap 13.018 sampel rumah
tangga. Metode analisis adalah analisis deskriptif serta analisis ekonometrika
menggunakan model Quadratic Almost Ideal Demand System (QUAIDS) dengan
penduga Iterated Linear Least Square (ILLS). Penelitian ini menunjukkan bahwa
konsumsi pangan hewani dipengaruhi oleh harga sendiri, harga komoditas lain,
jumlah anggota rumah tangga, golongan pendapatan, wilayah tempat tinggal
(perdesaan/ perkotaan), dan tingkat pendidikan kepala rumah tangga. Nilai
elastisitas harga sendiri menunjukkan permintaan komoditas bersifat inelastis
untuk ikan dan susu, sementara daging, unggas dan telur bersifat elastis.
Berdasarkan nilai elastisitas harga silang, semua komoditi pangan hewani
merupakan barang substitusi kecuali komoditi daging merupakan barang
komplementer bagi unggas. Komoditi ikan dan telur termasuk barang normal
sedangkan komoditi daging, unggas dan susu termasuk barang mewah

ABSTRACT
The study was conducted to determine the socio-demographic factors affecting
animal-based food demand (fish, meat, poultry, eggs and dairy) and the effect of
price fluctuation and household income to expenditure share of animal-based food
in South Sulawesi Province. The primary data for the study was National
Socioeconomic Survey (Susenas) data in 2013. The study performed descriptive
analysis and econometric analysis on 13.018 household samples. Quadratic
Almost Ideal Demand System (QUAIDS) models with Iterated Linear Least
Square (ILLS) estimator was applied for the econometric analysis. The study
showed demand pattern of animal-based household food was affected the price of
animal-based food, the price of other commodities, number of household member,
income class, residential area (urban/rural), and education level of the household
head. The price elasticity of animal-based food showed inelastic for fish and
dairy; whereas meat, poultry and egg were tended to be elastic. Based on the
cross-price elasticity, all animal-based food commodities substituted each other
except for meat which was complimentary to poultry. Fish and egg were
categorized as necessity goods, as for meat, poultry and dairy are categorized as
luxury goods."
2016
T47504
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yusmaini Eriawati
"Adaptasi adalah suatu strategi yang digunakan oleh manusia sepanjang hidupnya untuk bertahan dan menyesuaikan diri (Alland, 1975: 63--71; Dyson-Hudson, 1983:5--10; Harris, 1968:2--15; Moran, 1979: 4--9). Secara umum adaptasi sering diartikan sebagai suatu proses, dan lewat proses itu hubungan-hubungan yang (saling) menguntungkan antara suatu organisme dan lingkungannya dibangun dan dipertahankan (Hardesty, 1977: 19--24). Berbagai proses yang memungkinkan manusia bertahan (survive) terhadap tantangan kondisi lingkungan membuktikan kemampuan mereka untuk beradaptasi (McElroy dan Townsend, 1989: 6--14).
Masalah adaptasi yang pada intinya mempelajari interaksi atau hubungan manusia dan lingkungan pada masa lalu yang merupakan bagian dari permasalahan arkeologi (Hardesty 1980: 157--68 ; Kirch 1980: 101--14), saat ini sudah menjadi topik yang sering dibicarakan para arkeolog Indonesia. Dari karya-karya ilmiah yang diajukan di berbagai pertemuan ilmiah arkeologi belakangan ini, beberapa di antaranya membicarakan masalah interaksi manusia dan lingkungan masa lalu tersebut. Begitu pula dari beberapa tesis program pascasarjana, antara lain Heriyanti Ongkodharma dengan Situs Banten Lama (1987), Wiwin Djuwita dengan Situs Gilimanuk (1987), Sonny Chr_ Wibisono dengan Situs Selayar (1991), serta Soeroso M.P. dengan Situs Batujaya (1995).
Karya ilmiah yang dapat dikatakan menjadi pembuka jalan bagi arkeologi Indonesia untuk lebih menekuni dan melihat besarnya manfaat penelitian arkeologi dalam membahas permasalahan interaksi manusia dan lingkungan tertuang dalam disertasi Mundardjito (1993) yang berjudul pertimbangan Ekologi dalam Penempatan Situs Masa Hindu-Budha di daerah Yogyakarta: Kajian Arkeologi Ruang Skala Makro. Disertasi itu menunjukkan bahwa kepeloporan Mundardjito menjadi sangat penting artinya (Dharrnaputra, 1996: 1-2).
Penelitian arkeologi mengenai masalah interaksi manusia dan lingkungan di dunia diawali dengan adanya karya antropolog Amerika, Julian Steward pada tahun 1937 yang menggunakan konsep ekologi budaya dalam melakukan penelitian di bagian utara Amerika Barat daya mengenai adaptasi masyarakat dan pola permukiman komunitas prasejarah dalam konteks lingkungan alam (Mundardjito 1993:8).
Lingkungan memang rnerupakan faktor yang penting bagi terciptanya suatu proses hubungan antara manusia dengan budayanya. Hubungan itu tidaklah semata-mata terwujud sebagai hubungan ketergantungan manusia terhadap lingkungannya, tetapi juga terwujud sebagai suatu hubungan dimana manusia mempengaruhi dan merubah lingkungannya (Suparlan, 1984: 3-6).
Menurut William W. Fitzhug (1972:6--10) hubungan antara manusia dan lingkungan, terutama pada masa prasejarah, lebih banyak diekspresikan ke dalam adaptasi teknologi dan ekonorni (mata pencaharian) yang berkaitan langsung dengan kebutuhan hidup manusia. Kebutuhan manusia paling mendasar untuk hidup adalah makanan dan minuman, ruang fisik untuk berlindung, sarana kegiatan (bekerja, beristirahat, bermain), dan ruang sumber daya sebagai tempat untuk memperoleh makanan, minuman, dan peralatan (Raper, 1977: 193--96).
Kebutuhan hidup manusia yang paling penting dan merupakan syarat utama untuk dapat dipenuhi adalah keberadaan sumber makanan-minuman di lingkungan merka hidup. daerah-daerah yang dipilih untuk dimukimi manusia adalah tempat-tempat yang dapat memberikan cukup persediaan bahan makanan dan air tawar, terutama di sekitar tempat-tempat yang sering dikunjungi atau dilalui hewan, seperti padang-padang rumput, hujan kecil dekat sungai atau dekat rawa-rawa.
Selain atas dasar kemungkinan memperoleh makanan, manusia secara berpindah-pindah tinggal di tempat-tempat yang dipandang cukup aman dari gangguan binatang liar dan terhindar dari panas, hujan atau angin, misalnya di balik-balik batu besar atau membuat perlindungan dari ranting-ranting pohon, dan sebagainya (Soejono 1990:118; Beals dan Hoijer 1963:359). Selanjutnya mulai timbul usaha-usaha mencari tempat yang lebih permanen, yaitu dengan memanfaatkan gua-gua atau ceruk-ceruk yang tersedia.
Pada awalnya gua atau ceruk itu dimanfaatkan terbatas hanya sebagai tempat berlindung dan menghindar dari berbagai gangguan yang merupakan kebutuhan dasar (basic need) manusia mempertahankan diri (Koentjaraningrat, 1990: 11--15; Haviland, 1993: 13--16). Adanya kebutuhan tempat tinggal yang lebih permanen menjadikan gua-gua atau ceruk-ceruk itu dimanfaatkan sebagai tempat tinggal sekaligus tempat melaksanakan hcrbagai kegiatan (Soejono, 1990:125; Beals dan Hoijer, 1963:355--58)."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Benny Hidayat
"Latar belakang: Pada tahun 2010 dari seluruh penduduk berusia lima tahun dan lebih di Sulawesi Selatan terdapat 24,38 persen yang masih sekolah di berbagai tingkatan mulai dari Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi. Anak-anak usia SD (7-12 tahun) yang masih sekolah ada 96,53 persen. Anak-anak usia SLTP (13-15 tahun) yang masih sekolah ada 80,99 persen dari seluruh anak usia SLTP. Di tingkat SLTA terdapat 51,67 persen dari seluruh anak usia 16-18 tahun. Pada tingkatan perguruan tinggi yang masih sekolah ada 15,82 persen dari seluruh anak usia 19-24 tahun.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk menghitung distribusi pendapatan masyarakat dan menganalisis distribusi manfaat belanja pendidikan di 24 kabupaten/kota dalam Provinsi Sulawesi Selatan untuk rumah tangga yang memiliki anak usia sekolah dasar (7 - 12 tahun) dan sekolah menengah pertama (13 - 15 tahun).
Metode: Penelitian ini bersifat kualitatif deskriptif dengan menggambarkan tentang belanja pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Selatan di sektor pendidikan. Pendekatan yang dipakai adalah Benefit Incidence Analysis untuk melihat sebaran distribusi manfaat belanja pemerintah terhadap kalangan masyarakat miskin di Sulawesi Selatan.
Hasil: Tingkat ketimpangan pendapatan rumah tangga yang memiliki anggota rumah tangga usia sekolah dasar (7 - 12 tahun) tertinggi dengan persentase sebesar 30 persen terjadi di 6 kabupaten dan 2 kota. Sedangkan ketimpangan pendapatan untuk rumah tangga yang memiliki anak usia sekolah menengah pertama (13 - 15 tahun), ketimpangan pendapatan tertinggi terjadi di Kabupaten Gowa. Manfaat yang bersifat progresif terjadi di Kabupaten Sidrap, Luwu Utara dan Kota Palopo. Sedangkan manfaat yang bersifat netral terjadi di Kabupaten Maros. Untuk manfaat yang bersifat regresif terjadi di Kabupaten Pinrang dan Kota Makassar.
Kesimpulan: Distribusi manfaat belanja pemerintah di Sulawesi Selatan umumnya bersifat progresif untuk sekolah dasar namun untuk sekolah menengah pertama umumnya bersifat regresif.

Background: In the year 2010 from all resident have age five year and more in South Sulawesi there are 24,38 percent which still at various level of school start of elementary school until college. Children of age SD (7 - 12 year) there are 96,53 percent still at school. Children of age SLTP (13 - 15 year) there are 80,99 percent still at school. Children of age SMU (16 - 18 year) there are 51,67 percent still at school. Children of age College (19 - 24 year) there are 15,82 percent still at school.
Objective: This research aim to calculate the distribution of society earnings and analysis the benefit incidence of education expense in 24 regency/town in South Sulawesi Province for the domestic of owning elementary school age child (7 - 12 year) and junior high school (13 - 15 year).
Method: This research have the character of descriptive qualitative by depicting governmental expense of regency and town of South Sulawesi Province in education sector in 2010. Approach by using Benefit Incidence Analysis to see the benefit distribution of education budget to rural society in South Sulawesi.
Result: Household income did not flatten in highest level with 30 percent happen 6 regency and 2 town for household have child age SD. Meanwhile, for household income did not flatten in highest level happen in Gowa Regency with 40 percent for household have child age of SMP. Benefit with progressive happen in Sidrap, North Luwu and Palopo. Meanwhile, benefit with neutral happen in Maros Regency. And, benefit with regressive happen in Pinrang Regency and Makassar City.
Conclusion: In general, benefit incidence of government budget in education sector in South Sulawesi Province in 2010 for child age SD is progressive but for child age SMP still regressive.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2012
T30063
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
"Latar Belakang: Penelitian tentang angka kematian sangat penting untuk memberikan informasi dasar tentang status kesehatan penduduk. Indonesia belum memiliki standart untuk pencatatan dan pelaporan penyebab kematian untuk setiap kematian yang terjadi di rumah sakit atau di rumah. Tujuan: mengetahui penyebab kematian di Kabupaten Gowa tahun 2011. Metode: Pelatihan dan sosialisasi kepada para dokter di setiap rumah sakit cara mengisi Formulir kematian dan penyebab kematian berdasarkan ICD-10. Sumber informasi untuk mengisi MCCD dari rekam medis dan autopsi kuesioner verbal. Autopsi verbal yang dikumpulkan oleh perawat dan paramedis diserahkan ke dokter untuk dibuat penyebab kematian dengan kode di MCCD. Analisis data penyebab kematian dasar berdasarkan ICD 10."
BULHSR 17:4 (2012)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Jayadi Nas
"Konliik antar elit politik lokal pasca runtuhnya rezim Orde Baru merupakan suatu fenomena politik baru dalam lanscap perpolitikan di Indonesia yang jarang ditemukan pada masa sebelumnya. Pada masa sebelumnya, konflik yang sering terjadi adalah konflik antara elit politik di pusat dengan masyarakat di tingkat lokal atau konliik anlar elit politik pusat dalam memperebutkan pengaruh di tingkat lokal.
Dalam konteks Pemilihan Gubemur dan Wakil Gubemur Provinsi Sulawesi Selatan periode 2003-2008, studi ini menemukan berbagai pola konflik, baik yang bersifat kontinuitas maupun pergeseran pola konflik. Pertama, pola konflik yang bersifat kontinuitas adalah pola konflik yang bersifat ulangan dari pola konflik sebelumnya, yakni konflik antar elit politik lokal yang didasarkan pada kepenlingan aliran politik dan kesukuan/wilayah. Konflik kepentingan antar aliran politik dan kesukuan wilayah adalah konflik yang kerapkali terjadi pada mesa sebelumnya. Bahkan konfiik yang didasarkan atas kepentingan suku sudah terjadi sejak zaman penjajahan.
Kedua, ditemukan pergeseran pola konflik, dari konflik yang bersifat vertikal (antara kelompok bangsawan dangan bukan bangsawan) berubah menjadi konflik horizontal (konflik antar kelompok kepentingan). Konfiik kepentingan antara kelompok bangsawan dengan masyarakat biasa yang selama ini dominan dalam setiap pemilihan dan pengangkatan seorang pemimpin di Sulawesi Selatan, secara perlahan tidak muncul Iagi. Temuan teresbut menunjukkan bahwa seiring dengan perkembangan dan tuntutan perubahan zaman, pemilihan pemimpir: di Sulawesi Selatan seyogianya disesuaikan dengan nilai-nilai lokal dan nilai-nilai global. Konsep ini didasarkan atas pemikiran bahwa masyarakat Sulawesi Selatan dikenal teguh dalam menjaga dan menjunjung tinggi nilai-nilai budaya. Namun demikian tuntutan perubahan dan perkembangan zaman juga tidak dapat dinafikan.
Ketiga, studi ini juga menemukan bahwa konflik antar elit politik yang terjadi di tingkat lokal tidak sepenuhnya disebabkan oleh perbedaan, persaingan, dan pertentangan antar elit di tingkat lokal, tetapi juga dipengaruhi oleh sikap elit politik di tingkat pusat. Temuan tersebut menunjukkan bahwa konflik antar elit politik di tingkat lokal maupun pusat merupakan satu kesatuan yang saling mempengaruhi. Meskipun elit politik di pusat memberikan kekuasaan kepada elit lokal maupun masyarakat unluk mengambil keputusan politik, tetapi elit politik di pusat masih tetap ingin berkuasa. Namun demikian, dalam kondisi tertentu elit poiitik lokal juga kerapkali mengambil keputusan sendiri dengan mengabaikan kebijakan elit politik pusat.
Berdasarkan temuan tersebut dirumuskan suatu konsep teori bahwa desentralisasi politik tidak serta merta dapat mendorong kebebasan dan kemandirian elit politik lokal dan masyarakat secara substansial dalam mengambil keputusan politik. Elit politik di pusat masih berpengaruh, bahkan dalam kondisi tertenlu dapat memaksakan keinginan politiknya. Namun demikian, adanya kekuasaan politik yang diberikan secara perlahan memungkinkan elit politik lokal dan masyarakal dapat mengambil keputusan secara otonom tanpa bergantung pada elit politik pusat.

Local elite conflict after New Order regime is a new political phenomenon in the Indonesian political landscape which uneasy to find previously. In previous period, the existing conflicts usually took place between central political elite with local community or among central political elite themselves.
In the context of local election in South Sulawesi to select new Govemor and Vice Governor for the period or 2003-2008, this study tries to identify several patterns of conflict which are continuously or altering pattern of political conflict. First, continuous conflict replicates from previous conflict, based on political tradition and ethnic. These conflicts existed even before the independence of the state.
Second, there is a political alteration from vertical conflict (among royal families with ordinary people) to horizontal conflict (among interest groups). Conflict between royal families and ordinary people which is common in the elite selection process, slowly decrease and fade away. This finding shows that parallel with the change of an era, the election of local elite in the province should consider both local and global culture. This concept is based on the fact that the community in the province is lcnown as a faithful society in holding their cultural value. However, the global changing cannot be denied by the people.
Third, this study also found that local political elite is not caused by differentiation, competition and contradiction in the local context, but it is also influenced by political opinion of elite in Jakarta. This finding shows that political conflict in local or central context is inter-connected and influential one to another. Even the political elites in Jakarta give power to the local elite to rule the province, but they still want to involve. However, in certain condition, local political elites sometimes make their own decision and disobey central elite?s policy.
Based on those findings, it can be formulated a theoretical concept that political decentralization is not automatically endorse local political elite and society freedom and autonomy to decide substantive political decision. Political elites in Jakarta are still influential, even in certain condition can endorse their interest. However, the transfer of political power slowly gives a chance to local political elite and society to make their own decision autonomously independent fiom political elite in Jakarta.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
D790
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>