Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 171913 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Abdul Syukur
"Disertasi ini membahas tentang konflik dan integrasi dalam konstruksi identitas NSI (Niciren Syosyu Indonesia), suatu kelompok yang terdapat dalam agama Buddha. Identitas dibangun oleh perbedaan-perbedaan, sehingga akibatnya dapat menimbulkan ketegangan dan konflik sosial. Hal ini berbeda dengan teori konflik Coser (1964) yang melihat bahwa karena perbedaan inheren dalam masyarakat maka konflik sosial pada dasarnya alamiah. Konflik sosial tidak berarti perpecahan. Kajian-kajian antropologi (Barth, 1988; Geertz, 1973, 1983; Saifuddin, 1986; Malik, 2007) memperlihatkan bahwa konflik merupakan sisi lain dari integrasi sosial. Oleh karena itu, disumsikan bahwa dengan memfokuskan perhatian pada masalah konstruksi identitas maka dapat diketahui masalah-masalah konflik dan integrasi yang terdapat dalam suatu masyarakat. Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan interpretif dengan objek penelitian kelompok NSI dan dilakukan selama enam bulan. Proses pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode observasi, wawancara, dan studi dokumentasi. penelitian di Jakarta (vihara Kantor Pusat NSI) dan Bogor (vihara Saddharma sebagai vihara pusat organisasi NSI). Identitas adalah aspek dalam hubungan dan interaksi sosial dan identitas bersifat kontekstual dalam arti identitas dikonstruksi dalam dunia yang secara sosial telah dibentuk (Eriksen, 1995; Friedman, 1995). Sebagai agency NSI mengkonstruksi perbedaan-perbedaan dalam konteks hubungan dengan kelompok-kelompok lain dalam agama Buddha. Dalam hal ini, NSI mengklasifikasi kelompok-kelompok lain (others) tersebut berdasarkan kategori sekte: kelompok sekte Niciren (Sokagakkai, Buddha Dharma Indonesia (BDI), dan Niciren Syu) dan kelompok non-Niciren (Theravada, Mahayana, Buddhayana, dan Tantrayana). Dalam mengkonstruksi identitasnya NSI melakukan pembedaan-pembedaan terkait dengan sistem kepercayaan dan sistem ritual agama Buddha, juga organisasi. Penekanan pada perbedaan pemaknaan terhadap doktrin dan ritual agama Buddha merupakan strategi simbolis yang digunakan NSI dalam hubungannya terutama dengan kelompok-kelompok sekte lain, sedangkan strategi praktis digunakan NSI dengan cara pembedaan tempat ritual (vihara) dan organisasi. Di sisi lain, adanya beberapa kesamaan dalam landasan sistem kepercayaan dan penekanan pada beberapa hal tertentu, seperti hakikat Ketuhanan dan etika praktis, menunjukkan bahwa prinsip-prinsip dasar agama Buddha tidak berubah. Berdasarkan kajian ini terdapat beberapa kesimpulan yang dapat ditarik. Pertama, berbeda dengan identitas etnik yang askriptif, identitas NSI merupakan konstruksi sosial dalam konteks agama Buddha. Kedua, sebagai agency NSI mengkonstruksi identitasnya tidak hanya dengan menekankan pada perbedaan-perbedaan (konflik) tetapi juga melakukan integrasi dengan menekankan pada prinsip-prinsip yang sama dalam agama Buddha. Hal ini mendukung asumsi yang saya kemudkakan di atas. Ketiga, kajian tentang identitas yang difokuskan pada peranan agency dapat digunakan untuk membuat teori struktural-fungsional lebih dinamis dalam memahami perubahan-perubahan yang terjadi di masyarakat.

This writing discusses conflict and integration in the construction of identity by NSI (Niciren Syosyu of Indonesia), one of Indonesian Buddhist groups. As identity is socially constructed through differences it may lead to tensions and conflict within a society. This kind of conflict is different from the one that conflict theory (Coser, 1964) perceives. Because people are different that social conflict is basically given. Social conflict does not mean separation. Anthropological studies (Barth, 1988; Geertz, 1973, 1983; Saifuddin, 1986; Malik, 2007) show that people involved in conflict do not separate from others. In this case, conflict is only another aspect of social life and, with another concept, which is integration, form two sides of the same coin. This understanding directs me to assume that by focusing attention to the identity making process we may also know issues of conflict and integration within the society. Using interpretive approach the research was conducted among NSI organization, both members and officials, for more or less six months. Data collection was conducted in two locations: Jakarta in which central office's vihara exists and in Bogor in which vihara Saddharma as central vihara of the organization using methods of participant observation, interview, and documentary study. Identity is aspect in social relation and it is contextual which means that identity constructed in the world that has been socially formed (Eriksen, 1995; Friedman, 1995). NSI, as an agency, creates differentiations in relation to other Buddhist groups. In so doing, NSI classify others in terms of sect category: those who affiliate to Niciren sect (Sokagakkai, BDI (Buddha Dharma Indonesia, and Niciren Syu) and those who are not Niciren (Theravada, Mahayana, Buddhayana, and Tantrayana). In creating its identity NSI creates differences from others concerning Buddhist belief and ritual practices as well as organization. Symbolic strategy is applied by emphasizing different meanings concerning Buddhist belief and ritual, mainly in relation to groups of other sects, whereas practical strategy is employed in terms of organization and ritual aspects such as vihara and bhikkhu, in its relation to groups of Niciren sect. Sharp their distinctions though, there are some that NSI emphasizes both on basic doctrines and sameness of meanings such as in terms of the impersonality of God and practical ethics. Based on the research, it could be inferred some points. First, identity that is constructed by NSI is different from ethnic identity in that the first is socially created and the latter is ascriptive. Secondly, NSI, as an agency, is able to choose and construct new meanings concerning Buddhist religious system to differ from other groups and is able to integrate with them by showing the same foundations of Buddhist doctrines and emphasizing the same interpretation, such as the impersonality of God and practical ethics. This proves my assumption stated above. Thirdly, in respond to Geertz's suggestion to make structural-functional approach more dynamic so that it can be able to study changes in certain society I would say that it may be done by focusing study on identity construction."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
D-pdf
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Irwan Martua Hidayana
"Berkembangnya suatu agama dalam suatu masyarakat tentu didorong oleh faktor-faktor yang ada pada masyarakat itu sendiri balah satu hal yang dapat menyebabkan suatu agama baru diterima masyarakat adalah adanya kondisi disorganisasi dalam kehidupan masyarakat itu Karya tulis ini berusaha mendeskripsikan gejala perkembangan agama Buddha NSI di dusun Buling yang outerima secara cepat oleh warga setempat Sebelum masuknya agama tersebut, penduduk setempat mengalami disorganisasi karena tidak terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan praktis mereka knususnya kebutuhan ekonomi. Karena kebutuhan mereka terpenuhi maka mereka pun saling mencuri tanaman tetangga, sehingga berakibat pula pada timbulnya konflik dalam hubung-bubungan sosial Masuknya agama Buddha NSI yang secara kebetulan ternyata dapat membawa perubahan Kehidupan masyarakat berangsur-angsur membaik, karena kebutuhan mereka terpenuhi dengan hasil panen yang cukup Hal ini diyakini mereka sebagal akibat dari datangnya agama tersebut Konflik-konflik yang sebelum-nya sering terjadi juga berkurang bahkan sudah jarang terjadi lagi Oleh karena agama Buddha NSI telah membuktikan dapat membawa perubahan, maka penduduk setempatpun semakin menghayati dan mentaati ajaran agama ini. Perkembangan agama ini bagaimana pun tidak dapat lepas dari pengaruh kepemimpinan di desa setempat Yang -pertama memeluknya adalah kepala desa Bubakan yang kemudian menganjurkan penduduk dusun Buling untuk turut memeluknya. Kepala desa itu dianggap sebagai patron oleh warganya sehingga apa yang dikatakannya akan berpengaruh besar kepada warganya Jadi pada awalnya banyak penduduk yang memeluk karena pengaruh kepempinan kepala desa, namun lama kelamaan mereka benar-benar meyakini agama tersebut."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1987
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Apit Andrianto
"Kaum muda atau remaja banyak melakukan eksperimen untuk mencari jati diri antara lain dengan menggunakan musik. Mereka bahkan kemudian menjadi pendorong dari kelahiran subkultur. Musik rock dipakai sebagai salah satu satu yang mampu merangsang pemikiran dan pembentukan kelompok tandingan yang direpresentasikan melalui lahirnya komunitas-komunitas subkultur. Kelahiran subkultur, pada awalnya, tidak pernah bisa dipisahkan dengan gaya hidup menyimpang. Anggota-anggota subkultur dianggap melakukan praktek-praktek penyimpangan perilaku seperti tindakan kriminal, alkohol, drugs, atau seks bebas. Rock sebagai musik yang muncul dengan semangat pemberontakan dijuluki sebagai musik 'iblis' karena dianggap merangsang kebiasaan hidup menyimpang tersebut.
Komunitas slanker merupakan salah satu kelompok subkultur kaum muda di Indonesia yang mendasarkan pada musik rock. Seperti halnya subkultur-subkultur lain, slanker juga tidak bisa melepaskan diri dari stigma negatif berupa penyimpangan hidup. Di awal kemunculannya, anggota-anggota kelompok slanker juga banyak melakukan gaya hidup menyimpang seperti mengkonsumsi alkohol dan obat terlarang. Namun pada perkembangannya, mereka meninggalkan kebiasaan hidup menyimpang itu. Dipengaruhi oleh kelompok musik idola mereka Slank, subkultur slanker menentang budaya bangsa yang penuh dengan korupsi, kolusi, dominasi, segregasi, dan kepalsuan yang dianggap sebagai 'kultur dominan'. Sebagai kelompok subkultur mereka menciptakan simbol-simbol spesifik untuk menegosiasikan bentuk budaya alternatif atas budaya dominan dan atau tradisional. Busana mereka cuek dan apa adanya, gaya bahasa mereka terbuka dan kadang kasar, mereka memiliki cara jabat tangan khas, dan mereka juga menciptakan pesan-pesan tertentu terkait dengan focal concern sebagai kritik sosial.
Penelitian ini bertujuan untuk menggali identitas subkultur slanker dengan mengaitkan peran media KoranSlank terhadap pembentukan identitas mereka. Paradigms konstruksionisme dipakai sebagai landasan penelitian dengan mengaplikasikan metode etnografi. Pengetahuan dan realitas dalam kerangka pemikiran konstruksionisme bersifat dialektis. Proses pemahaman terhadapnya, tidak dapat mengabaikan faktor historis dan kultural. Oleh sebab itu, etnografi dipilih sebagai metode untuk menggali data alamiah dengan lebih dalam, berkaitan dengan kebutuhan informasi historis dan kultural. Aplikasi metode penggalian data menggunakan tekhnik observasi Iangsung, observasi terlibat, wawancara mendalam, dan studi dokumen. Etnografi juga dipilih agar memungkinkan terjadinya diskusi yang lebih mendalam dengan para informan berkaitan dengan informasi-informasi yang mereka berikan ataupun atas interpretasi-intepretasi hasil yang didapatkan.
Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa identitas slanker terangkum dalam gaya yang disebut dengan slengean. Identitas tersebut beroperasi dalam interaksi antara apa yang dimiliki secara personal oleh masing-masing anggota (identitas personal) dengan gaya kolektif yang mencerminkan milik komunitas (identitas kelompok). Media KoranSlank berperan besar dalam membentuk gaya slengean, memberi pemaknaan aimbol-simbol komunitas, dan membangun kohesifitas slanker yang akan memperkuat identitas slengean. Implikasi dari hasil penelitian ini memberi pemahaman tentang komunitas slanker sebagai bentuk subkultur yang merespon dominasi budaya tidak dengan praktek-praktek penyimpangan hidup. Pembentukan subkultur slanker lebih merupakan negosiasi atas budaya darninan negeri yang dianggap penuh dengan korupsi, segregasi, hipokrisi, dan kepalsuan. Respon terhadap dominasi budaya tidak dilakukan seperti halnya gerakan politik, tetapi lebih melalui bentuk-bentuk ide budaya seperti gaya busana, gerakan sosial, dan gerakan moral melalui pembuatan kata-kata mutiara. Jumlah anggota, daya kreativitas, dan kohesifitas kelompok menjadi potensi besar bagi pengembangan dan pemberdayaan komunitas.
Makna teoritik hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kelahiran subkultur sebagai bentuk dari budaya kaum muda menjadi penyedia bentuk identitas kelompok alternatif diluar dari yang ditawarkan oleh sekolah dan pekerjaan. Kaum muda merespon dominasi budaya dengan melakukan negosiasi budaya. Perubahan sosial yang tidak mungkin terhindarkan menyebabkan sifat otentisitas subkultur bersifat lentur, mengikuti perubahan tersebut. Subkultur slanker lebih menunjukkan perlawanan budaya dalam praktek kompromistis. Para anggota subkultur masih mempertimbangkan nilai-nilai lokal yang dimiliki orang tua. Norma-norma dan nilai-nilai tradisi atau religi tetap dihormati. Berbeda dengan subkultur lain yang banyak muncul di Barat, subkultur di Indonesia lebih terlihat masih memperhatikan nilai-nilai tradisional. Karenanya, cakupan teoritik (theoretical scope) terkait dengan subkultur perlu memperhatikan faktor lokalitas. Sifat kompromi subkultur terhadap budaya dominan dan atau budaya orang tua perlu diperhatikan terutama terhadap subkultur-subkultur yang lahir di dunia timur."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T22121
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Efy Afifah
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2001
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Umu Maryam
"Skripsi ini membahas tentang pcmbcntukan identitas anak-anak berdarah campuran dan ras kulit putih dalam film Rabbit-Proof Fence dilihat dari sudut pandang masing-masing dan efek sosial yang mungkin ditimbulkan akihat pengidentifikasian tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan keseluruhan analisis merujuk pada teks dan heherapa adegan dalam lilm tersebut. Penulis menggunakan Teori Interpelasi Althusser dan Teori Identitas Sosial Henri Tajfel untuk menganaiisa pembenlukan identitas kcdua kelompok sosial tersebut. Hasil analisis menunjukkan adanya pengaruh kuat ideologi yang dianut masing_masing kelompok sosial dalam mengidentilikasi anggota dalam kelompok lain yang berbeda. 1 iasil penelitian ini diharapkan dapat membantu pembaca agar dapat menjadi individu yang lehih bijak dalam bersosialisasi dengan individu lainnya bail( yang berasal dari kclompok yang sama maupun yang berbeda.

This undergraduate thesis discusses the identity, formation of half-caste children and whites in Rahhii-Proof Fence movie based on their point of views and social effects that may appear caused by such identification. This study is a qualitative research refers to the analysis of the text and some scenes in that movie. The author uses Althusser's Theory of Interpellation and Henri Tajfcl's Theory of Social Identity to analyze the identity formation of both social groups. The results show that there is a strong influence of ideology adopted by each social group in identifying members of other groups they do not belong to. The results of this research may help readers to be wiser people in socializing with other individuals either derived from the same or different group."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2010
S13922
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Fedyani Saifuddin
Jakarta: Rajawali , 1986
297.29 ACH k
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Karman
"Internet adalah ruang virtual yang memberikan penggunanya kebebasan untuk mengekspresikan identitas budaya. HTI sebagai -lempok revivalisme Islam bebas mengartikulasikan identitas politik mereka yang bersumber dari keyakinan. Tulisan ingin [1] .ngeksplorasi konstruksi identitas politik mereka dalam diskursus nasionalisme dan mendeskripsikan cara mereka merepresentasikan tnrdan aksi so sial dalam diskursus nasionalisme. Penelitian ini mengadopsi teknik analisis wacana yang diperkenalkan oleh Leeuwen .l08). Corpus yang dikaji dalam penelitian ini adalah halaman (homepages) dari situs HTI. Penelitian ini menemukan bahwa HTI engonstruksi nasionalisme sebagai ide yang batil dan instrumen imperialisme. Ia menciptakan kerusakan yang didalangi oleh negara rat dan misionaris/rnissi Zending. Nasionalisme direpresentasikan dengan teknik overdeterminasi dengan simbolisasi dengan kata aun, paham batil, penghancur, Islam/muslim diinklusi sebagai korban, objek kebencian Barat/rnisionaris. Penelitian ini menolak rgumen yang mengatakan bahwa perkembangan kapitalisme rasionalitas akan menghilangkan peran agama kehidupan manusia. Peneliti .rargumen bahwa di Indonesia, seiring proses demokratisasi substansial dan penetrasi/Iiterasi internet, agama menjadi sumber identitas .itik (dan juga budaya) yang berpotensi lahirnya aksi kolektif-dan-konektif."
Balitbang SDM Kementerian Komunikasi dan Informatika, 2016
384 JPPKI 7:1 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Nani Indra Ratnawati Nurrachman Sutoyo
"Studi ini adalah mengenai identitas sosial wanita sebagai suatu kelompok pimpinan organisasi wanita. Selain itu, studi ini juga berupaya memahami pengembangan diri pribadi wanita dalam kelompok tersebut. Fokusnya adalah pada persepsi diri wanita, secara kolektif maupun individual.
Interaksi interpersonal antar sesama wanita mempunyai akar psikologis yang kuat pada keakraban hubungan antara seorang anak perempuan dengan ibunya. Dengan penekanan pada peran dan tugas ibu, serta berlangsungnya siklus menjadi ibu pada setiap generasi, wanita akan tetap melestarikan sikap simbiotik. Sikap demikian ini akan dapat menyulitkan proses kemandirian anak perempuan untuk berkembang menjadi pribadi yang penuh, yang terpisah dari gambaran ibunya. Tetapi sebaliknya, keakraban ini menjadi dasar dari kelekatan psikologis yang kuat antar sesama wanita sebagai suatu kelompok.
Organisasi wanita dapat dipandang antara lain sebagai sarana penyalur aspirasi, penopang diri dan kancah pengembangan diri wanita. Keanggotaan seorang wanita dalam organisasi mempunyai dasar perseptual karena merujuk kepada penempatan wanita sebagai kelompok yang berbeda dengan kelompok pria. Penghayatan subyektif atas kebersamaan sesama wanita ini memberikan suatu identitas sosial tertentu. Ada dua ciri penting yang menandai organisasi wanita. Ciri pertama adalah kelekatan psikologis yang kuat antar sesama wanita yang disebut sebagai female bonding. Karena melalui female bonding ini maka wanita dapat lebih nyaring menyuarakan aspirasi dan kebutuhannya. Lagipula, wanita dapat saling belajar memahami diri dan sesamanya. Ciri kedua adalah sebagai organisasi yang berada ditengah-tengah masyarakat yang didominasi oleh pria, maka organisasi wanita berada dalam suatu paradoxical reality. Artinya, sekalipun wanita dan pria hidup bersama-sama dalam masyarakat tetapi ada suatu perbedaan cara pandang antara wanita dan pria terhadap realitas sosial masyarakatnya. Perbedaan cara pandang ini hams dihadapi wanita bilamana ia ingin menyuarakan aspirasi dan kebutuhannya.
Studi ini mengeksplorasi bagaimana wanita mempersepsi dirinya, baik secara kolektif, maupun secara individual. Responden studi adalah kelompok pimpinan organisasi wanita KOWANI dan empat organisasi anggotanya. Untuk dapat melihat persepsi diri, maka kepada responden diberikan kuesioner, disamping diadakan wawancara terbuka. Hal ini dilakukan untuk melihat bagaimana persepsi diri wanita sebagai kelompok yang tercermin melalui identitas sosialnya. Sedangkan untuk melihat bagaimana persepsi atas diri pribadi dan pengembangannya dalam organisasi wanita dilakukan wawancara mendalam terhadap seorang responden yang bersedia dan terbuka menuturkan kisahnya.
Responden studi ini adalah tiga puluh delapan orang yang dapat terjaring selama dua setengah bulan pengumpulan data lapangan. Karena tujuannya adalah untuk memahami persepsi diri dari perspektif subyek itu sendiri, maka pemahamannya bersifat kualitatif.
Atas dasar telaahan terhadap berbagai pandangan tentang wanita Indonesia, studi ini mengasumsikan dua hal. Pertama, identitas sosial wanita Indonesia sebagai kelompok pimpinan organisasi wanita KOWANI bertumpu pada konsep ibu yang mendapat penopangannya oleh female bonding. Kedua, kelompok wanita dapat mempunyai peran mengembangkan diri pribadi wanita bila ditopang oleh derajat kesadaran diri pribadi yang relatif tinggi dari wanita itu sendiri.
Dengan menggunakan tehnik analisa isi terhadap kelompok responden diperoleh hasil sebagai berikut ini. Secara kolektif, persepsi diri wanita terkait pada berbagai aspek ketubuhan, agama/keyakinan dan aspek sosial yang dapat dirinci atas suami, anak, kelompok wanita, negara dan pria. Sekalipun keterkaitan diri pribadi wanita sangat luas hingga menjangkau batas-batas agama dan negara, tetapi diri pribadinya senantiasa dipersepsikan dengan perannya sebagai ibu. Dari semua aspek ini, keterkaitan diri pribadi pada aspek sosial, yakni dengan sesama kelompok wanita mendapat respons yang paling banyak. Keadaan ini menunjukkan betapa female bonding menjadi ciri yang menonjol dari identitas sosialnya.
Secara individual, persepsi dan pengembangan diri wanita dalam kelompok wanita berangkat dari kesadaran dirinya sebagai wanita ditengah-tengah masyarakat. Kepekaan dan kepedulian terhadap lingkungan sosial mencetuskan kesadaran yang kemudian dipantulkan kembali kepada dirinya. Ia mengabsorbsi dan memproses berbagai pemikiran tentang din dan lingkungan sosialnya sehingga menjadi sesuatu yang baru dan berasal dari pemikirannya sendiri. Ia menjadi seorang partisipan yang aktif, seorang subyek dalam percaturan berbagai pikiran tentang wanita. Makin kuat kesadaran untuk melakukan proses berpikir yang kritis dan reflektif ini, makin kuat pula kecenderungan untuk menghayati peluang yang memberikan keleluasaan kearah pengembangan diri, apapun bentuknya. Sekalipun ada pembatasan-pembatasan tertentu, namun keadaan ini memberikan rangka dalam mana pengembangan diri itu dapat terselenggara.
Kesimpulan umum tentang responden dalam studi ini adalah bahwa untuk organisasi wanita gejala female bonding dalam interaksi antar sesama wanita lebih memegang peranan daripada pengelolaan organisasi secara profesional. Female bonding ini menopang konsep ibu yang mempunyai nilai yang tinggi dalam masyarakat Indonesia.
Female bonding ini dapat mempunyai dampak yang positif sampai mana wanita saling memerlukan guna menyuarakan aspirasi dan kebutuhannya. Female bonding ini dapat mempunyai dampak yang negatif sampai mana menghambat pengembangan diri wanita sebagai pribadi yang penuh."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1993
D246
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
S7626
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>