Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 29417 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fred Wibowo
Jakarta: Grasindo, 1997
384.55 FRE d
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Fachruddin
Jakarta: Kencana, 2012
384.553 AND d
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Hofmann, Ruedi
Jakarta: Gramedia Widia Sarana Indonesia, 1999
384.55 HOF d
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Malona Sri Repelita
"Dewasa ini pertumbuhan industri broadcasting, khususnya pertelevisian, semakin marak di Indonesia. Televisi swasta dengan jangkauan nasional sekarang berjumlah sepuluh, dan sedikitnya ada empat puluh televisi swasta di berbagai daerah dengan jangkauan lokal. Pertumbuhan ini berlangsung begitu cepat sehingga beberapa perusahaan yang kurang melakukan inovasi akan kalah bersaing. Nonaka dan Takeuchi (1995) berpendapat bahwa keberhasilan perusahaan Jepang dalam melakukan inovasi adalah karena skill dan Expertise dalam organizational knowledge création, yaitu kemampuan perusahaan secara keseluruhan untuk menciptakan pengetahuan baru, mendistribusikannya ke tubuh organisasi dan mewujudkannya dalam produk, layanan dan sistem.
Berangkat dari pendapat ini, perusahaan broadcasting perlu mengubah paradigmanya dalam melihat bisnis broadcasting dari industrial paradigm menjadi knowledge paradigm (Sveiby 1997:26). Perubahan sudut pandang tersebut perlu dilakukan oleh Trans-TV yang telah berkomitmen untuk melakukan transformasi dalam segala hal yang mendukung pencapaian tujuan organisasi. Untuk mendorong penyempurnaan transformasi tersebut, knowledge management merupakan pendekatan yang bisa dipakai dalam mendukung tujuan organisasi melalui peningkatan market value driven sebagai salah satu key success factors dari Trans-TV. Dengan dasar tersebut maka penulis meyarankan perusahaan agar melakukan pengoptimalisasian knowledge management untuk meningkatkan inovasi dalam pembuatan program televisi.

Nowadays, the growth of broadcasting industry, especially television broadcasting, has continued to increase in Indonesia. The total number of private television in national scope has now reaches ten companies and there are at least forty private televisions companies in various regions with a local scope. Such growth has occurred in such a rapid pace resulting in a number of companies failing to innovate satisfactorily so that they could not compete in the market. Nonaka and Takeuci (1995) said that the success of Japanese companies in carrying out innovation is due to their skill and expertise at organization knowledge creation (OKC), namely the ability of the company as a whole to create new knowledge, disseminate it throughout the organization and embody it into products, services and systems.
On the basis of such opinion, it is necessary that broadcasting companies change their paradigm in looking at the broadcasting business from an industrial paradigm into a knowledge paradigm (Sveiby 1997:26). Such change in viewpoint needs to be carried out by Trans-TV which is committed to carry out transformation in all aspects that can support the realization of the organization objective. Knowledge management could be applied to encourage such transformation, in supporting the organization goal through the improvement of a market value driven as one of the key success factors of Trans-TV. On that basis, the author recommends that the company optimizes knowledge management in order to enhance innovation in producing television programs.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2006
T38012
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
T. Hani Handoko
Yogyakarta: BPFE, 1992
658.15 Han d
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Wieke Ridhawaty
"[ABSTRAK
Penyajian program pendidikan tidak semudah menyajikan program televisi lainnya, seperti program televisi komersial. Diperlukan keakuratan terutama untuk menentukan format yang sesuai dengan mata pelajaran, agar bisa memberikan edukasi, informasi, tetapi menghibur. Ada tiga tahap yang harus dilalui untuk menghasilkan program pendidikan, yaitu pra produksi, produksi dan pasca produksi. Untuk mengetahui hal itu, penulis melakukan penelitian dengan menggunakan metodologi penelitian studi kasus tunggal dengan pendekatan kualitatif. Penulis menggunakan teknik in-depth interview atau wawancara mendalam dengan informan Program Director, Technical Director, key informan Eksekutive Producer. Penulis juga melakukan pengumpulan data. Kemudian dari keseluruhan data yang diperoleh dilakukan kategorisasi, diinterpretasikan dan ditarik kesimpulan.

ABSTRACT
Presentation of educational programs is not as easy as presenting other television programs, such as commercial television programs. Accuracy is required primarily to determine the appropriate format to the subjects, in order to provide education, information, but still entertaining. There are three stages to go through to produce educational programs, there are pre-production, production and post- production. To know it, the authors conducted a study using single case study methodology with a qualitative approach. The authors use the technique of in- depth interviews with informants such as Program Director, Technical Director, and the Executive Producer as the key informants as well as data collection., Presentation of educational programs is not as easy as presenting other television programs, such as commercial television programs. Accuracy is required primarily to determine the appropriate format to the subjects, in order to provide education, information, but still entertaining. There are three stages to go through to produce educational programs, there are pre-production, production and post- production. To know it, the authors conducted a study using single case study methodology with a qualitative approach. The authors use the technique of in- depth interviews with informants such as Program Director, Technical Director, and the Executive Producer as the key informants as well as data collection.]"
2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Paramitha Wardhani
"Televisi Republik Indonesia (TVRI) adalah satu-satunya stasiun televisi milik Pemerintah, yang pertama kali mengudara tahun 1962. Hingga tahun 1989, TVRI mengudara secara tunggal. Pesaingnya hanya televisi luar negeri yang menggunakan antena parabola. Setelah penode tersebut, Pemerintah rnengeluarkan kebijakan baru di bidang pertelevisian dengan memberi izin siaran bagi televisi swasta nasional. Hal tersebut mempertinggi intensitas persaingan dalam industri pertelevisian. Televisi swasta memperoleh dana operasional dari pendapatan iklan, sementara TVRI tidak diperkenankan beriklan. Dana operasional diperoleh dari Pemerintah melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan dari iuran televisi swasta sebagai kompensasi bagi TVRI kanena tidak beriklan.
Keuangan negara yang tidak sehat dan iuran televisi swasta yang macet mengakibatkan kegiatan operasional TVRI ikut tersendat. TVRI tidak mampu mernbangun studio yang layak, membeli dan memelihara peralatan Siaran, meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), dan melakukan kegiatan penting lainnya. Hal tersebut berdampak pada penurunan kualitas siaran dan memperlemah daya saing terhadap televisi swasta.
Kondisi tersebut diperburuk dengan intensitas persaingan di bidang pertelevisian yang meningkat tajam dengan kehadiran televisi swasta yang tampil lebih inovatif dan atraktif. Untuk mengatasinya, Pemerintah menerbitkan PP No. 9/2002, tentang perubahan status TVRI dari Perusahaan Jawatan (Pedan) menjadi Persero. Kebijakan tersebut memaksa TVRI mandiri, termasuk dalam pencarian dana operasional. TVRI harus berkompetisi langsung dengan televisi swasta dalam mendapatkan porsi iklan.
Pembahan tersebut berdampak luas, terutama terhadap tuntutan peningkatan standar kerja dan perubahan budaya kerja. Selama empat dekade terakhir TVRI tidak mampu melepaskan diri dari birokrasi Pemerintah yang ikut membentuk budaya kerja yang lemah dan non adaptif. Karyawan TVRI juga banyak mengalami penurunan motivasi kerja. Faktor-faktor tersebut membentuk sikap tidak mendukung karyawan terhadap langkah-langkah perubahan yang dilakukan manajemen.
Di kalangan karyawan terbagi atas tiga kelompok yang tidak mendukung perubahan, yaitu kelompok yang tidak tahu (not knowing), kelompok yang tidak mampu (not able), dan kelompok yang tidak mau (not willing). Solusi untuk masing-masing kelompok membutuhkan pendekatan berbeda, antara lain dengan meyakinkan/memberikan argumentasi perubahan, mengadakan program pelatihan, pendekatan individual, negosiasi langsung, dan lain sebagainya.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2002
T38576
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutasuhut, Maslina W.
"Kesempatan yang terbuka bagi swasta untuk berperan serta dalam industri televisi
di Indonesia membuka peluang yang luas bagi pendatang baru dan bersamaan dengan itu menciptakan ancaman bagi perusahaan yang Iebih dulu ada dalam industri. Dampak terbukanya kesempatan ini juga terasa bagi masyarakat dan produsen (pemasang iklan. Pilihan yang lebih banyak bagi masyarakat urnuk mendapatkan informasi dan hiburan bertambah dengan meningkatnya jumlah Staslun Penyìaran Televisi Swasta (SPTS). Banyaknya alternatif pilìhan masyarakat ini , mengharuskan pemasang ìklan lebih teliti dalam memlih SPTS agar target pemasangan iklannya tercapai. Input mengenai tingkat popularitas suatu acara dan populasi penontonnya didapat dari rating yang dikeluarkan oleh Survey Research Indonesia) dan data mengenai biaya yang harus dikeluarkan untuk mendapatkan sejumlah tertentu penonton ( Cou per Million I CPM) merupakan bahan pertimbangan pemulihan SPTS untuk penempatan iklan.
Di sisi lain , anggaran iklan dalam sektor industri akan naik sebagai akibat meningkatnya pertumbuhan ekonomi. Semakin tìnggi tingkat pertumbuhan ekonomi akan semakin tinggi tìngkat pendapatan domestik bruto yang berarti semakin tinggi disposable income. Karena itu dengan naiknya tingkat pertumbuhan ekonomi Indone sia, pengeluaran iklan perlu ditingkatkan untuk menarik masyarakat membelanjakan uangnya. Sejalan dengan itu. penempatan Ikian di media televisi sejak SPTS melakukan siaran komersial, terus meningkat dan mengurangi pangsa ikian media cetak dan media audio. Kedua peningkatan tersebut yaltu peningkatan belanja iklan dan peningkatan penempatan ikian pada media televisi merupakan hal yang menarik bagi investor baru dan SPTS yang sudah ada. Perebutan ikian inìlah yang menjadi pokok persaingan antara perusahaan dalam industri televisi.
Dalam Karya akhir ini pembahasan dimulai dengan studi literatur, kemudian diikuti dengan industri televisi di Indonesia termasuk didalamnya menganalisis posisi persaingan SCTV dalam industri televisi. Selanjutnya dibahas mengenai internal perusahaan SCTV mulai dari misi, filosofi, Organisasi, posifinoning dan Tujuan Jangka Panjang. Analisis terhadap strategi yang sebaiknya diterapkan oleh SCTV dibahas kemudian diawali dengan melakukan analisis SWOT. Analisis ini berdasar pada mecoda Expert Choice. Penulis menyiapkan angket (kuesioner) bagi seluruh manajer SCTV, kemudian data diolah dengan menggunakan perangkat lunak Expert Choice dengan metoda Proses Hirarkhi Analitis. Hasil yang diperoleh berupa besaran kuan titatif terhadap Kekuatan (Strength), Kelemahan (Weakness), Peluang (Opportunity) dan Ancaman (Threats), dimana besaran Kekuatan dan Kelemahan diperlakukan seba gai vektor yang berlawanan arah sehingga dapat langsung dijumlahkan untuk menda patkan absis. Perlakuan yang sama diberikan kepada Peluang dan Ancaman, sehingga diperoleh kordinatnya. Analisis terhadap SCTV menghasilkan posisi pada kuadran I dengan Strategi Aggresif.
Analisis berikutnya mengenai core strategy SCTV yang mendasari semua strategi yang akan diterapkan. Dalam hal ini SCTV memilih strategi Differensiasi karena walaupun target pasarnya masyarakat berusia 15 - 40 tahun, pada kenyataannya ada juga acara khusus untuk anak-anak, sehingga pada dasarnya positioning tidak dijalan kan dengan konsisten. Pemilihan alternatif Grand Strategy SCTV kemudian dilakukan dengan melihat posisi persaingan dan kecepatan pertumbuhan pasar. Pemilihan alterna tif strategi dengan cara yang lain dilakukan dengan melihat kekuatan SCTV dan peng gunaan Sumber Daya perusahaan. Dapat dilihat bahwa alternatif pilihan strategi sesuai dengan hasil strategi yang harus diterapkan yang diperoleh dengan analisis SWOT. Alternatif strategi dan kedua pendekatan tersebut kemudian disesuaikan dengan misi, tujuan dan strtegi generik dan diperoleh Grand Strategy Pengembangan Pasar, inovasi, Integrasi Vertikal dan Integrasi Konsentrik. Keempat Grand Strategy ini dapat diterapkan satu demi satu atau sekaligus secara simultan.
Grand Strartegy Pengembangan Pasar perlu diterapkan untuk meningkatkan keunggulan bersaing secara berkesinambungan pada bidang-bidang yang sudah ada. Grand Strategy Inovasi diperlukan untuk menciptakan bidang keunggulan bersaing yang baru, sedangkan Grand Strategy Integrasi Vertikal perlu dilakukan untuk mengurangi tekanan?tekanan yang dialami SCTV dalam industri. Yang terakhir Grand Strategy Dìversifikasi Konsentrik diperlukan untuk memperkuat citra masyarakat terhadap SCTV dan juga sebagai portfolio perusahaan dalain upaya mengurangi risiko usaha."
1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Oriana Rosaline Opit
"Perkembangaan industri pertelevisian yang semakin pesat dewasa ini menimbulkan persaingan yang ketat diantara stasiun-stasiun televisi. Stasiun-stasiun televisi tersebut saling berlomba menampilkan program atau acara yang menarik dan diminati oleh masyarakat. Peranan Rumah Produksi penting dalam kemajuan industri pertelevisian ini. Rumah Produksi membantu stasiun televisi dalam menyiapkan acarara acara yang nantinya akan disiarkan di stasiun televisi tersebut. Kedua pihak tersebut mengadakan kerja sama dalam hal pengadaan program atau acara. Skripsi ini akan membahas mengenai Perjanjian Pengadaan Program antara Stasiun Televisi dan Rumah Produksi, dan permasalahan pengaturan hak cipta atas ciptaan yang dibuat dalam Rumah Produksi, serta sebuah kasus yang dialami oleh sebuah Rumah produksi, dikarenakan adanya pihak pekerja dari Rumah produksi tersebut yang mengaku sebagai pemegang hak cipta atas program yang ditayangkan di sebuah Stasiun Televisi Swasta."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002
S20486
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tribuana Tungga Dewi
"Berita dalam industri penyiaran adalah program yang semestinya independen dan ada dengan tujuan menjadi media bagi seluruh masyarakat untuk mendapatkan informasi dan fakta-fakta yang sebenarnya. Tetapi, sejak berubahnya struktur industri pertelevisian di Indonesia, peran negara yang sebelumnya sangat dominan menjadi melemah. Bagi sebagian orang perubahan struktur ini dianggap sebagai hal positif. Tetapi nyatanya apa yang kita saksikan di layar kaca, terutama televisi swasta, tak ubahnya sebagai produk dan perpindahan dominasi. Jika sebelumnya dominasi berada di tangan pemerintah, maka saat ini dominasi tersebut beralih ke tangan industri periklanan.
Kehadiran televisi-televisi baru di Indonesia pasca orde baru, membawa angin segar bagi pemirsa dan pengamat media. Dalam suasana reformasi diharapkan akan muncul kebebasan dari kungkungan penguasa yang akhirnya akan membebaskan media untuk menyalurkan informasi ke khalayaknya. Untuk itulah menjadi menarik mengamati keberadaan program berita di stasiun televisi Trans TV, salah satu stasiun televisi yang muncul pasca orde baru. Benarkah angin segar akan bertiup dalam dunia pemberitaan pada khususnya dan dunia pertelevisian pada umumnya?
Penelitian dilakukan dengan menggunakan analisa wacana kritis, yaitu tipe penelitian analisa wacana yang terutama mempelajari bagaimana penyalahgunaan kekuatan sosial, dominasi, dan ketidakadilan (inequality) muncul, direproduksi, dan dikonfrontasikan melalui teks dan pembicaraan dalam konteks sosial-politik. Pada tingkatan teks, peneliti akan melakukan analisa isi dari beberapa tayangan berita Trans TV, pada dimensi discourse practice pengumpulan data akan dilakukan dengan pengamatan terhadap kegiatan-kegiatan tim redaksi Berita Trans Petang selama beberapa waktu. Sedangkan dalam dimensi sosiokultural, peneliti akan melakukan studi dokumen.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa apa yang terjadi dalam ruang redaksi televisi swasta baru, dan dalam skala yang lebih luas, yaitu konteks sosiokultural tidaklah semenyegarkan yang diprediksi banyak orang. Usaha mengejar rating yang lebih tinggi adalah motivasi utama proses pengemasan produk pemberitaan. Di samping itu, masalah kejaran tengat waktu, rutinitas organisasi, dan dominasi kelas penguasa tetaplah menjadi penentu proses produksi pemberitaan yang hasilnya dapat kita saksikan di layar kaca. Hanya saja jika dahulu pemerintahlah yang memegang kendali, saat ini industri periklananlah yang mengontrol apa yang layak dan tidak layak ditayangkan. Batas-batas antar divisi dalam organisasi televisi makin mengabur, ini menyebabkan divisi pemberitaan bukanlah lagi -suatu divisi independen yang memberikan fakta dan informasi umum bagi khalayaknya. Melainkan sekedar kepanjangan tangan dari usaha pemenuhan kebutuhan khalayak yang diasumsikan sebagai khalayak potensial oleh industri periklanan.
Jika khalayak tidak menyukai idealisme pemberitaan yang dianut maka dengan mudahnya mereka dapat memindahkan saluran ke stasiun lain. Dengan demikian tak heran jika rating adalah yang paling penting untuk industri pertelevisian saat ini. Oleh sebab itu, setiap tayangan berita wajib dibuat untuk memenuhi kegemaran pemirsa yang dianggap sebagai pembeli potensial oleh pengiklan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12044
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>