Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 159146 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sonny Mario
"Setiap tahun Dana Pihak Ketiga (DPK) yang dihimpun oleh bank di seluruh Indonesia mengalami peningkatan. Total DPK dari tahun 200I hingga tahun 2005 mengalami peningkatan sebesar 46,2%, dari Rp636,2 TriIiun pada tahun 2001 menjadi Rp930,2 Triliun pada tahun 2006. Dari angka tersebut dapat dibayangkan bahwa ada sumber dana yang cukup besar, yang siap disalurkan ke dalam berbagai macam investasi. Nainun jenis dan karakteristik investasi seperti apa yang diharapkan oleh pemilik dana tersebut sangat tergantung dari risk appetite dari masing-masing investor.
Umumnya masyarakat di Indonesia lebih memilih berinvestasi sekaligus menyimpan dananya di bank dalam bentuk deposito, karena return yang pasti serta aman. Namun seiring turunnya tingkat suku bunga, sudah saatnya masyarakat untuk memilih kembali jenis investasi lain yang lebih menguntungkan. Yang menjadi permasalahan adalah pada saat investor mulai menyadari bahwa return berinvestasi dalam bentuk deposito sudah tidak menarik lagi, instrumen investasi penggantinya hares ditentukan.
Di Indonesia saat ini tersedia berbagai macam jenis instrumen investasi dengan risiko dan return yang bervariasi, salah satu jenis instrumen investasi yang tersedia adalah reksadana. Karena berinvestasi pada deposito akan memiliki risiko seperti halnya berinvestasi pada reksadana, maka sudah selayaknya instrumen ini dijadikan pilihan berinvestasi bagi masyarakat.
Pada scat memilih jenis instrumen investasi. setiap investor selalu menginginkan investasi yang merghasilkan high retrn7i, sementara itu setiap investasi yang menawarkan high return pasti memiliki /ugh risk. Oleh sebab itu investor perlu mengetahui apakah reksadana yang ditawarkan dengan high return tersebut benar-benar. memiliki high return jika dibandingkan dengan instrumen sejenis yang memiliki risiko lebih kecil.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data return harian dari NAB per unit penyertaan yang diperoleh dari data pubtikasi di daiam website BAPEPAM, dimulai dari 10 Mei 2004 sampai dengan 31 Mei 2006, sebanyak 500 titik data pengamatan.
Karya akhir ini difokuskan membuktikan fenomena High Risk High Return pada instrumen reksadana. Metode yang digunakan untuk mengetahui besarnya nilai risiko adalah Exponential Weighted Moving Average (EWMA). Validitas dari model yang dipakai diuji melalui proses hack testing menggunakan metode Kupiec Test, dengan tujuan untuk mengetahui apakah pemodelan volatilitas yang digunakan adalah valid. Untuk membuktikan fenomena High Risk High Return, digunakan uji Mean Difference.
Hasil penelitian yang diperoleh memperlihatkan bahwa reksadana yang memiliki nilai volatiiitas yang tinggi akan memberikan return yang tinggi juga, sedangkan reksadana yang memiliki volatilitas rendah akan memberikan return yang lebih rendah. Hal ini menunjukkan bahwa fenomena High Risk High Return adalah terbukti benar.

Every year banks across Indonesia absorb increasing number of fund from third party. The third party fund from 2001 until 2.005 had increase for 46,2%, from Rp636 Trillion to Rp930,2 Trillion. Those numbers shown that there are big sources of fund that can be used for investor depend upon the risk appetite of each investor.
Generally, Indonesian chooses to keep their fund in form of time deposit, for its security and fixed return. Nevertheless, due to decreasing trend of deposit interest, it is about time to find other form of investment instrument that gives higher return. The problem is haw to find another investment that gives higher return?
Currently in Indonesia, there are different types of investment instruments with different risks and returns, and one of them is Mutual Fund. Investing in Time Deposit will have the same risks compared to investing in Mutual Fund; therefore, customers should start considering Mutual Fund as a choice for investment.
When it comes to choosing the different instruments of investment, each investor always wants high return, meanwhile investors must realize that in order to get high return, there are high risks involved. That is why investors need to know, whether the type of mutual fund offered really has a high return compared with similar instruments that has higher risks.
The data used in this research taken from the date return daily from Net Asset Value (NAV) per unit from the publication data in the BAPEPAM website, starting from 10 May 2004 up to 3 I May 2006 and there are 500 data observations recorded.
This thesis focused to prove the phenomenon of "High Risk High Return" on the Mutual Fund Instrument_ The method used to find out the level of risk called Exponential Weighted Moving Average (EWMA) method, and to analyze the phenomenon of "High Risk High Return", mean difference methods used as tools. To validate the model with back testing process using Kupiec Test, the objectives of the test is to find out whether the volatility modeling used is valid.
The result of this research shows that Mutual Fund that has high volatility will give high return, meanwhile Mutual Fund that has low volatility will give lower return. This indicates that the phenomenon of High Risk High Return is correct."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T19700
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chairi Pitono
"Kegiatan investasi perusahaan asuransi diatur secara khusus dalam Keputusan Menteri Keuangan No.424/KMK.06/2003. Disamping mengatur jenis investasi yang diperkenankan untuk dimiliki oleh perusahaan, peraturan ini jugs menetapkan capital charge untuk setiap jenis investasi. Untuk investasi pada reksadana dikenakan fak-tor sebesar 0% untuk reksadana yang sepenuhnya surat hutang pemerintah, 2% untuk reksadana yang sepenuhnya berupa surat utang swasta dan atau surat berharga pasar uang , 10% untuk reksadana yang sepenuhnya berupa surat berharga ekuitas. Kemudian untuk reksadana campuran dikenakan faktor risiko sebesar rata-rata tertimbang dari risiko aset yang membentuknya atau maksirnum 10%.
Berdasarkan Laporan Keuangan per tanggal 31 Desember 2004, PT. Asuransi Astra Buana rrtempunyai eksposure investasi pada reksadana sebesar Rp 325 milyar, atas eksposure ini PT Asuransi Astra Buana dikenakan capital charge sebesar Rp 4,98 milyar atau 1,53% dari total investasi yang dialokasikan pada reksadana.
Hasil perhitungan Value at Risk (VaR) terhadap portfolio reksadana tersebut didapat VaRponroiio(95%o, 360hari) = Rp 2,42 milyar atau sebesar 0,79% dari total nilai investasi pada reksadana. Hal ini menujukkan capital charge yang ditetapkan pemerintah lebih besar dari perhitungan risiko dengan menggunakan VaR, sehingga dapat meng-cover kerugian apabila terjadi kegagalan pengelolan kekayaan khususnya pengelolaan investasi pada reksadana untuk tahun 2004.
Simulasi terhadap portfolio reksadana yang dimiliki PT Asuransi Astra Buana menunjukkan portfolio yang ada bukan portfolio optimal, portfolio optimal dapat dibentuk ini terdiri dari 3 unit reksadana yakni Reksadana Mandiri Dana Pendapatan Tetap sebesar 10.50%, Reksadana Nikko Bond Nusantara sebesar 24.50% dan Reksadana RIDO DUA sebesar 65.00%. Hasil simulasi ini menunjukkan return portfolio simulasi lebih tinggi sebesar 15% dari return portfolio awal pada tingkat risiko portfolio yang mina dengan tingkat risiko portfolio awal. Analisa skenario jika portfolio awal diterapkan pada tahun 2005 juga menunjukkan portfolio hasil simulasi menghasilkan return yang lebih baik dihanding portfolio awal."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T18254
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Heru Agustanto
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan dan pengaruh antara keputusan pembelanjaan atau keuangan perusahaan (financing decisions) dengan peluang investasi (investment opportunity) dan menggunakan ukuran perusahaan (asset) sebagai kontrol. Model analisis, penggunaan variabel sebagai proxy, mengadopsi dari penelitian yang telah dilakukan oleh Hoje Jo, Pinkerton dan Sarin (Pacific-Basin Finance Journal 2, 1994) pada perusahaan manufaktur di Jepang periode tahun 1986-1990. Sebagai proxy dari keputusan pembelanjaan adalah Debt to Equity Ratio dengan 4 versi (Total Debt to Book Value of Equity, Total Debt to Market Value of Equity, Longterm Debt to Book Value of Equity dan Longterm Debt to Market Value of Equity). Sedangkan peluang investasi digunakan sebagai proxy Market to Book Value of Equity, dan Ukuran perusahaan digunakan Total Asset.
Sampel penelitian adalah perusahaan go-public di Indonesia dan sahamnya beredar di BEJ. Sumber data digunakan data sekunder yang berupa data laporan keuangan dan data pendukung lainnya. Sumber utama data digali dari Indonesian Capital Market Directory tahun 1992 s/d 1995 yang dikeluarkan oleh Ecf in.
Analisis menggunakan pendekatan statistik dengan korelasi dan regresi. Untuk analisa regresi sebagai variabel dependen Debt to Equity Ratio dan variabel independen Market to Book Value of Equity dan Assets. Data diolah dengan menggunakan program Lotus 123 dan Program Microstat.
Hasil penelitian memberikan kesimpulan antara lain (1) Sebagian besar dari perusahaan go-public di Indonesia mempunyai total hutang yang lebih besar dibanding dengan nilai ekuitasnya baik dalam nilai pasar maupun dalam nilai buku. (2) Sebagian besar dari hutang perusahaan berupa hutang jangka pendek. (3) Terdapat hubungan yang positif antara Debt to Equity Ratio dengan Market to Book value of Equity, berarti perusahaan dengan nilai pasar ekuitas yang tinggi juga memiliki nilai hutang yang besar. (4) Market to Book Value dan Asset merupakan variabel eksplanator bagi Keputusan pembelanjaan perusahaan, terutama untuk perusahaan manufaktur. (5) Dalam hal keputusan pembelanjaan pada dasarnya tidak terdapat perbedaan pertimbangan pilihan sumber pendanaan antara perusahaan yang berada satu group pendanaan dan perusahaan yang tidak memiliki group pendanaan."
1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pabunag, Maria Theresia Romeo
"Dana merupakan hal yang utama dalam rangka melaksanakan kegiatan investasi. Dana dapat berasal dari modal sendiri atau dari pinjaman. Namun dengan tersedianya dana tidak otomatis investasi dapat langsung dilakukan, karena sering ditemukan fakta bahwa investor mengalami kesulitan dalam menggunakan dana investasi yang dimilikinya atau diperolehnya dan salah satunya adalah mengenai pendistribusian dana investasi. Untuk masalah ini investor sering menghadapi dilema antara dua pilihan strategi, yaitu: Apakah pendistribusian dana tersebut lebih baik dilakukan sekaligus atau secara bertahap?
Di dalam dunia investasi, dikenal 2 strategi untuk pendistribusian dana investasi, yaitu strategi pendistribusian dana secara sekaligus yang disebut lump-sum (LS) dan strategi distribusi dana secara bertahap yang disebut dollar-cost averaging (DCA). Penerapan kedua strategi ini akan memberi dampak signifikan atas return yang akan diperoleh dan risk yang harus dihadapi. Dari kedua strategi ini sering dipertanyakan: Strategi manakah yang dapat memberikan return yang paling maksimal?
Untuk menjawab pertanyaan ini telah muncul berbagai studi dan penelitian yang membedah dan menyajikan perbandingan keunggulan dari penerapan kedua strategi ini. Banyak jumal ilmiah diterbitkan untuk melakukan pembuktian keunggulan salah satu dari kedua strategi ini. Beberapa karya akhir yang ditulis oleh mahasiswa MMUI sebelumnya juga telah menganisis keunggulan strategi LS dan DCA atas investasi dalam reksa dana saham dan reksa dana pendapatan tetap di Indonesia.
Dalam karya akhir ini penulis mencoba melakukan perbandingan antara strategi LS dan DCA untuk investasi dalam saham di Indonesia. Fokus penelitian dalam karya akhir ini adalah untuk:
1. Mengetahui strategi distribusi dana inveslasi mana yang lebih unggul jika diaplikasikan dalam melakukan pembelian saham.
2. Mengetahui strategi distribusi dana investasi mana yang sesuai untuk sasaran investasi saham yang dipilih.
3. Mengetahui strategi distribusi dana investasi mana yang sesuai dengan sasaran investasi yang memiliki kinerja portofolio terbaik.
4. Menguji rumus dari Michael S. Rozeff tentang perbandingan keunggulan antara 2 strategi distribusi (LS dan DCA) dan mengetahui apakah rumus tersebut dapat diaplikasikan untuk menghasilkan return/wealth investasi yang maksimal.
Adapun manfaat dari penulisan karya akhir adalah untuk memberikan gambaran kepada para investor mengenai penerapan strategi LS dan DCA untuk investasi dalam saham di Indonesia.
Saham yang merijadi sasaran penelitian adalah saham PT. Indosat Tbk. (ISAT) dan saham PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk. (TLKM) yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta dalam periode tahun 2001-2005. Adapun data yang digunakan adalah harga penutupan harian saham dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dari BEJ dan suku bunga Surat Berharga Indonesia (SBI).
Penelitian ini menggunakan berbagai tools, meliputi antara lain tools untuk pengukuran kinerja portofolio investasi (Sharpe Ratio, Treynor's Measure, Jensen's Alpha, dan Information Ratio) dan rumus penghitungan terminal wealth, variance of terminal wealth, comparison of terminal wealth and variance of terminal wealth, dan equalization of return yang diajukan oleh Michael Rozeff dalam salah satu jumal ilmiahnya yang membahas tentang keunggulan salah satu strategi distribusi investasi.
Hasil analisis menunjukkan bahwa strategi LS dan DCA 4 bulan unggul dalam memberikan return yang maksimal (27.85% dan 20.29% untuk saham ISAT, 73.92% dan 24.46% untuk saham TLKM, 64.45% dan 47.02% untuk portofolio 2 saham). Hal ini juga secara tidak langsung menyatakan bahwa semakin lama rentang waktu penanaman dana investasi maka imbal hasil yang diperoleh akan lebih baik. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa rumus-rumus yang diajukan oleh Michael Rozeff ternyata tidak dapat digunakan untuk mencapai return yang maksimal antara kedua strategi, khususnya dalam penerapannya untuk investasi saham di Indonesia.
Berdasarkan analisis tersebut maka disarankan bahwa untuk melakukan distribusi sebaiknya menggunakan strategi LS atau DCA dengan rentang waktu investasi yang panjang, dengan didasarkan pada pertimbangan bahwa waktu yang panjang diyakini cukup untuk mengumpulkan return selama pasar melakukan penyesuaian kondisi setelah melalui beberapa gejolak.
Penerapan salah satu strategi tetap dibutuhkan kedisiplinan tinggi. Jika telah memilih satu strategi maka harus tetap digunakan selama satu investment horizon yang telah ditetapkan, misalnya 1 tahun. Juga disarankan untuk menerapkan strategi LS dan DCA 4 bulan atas saham atau portofolio saham berkinerja tinggi.
Selain itu dalam melakukan penerapan salah satu strategi tidak diperlukan melakukan penyetaraan dana investasi yang telah ditetapkan, karena basil yang kelak diperoleh tidak akan maksimal.

Fund is an important element to execute investment activities. Source of fund can be self-funded or from loan-financing. However, well-prepared fund does not automatically smoothing the investment activities. Investors often face dilemma to decide how to distribute the fund: Should it better to invest the fund all at once or gradually?
Investment fund distribution can be executed in 2 strategies, that are Lump-sum (LS) and Dollar-cost averaging (DCA). In LS investment fund is distributed all at once, while in DCA the fund is distributed gradually in fixed amount and fixed time intervals within one investment horizon. Applying one of the strategies will give significant impact in investment return, which gives the reason why they are often be the subject in lots of studies to find out which one is more superior.
This thesis tries to find out which strategy is more superior, if applied in stock equities investment in Jakarta Stock Exchange (JSX) during year 2001-2005. This thesis also wants to give another perspective in the benefit of applying investment fund distribution strategy in stock equity investment, especially in Jakarta Stock Exchange. Besides using usual tools such as risk & return portfolio analysis and investment portfolio performance analysis, a set of investment performance tools specifically generated by Michael S. Rozeff to compare superiority between both strategies is also used.
Equity stocks within the period of year 2001-2005 of PT. Indosat Tbk. (ISAT) and PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk. (TLKM) become the subject of examination and analysis. Data used as raw material for calculation is the historical monthly closing price. Another data sources are the monthly closing price of JSX price index and Bank Indonesia monthly interest rate. All data are inputted into the calculation tools, and then results are being analyzed.
Tests and analysis results show that LS and DCA 4 months are superior in giving maximum returns (27.85% and 20.29% on ISAT, 73.92% and 24.46% on TLKM, 64.45% and 47.02% on portfolio combination of both stocks). Results also give evident proof that long time intervals within one investment horizon in investing fund will give higher return. The portfolio performance test and analysis also shows that TLKM gives the highest performance. Results also shows that the performance tool set from Rozeff cannot be applied for fund distribution strategy for equity stock in Indonesia.
Based on the conclusion, this thesis then recommends that long time intervals within one investment horizon in applying fund investment distribution strategy is suggested to achieve high return. LS and DCA 4 month strategies are recommended for equity stock that has high performance. Applying the fund investment distribution strategy needs military discipline to achieve desired return, and once a strategy is applied investor cannot move to another strategy in the middle of the investment horizon. Another recommendation is that to achieve maximum return, investment performance tools from Rozeff is not needed.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T18584
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cynthia Afriani
"Studi ini bertujuan untuk menginvestigasi apakah reaksi pasar saham terhadap pengumuman keputusan investasi perusahaan di Indonesia dipengaruhi oleh a) jenis investasi (transaksi internal atau non-internal), b) status perusahaan (konglomerasi atau non-konglomerasi), c) praktek corporate governance (CG), d) struktur kepemilikan perusahaan, khususnya cash flow rights dan cash flow leverage, dan e) interaksi cash-flow leverage dengan praktek CG. Lebih lanjut, studi juga menginvestigasi pengaruh status perusahaan, praktek CG, struktur kepemilikan dan interaksi antara praktek CG dan struktur kepemilikan terhadap jenis investasi. Praktek CG diukur dengan CGI yang dikembangkan oleh Arsjah (2005) melalui suatu survey terhadap perusahaan di BEJ dan nilai cash flow rights dan cash flow leverage diperoleh dari Kim (2006).
Studi ini merupakan suatu event study, yaitu melihat imbal basil abnormal kumulatif di sekitar hari pengumuman keputusan investasi. Melalui analisis regresi, diselidiki faktor-faktor yang berpengaruh terhadap imbal hasil tersebut. Selanjutnya, analisis logit digunakan untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi kemungkinan terjadinya transaksi internal.
Hasil studi menemukan bahwa pasar secara umum bereaksi positif terhadap keputusan investasi. Dengan demikian, pasar umumnya mengharapkan Net Present Value (NPV) yang positif dari keputusan investasi perusahaan di BEJ. Namun, studi ini menemukan bahwa reaksi terhadap transaksi internal lebih rendah dibandingkan transaksi non-internal. Jadi, pasar memiliki persepsi bahwa transaksi internal lebih rentan terhadap perampasan oleh pemegang saham pengendali terhadap pemegang saham minoritas.
Hasil pengujian menemukan pula bahwa reaksi pasar tidak dipengaruhi oleh struktur kepemilikan. Hasil ini memperkuat Kim (2006) yang menemukan tidak adanya hubungan antara struktur kepemilikan dan nilai perusahaan. Kemungkinan tidak ditemukan hubungan keduanya rnenurut Kim (2006) adalah kurang akuratnya pengukuran struktur kepemilikan dan endogenitas struktur kepemilikan. Studi menemukan ada kecenderungan reaksi pasar sedikit lebih rendah untuk perusahaan dalam konglomerasi dibanding non-konglomerasi. Dalam kondisi pengawasan yang masih lemah dan kurang berfungsinya sistem hukum, perusahaan dalam suatu grup perusahaan akan lebih mudah melakukan ekspropriasi melalui tunneling tanpa perlu khawatir terdeteksi oleh regulator. Praktek CG temyata tidak mempengaruhi reaksi pasar. Ada dua kemungkinan penjelasan: pertama, praktek CG belum efektif untuk mengurangi kemungkinan terjadinya perampasan terhadap pemegang saham minoritas atau kedua, pengukuran yang digunakan tidak mencerminkan praktek CG perusahaan yang sesungguhnya pada saat pengumuman keputusan investasi dilakukan.
Selanjutnya, studi menemukan transaksi internal lebih banyak terjadi pada perusahaan konglomerasi (group) dibanding perusahaan non-konglomerasi. Dengan demikian, studi ini mendukung temuan Joh (2003); Ferris, Kim, dan Kitsabunnarat (2003) yang menyimpulkan bahwa suatu grup usaha (konglomerasi) semakin memperbesar kemungkinan terjadinya self dealing yang dapat merugikan pemegang saham minoritas melalui transaksi internal.
Studi juga menemukan bahwa semakin besar cash flow rights, semakin kecil kemungkinan terjadinya keputusan investasi yang merupakan transaksi internal. Selain itu, perusahaan dengan prospek pertumbuhan tinggi menyebabkan hubungan negatif antara cash flow rights dan transaksi internal akan lebih lemah. Bukti empiris ini mendukung Chan et al. (2003) yang menemukan bahwa ketika controlling shareholders memiliki cash flow ownership yang besar, mereka akan mendapatkan keuntungan dari basil investasi di masa mendatang akibat cash flow rights yang besar. Akibatnya, mereka cenderung tidak melakukan ekspropriasi melalui transaksi internal dan lebih memilih menginvestasikan sumber daya ke dalam proyek dengan NPV positif. Selanjutnya, pengaruh cash flow rights terhadap transaksi internal menjadi tidak relevan ketika terdapat prospek pertumbuhan tinggi.

The primary objective of this study is to investigate whether stock market reactions in response to investment announcements made by firms listed at the Jakarta Stock Exchange (JSX) are affected by I) type of investment (internal transaction or non-internal transaction), b) type of company (part of conglomeration or not), c) corporate governance (CG) practice, d) ownership structure, measured by cash-flow rights and cash flow leverage, and e) the interaction between cash flow leverage and CG practice_ Further, this study also investigates the influence of type of company, CG practice, ownership structure, and interaction between CG practice and ownership structure on the type investment. CG practice is measured by CG Index developed by Arsjah (2005) through a survey conducted on companies at JSX while the level of cash flow rights and cash flow leverage are taken from Kim (2006).
This study constitutes an event study, i.e., to examine cumulative abnormal returns (CAR) surrounding the date of investment announcements. Through regression analysis, the study investigates factors influencing the abnormal return. Further, logit analysis is utilized to find out factors affecting the likelihood of internal transaction.
The study finds that the market in general positively reacts to investment announcements. This result suggests that on average the market expects firms to generate positive Net Present Value (NPV) from their investment decisions. However, the study finds that the reaction (as measured by CAR) toward internal transaction is lower than that toward non-internal transaction. Therefore, the market perceives that internal transaction is more subject to expropriation by controlling shareholders to minority shareholders, and this eventually is reflected in the relatively low CAR of investment announcements related to internal transaction.
This study also finds that the stock market reaction is not influenced by ownership structure. This result confirms Kim (2006) who found no systematic relationship between ownership structure and value of the firm_ The possible reasons for this according to Kim (2006) are the shortcoming in measuring ownership structure and the endogeneity of ownership structure. The study finds (albeit weak) that the stock market reaction toward firms in group affiliation (i.e., conglomeration) is lower than that in non-group affiliation. Under the condition of inadequate supervision and ineffective law enforcement, firms in group affiliation can easily conduct expropriation through among others tunneling without being concerned to be detected by the regulator. CG practice has no impact on the stock market reaction. There are two possible explanations: First, CG practice is not effective in minimizing the possibility of expropriation toward minority shareholders; second, the measures utilized do not reflect the true CG practice prevailing during an investment announcement.
Further, this study documents that internal transaction occurs more in group-affiliated firms than other firms. Therefore, this study supports the findings of Joh (2003); Ferris, Kim, and Kitsabunnarat's (2003) conclusion that group affiliation (or conglomeration) increases the possibility of self-dealing (i.e., part of internal transaction) that may detriment minority shareholders.
This study also provides evidence that higher cash flow rights reduce the possibility of investment decisions that constitute internal transactions. The empirical result supports Chan et al.'s (2003) finding that when controlling shareholders have large cash flow ownership, they will gain a lot from investment's return. As a consequence, they tend not to expropriate through internal transaction and prefer to invest the resources into projects with positive NPV. However, this negative relation is weaker for firms with high growth prospects. Therefore, the impact of cash flow rights on internal transaction is weaker for firms with high growth prospects.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T18060
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakhrurazi
"Pada thesis ini di sajikan suatu pengujian Model Tiga Faktor Fama & French terhadap investasi portofolio kelompok-kelompok industri yang ada di Bursa Efek Jakarta ( BEJ). Faktor-faktor yang di usulkan Fama & French sebagai variabel yang mempengaruhi returns portofolio adalah book-to-market dan ukuran perusahaan ( size), Pada Model Tiga Faktor Fama & French terdapat faktor HML ( High Minus Low ) dan SMB ( Small Minus Big) yang diperoleh dan pengelompokan returns saham-saham yang memiliki book-to-market tinggi (H), sedang (M) dan rendah (L) dan pengelompokan returns saham yang memilild ukuran perusahaan kecil (S) dan besar (B). Dengan menggunakan rata-rata returns saham tersebut di bentuk returns HML dan returns SMB dengan menggunakan cara yang digunakan oleh Daniel, Titman dan John Wei (2001) untuk menganalisis hal yang sama di bursa Jepang.
Dan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa untuk portofolioportofolio yang ada di Bursa Efek Jakarta Model Tiga Faktor Fama & French dapat digunakan untuk kelompok Industri Keuangan, Industri Kimia Dasar, Perdagangan dan Property. Penggunaan Model Tiga Faktor Fama & French tersebut tidak dipengaruhi oleh ada atau tidak adanya asset bebas risiko. Disamping itu dilakukan analisis perbandingan penggunaan Model Tiga Faktor Fama & French dengan Capital Asset Pricing Model (CAPM) untuk menganalisis returns masing-masing portofolio."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2002
T20396
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Manurung, Adler Haymans, 1961-
Jakarta: Kompas, 2006
658.19 MAN k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Nofendianto Rahmaan
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh: 1 Framing effect terhadap Pengambilan Keputusan Investasi; 2 Tanggung Jawab terhadap Pengambilan Keputusan Investasi; dan 3 Self efficacy terhadap Keputusan Pengambilan Investasi. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu quasi-experiment dengan desain eksperimen faktorial 2 x 2 x 2 between subject. Sampel pada penelitian ini adalah mahasiswa program pendidikan S1 Ekstensi program studi Akuntansi 2015 Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia sebanyak 120 orang dan mahasiswa program pendidikan S1 Ekstensi program studi Akuntansi 2016 Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia sebanyak 8 delapan orang. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling. Metode analisis data yang digunakan adalah ANOVA dengan uji normalitas dan homogenitas sebagai prasyarat. Hasil dari penelitian ini adalah: 1 Framing effect terbukti berpengaruh terhadap Pengambilan Keputusan Investasi, hal ini ditunjukkan dengan Pvalue signifikan sebesar 0,000 le;0,05 dan f hitung > f tabel yaitu sebesar 20,083 > 2,68; 2 Tanggung jawab terbukti tidak berpengaruh terhadap Pengambilan Keputusan Investasi, hal ini ditunjukkan dengan Pvalue signifikan sebesar 0,588 >0,05 dan f hitung < f tabel yaitu sebesar 0,295 < 2,68; dan 3 Self efficacy terbukti berpengaruh terhadap Pengambilan Keputusan Investasi, hal ini ditunjukkan dengan Pvalue signifikan sebesar 0,045 f tabel yaitu sebesar 4,091 > 2,68.

ABSTRACT
This research aims to know the influence of 1 Framing effect to Investment Decision Making 2 Responsibility to Investment Decision Making and 3 Self efficacy to Investment Decision Making. This research is a quasi experiment research with design factorial 2 x 2 x 2 between subject. The sample were 120 Extension Program Faculty Economics and Business 2015 students and 8 Extension Program Faculty Economics and Business 2016. The sampling technique in this research used purposive sampling with total sample as 128 students. Methods of data analysis used ANOVA with normality and homogeneity test as a prerequisite. The result of this research were 1 Framing effect influence an Investment Decision Making, as shown by significant Pvalue of 0,000 le 0,05 and f hitung f tabel of 20,083 2,68 2 Responsibility did not influence an Investment Decision Making, as shown by significant Pvalue of 0,588 0,05 and f hitung f tabel of 0,295 2,68 and 3 Self efficacy influence an Investment Decision Making, as shown by significant Pvalue of 0,045 le 0,05 and f hitung f tabel of 4,091 2,68."
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bakti Idaman Nanda
"Model Markowitz sudah umum dipakai sejak 1952 untuk memilih portfolio. Model ini menggunakan expected return dan risk sebagai untuk menyederhanakan masalah investor dalam menemukan portfolio yang sesuai dengan kriteria. Dalam model Markowitz, variance dianggap sebagai ukuran dan resiko. Menurut Young (1998) banyak peneliti yang mempertanyakan apakah matriks kovarian 6 merupakan ukuran resiko yang sesuai. Mereka mengasumsikan bahwa pandangan investor yang normal tidaklah simetris. Seringkali kerugian yang sedikit sudah cukup besar bagi seorang investor. Di sisi lain, profit hams cukup tinggi agar sesuai dengan harapan investor. Selain itu model Markowitz memungkinkan terjadinya portfolio yang tidak efisien bila data memiliki distribusi tertentu. Masalah yang lain adalah model Markowitz tidak mengakomodasi variabel keputusan integer atau boolean, sehingga tidak bisa digunakan untuk membuat keputusan yang lebih kompleks, misalnya untuk mengakomodasi constraint biaya tetap transaksi. Hal ini menunjukkan bahwa model klasik Markowitz harus dianggap sebagai pendekatan terhadap masalah kompleks yang dihadapi oleh investor.
Young memberikan alternatif formulasi dalam masalah yang umum disebut sebagai portfolio selection problem ini. Young memperkenal aturan Minimax yang memaksimalkan minimum return ini. Formulasi pemilihan portfolio dalam bentuk linear programming ini memiliki keunggulan dibandingkan metode mean -variance yang merupakan formulasi quadratic programming.
Menurut Young kelebihan linear programming dibandingkan dengan quadratic programming adalah bahwa pemilihan portfolio dengan variabel keputusan integer atau 0-1 menjadi feasible. Dengan demikian feature ini memungkinkan untuk digunakannya model decision making yang lebih kompleks. Sebagai contoh, model linear-integer programming bisa mengakomodasi constraint biaya tetap untuk transaksi, jenis biaya yang biasa dihadapi oleh pars manajer portfolio.
Dalam penelitian ini, dilakukan perbandingan dua metode yang menggunakan pendekatan yang berbeda untuk mendapatkan portfolio yang diinginkan. Markowitz menggunakan kriteria return dan standar deviasi, sedangkan pada metode Minimax, digunakan kriteria Mp atau maksimasi minimum return untuk semua periode observasi.
Untuk membandingkan kinerja dari kedua metode ini, bisa dilakukan beberapa Cara. Pertama, dengan cafe membandingkan kinerja kedua metode dari kriteria risk dan return, yaitu kriteria yang digunakan oleh Markowitz Kedua, dapat dilakukan perbandingan kriteria Mp, yaitu nilai maksimal dari return minimal portfolio untuk seluruh periode pengamatan. Sedangkan yang ketiga adalah dengan membandingkan utility, yaitu nilai manfaat yang diterinia oleh investor. Masing-masing perbandingan memiliki kelebihan dan kekurangan. Pada penelitian ini, perbandingan dilakukan dengan care pertama dan cars ketiga.
Dalam penelitian ini, perbandingan dengan cars pertama dilakukan dengan membandingkan perbedaan kinerja antara kedua model portfolio tersebut dengan Risk Adjusted Measure, yaitu Sharpe, Traynor, dan Jensen pada indeks saham LQ45. Selain itu penulis juga berusaha untuk menganalisis karakteristik portfolio Minimax dari expected return, required return, standar deviation, dan indeks risk aversion. Sedangkan cars ketiga dengan membandingkan nilai utility, yang dinilai relatif "fair" untuk menilai kedua portfolio.
Dari penelitian, didapatkan kesimpulan bahwa pengukuran dengan Sharpe. Traynor, dan Jensen menunjukkan bahwa kinerja portfolio metode Markowitz mengungguli kinerja portfolio metode Minimax. Kesimpulan yang lain adalah portfolio yang clihaJsilkan metode Minimax menghasilkan standar deviasi (risk) yang lebih tinggi daripada portfolio dengan rata-rata sebesar 7.76% lebih tinggi. Sedangkan pads expected return yang tinggi, metode Minimax menghasilkan standar deviasi portfolio yang mendekati metode Markowitz. Untuk required return yang rendah. Metode Minimax menghasilkan expected return dan risk yang lebih tinggi dari metode Markowitz. Dan dari pengukuran utility dengan berbagai indeks risk aversion, dapat diketahui bahwa metode ini menghasilkan utility yang tinggi untuk indeks risk aversion yang rendah, sehingga metode ini lebih sesuai untuk digunakan investor yang kecenderungannya untuk menghindari resiko adalah rendah.

Markowitz model has been used since 1952 to solve portfolio selection problem. This model used expected return and risk to simplify investor problems to find their expected portfolio with which match their criterions. In Markowitz model, variance represents risk which is faced by investors. In Maximin formulation, researchers assumed that investors view regards risk is not symmetric. Very often, a small loss is enough to make somebody very sad. On the other hand, the profit must be considerably high in order to make the investor very happy. Another problems, Markowitz model can lead to inefficient portfolio in certain distribution, and Markowitz model can not accommodate transaction fixed cost constraint and Boolean constraint. This implies that that Markowitz classical model should be considered as an approximation to rather complex problems that all investor face.
Young gives alternative formulation to solve these portfolio selection problems. Young introduce Minimax which maximize minimum return. This linear programming formulation has some advantages compared to mean-variance method compared to mean variance methode which formulated in quadratic programming.
According to Young, linear programming accommodates Integer or Boolean constraint Linear programming enables manager to solve complex problems which involve these fixed cost constraint, a kind of constraint usually faced by portfolio manager.
This thesis compares two different methods which use to different approach to get the portfolios. Markowitz use return and standard deviation, and Minimax use Mp to maximize the minimum return in all observed period.
To compare these methods, we can devide in three ways. First, compare their performance using risk and return, the approach which is used by Markowitz Second, compare their performance using Mp criterion, the criteria that maximize the minimum returns in all observed periods. Third, compare the portfolio's utility of both methods. Each of those comparation has advantages and disadvantages. This thesis uses the first and the third way.
Using the first way, we compare the performance between those methods using Risk-Adjusted Measure, which is Sharpe, Treynor and Jensen in LQ45 index.
Besides them, we try to analyze the characteristic of Minimax portfolio from variables such as expected return, required return, standar deviation, and risk aversion index. Using the third way, we compare the utility measure, the measure which is assessed fair enough to asses the performance from both methods.
From the experiment, Sharpe, Treynor, and Jensen measure prove that Markowitz method is superior compared to Minimax method. Another conclusion, Minimax portfolio results a higher standard deviation, which is 7.76% higher compared to Markowitz method. In high expected return, Minimax method yield standard deviation close to Markowitz's method. For low required return, Minimax method yield higher higher expected return and risk than Markowitz method. And from utility calculation with various risk aversion index, it is found that Minimax method yield higher utility for low risk aversion index, it makes Minimax appropriate to used by investor which has low degree of risk aversion."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2007
T19680
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agha Surya Digantara
"Pertambangan di Indonesia telah digarap besar-besaran dalam satu dekade ini. Sumber daya alam yang dimiliki Indonesia dieksploitasi secara besar-besaran. Pertambangan Batu bara dan mineral seperti emas, biji besi, biji nikel bauksit menjadi primadona para investor untuk dapat beroperasi di Indonesia. Untuk menjaga agar tidak dieksploitasi dengan besar-besaran tanpa memberikan imbal balik bagi bangsa Indonesia, pemerintah mengeluarkan peraturan untuk menjaga sumber daya alam tadi di ekspoitasi secara beasr-besaran dengan mewajibkan kepada seluruh pengusaha pertambangan untuk melakukan proses peningkatan sumber daya alam menjadi barang setengah jadi dan melarang dilakukannya ekspor bahan mentah ke luar negeri. Oleh karena itu PT ABC melakukan perencanaan untuk berinvestasi membangun pabrik pengolahan nikel. Studi ini akan menganalisa kelayakan investasi pembangunan proyek pengolahan nikel dari sisi keuangan dengan melihat NPV, IRR, PI dan Discounted Payback Period dan melakukan simulasi acak dengan menggunakan simulasi Monte Carlo untuk melihat apakah investasi ini dengan unsur acak yang ada dapat menghasilkan return yang maksimal dan sebesar apa risiko yang ada dari investasi ini.

Mining in Indonesia has been exploited massively within this decade. Remembered that Indonesia is a country with abundant resources, coal and mineral mining such as gold, iron ore, nickel ore, and bauksit become popular and highly favored by many investors operates business in Indonesia. In order to protect country's natural resources for massive exploitation without proper reciprocity to the nations, government release a regulation about mineral mining in Indonesia. This regulation requires every mineral minig project to process the resources to become intermediate goods before they sell it and strictly prohibits export resources in form of raw materials. As a result, every investors including PT ABC have to build processing plant for its mineral resources to keep their business running. This study will do the feasibility analysis of nickel processing plant investment based on financial background point of view by considering some important financial factors such as NPV, IRR, PI, and Discounted Payback Period. Furthermore, this study also do sensitivity analysis about this investment by using Monte Carlo simulation in order to determine whether this investment will leads to maximum return and to evaluate the potential risk that may occur from this investment."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2012
T34743
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>