Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 124342 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kanter, Lionard
"Hukuman yang berat dengan hukuman mati bila dilaksanakan secara tegas dan konsisten akan mengurangi kejahatan narkoba. Namun adanya Grasi sebagai kekuasaan yang absolut tersebut tidak dapat dikontrol atau dinilai oleh pengadilan merupakan hal yang dapat menggugurkan leak untuk melaksanakan eksekusi. Pennasalahan yang menjadi kajian dalam penelitian ini adalah mengenai pengaruh grasi terhadap eksekusi hukuman mati khususnya kepada terpidana kasus narkoba diwilayah pengadilan Tangerang. Serta berupaya untuk mengupas masaiah yang berkenaan dengan penerapan Undang-undang Grasi. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif-sosiologis dan metode deskriptif analitis. Metode yuridis nonnatif-sosiologis, yang menitikberatkan penelitian terhadap data sekunder berupa Mahan hukum primer. Sedangkan metode deskriptif analitis untuk memperoleh gambaran secara integral dan komprehensif serta sistematis tentang teori-teori hukum pidana dalam memberikan perlindungan hukum terhadap masyarakat dari para pelaku tindak pidana narkoba. HashI penelitian menunjukkan bahwa grasi dalam rangka menyelenggarakan keadilan bagi masyarakat, sebagai salah satu fungsi Pemerintah menjaiankan tanggung jawabnya untuk menciptakan kondisi yang kondusif. Pada dasarnya sikap Presiden keras, tegas, dan konsisten terhadap pemberantasan narkoba dan tidak alum .memberikan grasi kepada mereka yang merusak generasi muds, menghancurkan masa depan. Hal ini jelas menunda dan menangguhkan eksekusi mati terpidana. Adanya kasus terpidana yang mengajukan grasi untuk kedua kalinya dan putusan penolakan grasi yang sulit dilaksanakan menunjukkan Undang-undang Grasi perlu ditinjau kembali. Dan eksekusi hukuman mati terhadap pelaku tindak pidana narkoba merupakan salah satu upaya penegakan hukum di Indonesia. Serta hanya bagian dari upaya dalam pemberantasan kejahatan narkoba selain adanya peran langsung dari masyarakat.

The hardest sentence by death sentence if it is realized consistently and firmly, then, it will reduce criminal case of narcotics and elicit drugs. Nevertheless, such a pardon granted by state as absolute power that may not be controlled or valued by court it may result in the abortion of right to realize execution. The problem arising in this research is regarding a pardon impact against execution of death sentence for case of narcotics and elicit drugs in district court of Tangerang specially. And also to discuss the problems pertaining to application of laws on a pardon granted by state. This research used both normative-sociologic juridical and descriptive analytical methods. Normative-sociologic juridical method underlying secondary data such as primary legal books, whereas, descriptive analytical method in order to obtain integral and comprehensive illustration and systematic of criminal law theory to give legal protection for society from criminal actors of narcotics and elicit drugs. Research result indicating that a pardon within framework to perform justice for society as one government functions to implement their duties and responsibilities to create conducive condition. Basically, the attitude of President is firm, consistent and strong to fight narcotics and elicit drugs and will not give a pardon for who had destructed young generation and eliminate the national future. Obviously, it had postponed and delayed death sentence execution. The case of criminal actor who had filed the second a pardon and judgement of a pardon refusal that may not be realized easily, it indicates that laws on a pardon should be reviewed. And execution of death sentence against criminal actor of narcotics and elicit drugs is one of efforts to enforce law in Indonesia. And as part of efforts to fight criminal commitment of narcotics and elicit drugs as well as direct participation from society."
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T19282
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mokoginta, Usman
"Pembinaan narapidana hukuman mati khususnya narapidana hukuman mati kasus narkoba di Indonesia selama ini tidak memiliki panduan yang jelas. Kondisi demikian mengakibatkan pembinaan terhadap narapidana hukuman mati seringkali tidak mendapatkan basil yang maksimal sesuai dengan tujuan pemidanaan. Berangkat dan fakta tersebut penelitian dalam tesis in berusaha untuk mengatahui pembinaan narapidana hukuman mati kasus narkoba yang telah dilaksanakan dan sekaligus mengajukan model yang tepat untuk dilaksanakan dalam rangka pembinaan narapidana hukuman mati kasus narkoba.
Literatur teori yang dipergunakan sebagai pisau analisis dalam tesis ini adalah teori-teori tentang pemidanaan yang pertama kali dikemukakan oleh ilmuwan sosial klasik seperti Cesare Becaria, Jheremy Bentham yang kemudian diperkaya oleh ilmuwan sosial modern lainnya. Dalam teori tentang pemidanaan tersebut dikandung maksud bahwa tujuan pemidaan pada dasarnya adalah 1) Membuat para narapidana jera (deterrence) 2) Dengan pemidanaan dan pembinaan diharapkan para narapidana menyesali perbuatannya, merasa bersalah dan tidak mengulangi perbuatannya.
Dengan metode penelitian diskriptif kualitatif, dari penelitian ini diperoleh suatu fakta bahwa pembinaan narapidana hukuman mati di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Narkoba tidak mencapai basil maksimal sesuai dengan tujuan pemidanaan. Hal ini ditandai dengan adanya kondisi dimana narapidana tidak menyesali perbuatannya, tidak merasa bersalah dan adanya narapidana hukuman mati yang masih terlibat dalam peredaran narkoba di dalam maupun di luar lapas. Dari penelitian ini juga ditemukan fakta bahwa kondisi psikologis narapidana hukuman mati kasus narkoba sangat labil. Berangkat dari temuan di atas, maka dalam tesis ini juga diajukan suatu model pembinaan yang tepat dan dapat diterapkan terhadap narapidana hukuman mati kasus narkoba.

Indonesia has no guidance in building death penalty prisoners of drug cases. This condition caused many efforts for the building and treatment for death penalty prisoners uncertain as the aims of law crimes. The research means to find out the treatment and capacity building for the death penalty for drugs cases and to propose the proper model to be implemented in building those death penalty of drug prisoners.
The theories which are used for the research are crimes theories which are said by Cesare Becaria, Jheremy Bentham and others social scientist. In the theories implied the aims that crimes theories means : 1) to make the prisoners become deterrence; 2). Realizing their mistakes and stooping doing crimes. The data is collected by depth interview, observation and library research.
The research is used descriptive and qualitative method. From the research it is known the fact that the building of death penalty prisoners of drugs cases in The Correctional Class II A For Drugs Cases still cant achieve the goals of crimes law systems. It is can bee seen by some prisoners who are still doesn't regret their crimes and still has contribution and involved with the networking of drugs cases inside and outside the Correctional area. From the research is found out that psychological condition of the death penalty prisoners of drugs cases are depressed. Thus, through the research proposed a proper building and treatment for the death prisoners of drugs cases."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T20666
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Inten Kuspitasari
"Pidana mati di Indonesia diberlakukan sejak zaman penjajahan Belanda hingga sekarang, tetapi dalam pelaksanaannya banyak penundaan eksekusi pidana mati yang cukup lama bahkan sampai bertahun-tahun lamanya, sehingga membuat asumsi tidak adanya kepastian hukum bagi penerapan pelaksanaan eksekusi pidana mati. Dan pejabat yang mempunyai kewenangan dalam pelaksanaan pidana mati adalah Jaksa. Metode yang digunakan dalam penulisan hukum ini adalah penelitian hukum yuridis normative. Penundaan pelaksanaan eksekusi pidana mati dapat terjadi karena beberapa faktor, diantaranya: Faktor Substansi Hukum (Perundang-undangan), Faktor Penegakan Hukum (Struktur Hukum) serta Faktor Sarana dan Fasilitas. Saran yang dapat diberikan yaitu agar pembuat undang-undang dan para penegak hukum agar segera membuat aturan yang mengatur tentang adanya batasan waktu dalam mengajukan pelaksanaan eksekusi pidana mati guna memperlancar eksekusi pidana mati sehingga memperoleh kepastian hukum yang jelas.

Capital punishment in Indonesia has been in effect since the Dutch colonial era until now, but in practice there are many delays in the execution of the death penalty which is quite long even for years, thus making the assumption that there is no legal certainty for the implementation of the execution of capital punishment. And the official who has the authority in carrying out capital punishment is the Prosecutor. The method used in writing this law is normative juridical research. Postponement of the execution of capital punishment can occur due to several factors, including: egal Substance Factor (Invitation Act), Law Enforcement Factor (Legal Structure) and Facilities and Facilities Factors. Suggestions that can be given are for lawmakers and law enforcers to immediately make rules governing the existence of time limits in proposing the execution of capital punishment in order to facilitate the execution of capital punishment so as to obtain clear legal certainty."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Purwoko
"In Indonesian law system, treatment for terrorism prisoners didn't have direction and pattern. Therefore, treatment for terrorism prisoners that convicted death sentence didn't have pattern too. Leave from this fact, this thesis will discover how Lembaga Pemasyarakatan Klas I Batu, Nusakambangan treats terrorism prisoners.
Theory used as guidance in answering the problem of building death punishment convict for terrorism case in criminal theory developed by Jheremy Bentham, Cessare Becaria and other socialists state that the purpose of state criminal is Detterence, Rehabilitation, Re-socialization, and Re-integration of social which mean that stating criminal is as an effort to make a criminal become 1) feel guilty, 2) regret, 3) penitence, 4) will not do again.
Through descriptive qualitative approach, this research has been success to find empiric fact that building criminal in terrorism case done by Lapaas Class I Batu Nusakambangan, in fact, is not success in attain the result as commanded.
This can be seen from indicator: 1) prisoner not feel guilty 2) not regretful 3) not penitence 4) hold strong ideology of terror and 5) still involve in criminal action, mainly in born exploitation Bali II.
From the above fact and the result of analysis from the author concerning the opinion of religious, mufti, Jemaah Islamiah personages who has been aware concerning the proper building to terrorism case prisoner, in this thesis the author propose the proper model in order to build death punishment prisoner of terrorism case."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T20813
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Panjaitan, Edward M.L.
"Dunia masih mengenal hukuman mati. berdasarkan data Amnesty International (AI), tercatat 128 negara yang telah menghapuskan hukuman mati tetapi masih banyak negara yang menerapkan hukuman mati seperti Amerika Serikat, Cina, Singapura dan Indonesia. Kontroversi hukuman mati dilatarbelakangi oleh pro dan kontra tentang alasan dan legitimasi dijatuhkannya hukuman mati tersebut."
Jurnal Kajian Wilayah Eropa, 2006
JKWE-II-3-2006-142
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Franck, Hans Goran
Oughterand: [publisher not identified], 2003
345.077 FRA h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Raymond Ali
"Isu tentang pidana mati sudah cukup lama menjadi bahan perdebatan. Banyak sarjana yang menyatakan bahwa pidana mati melanggar Hak Azasi Manusia (HAM). Akan tetapi banyak pula sarjana lainnya yang menyatakan bahwa dikarenakan masyarakat dalam sebuah negara telah berkonsensus melalui sarana legislasi bahwa terhadap sebuah perilaku (baik berbuat maupun tidak berbuat) adalah harus diancamkan dengan pidana mati, maka tidak terdapat lagi pelanggaran HAM bagi penegakan aturan terhadap perilaku tersebut. Prof. Dr. Ahmad Ali, S.H., M.H., memberikan contoh, yaitu penculikan, merampas kemerdekaan seseorang adalah sebuah tindak pidana, akan tetapi jika perilaku tersebut di "legal"kan oleh Undang-undang sehingga berubah istilahnya menjadi "penangkapan" dan "penahanan", maka tidak terdapat lagi sebuah pelanggaran HAM.
Terkait dengan perdebatan tentang pidana mati diatas, dalam sebuah forum Internasional yang diprakarsai oleh UN General Assembly, dimana membahas tentang eksistensi pidana mati, diterangkan bahwa berlaku atau tidaknya pidana mati dalam hukum positif di suatu negara tergantung dengan kondisi sosiologis dan sejarah suatu bangsa.
Dengan demikian, adalah sulit untuk menghakimi bahwa terhadap sebuah negara yang masih memberlakukan pidana mati dalam hukum nasionalnya, adalah melanggar HAM khususnya hak untuk hidup dari warga negaranya. Sebagai ilustrasi, Amerika Serikat sendiri yang dikatakan sebagai negara pendekar HAM, ternyata sebagian besar negara bagiannya masih memberlakukan pidana mati.
Menyadari hal tersebut, maka PBB memberikan pedoman bagi negara-negara yang masih menganut dan melaksanakan pidana mati dalam wilayah negara tersebut. pedoman tersebut yaitu "The Safeguards Guaranteeing Protection Of The Rights of Those Who Facing The Death Penalty" yang telah diadopsi oleh PBB pada tahun 1984.
Terlepas dari perdebatan tersebut diatas, mengingat Indonesia adalah negara yang masih memberlakukan pidana mati dalam hukum positifnya serta melaksanakannya, maka sebagai negara anggota PBB, Indonesia sudah seharusnya mematuhi pedoman Internasional yang dibuat oleh PBB tersebut diatas.
Untuk itu, tesis ini meneliti dan menganalisis tentang apakah aturan materiil tentang pidana mati di Indonesia sudah sesuai dengan pedoman Internasional tersebut diatas, ataukah belum. Apabila belum, maka aturan materiil apa saja yang perlu dibenahi dan ditambahkan.
Setain itu, aturan yang baik tidak berarti bahwa penegakannya menjadi baik pula. Hal ini disebabkan, terdapatnya kendala-kendala atau hambatan yang terjadi di lapangan terkait dengan penegakan hukum tersebut. Hambatan tersebut bisa dari faktor aparat penegak hukum, sarana dan prasarana, substansi hukum khususnya hukum acara pidana, serta budaya hukum. Oleh karena itu, dalam penelitian ini diteliti dan dianalisis pula tentang apa yang menjadi hambatan dalam penegakan hukum di lapangan, serta bagaimana cara mengatasinya untuk pembenahan dikemudian hari.
Di akhir pembahasan tesis ini., diteliti dan dinalisis pula tentang prospek pidana mati untuk pembaharuan hukum pidana ke depan. Hal ini disebabkan, telah berkembangnya pemikiran tentang maksud penjatuhan pidana yang awalnya berorientasi pada perbuatan pelaku tindak pidana semata (daad-strafrecht), menjadi maksud penjatuhan pidana yang tidak hanya berorientasi pada perbuatan pelaku tindak pidana semata, akan tetapi juga untuk memberikan kesempatan bagi pelaku tindak pidana guna mengubah diri menjadi lebih baik (daad daderstrafrecht)."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T14589
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kim Myung Jong
"Selama lima puluh tahun terakhir semakin banyak negara didunia yang telah menghapuskan hukuman mati Sekarang ini lebih dari setengah dari negara negara di dunia telah menghapuskan hukuman mati dari hukum di negara mereka untuk kejahatan seperti pembunuhan Penggunaan hukuman mati sangat kontroversial dan secara teratur menciptakan ketegangan politik antara negara negara dengan perspektif yang berbeda tentang masalah ini Selanjutnya penghapusan hukuman mati dilakukan pada dua sikap yang berbeda dalam analisis ini seperti penghapusan semua kejahatan atau sebagai penghapusan untuk kejahatan biasa yang terutama melibatkan bahwa negara negara dapat mempertahankan hukuman mati untuk kejahatan perang Tulisan ini membahas bagaimana dan sejauh mana larangan hukuman mati memainkan peran di Korea Selatan Berbeda sekali dengan tren perbudakan di seluruh dunia hukuman mati tetap paling bercokol di Asia di mana lebih dari 90 persen dari semua eksekusi berlangsung Mengapa norma menentang hukuman mati yang tampaknya sangat penting bagi sebagian besar belahan dunia tampaknya memiliki dampak minimum pada negara negara Asia khususnya di Asia Timur Makalah ini menguraikan perubahan yang penulis telah diamati dalam perdebatan hukuman mati dalam Korea Akademisi dan kalangan peradilan selama beberapa dekade terakhir Ini berusaha untuk menunjukkan bahwa perdebatan tersebut telah pindah dari sikap yang mula mula defensif menjadi sikap kearah yang bersedia untuk merangkul keberatan berbagai pihak dari segi hak asasi manusia untuk hukuman mati dan langkah langkah baru yang dinamis dan berakar pada instrumen dan konvensi hak asasi manusia internasional Menganalisis dan menilai apakah hukuman mati dianggap relevan di dunia apalagi di masyarakat Korea Selatan dan dalam proses melihat ke depan untuk membantu membentuk kebijakan hukuman mati baru di wilayah ini.
During the past fifty years, more and more countries have abolished the death penalty. Today, more than half of the countries of the world have abolished capital punishment from their laws for crimes such as murder. The use of the death penalty is highly controversial, and regularly creates political tension between countries with differing perspectives on the issue. Furthermore, abolition of the death penalty is carried on two different manners in this analysis, as abolition for all crimes or as abolition for ordinary crimes, which mainly involves that countries may retain the death penalty for wartime crimes. This paper discusses how and to what extent the prohibition of the death penalty plays a role in South Korea. In stark contrast to the worldwide abolitionist trend, the death penalty remains most entrenched in Asia, where more than 90 percent of all known executions take place. Why does the norm against the death penalty, which is apparently so important for most parts of the world, seem to have least impact on Asia especially in East Asia? How do international leaders and government contribute to the rejection of the universally promoted human rights norm? This paper outlines the changes that the author has observed in the debate of death penalty within Korean Academics and judicial circles over the past decades. It seeks to show that the debate has moved from a defensive posture to one which is willing to embrace to a degree the human rights objections to capital punishment that have been created by a ‘new dynamic’ rooted in international human rights instruments and conventions. Analyzing and assess if capital punishment is considered relevant in the world, moreover in South Korean society, and in the process is looking forward to helping to shape new death penalty policy in this region."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S59927
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sidharta Praditya Revienda Putra
"Tesis ini membahas mengenai pro dan kontra yang muncul seiring dengan perdebatan mengenai pidana mati dilihat dari falsafah pemidanaan serta pelaksanaannya. Louk H.C. Hulsman, seorang sarjana hukum Belanda, menghubungkan pidana dan sistem peradilan pidana dengan menggunakan pendekatan kemanusiaan dan rasionalistik. Pendekatan Hulsman tersebut digunakan penulis untuk melihat apakah tujuan pemidanaan pidana mati sebagaimana the law on the books akan dapat diwujudkan dalam pelaksanaannya sebagai the law in action dan bagaimana pengaturan pidana mati dalam pembaharuan hukum Indonesia. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian normatif, yang mengumpulkan dan mengolah data dari data kepustakaan serta dianalisa menggunakan pendekatan filsafat hukum (legal philosophy approach), pendekatan perundang-undangan (statute approach), dan pendekatan konsep (conceptual approach) dengan metode analisa deskriptifkualitatif, sehingga hasil yang diperoleh setalah dilakukan analisa hasil penelitian adalah kesimpulan bahwa falasafah pemidanaan pidana mati adalah retributif dan untuk mencegah masyarakat (potential offender) agar tidak melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati (teori prevensi umum/general deterrence) yang diwujudkan oleh sistem peradilan pidana saat ini tidak akan pernah mencapai tujuannya. Pengaturan pidana mati dalam pembaharuan hukum Indonesia lebih rasional dan manusiawi serta dimungkinkan sistem peradilan pidana dapat mewujudkan tujuan pemidanaan dari pidana mati yaitu demi pengayoman masyarakat yang menitikberatkan pada pencegahan (deterrent) dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma hukum.

The thesis examines pros and cons which often appearing along with the debate on death penalty seen from the philosophy and the punishment. Louk H.C. Hulsman, a Dutch jurist and criminologist, relates crimes and criminal justice system using humanitarian and rationalistic approach. The Hulsman approach was used to see whether the purpose of the death penalty as the aw on the books can be implemented as the law in action. In this case, the study sees criminal justice system as a process and death penalty arrangement in Indonesian law reform. The method used was normative research which collected and processed data taken from legal philosophy approach, statute approach, and conceptual approach with qualitative-descriptive analysis method. This study concluded that the philosophy of death penalty was retributive. In addition, it was to warn the society (potential offender) committing crimes charged with death sentence (general deterrence theory). The existing criminal justice system will never be able to reach the philosophy of death penalty mentioned above. The new Indonesian Criminal Law s more rational and humane and there is a possibility for the criminal justice system to actualize the purpose of death penalty that is the society protection emphasizing on the deterrence of committing crimes by upholding legal norms."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T28576
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Timothy Nugroho
"Hukuman mati merupakan salah satu bentuk penghukuman yang masih dipertahankan di Indonesia. Latar belakang historis menunjukkan bahwa hukuman mati di Indonesia merupakan warisan kolonial Pemerintah Belanda. Sejak Indonesia merdeka hingga sekarang, hukuman mati tetap ada bahkan tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan dan tetap dipertahankan dalam KUHP Baru. Diskursus dan praktik hukuman mati dirasionalisasi bahwa hukuman mati mampu menimbulkan efek penggentarjeraan di masyarakat. Eksistensi hukuman mati ini sesungguhnya menimbulkan polemik di kalangan ilmuwan hukum Indonesia. Ada kalangan yang menyetujui dan ada yang menolak eksistensi hukuman mati tersebut. Oleh karena itu, penelitian ini mengkaji diskursus normatif tentang hukuman mati dari kalangan ilmuwan hukum di Indonesia. Selanjutnya, penelitian ini juga mengkaji arah politik hukuman mati di Indonesia. Setelah menganalisis diskursus normatif dan politik kriminal hukuman mati, penelitian ini juga menganalisis hasil-hasil penelitian kriminologis hukuman mati untuk melihat apakah hukuman mati benar-benar menimbulkan efek penggentarjeraan. Metode penelitian ini menggunakan analisis diskursus Foucault untuk melihat adanya diskursus dominan dari hukuman mati. Perspektif kriminologi konstitutif dan counter-colonial criminology digunakan dalam tulisan ini untuk mengkaji bagaimana pengaruh teori penghukuman Barat terhadap diskursus normatif hukuman mati tersebut. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat kondisi diskrepansi antara diskursus hukuman mati dengan rasionalitas yang mendasarinya. Hal ini membuat hukuman mati menjadi paradoks. Solusi atas kondisi paradoks hukuman mati tersebut dibutuhkan diskursus pengganti. Perspektif peacemaking criminology digunakan untuk menunjukkan bahwa hukuman mati yang tidak menyelesaikan masalah kejahatan perlu diganti dengan perspektif perdamaian sebagai respon alternatif terhadap kejahatan. 

The capital punishment is a form of punishment that is still maintained in Indonesia. The historical background shows that the capital punishment in Indonesia is a legacy of Dutch colonialism. Since Indonesia's independence until now, the capital punishment has persisted and is even spread out in various laws and regulations and is maintained in the New Criminal Code. The discourse and practice of the capital punishment rationalizes that the capital punishment can create a deterrent effect in society. The existence of the capital punishment has actually caused polemics among Indonesian legal scientists. There are people who agree and there are those who reject the existence of the capital punishment. Therefore, this study examines the normative discourse on the capital punishment among legal scientists in Indonesia. Furthermore, this research also examines the political direction of capital punishment in Indonesia. After analyzing the normative discourse and criminal politics of the capital punishment, this study also analyzes the results of criminological research on the capital punishment to see whether the capital punishment actually creates a deterrent effect. This research method uses Foucault discourse analysis to see the existence of a dominant discourse on the capital punishment. The perspectives of constitutive criminology and counter-colonial criminology are used in this paper to examine how the influence of Western punishment theory has on the normative discourse on capital punishment. The results of this study indicate that there is a condition of discrepancy between the capital punishment discourse and its rationality. This makes the capital punishment a paradox. A solution to the paradoxical condition of the capital punishment requires a replacement discourse. The perspective of peacemaking criminology is used to show that the capital punishment which does not solve the problem of crime needs to be replaced with a perspective of peace as an alternative response to crime."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>