Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 163714 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sri Nur Fathya
"Pada tanggal 26 April 2007 Pemerintah Indonesia mengesahkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal {UU Penanaman Modal) sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri. Penyebabnya adalah karena dirasakan peraturan perundangan yang terdahulu sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan percepatan perkembangan perekonomian dan pembangunan hukum nasional. Selain itu pertimbangan keikutsertaan Indonesia dalam berbagai kerjasama internasional yang berakibat perlu diciptakannya suasana penanaman modal yang kondusif dan efisien serta memberikan kepastian hukum kepada para investor. Pengesahan UU Penanaman Modal menuai penolakan dari berbagai pihak, karena dinilai lebih berpihak kepada para investor khususnya mengenai jangka waktu pemberian hak atas tanah dalam rangka penanaman modal juga bertentangan dengan semangat dan filosofis Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA). Yang menjadi pokok permasalahan adalah ketidak harmonisan akibat perbedaan jangka waktu pemberian Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai dalam rangka penanaman modal. Untuk menjawab hal tersebut dilakukan penelitian kepustakaan yang bersifat deskriptif normatif yang menggambarkan peraturan perundangan yang berlaku dalam bidang pertanahan dan penanaman modal dikaitkan dengan teori berkenaan dengan permasalahan yang ada. Dari penelitian tersebut diketahui bahwa pemberian hak atas tanah dalam rangka penanaman modal yang terlalu lama dikhawatirkan akan menjauhkan rasa keadilan sosial. Oleh karena itu diperlukan sinkronisasi dalam pembuatan peraturan pelaksana UUPA khususnya yang berkaitan dengan penanaman modal baik yang sudah ada maupun yang akan datang.

The Government Of Indonesia has enacted Law of The Republic Indonesia Number 25 Year 2007 on Investment (Investment Law) to replace Law Number 1 Year 1967 on Foreign Investment as amended by Law Number 11 Year 1970 on Amendment and Supplement to Law Number 1 Year 1967 on Foreign Investment and Law Number 6 Year 1968 on Domestic Investment as amended by Law Number 12 Year 1970 on Amendment and Supplement to Law Number 6 Year 1968 on Domestic Investment. The reasons of the enactment of Investment Law are both Foreign and Domestic Investment Law no longer keep pace with national economic enhancement and national law development and Indonesia's participation in various international cooperation regarding investment has consequences to create a conducive investment atmosphere, promoting and giving legal certainty. The enactment on Investment Law has posed into controversies from various parties especially regarding the period of land use approvals given by the government with respect to investments. This matter considered in opposite with spirit and philosophy of Law Number 5 Year 1960 on Agrarian Principal Regulation. The main issue of this research is the disharmony as consequences of the differences of land use approval period for Right of Use, Right to Build and Right to Cultivate. This research utilized library research with normative descriptive approach which describe land laws and investment laws connected with the land theories. The research found that the land use approval for investment will refrain sense of social justice in community. Therefore, it is .urgent to synchronize the implementing regulations of Law Number 5 Year 1960 related to investment."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
T19578
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ellys Wijaya
"Investasi merupakan salah satu pilihan bagi para investor untuk mengembangkan aktivitas perusahaan. Investasi terdiri dari investasi dalam negeri dan investasi luar negeri. Setiap negara berusaha untuk menarik perhatian investor untuk meningkatkan ekonominya termasuk Indonesia. Di Indonesia, peraturan tentang investasi diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Dalam peraturan ini, beberapa aktivitas diatur oleh pemerintahan. Para investor dilengkapi dengan hak atas tanah untuk menarik perhatian para investor di Indonesia. Ada 3 tipe dari hak atas tanah yang diberikan oleh pemerintah kepada para investor asing yaitu hak guna usaha, hak guna bangunan, dan hak pakai. Untuk menarik investor asing menanamkan modal mereka di Indonesia, maka pemerintah Indonesia memberikan perlindungan dan fasilitas-fasilitas kepada mereka. Tanah merupakan salah satu modal bagi perkembangan kegiatan investasi sehingga diperlukan kepastian hukum tentang pemberian hak atas tanah. Sebaliknya hukum pertanahan juga dapat berubah seiring dengan kebutuhan investasi yakni hukum itu dapat dibuat sesuai dengan kebutuhan investasi guna menarik para investor ke dalam negeri. Pemberian hak atas tanah dalam rangka penanaman modal pengaturannya sebelum lahirnya Undang- Undang Nomor 25 Tahun 2007 diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri, pelu diganti karena sudah tidak sesuai dengan percepatan perkembangan ekonomi dan pembangunan hukum nasional, khususnya di bidang investasi. Kenyataan dibandingkan dengan Undang-Undang Penanaman Modal Asing dan Undang-Undang Penanaman Modal Dalam Negeri, Undang- Undang Penanaman Modal memberikan hal yang baru yaitu semakin terbuka dan ramah terhadap pemodal asing. Setidaknya Undang-Undang Penanaman Modal Asing masih menutup pintu bagi penguasaan asing terhadap cabang-cabang produksi yang penting dan menguasai hajat hidup orang banyak. Berpijak pada azas perlakuan yang sama, Undang-Undang Pananaman Modal tidak lagi membuat perbedaan perlakuan antara investor asing dan investor lokal tapi memberikan perlakuan yang sama terhadap investor dari negara manapun. Padahal kondisi riel masyarakat kita sangat timpang saat dihadapkan pada kekuatan modal asing. Perlakuan sama ini akhirnya mengundang protes dari berbagai kalangan yang akhirnya mengajukan Judicial Review khususnya pasal 22 tentang pemberian hak atas tanah karena dianggap menjual tanah kepada pihak asing, yang kemudian isi pasal tersebut dibatalkan oleh Putusan Mahkamah Konstitusi.

Investment is one of many options from which investor will be able to expand their corporate activities. Investor may invest through domestic investment or foreign investment. All countries desire to attract investors to boost their economy, including Indonesia. In Indonesia, investment law is regulated in Investment Act. No. 25 Year 2007. In this regulation, some facilities are given from the government. Investors are facilitated with land right by the government to stimulate their interest for investing in Indonesia. Provisions concerning land is regulated in Land Act. No. 5 Year 1960. There are three types of land right given to the foreign investors : the Cultivation Rights Title, the Building Rights Title, and the Right to use Title. However, the aforementioned land act is outdated and thus unable to give the protection as their guidelines. They need the best facilities and protection from government. Therefore, the government have to give their best effort to provide investor with through protection. Land is one of fund for growth investment activity that required for legal certainty on the granting of land rights. Otherwise land law can change in time with investment need specifically is law can made appropriate for investment need to attract the investor to our country. Giving land rights in order for changing investment before the statute No. 25 year 2007 is set in statute No. 1 year 1967 about foreign investment and statute No. 6 Year 1968 about domestic investment, need change because is not same with our economical growth and law national development, especially in investment sector. In fact, compare with statute foreign investment and statute domestic investment, statute investment give new breakthrough that open more wide and hospitable for foreign investor. At least the Foreign Investment Law was still closed the door to foreign control of production branches are important and fundamental for parking. Based on the principle of equal treatment, Investment Law no longer make a difference in treatment between foreign investors and local investors, but give equal treatment to investors from any country. But the truth condition of our society is paralyzed when confronted with the power of foreign capital. This same treatment eventually provoke protests from various circles who eventually filed a judicial review to a particular article 22 regarding the granting of land rights because they are selling land to foreigners, who then fill the article canceled by the Constitutional Court decision."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T28324
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Zunelda
"Surat Kuasa Membebankan Hak tanggungan (SKMHT) sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 adalah untuk merubah ketentuan yang berlaku dalam praktek penggunaan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) yang pada masa itu dikenal dengan Surat Kuasa Memasang Hipotik (SKMH). Dengan diundangkannya Undang-undang Hak Tanggungan, maka tuntaslah Unifikasi Hukum Tanah Nasional sebagaimana diamanatkan dalam UUPA. Berlakunya UUHT, maka ketentuan mengenai Hipotik sebagaimana diatur dalam Buku II KUH Perdata sepanjang mengenai pembebanan hak tanggungan pada hak atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah dinyatakan tidak berlaku lagi. Pokok masalah yang diambil adalah (1) Apakah terdapat perbedaan persyaratan untuk pembuatan SKMHT jika dibandingkan surat kuasa pada umumnya dan SKMH, (2) Apakah permasalahan yang dihadapi kreditur dalam pelaksanaan SKMHT yang dibuat dihadapan Notaris X, dan (3) Apakah ketentuan SKMHT dalam memberikan perlindungan bagi kreditur sebagai pemegang kuasa.
Metode penelitian yang dipergunakan adalah metode penelitian hukum normatif. Surat kuasa terdapat unsur persetujuan, unsur atas namanya dan unsur menyelenggarakan suatu urusan. Bentuk surat kuasa terbagi atas kuasa khusus dan kuasa umum. Dalam pemberian kuasa tersebut, maka akan ditentukan isi yang mengatur mengenai hak dan kewajiban para pihak. SKMHT adalah surat kuasa khusus yang dalam ketentuannya wajib dibuat dengan akta Notaris atau akta PPAT dan memenuhi persyaratan: (a) tidak memuat kuasa untuk melakukan perbuatan hukum lain daripada membebankan hak tanggungan; (b) tidak memuat kuasa substitusi dan; (C) mencantumkan secara jelas objek hak tanggungan, jumlah hutang dan nama serta identitas krediturnya, nama dan identitas debitur bukan pemberi hak tanggungan. Untuk membebankan hipotik berbeda dengan membebankan hak tanggungan karena Hipotik harus dibuat dengan akta otentik dan pada waktu itu yang dimaksud dalam hal ini adalah akta Notaris. Ketentuan UUHT ini terdapat kesulitan dalam pelaksanaan, karena tidak dipatuhinya aturan tersebut oleh kreditur dalam membebankan hak tanggungan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
T19841
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fauzan Aziman Alhamidy
"Sertipikat Hak atas Tanah merupakan tanda bukti yang kuat untuk kepemilikan atas tanah. Setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria bukti kepemilikan tanah di Indonesia harus didaftarkan sehingga memperoleh sertipikat. Girik hanya menjadi bukti pembayaran pajak atas tanah bukan bukti kepemilikan hak atas tanah. Untuk menjadi bukti kepemilikan atas tanah Girik tersebut harus ditingkatkan terlebih dahulu menjadi Sertipikat Hak atas Tanah. Girik yang tidak ditingkatkan berpotensi akan adanya sengketa kepemilikan, seperti yang terjadi pada kasus dalam Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat Nomor 386/Pdt.G/2019/PN.JKT.BRT., dimana terjadi sengketa atas tanah yang melibatkan pemilik Sertipikat Hak atas Tanah dengan pemilik girik. Dalam putusannya hakim menyatakan bahwa Sertipikat Hak Pakai Nomor 248/Kebon Jeruk tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sejak semula. Penelitian ini menganalisis bagaimana pertimbangan hakim dan kewenangan Pengadilan Negeri dalam menyatakan Sertipikat Hak atas Tanah tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sejak semula. Metode penelitian yang digunakan adalah metode doktrinal. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa Sertipikat Hak Pakai Nomor 248/Kebon Jeruk milik Direktorat Jenderal Pajak adalah sah menurut hukum karena dikeluarkan oleh badan yang berwenang yaitu badan pertanahan nasional serta menjadi bukti kepemilikan atas tanah sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang mengatur mengenai masa keberatan atas dikeluarkannya Sertipikat Hak atas Tanah memiliki jangka waktu hingga 5 (lima) tahun. Dalam kasus ini gugatan dari pemilik Girik diajukan setelah 28 (dua puluh delapan) tahun dari penerbitan sertipikat. Peradilan umum tidak berwenang untuk menyatakan bahwa Sertipikat Hak atas Tanah tidak memiliki kekuatan hukum tetap sejak semula sebagaimana diatur dalam Pasal 11 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2019 tentang Pedoman Penyelesaian Sengketa Tindakan Pemerintah dan Kewenangan Mengadili Perbuatan Melawan Hukum oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang mana kewenangan menyelesaikan sengketa tanah yang melibatkan Badan Pertanahan Nasional selaku penerbit sertipikat berada pada Pengadilan Tata Usaha Negara.

A land title certificate is a strong proof of land ownership. After the enactment of Law Number 5 of 1960 concerning Basic Agrarian Principles Regulations, proof of land ownership in Indonesia must be registered in order to obtain a certificate. Girik is only proof of payment of tax on land, not proof of ownership of land rights. To become proof of ownership of the Girik land, it must first be upgraded to a land title certificate. Girik that is not upgraded has the potential for ownership disputes, as happened in the case in the West Jakarta District Court Decision Number 386/Pdt.G/2019/PN.JKT.BRT., where there was a dispute over land involving the owner of the land title certificate and girik owner. In his decision the judge stated that the Right to Use Certificate Number 248/Kebon Jeruk had no binding legal force from the beginning. This research analyzes how the judge's considerations and the authority of the District Court in declaring land title certificates do not have binding legal force from the start. The research method used is the doctrinal method. The results of the research show that the Right to Use certificate Number 248/Kebon Jeruk belonging to the Directorate General of Taxes is valid according to law because it was issued by the authorized body, namely the national land agency and is proof of land ownership in accordance with Government Regulation Number 24 of 1997 concerning Land Registration which regulates regarding the objection period for the issuance of a Certificate of Land Rights, it has a period of up to 5 (five) years. In this case the lawsuit from the owner of Girik was filed after 28 (twenty-eight) years from the issuance of the certificate. General courts do not have the authority to declare that certificates of land rights do not have permanent legal force from the beginning as regulated in Article 11 of the Supreme Court Regulation Number 2 of 2019 concerning Guidelines for Settlement of Disputes on Government Actions and the Authority to Adjudicate Unlawful Acts by Government Agencies and/or Officials. where the authority to resolve land disputes involving the National Land Agency as the certificate issuer rests with the State Administrative Court."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riva Nichrum
"ABSTRAK
Pengadaan Tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum adalah Kegiatan
menyediakan tanah dengan cara memberi ganti kerugian yang layak dan adil
kepada pihak yang berhak. Penelitian ini dianalisis secara deskriptif analitis
dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif. Dari hasil penelitian ini
Undang-undang Nomor 2 Tahun 2012 tidak memberikan jaminan perlindungan
hukum bagi pemegang hak atas tanah, baik dari mekanisme pembebasan tanah,
maupun dari manipulasi makna ?kepentingan umum? telah menyebabkan
pemerintah memiliki catatan buruk dalam pengaturan pengadaan tanah. Dalam
Undang-undang Nomor 2 Tahun 2012 ini sangat otoriter dan memungkinkan
Negara mengabaikan penegakan, perlindungan dan penghormatan terhadap hak
asasi warga Negara, sebagaimana dimuat dalam Pasal 28 huruf h ayat 4, bahwa
setiap orang orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut
tidak boleh diambil secara sewenang-wenang dan harus diimbangi dengan ganti
kerugian. Ganti kerugian tersebut selain pembayaran dengan nilai uang juga harus
dapat memberikan kelangsungan hidup yang lebih baik dari tingkat kehidupan
sosial ekonomi sebelum terkena pengadaan tanah, sehingga menghasilkan suatu
ganti rugi yang seimbang.

ABSTRACT
Land acquisition for the development public interest to provide land by means of
giving compensation. This study analyzed by descriptive analysis using a juridical
normative approach. From the results of this study Law Number. 2 of 2012
doesn?t give guarantee and legal protection for the title rights, both from the
mechanism of the land acquisition, and the manipulation intrensleting the cost
the government not having good record in stipulating and acquisition. This can be
concquered public interest has to voluntary and mandatory way. but the
implementation is carried out by way of intimidation, terasment, and threats and
other form. In Law No. 2 of 2012 was very authoritarian and allows the State to
ignore the enforcement, protection and respect for citizen rights, as stipulated in
Article 28 paragraph 4 letter h, that everyone has the right to private property and
property rights are not be taken arbitrarily and should be offset by compensation.
In addition to compensation payments with a value of money should also be able
to provide a better survival than the level of social and economic life before it hit
land acquisition, resulting in a balanced compensation."
2012
T31140
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Dewi Lestari
"Keppres No. 4 Tahun 1984 dan Ka. BPN NO. 169/HPL/BPN/89 merupakan kedua peraturan yang mendasari diberikannya Hak Pengelolaan kepada Badan Pengelola Gelora Senayan yang sekarang dikenal dengan Gelora Bung Karno. Kedua peraturan ini memberikan wewenang yang cukup besar dan menyangkut tanah yang cukup luas di wilayah DKI Jakarta. Namun, pemberian ini dapat dan telah menimbulkan konflik sengketa pertanahan antara pemerintah dengan swasta dalam hal ini PT. Indobuildco (kasus Hilton). Karenanya perlu dibahas kedua peraturan tersebut baik dari segi riwayatnya, perolehan, maupun keberlakuan dari peraturan tersebut. Dengan demikian hal yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah Hak Pengelolaan dapat diberikan di atas tanah dengan Hak Perorangan dan apakah secara hukum dapat dibenarkan bahwa dengan suatu Keputusan Presiden tentang Badan Pengelola langsung secara otomatis membatalkan hak atas tanah yang telah ada sebelumnya serta memberlakukan hak baru di atas tanah tersebut. Metode penelitian hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yang bersifat ekplanatoris, dimana data berasal dari data hukum primer, sekunder, dan tertier.
Penelitian ini juga bertujuan agar para pemegang hak atas tanah mengetahui jaminan kepastian hukum atas haknya tersebut apabila berhadapan dengan suatu peraturan perundangan yang terkait dengan hak atas tanahnya tersebut, diharapkan pula dalam penelitian ini diperoleh suatu gambaran umum tentang salah satu sengketa pertanahan yang cukup menjadi fenomena di negeni ini dengan jumlah kerugian Negara yang cukup besar. Setelah dilakukan penelitan dalam tulisan ini, penulis berkesimpulan bahwa Hak Pengelolaan tidak dapat diberlakukan terhadap tanah yang masih dilekati dengan hak atas tanah lain. Bahwa tidak dibenarkan suatu Keputusan Presiden membatalkan Hak Atas Tanah yang telah ada sebelumnya.

Presidential Decree No. 4th , 1984 and The Head of National Land Body No. 1691HPLIBPN189 are the regulations which given an authority to Badan Pengelola Gelora Senayan (has known as Gelora Bung Karno). Those regulations have given a lot of authority to the lands in Jakarta. This authority or the governing right (Hak Pengelolaan) can make conflicts between government cq. Badan Pengelola Gelora Senayan and people who have the rights of the lands. Due to that reasons, it needs a research to those regulation in many aspects from the history, procedures and validity. This research are focus on "is the governing right can be valid on the others rights of land and Is it legal one presidential decree (No. 4th, 1984) can be automatically valid and denied the existing rights." This research has used based on explanatory law methods research which gain data from prime, second, third data.
The goals of this research are people have known their rights to the lands which proved by certificate of land and the guarantee of law in the certificate. From this research, we can have a big picture about land problems in Indonesia, especially in Jakarta (according to the governing right Badan Pengelola Gelora Senayan. The conclusion of this research are governing right (Hak Pengelolaan)can not be apply in the land which still exist the other rights of land and The President Decree No. 4th , 1984 can not cancel the existing rights of lands."
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T19573
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"One of the most important things in human life is land. It is sociologically as a step of human life and death. Therefore, it caused a number of problems deals with human interest. Concerning to development program especially in the space of local governance is always faced by land issues. One of the most current stuck out issue is land use for public interest. The land used for public interest through development program is always faced with land rights owned by public interest, government and local government need to carry out sociological approach as it is presented in this article."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Hendarin Ono Saleh
"ABSTRAK
Maraknya pembangunan perumahan (real-estate) di DKI sejak awal tahun 1980-an yang dilakukan oleh kalangan pengusaha swasta, menyusul dikeluarkannya Keputusan Gubernur DKI Nomor : Da. 11/23149/1972 sangat menarik perhatian. Terutama ketika media massa ramai mempublikasikan adanya tunggakan para developer perumahan dalam jumlah yang cukup banyak terhadap kewajiban penyediaan fasilitas umum dan sosial (fasos-fasum) di kawasan perumahan yang mereka bangun. Persoalan tersebut menjadi menarik, karena jika ternyata tunggakan para developer itu disebabkan oleh persoalan intern dari organisasi publik, seperti ketidakjelasan aturan, institusional, mekanisme kerja, kelemahan sumber daya manusia dan sebagainya, maka hal ini dapat dijadikan bahan pertimbangan yang berharga bagi pemerintah (Daerah maupun Pusat), sebelum melakukan privativasi - (penyerahan tugas-tugas publik kepada swasta) - dalam hal ini penyediaan rumah untuk rakyat dan pembangunan prasarana kota.
Penelitian ini di lakukan dengan menganalisis Keputusan Gubernur nomor: Da.11/23149/1972 dilihat dari tiga proses penetapannya; formulasi, implementasi dan evaluasi, dengan mengambil sampel kasus pembangunan perumahan di dua kawasan ; Kelapa Gading dan Citra Garden 1 dan 2. Hasil penelitian ternyata membenarkan perkiraan tersebut di atas. Bahwa benar Keputusan Gubernur tersebut mengalami hambatan terutama dalam proses implementasinya, yang mengkibatkan adanya tunggakkan dari para developer untuk membangun fasum-fasos. Untuk itu pula diberikan beberapa catatan di bagian akhir tulisan ini sebagai saran atau rekomendasi untuk Pemerintah Daerah DKJ Jakarta.
Teori yang digunakan untuk mendekati masalah tersebut ialah teori-teori umum kebijakan publik ( Theory of Public Policy ). Sedangkan metodologi yang digunakan antara lain analisis data sekunder, penyebaran kuesioner (angket), wawancara dan observasi yang semuanya kemudian disajikan secara deskriptif kualitatif, dengan dilengkapi teknik frekwensi secara kuantitatif."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Veronika
"ABSTRAK
Tanah merupakan kebutuhan dasar manusia. Sejak lahir sampai meninggal dunia, manusia membutuhkan tanah untuk tempat hidupnya. Secara kosmologis, tanah adalah tempat manusia tinggal, tempat dari mana mereka berasal, dan akan ke mana pula mereka pergi. Tanah tidak hanya memiliki nilai ekonomis tinggi, tetapi juga nilai filosofis, politik, sosial dan kultural. Oleh karena begitu pentingnya peranan tanah, di masyarakat banyak terjadi kasus pertanahan, yang meliputi sengketa, konflik, atau perkara pertanahan. Penanganan kasus pertanahan saat ini dilakukan oleh BPN berdasarkan Peraturan Kepala BPN Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan. Namun ternyata kasus pertanahan masih belum sepenuhnya tertangani dan karenanya Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia berinisiatif untuk melakukan pembentukan Pengadilan Pertanahan berdasarkan Rancangan Undang-Undang tentang Pertanahan. Rancangan Undang-Undang saat ini sedang dalam tahap pembahasan di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Pengadilan Pertanahan nantinya merupakan pengadilan khusus yang berada pada lingkungan peradilan umum. Dengan berlakunya Pengadilan Pertanahan maka BPN hanya mempunyai peranan dan kewenangan dalam menangani sebatas Sengketa Pertanahan dan Konflik Pertanahan, sedangkan untuk Perkara Pertanahan maka penanganan dan penyelesaiannya sepenuhnya menjadi kewenangan Pengadilan Pertanahan. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah yuridis normatif yang menekankan pada studi kepustakaan serta didukung dengan wawancara terhadap Pihak BPN. Hasil penelitian preskriptif analitis akan memberikan gambaran dan solusi kepada Pembaca dalam hal mengalami kasus pertanahan saat ini dan dikemudian hari.

ABSTRACT
Land is primary need of a human. Since he is born until he dies, man needs land for his living. Cosmologically, land is a place where a human lives, a place where he belongs and where he will go. Land not only has a high economic value but also philosophy, politic, social and cultural value. Therefore, since land is very important, a lot of cases happened regarding the land, which includes a land dispute, conflict or case. The handling of land cases currently is conducted by BPN based on the Regulation of the Head of Land Office of the Republic of Indonesia No. 3 of 2011 on Management Assessment and Handling of Land Cases. However it turns out that the land cases are not completely handled and therefore the House of Representative of the Republic of Indonesia (DPR) has the initiative to form a Land Court based on the
Bill of Law on Land. Such bill is in the process of discussion at the House of Representative. The Land Court will be a special court in the area of common court. With the Land Court, BPN will only have a role and authority in handling Land Dispute and Conflict, while for the Land Case, the handling and resolution will fully be the authority of the Land Court. The study method used in this thesis is juridical normative which emphasizes on literature study and is supported by an interview with BPN. The result of prescriptive analytic will give a picture and solution to the Reader who experiences land cases currently or in the future."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T38944
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>