Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 33893 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mourshida Bayuni
"Pembahasan karya akhir ini khususnya berfokus kepada mismanaged crisis (kiris di luar kendali) dan reputation assaults (serangan terhadap reputasi) yang dihadapi oleh Newmont Minahasa Raya (NMR) dari sudut pandang external stakeholder. NMR cukup dibuat terkejut, dan tampak tidak siap karena di ?serang? bertubi-tubi dengan tudingantudingan yang dilakukan oleh para kelompok aktivis dari organisasi nirlaba (Non-Government Organizaiton). Hal-hal controversial seperti ini menarik perhatian media massa baik nasional maupun internasional, dan mereka memuat berita negatif secara besar-besaran yang menyudutkan NMR, hal ini merupakan serangan terhadap reputasi NMR.
NMR dituduh telah mencemari lingkungan dan menyebabkan terjadinya isu menyangkut gangguan kesehatan terhadap penduduk di komunitas lokal serta hilangnya penghasilan dari para nelayan yang selama ini mendapat penghasilan dari penangkapan ikan dari perairan di teluk Buyat, Minahasa, Sulawesi Utara. Walau dikenakan denda sebesar US$700 juta karena telah mencemarkan air, merusak lingkungan dan ekosistem, serta memberi dampak buruk terhadap kesehatan penduduk lokal, NMR terus membantah tuduhan-tuduhan yang ditujukan kepadanya.
Hingga saat ini, NMR secara konsisten mengkomunikasikan bantahan-bantahan bahwa mereka tidak melanggar peraturan termasuk pencemaran terhadap perairan di teluk Buyat. Perjanjian kesepakatan (goodwill agreement) dalam bentuk pembayaran ?diluar sidang? sebesar US$30 juta, menurut NMR bukan merupakan pengakuan NMR bersalah, hal ini dipertegas lagi oleh manajemen Newmont saat NMR menyatakan kesediaanya membayar good will agreement di media. Nada yang dikomunikasikan media terhadap NMR bernada negatif, dan oleh para external stakeholder lontaran jawaban dari NMR dinilai arogan, kurang peduli dan tidak sensitif.
Tujuan karya akhir ini adalah untuk lebih memahami, mendalami serta mencari tabu apa penyebab terjadinya krisis yang tidak terkendali (mismanaged crisis) ini, apakah NMR memiliki sistem kendali dan mengembangkan strategi penanganan manajemen krisis untuk kedepannya. Untuk mendapat konfirmasi tentang studi ini, penulis merasa perlu untuk mengumpulkan data dan opini publik terhadap NMR, reputasinya dan citranya setelah krisis berlangsung. Pengumpulan data didukung dengan riset secondary dan qualitative. Metoda untuk riset qualitative, penulis memilih in-depth interview.
Dalam menganalisa subjek ?krisis yang tidak terkendali dan serangan-serangan terhadap reputasi organisai? (?mismanaged crisis and assaults on an organization's reputation?) dari perspektif stakeholder diluar organisasi, penulis melakukan eksplorasi dengan memakai berbagai model krisis dan mengambilnya dari sumber-sumber seperti dari: Argenti (1994), Campbell (1999), Lerbinger (1997), Caponigro (2000), dan etika bisnis dari de George (1982), model reputasi dari Fombrun (1996), kekuatan media dari Adiprigandari Adiwoso (2005), dan hubungan masyarakat dari Baskin et al (1992).
Hasil dari riset lapangan mengkonfirmasikan bahwa NMR telah mendapatkan berbagai macam julukan dari ?The Big Ugly American Corporation? yang memiliki kekuatan ibarat ?Goliath?, perusahaan yang kurang peka terhadap peringatan-peringatan dalam bentuk isu-isu yang meningkat menjadi musibah atau malapetaka buat NMR. Hasil in-depth interview mengkonfirmasikan adanya isu-isu dimana NMR tidak mematuhi etika bisnis terutama diseputar lokasi dimana mereka beroperasi.
Sudah merupakan hal yang wajar dimana semua organisasi dituntut untuk turut berperan serta dalam membangun dan mengembangkan standard hidup masyarakat lokal dimana mereka beroperasi, oleh karena itu studi karya akhir ini tidak membicarakan isu ini, NMR memang seharusnya komit dengan Corporate Social Responsibility 1 CSR (Tanggung Jawab Sosial Korporasi). Sate hal yang perlu diperhatikan oleh NMR, bahwa selayaknya semua kegiatan CSR untuk disosialisasikan kesemua stakeholder NMR, terdiri dari: komunitas lokal, para activist, lembaga swadaya masyarakat 1 LSM (NGOs), media massa, pemerintah, shareholder dan masyarakat umum, guna untuk membuktikan bahwa NMR secara konsisten komit dalam kegiatan-kegiatan CSR, yang manfaatnya diperuntukan untuk masyarakat lokal.
Dengan telah temodanya reputasi dan terlukanya citra NMR, dimana pemulihan akan memakan waktu bertahun-tahun, saat untuk memulai pemulihan nama balk dan luka citra ini hares dimulai saat ini juga. Yaitu memulainya dengan keterbukaan manajemen, lebih transparan, tidak `bersembunyi' dibalik pemerintah yang mana selama ini kesannya pemerintah telah di `sogok' oleh NMR., guna untuk mendapatkan kelancaran berjalannya operasi perusahaan terutama di masa permerintahan yang lalu. Dengan telah berubahnya jaman dan lingkungan bisnis, saatnya buat NMR untuk mengikuti perubahan-perubahan dan perkembangan yang berjalan selama ini.
Untuk tidak diam bungkam, karena diam bungkam bukan lagi emas atau 'silent is not anymore golden', justru diam bungkam itu membahayakan. Dengan tidak adanya keterbulcaan, media massa dan para activist akan selalu curiga terhadap gerak gerik NMR. Dengan tidak atau kurangnya berkomunikasi kepada para stakeholder, atau dengan mengabaikan lontaran-lontaran atau protes-protes yang bernada negatif dari media dan activist mengenai perbuatan NMR, NMR dengan penult resiko mempertarungkan did bahwa mereka dengan mudah dapat diekspos dengan berita-berita negatif, perlakuan NMR yang ?telah? mencemari kesehatan dan lingkungan. Tulisantulisan yang menyerang reputasi dan citra NMR di media massa dengan sendirinya membentuk cerita tersendiri. Informasi-informasi yang diberitakan oleh media massa merupakan sumber-sumber yang justru membentuk opini dibenak para stakeholder NMR. Salah sate cara untuk mengurangi terjadinya negative media coverage adalah keterbukaan dalam berkomunikasi, dengan menciptakan komunikasi dua arah. Tidak ada salahnya untuk NMR berkomunikasi langsung dengan stakeholder yang paling kena dampaknya langsung, dengan melakukan dialog dialog. Tidak ada salahnya untuk lebih menampilkan atau menonjolkan manajemen NMR di khalayak umum, untuk membuktikan bahwa NMR terdiri dari orang-orang yang bertanggung jawab, dan NMR yang bedanggung jawab sebagai good corporate citizen.
Pelajaran yang dapat dipetik dari krisis teluk Buyat ini untuk kedepannya, supaya NMR dapat mendeteksi tanda-tanda akan adanya isu-isu ditahap awal, dan untuk tidak membiarkan isu-isu berkembang menjadi krisis. Untuk NMR supaya lebih paham bahwa masyarakatpun mengalami perubahan-perubahan, dimana secara demokratis mereka dapat menyuarakan serta mengekspresikan isi suara hati mereka, terutama jika menyangkut kesejahteraan rnasyarakat. Untuk supaya NMR lebih mengerti bahwa setiap stakeholder mempunyai agenda masing-masing. Oleh karena itu selain re-active, NMR dituntut untuk lebih pro-active, selalu dalam keadaan siap. Untuk menghadapi krisis, diperlu perencanaan yang matang, oleh karena itu "expect the unexpected".

This study focuses on mismanaged crisis and reputation assaults on Newmont Minahasa Raya (NMR) from the perspective of external stakeholders. Taken by surprise, NMR seemed unprepared when attacked by protests made by groups of activists? non-governmental organizations (NGOs). The controversy attracted key national and international media who gave NMR major headline news, with negative publicity, which assaulted NMR's reputation.
NMR had been alleged to have polluted the environment that caused serious health issues to the local villagers and significant losses of income for the fishermen who used to make a living from fishing around the Buyat Bay waters, in Minahasa, north of Sulawesi. Although charged with an amount of US$700 million for polluting the water, destructing the ecosystem, impacting on economic and health to local residents, NMR was adamant and denied the charges.
Until to-date, how NMR communicated through the media, they consistently denied that they had done any misdeeds in Buyat Bay. The goodwill agreement of a US$30 million, as an ?out-of-court? settlement was in no way NMR's submission of guilt; this was clearly emphasized by Newmont's top management in the media recently. The communication tone in the media on NMR issue was negative, while NMR's response was perceived to be arrogant, uncaring and aloof.
The paper intends to explore in-depth to find out the root of causes of the ?mismanaged? crisis, whether NMR had control system in place and subsequently to develop crisis management strategy, on how the company can take control over crisis in the future. In order to reinforce the findings of the study, it is necessary for the author to gather data and public opinion on NMR, its reputation and image post crisis. Tools to be used are the use of a secondary research and qualitative research, using in-depth interviews as a method.
On analyzing the subject of ?mismanaged crisis and assaults on an organization's reputation? from the perspective of outside stakeholders, the author explores on various relevant crisis models drawing sources such as Argenti (1994), Campbell (1999), Lerbinger (1997), Caponigro (2000), business ethics from de George (1982), reputation model from Fombrun (1996), the power of media from Adiprigandari Adiwoso (2005), and public relations from Baskin et al (1992).
The field research of this study confirms that NMR had been given a number of 'nick-names' from the Big Ugly American Corporation, with its power resembling Goliath, an organization who stonewalled towards early warning issues which then escalated into a catastrophe. The in-depth interviews confirm issues that NMR did have ethical issues in business in place in where they operate.
All organizations now are expected to take part in the community development, therefore it is not necessary for the study to discuss about this issue, NMR is obliged to commit to Corporate Social Responsibility. The only thing they must bear in mind is that they ought to communicate and prove it to their stakeholders (all of them), ranging from: the community, the activists, non-governmental organizations, the media, the government, shareholders and public at large, that NMR does have CSR and consistently commit to the programs, which will be of benefit to the most affected constituents, i.e. the local community.
Having their reputation damaged and image hurt, although it would take NMR years to repair the damage, the time must start from now to start repairing it. That is by starting to perform openly, transparently, by not hiding behind the 'governments' with whom NMR might have 'bribed' for smooth operation in the past. The era and the business environment have changed, it is time for NMR to keep track of these changes and go along with the changes.
Rather than to remain silent, when silent is not anymore `golden', but now is `deadly', media or activists suspect that NMR is up to something suspicious. By not communicating to these stakeholders, NMR is putting themselves at risk in getting explosive and extensive negative media coverage concerning health or environment destructions. The explosive media coverage has its own life; NMR's stakeholders will form their own opinions about what they perceive NMR, such as its performance within the community. One of the ways in reducing negative media coverage is for NMR to be more open for communications, for example, to have a two-way communication. There is nothing wrong with communicating directly by forming a dialogue with the affected constituents. There is nothing wrong with increasing the visibility of NMR strong top management and make them accountable.
In conclusion, NMR must learn from the Buyat Bay crisis, to detect early signs of issues by not letting issues converted into crisis. Understand that societies are changing, with citizens speaking-up and expressing their deep-felt concerns when there is an issue about the community. Understand that every stakeholder has their own agendas. In which case, NMR ought to be proactive and reactive at the same time. NMR to be prepared, to plan for a crisis, and to expect the unexpected thing.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T18592
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mourshida Bayuni
"Pembahasan karya akhir ini khususnya berfokus kepada mismanaged crisis (krisis diluar kendali) dan reputation assaults (serangan terhadap reputasi) yang dihadapi oleh Newmont Minahasa Raya (NMR) dari sudut pandang external stakeholder. NMR cukup dibuat terkejut, dan tampak tidak siap karena di ?serang? bertubi-tubi dengan tudingan-tudingan yang dilakukan oleh para kelompok aktivis dari organisasi nirlaba (Non-Government Organizaiton). Hal-hal kontroversial seperti ini menarik perhatiau media massa baik nasional maupun internasional, dan mereka memuat berita negatif secara besar-besaran yang menyudutkan NMR, hal ini merupakan serangan terhadap reputasi NMR.
NMR dituduh telah mencemari lingkungan dan menygbabkan tenjadinya isu menyangkut gangguan kesehatan terhadap penduduk di komunitas lokal serta hilangnya penghasilan dari para nelayan yang selama ini mendapat penghasilan dari penangkapan ikan dari perairan di teluk Buyat, Minahasa, Sulawesi Utara. Walau dikenakan denda sebesar US$700 juta karena telah mencemarkan air, merusak lingkungan dan ekosistem, Serta memberi dampak buruk terhadap kesehatan penduduk lokal, NMR terus membantah tuduhan-tuduhan yang ditujukan kepadanya.
Hingga saat ini, NMR secara konsisten mengkomunikasikan bantahan-bantahan bahwa mereka tidak melanggar peraturan termasuk pencemaran terhadap perairan di teluk Buyat. Perjanjian kesepakatan (goodwill agreement dalam bentuk pembayaran ?diluar sidang? sebesar US$30 juta, menurut NMR bukan merupakan pengakuan NMR bersalah, hal ini dipertegas lagi oleh manajemen Newmont saat NMR menyatakan kesediaanya membayar good will agreement di media. Nada yang dikomunikasikan media terhadap NMR bernada negatif, dan oleh para external stakeholder lontaran jawaban dari NMR dinilai arogan, kurang peduli dan tidak sensitif.
Tujuan karya akhir ini adalah untuk lebih memahami, mendalami serta mencari tahu apa penyebab terjadinya krisis yang tidak terkendali (mismanaged crisis) ini, apakah NMR memiliki sistem kendali dan mengembangkan strategi penanganan manajemen krisis untuk kedepannya. Untuk mendapat konifirmasi tentang studi ini, penulis merasa perlu untuk mengumpulkan data dan opini publik terhadap NMR, reputasinya dan citranya setelah krisis berlangsung. Pengumpulan data didukung dengan riset secondary dan qualitative. Metoda untuk riset qualitative, penulis memilih in-depth interview.
Dalam menganalisa subjek ?krisis yang tidak terkendali dan serangan-serangan terhadap reputasi organisasi' (mismanaged crisis and assaults on an organization 's reputation?) dari perspektif stakeholder diluar organisasi, penulis melakukan eksplorasi dengan memakai berbagai model krisis dan mengambilnya dari sumber-sumber seperti dari: Argenti (1994), Campbell (1999), Lerbinger (1997), Caponigro (2000), dan etika bisnis dari de George (1982), model reputasi dari Fombrun (1996), kekuatan media dari Adiprigandari Adiwoso (2005), dan hubungan masyarakat dari Baskin et al (1992).
Hasil dari riset lapangan mengkonfirmasikan bahwa NMR telah mendapatkan berbagai macam julukan dari ?The Big Ugly American Corporation' yang memiliki kekuatan ibarat ?Goliath ', perusahaan yang kurang peka terhadap peringatan-peringatan dalam bentuk isu-isu yang meningkat menjadi musibah atau malapetaka buat NMR. Hasil in-depth interview mengkonfirmasikan adanya isu-isu dimana NMR tidak mematuhi etika bisnis terutama diseputar lokasi dimana mereka beroperasi.
Sudah merupakan hal yang wajar dimana semua organisasi dituntut untuk turut berperan serta dalam rnembangun dan mengembangkan standard hidup masyarakat lokal dimana mereka beroperasi, oleh karena iiu studi karya akhir ini tidak membicarakan isu ini, NMR memang seharusnya komit dengan Corporate Social Responsibility/CSR (Tanggung Jawab Sosial Korporasi). Satu hal yang perlu diperhatikan oleh NMR, bahwa selayaknya semua kegiatan CSR untuk disosialisasikan kesemua stakeholder NMR, terdiri dari: komunitas lokal, para activist, lembaga swadaya masyarakat/LSM (NGOs), media massa, pemerintah, shareholder dan masyarakat umum, guna untuk membuktikan bahwa NMR secara konsisten komit dalam kegiatan-kegiatan CSR, yang manfaatnya diperuntukan untuk masyarakat lokal.
Dengan telah ternodanya reputasi dan terlukanya citra NMR, dimana pemulihan akan memakan waktu bertahun-tahun, saat untuk memulai pemulihan nama baik dan Iuka citra ini harus dimulai saat ini juga Yaitu memulainya dengan keterbukaan manajemen, lebih transparan, tidak ?bersembunyi? dibalik pemerintah yang mana selarna ini kesannya pemerintah telah di ?sogok? oleh NMR, guna untuk mendapatkan kelancaran berjalannya operasi perusahaan terutama di masa permerintahan yang lalu. Dengan telah berubahnya jarnan dan lingkungan bisnis, saatnya buat NMR untuk mengikuti perubahan-perubahan dan perkembangan yang berjalan selama ini.
Untuk tidak diam bungkam, karena diam bungkam bukan lagi emas atau 'silent is not anymore golden ', justru diam bungkam itu mernbahayakan. Dengan tidak adanya keterbukaan, media massa dan para activis akan selalu curiga terhadap gerak gerik NMR. Dengan tidak atau kurangnya berkomunikasi kepada para stakeholder, atau dengan mengabaikan lontaran-lontaran atau protes-protes yang bernada negatif dari media dan activist mengenai perbuatan NMR, NMR dengan penuh resiko mempertarungkan diri bahwa mereka dengan mudah dapat diekspos dengan berita-berita negatif, perlakuan NMR yang ?telah? mencemari kesehatan dan Iingkungan. Tulisan-tulisan yang menyerang reputasi dan citra NMR di media massa dengan sendirinya membentuk cerita tersendiri. Inforrnasi-informasi yang diberitakan oleh media rnassa merupakan sumber-sumber yang justru membentuk opini dibenak para srakeholder NMR. Salah satu cara untuk mengurangi terjadinya negative media coverage adalah keterbukaan dalam berkomunikasi, dengan menciptakan komunikasi dua arah. Tidak ada salahnya untuk NMR berkomunikasi langsung dengan stakeholder yang paling kena dampaknya langsung, dengan melakukan dialog dialog. Tidak ada salahnya untuk lebih menampilkan atau menonjolkan manajmen NMR di khalayak umum, untuk membuktikan bahwa NMR terdiri dari orang-orang yang bertanggung jawab, dan NMR yang bertanggung jawab sebagai good corporore citizen.
Pelajaran yang dapat dipetik dari krisis teluk Buyat ini untuk kedepannya, supaya NMR dapat mendeteksi tanda-tanda akan adanya isu-isu ditahap awal, dan untuk tidak membiarkan isu-isu berkembang menjadi krisis. Untuk NMR supaya lebih paham bahwa masyarakatpun mengalami perubahan-perubahan, dimana secara demokratis mereka dapat menyuarakan Serta mengekspresikan isi suara hati mereka, terutama jika menyangkut kesejahteraan masyarakat. Untuk supaya NMR lebih mengerti bahwa setiap stakeholder mempunyai agenda masing-masing. Oleh karena itu selain re-active, NMR dituntut untuk lebih pro-active, selalu dalam keadaan siap. Untuk rnenghadapi krisis, diperlu perencanaan yang matang, oleh karena itu 'expect the unexpected!

This study focuses on mismanaged crisis and reputation assaults on Newmont Minahasa Raya (NMR) from the perspective of external stakeholders. Taken by surprise, NMR seemed unprepared when attacked by protests made by groups of activists / non-governmental organizations (NGOs). The controversy attracted key national and international media who gave NMR major headline news, with negative publicity, which assaulted NMR?s reputation.
NMR had been alleged to have polluted the environment that caused serious health issues to the local villagers and significant losses of income for the fishermen who used to make a living from fishing around the Buyat Bay waters, in Minahasa, north of Sulawesi. Although charged with an amount of US$700 million for polluting the water, destructing the ecosystem, impacting on economic and health to local residents, NMR was adamant and denied the charges.
Until to-date, how NMR communicated through the media, they consistently denied that they had done any misdeeds in Buyat Bay. The goodwill agreement of a US$30 million, as an ?out-of court? settlement was in no way NMR?s submission of guilt, this was clearly emphasized by Newmont?s top management in the media recently. The communication tone in the media on NMR issue was negative, while NMR?s response was perceived to be arrogant, uncaring and aloof.
The paper intends to explore in-depth to find out the root of causes of the ?mismanaged? crisis, whether NMR had control system in place and subsequently to develop crisis management strategy, on how the company can take control over crisis in the future. In order to reinforce the findings of the study, it is necessary for the author to gather data and public opinion on NMR, its reputation and image post crisis. Tools to be used are the use of a secondary research and qualitative research, using in-depth interviews as a method.
On analyzing the subject of ?mismanaged crisis and assaults on an organization 's reputation? from the perspective of outside stakeholders, the author explores on various relevant crisis models drawing sources such as Argenti (1994), Campbell (1999), Lerbinger (1997), Caponigro (2000), business ethics from de George (1982), reputation model from Fombrum (1996), the power of media from Adiprigandari Adiwoso (2005), and public relations from Baskin et al (1992).
The field research of this study confirms that NMR had been given a number of ?nick-names? from the Big Ugly American Corporation, with its power resembling Goliath, an organization who stonewalled towards early warning issues which then escalated into a catastrophe. The in-depth interviews confirm issues that NMR did have ethical issues in business in place in where they operate.
All organizations now are expected to take part in the community development, therefore it is not necessary for the study to discuss about this issue, NMR is obliged to commit to Corporate Social Responsibility. The only thing they must bear in mind is that they ought to communicate and prove it to their stakeholders (all of them), ranging from: the community, the activists, non-governmental organizations, the media, the government, shareholders and public at large, that NMR does have CSR and consistently commit to the programs, which will be of benefit to the most affected constituents, i.e. the local community.
Having their reputation damaged and image hurt, although it would take NMR years to repair the damage, the time must start from now to start repairing it. That is by starting to perform openly, transparently, by not hiding behind the ?governments? with whom NMR might have ?bribed? for smooth operation in the past. The era and the business environment have changed, it is time for NMR to keep track of these changes and go along with the changes.
Rather than to remain silent, when silent is not anymore ?golden?, but now is ?deadly?, media or activists suspect that NMR is up to something suspicious. By not communicating to these stakeholders, NMR is putting themselves at risk in getting explosive and extensive negative media coverage concerning health or environment destructions. The explosive media coverage has its own life, NMR?s stakeholders will form their own opinions about what they perceive NMR, such as its performance within the community. One of the ways in reducing negative media coverage is for NMR to be more open for communications, for example, to have a two-way communication. There is nothing wrong with communicating directly by forming a dialogue with the affected constituents. There is nothing wrong with increasing the visibility of NMR strong top management and make them accountable.
In conclusion, NMR must learn from the Buyat Bay crisis, to detect early signs of issues by not letting issues converted into crisis. Understand that societies are changing, with citizens speaking-up and expressing their deep-felt concerns when there is an issue about the community. Understand that every stakeholder has their own agendas. In which case, NMR ought to be proactive and reactive at the same time. NMR to be prepared, to plan for a crisis, to expect the unexpected !
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T18592
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indira Nuranissa Ardiwidjaya
"Penelitian ini membahas tentang hubungan antara efektivitas implementasi program CSR 21+ Campaign dan Citra Perusahaan PT Multi Bintang Indonesia Tbk. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis strategi komunikasi perusahaan melalui program CSR terhadap citra perusahaan. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain eksplanatif. Data pada penelitian ini dilakukan dengan menyebarkan kuesioner kepada 161 responden dan melalui literatur. Penelitian ini mengukur tiga dimensi komunikasi yaitu awareness, attitudes, dan Actions. Hasil penelitian menjelaskan bahwa terdapat hubungan antara efektifitas implementasi program CSR 21+ Campaign dengan pembentukan citra perusahaan. Dari ketiga dimensi tersebut, dimensi attitudes yang memiliki pengaruh paling kuat dalam mempengaruhi citra perusahaan PT Multi Bintang Indonesia Tbk.

This research discuss about the effectiviness of implementing a CSR Program 21+ Campaign and corporate image of PT Multi Bintang Indonesia Tbk. The purpose of this study is to analyze corporate communications strategy through CSR Programs towards corporate image. This research is using quantitative explananatory design. The data were collected by questionere and literature. This research analyzes three dimentions of CSR Program 21+ Campaign, which are awareness, attitudes, and actions. Result from this research shows that there are correlation between effectiveness of implementing CSR Program 21+ Campaign and Corporate Image. From three dimention of CSR Program, attitudes is the most dominant to influence corporate image of PT Multi Bintang Indonesia Tbk.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Rachman Salasa
"Semakin pesatnya arus teknologi dan informasi sekarang ini telah mempengaruhi banyak hal seperti kebutuhan gaya hidup, dan keinginan yang semakin meningkat dan beragam. Kondisi ini membuat perusahaan memiliki peluang bisnis, di mana mereka akan saling berlomba untuk memasarkan produk sejenis dengan keunggulan berbeda dari pesaingnya. Sehingga kemudian alternatif suatu produk sejenis yang ditawarkan di pasaran menjadi beragam. Hal ini menyebabkan masyarakat menjadi lebih teliti dalam menyeleksi dan menerima infomasi yang mereka terima dan juga secara tidak langsung membuat tantangan yang dihadapi pemasar menjadi lebih kompetitif dalam memasarkan produknya, terutama menciptakan produk layanan yang sesuai dengan keinginan konsumen.
PT Pos Indonesia merupakan salah satu perusahaan penyedia jasa layanan pengiriman yang mengalami suatu situasi pasar seperti karena pada saat ini telah muncul perusahaan penyedia jasa layanan pengiriman sejenis yang baru di pasaran yang berlomba-lomba menawarkan berbagai keunggulannya. Sehingga untuk tetap bertahan dan unggul di pasar banyak faktor lain yang perlu diperhatikan, salah satunya adalah dengan tetap mempertahankan citra perusahaan yang telah terpelihara sejak lama.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tanggapan masyarakat yang dalam hal ini adalah masyarakat pengguna jasa layanan pengiriman, mengenai pembentukan citra PT Pos Indonesia dan hubungannya dalam mendorong reputasi SBU perusahaan
Analisis yang digunakan dalam melakukan penelitian ini adalah koefisien korelasi spearman dan uji dua sampel independen Mann Whitney. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanggapan masyarakat pengguna jasa layanan pengiriman SBU logistik PT Pos Indonesia terhadap pembentukan citra perusahaan menunjukkan tingkat hubungan.yang cukup berarti terhadap reputasi SBU perusahaan yaitu sebesar 39.94%. Sedangkan pengukuran reputasi SBU perusahaan dibandingkan dengan reputasi perusahaan pesaing dalam industri layanan pengiriman diketahui bahwa nilai reputasi SBU logistik PT Pos Indonesia lebih rendah daripada nilai reputasi PT CV Titipan Kilat (TIKI) di mata konsumennya.

Fast and growing technology and information system these days makes the society turns to be more selective in accepting and choosing any information received. This is not only, become an opportunity but also indirectly gives a new challenge Co the producers to sell their products, especially in creating more competitive company image based in consumer perception. Since nowadays company images have become and important aspect to win the competition.
PT Pos Indonesia is one of the company which face this situation, because recently there are similar company that have same field products in the market with their own competitive advantages and value added, so that to survive, defend and to be the market leader they should consider many factors like to keep their company image which they have held for years.
This research is aimed to know about stakeholder response, in this case the response of the society who uses and involve on SBU logistic PT Pos Indonesia and other company in the same Field about the corporate image building in order to correlate with increasing the company reputation.
This research uses Rank Spearman Correlation's and Mann Whitney formula. The result of the research shows that the response of the consumer that uses PT Pos Indonesia products and services about the building of company image and gives relation on the increasing the company reputation about 39.98% coefficient level. And the research show fact that the reputation of SBU logistic PT Pos Indonesia is lesser than the reputation of PT CV Titipan Kilat (TIKI) as the comparing company.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T18507
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
G. Rukmi Nur Sapti Putranti
"Reputasi memegang peranan penting dalam kemajuan usaha maupun dalam menjaga kelangsungan hidup perusahaan. Namun demikian penelitian dan studi mengenai reputasi belum menjadi sebuah kajian yang menarik bagi para peneliti khususnya di Indonesia. Penelitian yang dilakukan pada umumnya terbatas pada persoalan citra perusahaan. Bahkan pengertian mengenai citra dan reputasi masih sering mengalami kerancuan. Pada dasarnya, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang terlibat dalam pembentukan reputasi perusahaan publik dan untuk melihat bagaimana hubungan faktor-faktor tersebut terhadap konsep reputasi.
Jenis penelitian yang dilakukan adalah eksploraiif kuantitatif. Pengujian tingkat reliabilitas dilakukan untuk melihat konsistensi antar indikator atau konsistensi internal dan instrumen pengukuran. Sedangkan first order exploratory factor analysis dilakukan untuk mengekstraksi sej umlah faktor atau sub faktor yang membangun reputasi di tingkat awal. Kemudian hasil eksplorasi ini dianalisis kembali menggunakan second order exploratory factor analysis untuk mengekstraksi faktor utama yang membangun reputasi.
Penelitian ini menyimpulkan beberapa hal. Pertama, penelitian ini menemukan 55 indikator yang valid untuk mengukur konsep reputasi perusahaan publik. Kedua, penelitian ini menemukan bahwa konsep reputasi perusahaan bersifat multidimensionalitas. Faktor atau dimensi pertama terdiri dari sub dimensi : citra manajemen, citra prospek usaha, citra produk dan citra ketersediaan produk. Faktor atau dimensi kedua terdiri dari sub dimensi : citra lingkungan kerja, citra tanggung jawab sosial, ketertarikan emosional, identitas perusahaan dan citra kinerja keuangan. Ketiga, berdasarkan nilai faktor Ioadingnya dapat diketahui kekuatan hubungan antara faktor terhadap konsep reputasi. FAKTOR I mewakili sub faktor yang lebih terkait pada aspek Citra Kinerja Perusahaan yang mencakup juga citra produk atau service; Sedangkan FAKTOR II mewakili sub faktor yang Iebih terkait pada aspek Ketertarikan Emosional. Implikasi metodologis adalah penelitian ini telah melakukan elaborasi lebih lanjut terhadap konsep reputasi perusahaan sebagai hasil proses perseptual yang ditemukan oleh Fombrun (2003).
Untuk meningkatkan generabilitas hasil penelitian ini di masa depan, maka penelitian ini merekomendasikan beberapa hal. Pertama, perlu dilakukan uji replikasi terhadap validitas alat ukur konsep reputasi yang dipakai oleh penelitian ini dengan mempertimbangkan homogenitas karakteristik sampel. Kedua, dilakukan uji replikasi hubungan antar faktor dalam pembentukan reputasi dengan mengangkat kasus pada perusahaan yang berorientasi bisnis berbeda. Selain itu penelitian ini juga merekomendasikan kepada intemal PT. Indofood Sukses Makmur Tbk. agar dalam merancang konsep komunikasi internal dan eksternal untuk meningkatkan reputasi perusahaan, perlu mempertimbangkan sembilan hal yakni : citra manajemen, citra prospek usaha, citra produk, citra ketersediaan produk, citra lingkungan kerja, citra tanggungjawab sosial, ketertarikan emosional dan citra kinerja keuangan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T22621
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ignacia Gianina
"Perusahaan pada masa kini memiliki tantangan menghadapi persaingan yang ketat. Disisi lain,langkah untuk mencapai keunggulan kompetitif semakin berat. Era perekonomian yang semakin terintegrasi secara global membutuhkan sumber daya manusia yang unggul untuk menghadapi kompetisi global. Untuk meningkatkan minat pencari kerja dalam melamar, perusahaan harus memiliki daya tarik. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh employer attractiveness terhadap intention to apply for a job Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan metode survei menggunakan kuesioner yang disebarkan secara online melalui google form. Jumlah sampel yang terkumpul pada penelitian ini adalah 138 sampel, yaitu mahasiswa S1 tingkat akhir jenjang sarjana perguruan tinggi di Indonesia yang sedang mencari tempat magang atau tempat pekerjaan. Analisis penelitian menggunakan analisis statistik deskriptif, analisis regresi linear sederhana, analisis regresi linear berganda, dan analisis sobel test. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa employer attractiveness berpengaruh secara signifikan terhadap intention to apply for a job.

Today's companies have challenges facing intense competition. On the other hand, steps to achieve competitive advantage are getting tougher. The era of an increasingly globally integrated economy requires superior human resources to face global competition. To increase the interest of job seekers in applying, companies must have attractiveness. This study aims to analyze the influence of employer attractiveness on the intention to apply for a job. This research is a quantitative study using a survey method using a questionnaire distributed online via the Google form. The number of samples collected in this study were 138 samples, namely final year of undergraduate students of tertiary institutions in Indonesia who were looking for internships or jobs. The research analysis used descriptive statistical analysis, simple linear regression analysis, multiple linear regression analysis, and sobel test analysis. The results of this study indicate that employer attractiveness has a significant effect on the intention to apply for a job."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rina Nurmalia Mandasari
"Perkembangan dunia perbankan saat ini begitu pesatnya seiring dengan Era Globalisasi. Perkembangan ini meliputi penciptaan produk-produk untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan peningkatan kualitas pelayanan (service excellent). Hal ini mengakibatkan muncul persaingan untuk menjadi yang terbaik.
Kompetitor pun berupaya menarik perhatian masyarakat dengan berupaya meningkatkan citra perusahaannya tersebut. Seperti diketahui, bisnis perbankan adalah bisnis jasa yang memberikan tingkat kepercayaan kepada pelanggannya yakni nasabah bank yang mana merupakan hal yang sangat penting. Agar dapat bersaing, bertahan dan berkembang, bank dituntut untuk mampu memberikan pelayanan berkualitas yang dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan nasabahnya selain menawarkan produk-produknya yang tercermin dari identitas perusahaannya.
Identitas perusahaan mencakup dua komponen yaitu perilaku perusahaan dan tampilan visual. Tampilan visual mencakup apa yang diperlihatkan perusahaan untuk mendapatkan kesadaran khlayaknya. Tampilan visual sendiri terwakili oleh logo perusahaan, nama perusahaan, media promosi, dan lain-lain.
Sementara itu komponen perilaku lebih berkaitan dengan pelayanan, corporate social responsibility, dan lain-lain. Identitas perusahaan yang dirancang dengan baik dapat meningkatkan citra perusahaan. Citra perusahaan adalah gambaran yang dimiliki khalayak tentang organisasi melalui akumulasi semua pesan yang diterima. Pesan yang diterima dengan sengaja maupun tidak disengaja secara terus-menerus, digali dalam bentuk komunikasi yang lebih terkendali.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh identitas perusahaan pada citra perusahaan. Penelitian ini menggunakan teori Hierarchy of Effect yang mengukur sikap khalayak, yaitu sikap terhadap identitas perusahaan dan juga menerapkan Corporate Identity Models yang dikemukakan oleh Allessandri serta konsep Public Relation.
Pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah kuantitatif eksplanatif dengan paradigma positivis. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah survei dan teknik pemilihan sampel dilakukan secara stratified random sampling.
Sedangkan untuk metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis multivariat.
Hasil yang didapat dari penelitian ini adalah bahwa identitas perusahaan mempunyai pengaruh yang kuat terhadap pembentukan citra perusahaan. Dan penelitian ini membuktikan bahwa Corporate Identity Models yang dikemukakan oleh Allesandri memang terbukti benar, yaitu identitas perusahaan memiliki pengaruh terhadap citra perusahaan.. Nasabah Bank Mandiri yang menjadi sampel pun ternyata memiliki sikap yang positif terhadap identitas perusahaan Bank Mandiri, baik komponen tampilan visual maupun perilaku perusahaan. Citra Bank Mandiri di mata nasabahnya pun ternyata positif. Dari penelitian ini juga ditemukan bahwa di antara dua komponen identitas perusahaan, ternyata komponen perilaku perusahaan terbukti secara signifikan lebih mempengaruhi terbentuknya citra perusahaan dibandingkan dengan tampilan visual.
Dari penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa identitas perusahaan merupakan aspek penting dalam kegiatan kehumasan. Oleh karenanya, penelitian ini dapat menjadi masukan kepada perusahaan untuk tetap meningkatkan program identitas perusahaan ini agar dapat meningkatkan citra perusahaannya, baik pada tampilan visual maupun perilakunya.

The development in banking world is moving faster along with The Globalization Era. This development includes product's innovation which becomes people's necessity and the increasing of service quality (service excellent). It causes so many competitions to be the best. Competitors try to get people's attention with increasing their corporate image. As we know, banking world is a kind of service business which gives trust to its customers.
In order that competing, bearing up and growing up, bank is claimed to be able to give the best service that can answer costumer's necessary and willingly in stead of just offering the products Corporate identity includes two dimension; visual appearance and corporate behavior. Visual appearances cover visible things of the corporate to get public awareness. Visual appearances consist of corporate symbol, corporate name, corporate color, promotion tools, etc. Meanwhile, corporate behaviors include services, community relations, CSR's program, etc. Good plan of corporate identity can increase the corporate image. Corporate image is a public description about organization thru the accumulation of received message. Messages which are received intensively, extractive to communication form which controllable, example advertising, Public Relation's Champaign. Those programs are made to create the right description about the corporate.
This research is held to analysis how big the impact of corporate identity in creating the corporate image. Researcher applies the Hierarchy of Effect Theory to measure audience attitude (attitude toward corporate identity) and Corporate Identity Model which is said by Sue Wescott Allessandri and also includes the concept of Public Relations.
Approach which is used in this research is quantitative explanative with positivist paradigm. The method of collecting data which is used is survey with stratified random sampling technique. Then, researcher used analysis multivariate as an analysis method.
The result from this research is proofing that corporate identity have a significant impact toward corporate image. Then, this research proofs that Corporate Identity Model which is said by Allessandri is right. The customer of Bank Mandiri which become sample have a positive attitude about corporate identity, both in visual appearance and corporate behavior. Bank Mandiri's image is also positive. This research also finds that between two dimensions of corporate identity, corporate behavior is more important in influencing corporate image in stead of visual appearance.
So, researcher can make an inference that corporate identity becomes an important aspect in Public Relation's activities. So that, this research can becomes insertion to the company to maintain the corporate identity program in order that increasing the corporate image, both visual appearance and corporate behavior.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Duddy Pramudyanto
"Sebagai industri perkebunan yang berorientasi keuntungan, ketika akan melakukan perubahan yang bersifat kultural, proses komunikasi yang bertahap sangat perlu diperhitungkan. Proses komunikasi yang bertahap dilandasi pada argumentasi bahwa (1) terdapatnya keberagaman fungsi dan peran, latar belakang pendidikan dan nilai-nilai yang dianut oleh aktor-aktor yang terlibat di perkebunan, dari tingkat pekerja, hingga estate manager; (2) nature tanaman kebun yang produktif dalam kisaran usia 15-20 tahun dan (3) nilai-nilai kolonial yang lekat dengan paternalistik dan feodalistik, membutuhkan teknik-teknik komunikasi yang tepat sasaran, agar perubahan secara bertahap dapat diterima dan diserap oleh kelompok sosial di organisasi.
Menyadari pentingnya akan hal tersebut, dalam rangka proses transformasi yang sedang berlangsung, melalui instrumen corporate identity, pihak manajemen PT PP London Sumatra Tbk., menginginkan terjadinya proses transformasi nilai-nilai (values) kultural agar dapat mengarahkan perilaku kelompok sosial organisasi mencapai tujuan bersama yang dapat memberi kontribusi yang juga bermanfaat bagi pengembangan wilayah sekitar. Instrumen corporate identity merupakan representasi visual dan bentuk identitas terhadap status-pentingnya organisasi dan karyawan yang menjadi kekhasan organisasi satu dengan organisasi lainnya.
Secara Iebih spesifik, rumusan masalah dalam tesis ini adalah "Bagaimanakah instrumen corporate identity dapat menjadi faktor pemicu proses sosialisasi perubahan corporate culture yang berlangsung di internal organisasi?" dan "Bagaimanakah alai komunikasi dapat berfungsi efeIaif untuk jaringar/komunikasi yang berbeda? ". Sehingga, tujuan dalam penelitan ini adalah menjawab pertanyaan diatas yang pada intinya bagaimana suatu corporate identity akan disosialisasikan kepada karyawan PT PP London Sumatra Tbk yang tersebar dan mempunyai Tatar belakang yang berlainan serta komitrnen pejabat kunci dari fungsi perusahaan untuk menyampaikannya dan pembuatan suatu patron program komunikasi yang berbasis perencanaan perusahaan.
Pendekatan evaluasi yang dilakukan pada penelitian ini adalah action research yang berusaha mendekatkan teori dan konsep ke dalam bentuk-bentuk operasional dan praktis. Action research ini sangat efektif untuk memahami fenomena secara apa adanya. Peneliti yang melakukan action research hanya menginterpretasikan data dan fakta tentang fenomena yang diteliti berdasarkan konsep dan teori yang dipilihnya.
Berdasarkan hasil analisis dan interpretasi data pada proses sosialisasi corpoarate identity kepada seluruh level karyawan dengan menggunakan berbagai media komunikasi, tatap muka dan media non tatap muka seperti surat elektronik, majalah, dan intranet diperoleh kenyataan bahwa media tatap muka merupakan media yang disukai oleh karyawan dan efektif dalam penyampaian informasi. Selain itu terlihat dari observasi penelitian ini, secara umum iklim komunikasi di PT PP London Sumatra dapat ditandai dengan iklim yang cukup demokratis, cukup mendukung, namun kurang terbuka, diskriminatif dalam keterbukaan, dan memiliki perhatian yang besar pada tujuan pencapaian kinerja yang tinggi.
Berkaitan dengan kepuasan organisasi, umumnya karyawan merasa puas dengan rekan sejawat tetapi tidak puas dengan penilaian prestasi kerja, peluang dan promosi kerja serta masalah renumerasi. Karyawan menggunakan berbagai media komunikasi dalam menjalin hubungan komunikasi diinternal perusahaan. Berkaitan dengan budaya organisasi, karyawan merasa unggul memiliki potensi tumbuh dan iklim positif untuk berprestasi.
Penelitian ini memberi kontribusi berupa: (1) status terkini dari efektifitas sistem komunikasi di internal perusahaan; (2) penggunaan pendekatan action research dalam menentukan rencana, iangkah pelaksanaan, umpan batik, dan refleksi untuk penetapan program komunikasi internal yang efektif."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T21644
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fembiarta Binar Putra
"Citra sangatlah krusial bagi semua institusi. Tesis ini membahas mengenai upaya perbaikan citra yang dilakukan oleh sebuah perusahaan nasional swasta yang beroperasi dengan memanfaatkan sumber daya alam, dengan studi kasus PT. Riau Andalan Pulp and Paper (PT. RAPP). Sejak 2011, PT. RAPP mengalami sengketa dengan warga di Pulau Padang, Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau terkait kegiatan operasional. Persengketaan yang menyulut berbagai macam aksi protes hingga menimbulkan korban jiwa bahkan dicabutnya izin operasional perusahaan membuat citra perusahaan yang semakin diasosiasikan negatif. Tujuan dari penulisan penelitian adalah mengetahui beragam upaya perusahaan, terutama yang berhubungan dengan lingkungan, dalam memperbaiki citra pasca krisis. Landasan teori yang digunakan adalah perbaikan citra dimana penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan desain deskriptif. Data diperoleh melalui wawancara yang didukung berbagai sumber data sekunder. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa perusahaan mengalami tiga fase krisis, dimana pasca krisis perusahaan mengaplikasikan beberapa tipologi perbaikan citra berdasarkan teori berbaikan citra, yakni bolstering, minimalisasi, dan tindakan korektif. Komunikasi krisis yang dilakukan secara cepat dan konsisten dengan pendekatan persuasif kepada para stakeholder.

Image is crucial for every institution. Focus of this study is image repair efforts carried out by national private company that operate by utilizing natural resources with a case study of PT. Riau Andalan Pulp and Paper (PT. RAPP). Since 2011, PT. RAPP experiencing a dispute with residents on Pulau Padang, Kepulauan Meranti Regency, Riau Province related operational activity. The dispute that has sparked various kinds of protests that have resulted in casualties and even the revocation of the company's operational license has made the corporate's image increasingly negative. The purpose of this study is to understand how company repairing image during post-crisis in various ways unisng image repair theory. This research using qualitative approach with descriptive interpretive. The data was collected by means of interviews which were supported by various secondary data sources. The result of this research indicate that the company experienced three phases of crisis, where after the crisis the company applied several typologies of image repair based on image repair theory: bolstering, minimization, and corrective action. Crisis communication is carried out quickly and consistently with a persuasive approach to stakeholders."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bagus Yusuf Raditya Kusuma
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis employer attractiveness yang dimiliki oleh PT. Pertamina (Persero). Employer attractiveness diukur menggunakan employer attractiveness (EmpAt) Scale yang didalamnya terdiri dari dimensi interest value, dimensi social value, dimensi economic value, dimensi development value, dan dimensi application value. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dan teknik pengambilan sampel purposive. Pada penelitian ini sample yang diambil sebanyak 100 responden mahasiswa tingkat akhir. Data penelitian ini dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa employer attractiveness yang dimiliki oleh PT. Pertamina (Persero) tergolong tinggi.

The purpose of this study is to analyze the employer attractiveness of PT. Pertamina (Persero). Employer attractiveness is measured by using the employer attractiveness (EmpAt) Scale, which involves a series of dimensions of interest value dimension, social value dimension, economic value dimension, development value dimension and application value dimension. This study uses quantitative methods and purposive sampling techniques. The sample of this study were using 100 students who taken their final year as respondents. The data were analyzed descriptively. The results of this study prove that the employer attractiveness of PT. Pertamina (Persero) classified as high.
"
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2014
S54874
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>