Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 141830 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Darwanti Juliastuti
"Dengan fungsinya sebagai lembaga intermediasi keuangan, kegiatan usaha Bank selalu dihadapkan pada risiko-risiko yang berkaitan erat. Perkembangan lingkungan eksternal dan internal perbankan di era globalisasi yang tumbuh dengan pesat, terutama dengan adanya perkernbangan teknologi yang luar biasa hebat, menjadi penyebab semakin banyaknya risiko yang harus dihadapi perbankan karena kegiatan operasional bank yang semakin kompleks, sejalan dengan beragamnya produk dan jasa yang ditawarkan perbankan.
Salah satu risiko yang mengemuka saat ini adalah risiko operasional. Risiko operasional menjadi salah satu faktor risiko tambahan yang hares diukur dan diperhitungkan dalam nilai minimum kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio), selain risiko kredit dan risiko pasar. Terdapat tiga pendekatan dalam menetapkan beban modal untuk risiko operasional yaitu Basic Indicator Approach, Standardised Approach dan Advanced Measurement Approach.
Penggunaan Basic Indicator Approach yang merupakan model standar dalam mengukur risiko operasional dan cenderung menghasilkan perhitungan capital charge yang lebih besar dibandingkan dengan model internal. Pengukuran risiko operasional Bank AAA dengan menggunakan Basic Indicator Approach menghasilkan capital charge untuk risiko operasional pada akhir tahun 2005 sebesar Rp.3,637,600,000.-. Berkaitan dengan hal tersebut maka dalam karya akhir ini dilakukan pengukuran risiko operasional pada Bank AAA dengan menerapkan dan menguji layak atau tidaknya metode alternatif lainnya yaitu Metode Extreme Value Theory (EVT).
Penelitan ini menggunakan data yang merupakan kerugian aktual (actual loss) bulanan berdasarkan hasil temuan Satuan Kerja Audit Intern dan kertas kerja laporan profil risiko dalam periode I Januari 2003 sampai dengan 31 Desember 2006. Dalam menerapkan Metode EVT untuk mengukur risiko operasional Bank AAA, metode identifikasi nilai ekstrem yang digunakan adalah Metode Peaks over Threshold (POT) dengan jumlah data yang tersedia adalah 254 titik.
Dalam Metode Peaks over Threshold, penentuan threshold hares dilakukan terlebih dahulu untuk menjadi dasar penyaringan data ekstrem. Dalam penelitian ini dipilih Cara sederhana yang telah diuji oleh Chavez-Demoulin, yaitu penentuan threshold dengan Metode Persentase yang dilakukan sedemikian sehingga 10% dari data adalah nilai ekstrem. Kemudian dilakukan estimasi parameter dengan menggunakan Hill Estimation untuk mengestimasi parameter shape dan Metode Probability-Weighted Moments untuk parameter scale. Selanjutnya dilakukan perhitungan potensi kerugian maksimal operasional Bank AAA dengan pendekatan Operational Value at Risk (OpVaR) dengan beberapa tingkat keyakinan, yaitu 95%, 99% dan 99.9%.
Total OpVaR merupakan estimasi potensi kerugian maksimal total yang dapat terjadi pada suatu waktu dengan tingkat kepercayaan tertentu, berdasarkan data historis risiko operasional yang pemah terjadi. Hasil perhitungan OpVaR dalam penelitian ini memberikan kesimpulan bahwa total nilai OpVaR Bank AAA dengan tingkat keyakinan 95% sebesar Rp.73,848,797.-. Hal ini menunjukkan bahwa dengan probabilitas 95%, maka kerugian risiko operasional maksimum yang dihadapi oleh Bank AAA selama satu tahun ke depan adalah sebesar Rp.73,848,797.-. Sedangkan OpVaR Bank AAA dengan tingkat keyakinan 99% sebesar Rp.163,383,930.-, dan dengan tingkat keyakinan 99.9% sebesar Rp.751,768,500.-. Hasil perhitungan OpVaR tersebut menunjukkan bahwa OpVaR akan meningkat sangat tinggi dengan kenaikan tingkat kepercayaan.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pengukuran risiko operasional Bank AAA dengan menggunakan Metode EVT-POT menghasilkan beban modal yang lebih rendah dibandingkan dengan penggunaan Basic Indicator Approach. Dengan demikian, jika Bank AAA menerapkan metode pengukuran risiko operasional dengan Metode EVT-POT maka alokasi modal yang dibutuhkan untuk menutup risiko operasionalnya menjadi lebih rendah sehingga modal yang tersedia dapat dipergunakan untuk melakukan pemekaran aktivitas bank.
Berdasarkan uji back testing yang telah dilakukan, maka atas hasil estimasi OpVaR adalah dapat diterima. Dapat disimpulkan dari penelitian ini bahwa Metode Extreme Value Theory dengan menggunakan Peaks Over Threshold dapat dijadikan metode alternatif untuk mengukur risiko operasional Bank AAA.

With its function as an intermediation financial institution, business activities of a bank are always facing tightly interconnected risks. The external and internal environmental banking growth in the globalization era which grows rapidly, especially with the existence of an extremely remarkable technology growth, becomes the cause of even more risks it has to face, due to more complex bank operational activities according to various products and services offered.
One of the risks emerging at this moment is the risk of operation. The risk of operation becomes one of the additional risks that should be measured and calculated in the minimum value of capital adequacy ratio, not to mention credit risk and market risk. There are three approaches to ascertain the capital burden for operational risk, i.e. the Basic Indicator Approach, the Standardized Approach and the Advanced Measurement Approach.
The usage of the Basic Indicator Approach, which represents the standard model to measure the operational risk and tends to give bigger capital charge calculation compared to the internal model. The operational risk measurement of Bank AAA by using the Basic Indicator Approach gives a capital charge for the operational risk at the end of year 2005 as much as Rp3,657,600,000.-. In connection with the above-mentioned case, in this final thesis the measurement of the operational risk at Bank AAA is carried out by applying and testing whether it is proper or not to use another alternative method, i.e. the Extreme Value Theory Method (EVT).
This research uses data, which forms the monthly actual loss based on the finding results of the Internal Audit Work Unit and working paper reports of the risk profile during the period of January I, 2003 up to December 31, 2006. In applying the EVT Method to measure the operational risk of Bank AAA, the extreme value identification method used is the Peaks Over Threshold Method (POT) with the available data amount of 254 points.
In the POT Method, the determination of threshold should be done beforehand to become the basic extreme data filtering. This research has chosen a simple method, which has already been examined by Chavez-Demoulin, i.e. the determination of threshold by the Method of Percentage, carried out in such a way so that 10% of the data becomes the extreme value. Then, the parameter estimation is carried out by using the Hill Estimation to estimate the parameter shape and the Probability Weighted Moments Method for parameter scale. Furthermore, a calculation of the maximum operational loss of Bank AAA is carried out by approaching the Operational Value at Risk (OpVaR). With several level of confidence, i.e. 95%, 99% and 99.9%.
The total value of OpVaR constitutes the estimation of the total maximum potential loss which can happen at one time with a certain degree of trust, based on the historical datas of operational risks that ever happened before. The result of the OpVaR calculation in this research gives the conclusion that the total value of OpVaR of Bank AAA with a 95% level of confidence as much as Rp73,848,797.-. This matter indicates that with a 95% probability, the maximum operational loss risk faced by Bank AAA during the year ahead will be as much as Rp73,848,797.-, while the OpVaR of Bank AAA with a 99% level of confidence as much as Rp751,768,500.-. The result of the OpVaR calculation indicates that the OpVaR will increase very high with the increase of the level of confidence.
The Result of this research indicates that the measurement of the operational risk of Bank AAA using the EVT-POT Method yields a lower capital charge compared to use the Basic Indicator Approach. Therefore, if Bank AAA applies an operational risk measurement method with the EVT-POT Method, then the allocation of capital, which is required to cover its operational risk becomes lower, so that the available capital can be used to carry out the development of its bank activities.
Based on the test of back testing, which has been performed, the OpVaR estimation test can be accepted. It can be concluded from this research that the application of Extreme Value Theory using the Peaks Over Threshold Method can be utilized as an alternative method to measure the operational risk of Bank AAA.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2007
T19686
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Feriyanti Nalora
"Risiko operasional adalah salah satu risiko yang cenderung sulit untuk diantisipasi dan dampaknya seringkali di luar perkiraan bank. Pengukuran Value at Risk (VaR) menjadi penting agar bank dapat menghitung beban modal untuk risiko operasional sesuai dengan profil risikonya. Tesis ini membandingkan perhitungan VaR risiko operasional pada PT Bank ABC dengan dua metode yaitu Monte Carlo Simulation dan Extreme Value Theory. Berdasarkan backtesting terhadap kedua metode tersebut, pengukuran risiko operasional pada Bank ABC lebih realistis jika menggunakan Monte Carlo Simulation.

Operational risk in banking is one of the most difficult risk to anticipate and its impact to bank?s losses sometimes unpredictable. Measuring Value at Risk (VaR) then become important to enable bank to calculate capital charges for operational risk in accordance with its risk profile. This research attempts to compare between Extreme Value Theory method and Monte Carlo Simulation to calculate operational risk capital charge in PT Bank ABC. Based on backtesting procedures, it reveals that Monte Carlo Simulation is more suitable for Bank ABC's risk profile."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2012
T32194
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fajri Anggraeni Ramadhani
"Penaksiran distribusi tail dari distribusi severity loss merupakan hal yang sangat penting dalam menentukan price indication untuk high excess loss layer dalam reasuransi per-risk excess of loss. Salah satu metode yang dapat digunakan adalah extreme value theory (EVT) yang fokus pada nilai loss yang sangat besar. Metode ini memberikan dasar teoritis yang kuat dalam membangun model yang dapat mendeskripsikan kejadian ekstrem dengan baik. Model EVT yang akan digunakan adalah model Peak Over Threshold (POT) yang mengklasifikasikan suatu nilai pengamatan sebagai kejadian ekstrem apabila nilainya telah melewati ambang batas (threshold) yang ditetapkan. Model POT yang dibahas dalam tugas akhir ini akan diaplikasikan untuk menentukan distribusi tail dari distribusi severity loss untuk data klaim automobile bodily injury dan kemudian digunakan untuk menentukan price indication yang sesuai.

Estimating the tail of loss severity distribution is essential in determining price indication for high-excess loss layer in per-risk excess of loss reinsurance. One method that can be used is Extreme Value Theory (EVT) which focuses on huge loss values. This method provides a firm theoretical foundation on building statistical model describing extreme events. EVT model which will be used is Peak Over Threshold (POT) that classifies observations as extreme events if their value exceeds some predetermined threshold. POT model in this thesis will be used to determine the tail of loss severity distribution for automobile bodily injury data claim and then will be used to determine a suitable price indication."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2016
S63373
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Djanggola, Achmad Muttaqin
"Jumlah kerugian pada masa yang akan datang diestimasi berdasarkan frekuensi terjadinya klaim dan rata-rata jumlah klaim yang terjadi pada periode sebelumnya. Jumlah nilai estimasi tidak akan pernah sama, meskipun kerugian masa lalu diakibatkan risiko yang sama. Hal ini dikarenakan terjadinya kejadian ekstrim pada ekor distribusi. Oleh karena itu diperlukan suatu cara dalam mengestimasi potensi kerugian yang akan datang. Estimasi ini berkaitan dengan dengan penentuan nilai atas suatu variable tertentu yang melampaui suatu tingkat probabilita tertentu. Ukuran yang lazim di digunakan adalah Value at Risk (VaR). EVT adalah metode dalam mengukur suatu risiko yang sifatnya ekstrim. PT XYZ menghadapi potensi kerugian risiko operasional namun tidak memiliki metode pengukuran risiko yang akurat.
Penelitian ini mencoba menerapkan Metode Extreme Value Theory ? Peaks over Threshold sebagai alternative dalam menetukan nilai ekstrim. Data yang digunakan adalah data klaim asuransi kesehatan PT. XYZ dengan periode 1 Januari 2007 hingga 31 Desember 2008. Hasil uji backtesting dengan periode 1 Januari 2009 hingga 31 Desember 2009 menunjukkan metode tersebut dapat digunakan sebagai alternatif pengukuran risiko operasional bagi PT. XYZ.

The future annual loss burden is estimated on the basis of predicted claims frequency and predicted average individual claim amount. Total estimated value will never be the same, although past losses caused by the same risk. This is because the occurrence of extreme events on the tail distribution is therefore needed a way of estimating the potential losses that will come. This estimate relates to the determination of the value of a certain variable exceeds a certain level of probability. The size of the prevalent use is Value at Risk (VaR). EVT is a method for measuring the risk of an extreme nature. PT XYZ faces potential losses from operational risk but does not have an accurate method of measuring risk. These papers apply Extreme Value Theory Method - Peaks over Threshold as alternative in extreme determine the value. The data used is health insurance claims data PT. XYZ with the period of January 1, 2007 until December 31, 2008. Backtesting test results with the period of January 1, 2009 until December 31, 2009 shows the method can be used as an alternative operational risk measurement for PT.XYZ."
Depok: Fakultas Eknonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2010
T28094
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Novilia Romadhona
"Perbankan Indonesia terus mengalami perubahan bentuk dan karakter secara signifikan pada beberapa dekade terakhir. Perubahan kebijakan-kebijakan dan regulasi perbankan, tekanan kompetisi dalam pasar perbankan dan keuangan, serta tuntutan kinerja menyebabkan bank harus dikelola secara lebih proaktif terhadap kondisi dan potensi bisnis.
Perbankan sebagai lembaga perantara keuangan saat ini semakin dilihat sebagai salah satu media translasi dan transformasi risiko dari pemilik dana yang pada umumnya bersifat risk averse. Kemampuan perbankan dalam mengelola risiko semakin menjadi perhatian sejalan dengan peningkatan volume dan kompleksitas operasional bisnis, peningkatan frekuensi dan jumlah kerugian perbankan akibat tindakan kriminal yang melibatkan pihak internal (pekerja bank) dan eksternal (nasabah) serta beberapa kejadian seperti bencana alam, kebakaran, dan serangan terorisme telah mengakibatkan kerugian yang sangat signifikan pada suatu sistem perbankan yang dapat mengakibatkan collapsenya suatu bank.
Berdasarkan ketentuan Basel II,maka bank berupaya untuk menerapkan internal model dalam perhitungan rasio modalnya terutama untuk mengetahui seberapa besar potensi kerugian yang akan dilanggung oleh bank di masa yang akan datang. Dengan diterapkannya internal model, otomatis akan berpengaruh terhadap komposisi Modal bank dan kemampuan ekspansinya. Untuk itu diperlukannya suatu data base yang mencatat kejadian yang menimbulkan kcrugian pada bank.
Sesuai hasil pengamatan terhadap manajemen risiko operasional Bank DEF ditemukan bahwa bank tersebut menghadapi risiko operasional namun tidak memiliki metode pengukuran risiko yang akurat sehingga memerlukan adanya pendekatan alternatif yang lebih baik dalam mengukur risiko tersebut. Berdasarkan kondisi tersebut maka dalam rangka memberikan salah satu solusi dalam penghitungan risiko operasional, dilakukan penelitian untuk menentukan model estimasi probabilitas frekuensi dan severity of loss yang tepat dengan metode Aggregating Value at Risk (VaR) dalam manajemen risiko operasional Bank DEF.
Data historis risiko operasional yang digunakan (Loss Event Data Base/LEDB) bersumber dari hasil audit internal. Selanjutnya dengan metode Aggregating VaR akan dibentuk Aggregated Loss Distribution dengan mengaggregasi dua distribusi yaitu fitted frequency dan fitted severity distribusi, kemudian dilakukan perhitungan potensi kerugian maksimal operasional dengan pendekatan Value at Risk (OpVaR) berdasarkan metode quantile dengan tingkat keyakinan 95%.
Total OpVaR merupakan estimasi potensi kerugian maksimal total yang dapat terjadi pada suatu waktu dengan tingkat kepercayaan tertentu, berdasarkan data historis risiko operasional yang pemah terjadi. Penelitian ini memberikan kesimpulan bahwa total nilai Operational Value at Risk (OpVaR) Bank DEF sebesar Rp25.942.954.779.
Berdasarkan uji back testing yang telah dilakukan maka atas hasil estimasi VaR dapat diterima. Hal ini menunjukkan bahwa metode Aggregating VaR dapat diimplementasikan sebagai alai ukur besarnya risiko operasional. Mengingat sedang dikembangkannya internal model dalam penghitungan risiko operasional maka di masa mendatang Bank DEF dapat menggunakan Metode Aggregating VaR dalam perhitungan risiko operasional untuk basil yang lebih baik dan akurat.

In the last decade, Indonesian banking constantly develops and changes in size and characters. Many factors have caused banks to manage proactively focusing in business condition and potential, such as new regulation and policies in banking, the nature of bank and Financial Institution competitiveness, and business efficiency target.
Many risk adverse investors use banks role as one of intermediate financial institutions to deal with their money. Consequently, the need of risk management in banking is required since volume and business operational activities rise in bank. Financial impact in Illegal business activity between internal parts (bank staff) and external parts (customer) and several events such as natural disaster, fire, and terrorist attack have caused significant loses in banking system that could led to bank collapses.
Banking industry regulation-under Basel II Accord requires banks to implement internal model in measuring their capital ratio in sequence to predict how large their potential losses in the future in a certain time horizon and certain level degree of freedom. The result automatically will influence bank capital and expansion target. Further, data base to record all operational losses is needed.
The research found that Bank DEE; was faced potential operational losses when managing its operational risk. Nevertheless, Bank DEF did not have appropriate and accurate method in measuring operational losses, so that it should need an alternative approach. Concerning this situation, this research proposes a solution in measuring operational risk at Bank DEF.
Operational risk historical data (Loss Event Data Base (LEDB) were provided by DEF Bank Internal Audit Division. The aggregated loss distribution is resulted from two distributions (fitted frequency and severity) by applying aggregating VaR method with a confidence level 95%.
Operational Value at Risk (OpVaR) total is the total maximum potential losses estimation over a certain time horizon and with a certain degree of confidence level, based on historical data. The research concludes that the total Operational Value at Risk amount is Rp.25.942.954.779 with 95% degree of confidence.
Based on the back testing Value at Risk estimation was not rejected. The result showed that banks could implement aggregating VaR method to measure its operational risk, and as such Bank DEF is suggested to implement the method for its risk management system.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T 18314
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Krisdiana Wijaya
"Bisnis kartu kredit di Indonesia berkembang cukup pesat dalam dekade terakhir ini. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya pelaku bisnis yang terjun ke bisnis kartu kredit, baik sebagai penerbit kartu (issuer) maupun pemroses transaksi (acquirer). Namun seiring dengan berkembangnya bisnis tersebut, ternyata diikuti dengan meningkatnya jenis dan tingkat kejahatan kartu kredit di Indonesia. Untuk itu diperlukan para pelaku bisnis di kartu kredit harus dapat mengukur berapa risiko operasional yang dialaminya serta bagaimana upaya-upaya yang harus dilakukan untuk meminimalkan terjadinya risiko operasional tersebut.
Card Center PT Bank ABC termasuk salah satu pelaku pada bisnis kartu kredit di Indonesia. Namun hingga saat ini belum memiliki satu model yang bisa digunakan untuk menghitung berapa besarnya kerugian yang diakibatkan oleh risiko operasional. Berdasarkan permasalahan tersebut maka penulisan karya ilmiah kali ini dilakukan untuk mengukur besarnya kerugian yang diakibatkan oleh risiko operasional, terutama karena external fraud. Pembatasan permasalahan hanya pada pengukuran kerugian akibat external fraud dikarenakan untuk saat ini, data yang tersedia pada Card Center PT Bank ABC yang paling lengkap dan tersedia dengan rapi adalah data kerugian jenis risiko external fraud.
Penelitian dilakukan dengan mengambil data-data harian dari kejadian external fraud dengan jenis: counterfeit, fraud application, fraud cash advanced, NRI, lost/stolen, fraud use, MOTO, dan others. Sedangkan periode penelitian diambil dari 1 Januari 2002 hingga 30 Juni 2005, dengan alasan data sudah mulai tersedia dengan rapi mulai tahun tersebut.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis simulasi, tepatnya dengan simulasi Monte' Carlo. Sedangkan model yang dipakai adalah Aggregating Model. Model ini mengagregasikan frekuensi dan severity dari kejadian external fraud. Distribusi frekuensi yang digunakan adalah distribusi Geometric, sedangkan distribusi severity yang digunakan adalah distribusi Lognormal. Pemilihan kedua jenis distribusi tersebut didukung dengan serangkaian goodness of fit test. Setelah jenis distribusi ditentukan kemudian dilakukan penghitungan Operational VaR. Perhitungan dilakukan pada spreadsheet Excell® dengan melakukan simulasi Monte Carlo. Proses iterasi dilakukan sebanyak 10000 kali. Pcnghitungan dilakukan beberapa kali untuk mendapatkan rata-rata berapa nilai Operational VaRnya. Langkah berikutnya adalah melakukan hack testing. Pengujian ini untuk mengetahui keakuratan model yang dipergunakan. Back testing dilakukan dengan Kupiec Test.
Dan perhitungan yang tclah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa pengukuran risiko operasional akibat external fraud pada PT Bank ABC dengan menggunakan Aggregating Model dapat diterima. Dengan pengukuran risiko operasional ini, diharapkan Card Center PT Bank ABC dapat mengetahui berapa risiko yang dialarni dan berapa prediksinya di periode berikutnya.
Proses ini tentu tidak berhenti sampai di pengukuran saja tetapi juga memerlukan tindak lanjut berupa upaya-upaya untuk meminimalkan terjadinya risiko. Upaya-upaya yang dilakukan antara lain dengan melakukan mitigasi atas risiko yang ada dan tindakan preventif dengan tepat.

In last decade, credit card industry is growing very well in Indonesia. It can be showed from so many players in this field, both as issuer or as acquirer. But parallel with growing of the business, it is also followed by increasing of fraudulent in credit card. Therefore, all players in this business have to be able to assess and measure inherent operational risk in their business. They also must be able to minimize operational risk.
Card Center PT Bank ABC, is one of the players in credit card business in Indonesia. But until now, it has not had a specific model yet to measure its losses caused by operational risk. Based on this problem, the purpose of this research is to measure the impact of operational risk, especially external fraud. Research is focused only in external fraud event due to the source data of this risk already available compared to the others.
The data were taken from Risk Management Unit (RMU) in Card Center PT Bank ABC in daily basis. It contains of eight kinds of external fraud: counterfeit, fraud application, fraud cash advanced, NRI, lost/stolen, fraud use, MOTO, and others. And the period is from 1st January 2002 until 30th June 2005.
This research used Monte Carlo simulation analysis method, with Aggregating Model, which aggregate frequency and severity distribution. This research used Geometric frequency as frequency distribution, and Lognormal distribution as severity distribution. By Goodness of l=it test we can get the best distribution. Having calculated separately both severity and frequency process then combined them into one aggregated loss distributions. The aggregation of loss distribution allows us to predict a figure for the operational losses with certain degree of freedom. In this research we used confidence level 95%. The Monte Carlo simulation can be run in spreadsheet Excel. The iteration is processed 10000 times. To get the average of operational VaR the simulation must be done in several times.
To validate the model against actual operational losses to check the accuracy of its estimation, it is must continued with the next step, back testing. It has two steps, first is a basic analysis, and second is a statistical analysis. In statistical analysis we use Kupiec Test. With Kupiec Test, we can check the violations ratio (number of exception/total sample) of the model matches the confidence level determined.
According to the test, there is one violation occurred in 53 periods. And the result of LR value is smaller than critical value. So, we could accept the model to measure external fraud event. Card Center PT Bank ABC can use the model to measure and predict operational risk in the future caused by external fraud with Aggregating Model-Monte Carlo simulation. This process must continue with other efforts to minimize operational risk, such as mitigation and preventive actions.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T18567
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pesiwarissa, Darcel Anadona Indria
"Krisis perbankan tempo lalu ternyata menjadi pelajaran yang berharga bagi kalangan perbankan, termasuk pihak pemegang otoritas perbankan, yakni Bank Indonesia (BI). Hikmah dari kejadian tersebut adaiah semua pihak menjadi mawas diri untuk bekerja lebih baik dan profesional pada masa mendatang. Sebelum krisis, unsur pengawasan tidak dilakukan secara optimal dan para pelaku perbankanpun tidak memperhitungkan berbagai macam faktor risiko bisnis.
Namun setelah itu, BI sebagai koordinator perbankan nasionalpun mulai mengkaji dart menata kembali industri yang telah dihantam badai yang paling dahsyat, yang selama ini belum pernah terjadi dalam sejarah perbankan nasional. Pada awal Januari 2004 BI menerbitkan Arsitektur Perbankan Indonesia (API) yang merupakan sebuah program menyeluruh yang dapat dijadikan pedoman bagi seluruh kalangan perbankan hingga 2010.
Ada delapan pilar API yang mesti dilaksanakan oleh para pelaku bisnis perbankan. Salah satu pilar antara lain menyebutkan tentang perlunya manalemen risiko (risk nianagenrent) bagi kalangan perbankan. Pemberlakuan ketentuan BI No. 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum yang mewajibkan bank memasukkan faktor risiko operasional ke dalam perhitungan kewajiban penyediaan modal minimum diharapkan dapat memperkuat sistem pengawasan perbankan secara menyeluruh.
Dalam rangka menerapkan manajcmen risiko operasional secara efektif, maka bank "X" harus mampu mengidentifikasi risiko operasional dan mengukurnya. Hasil identifikasi risiko operasional digambarkan pada LEDB berupa kejadian kerugian (loss event), penyebab kerugian dan dampak dari kejadian kerugian dalam jumlah uang.
Untuk keperluan pengukuran risiko operasional mula-mula dilakukan pengumpulan data kerugian dari LEDB. Selanjutnya data disaring untuk keperluan penelitian dan dianalisis secara statistic. Data kerugian dan data observasi jumlah kejadian kerugian digunakan sebagai dasar pembuatan severity of loss probability model dan frequency of loss probability model.
Kedua model tersebut diuji masing-masing dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov dan uji Chi-Square. Berdasarkan uji model tersebut dipilih Exponential distribution dan Poisson distribution.
Selanjutnya, guna pengukuran risiko operasional dilakukan simulasi Monte Carlo. Untuk itu dilakukan penetapan asumsi-asumsi bagi setiap jumlah kerugian dan jumlah kejadian kerugian. Penetapan asumsi tersebut dilakukan terhadap setiap angka kerugian dan jumlah kejadian kerugian. Angka jumlah kerugian diasumsikan mengikuti Exponential distribution, sedangkan angka jumlah kejadian diasumsikan mengikuti Poisson distribution. Setelah itu ditetapkan forecast atau output yang diharapkan.
Hasil simulasi Monte Carlo adalah aggregate loss distribution. Berdasarkan distribusi kerugian hasil simulasi tersebut dilakukan perhitungan OpVaR, yang besarnya adalab Rp. 17.613.014.530,- (95th percentile) dari Rp. 31.151.154.671,- (99th percentile).

Banking crisis in Indonesia has indeed become a worthy lesson for bankers, including Bank Indonesia as monetary authority. The crisis has encouraged related parties to be more prudent and professional in the future. Supervision has not been done properly before banking crisis occurred and business risks have not been wholly considered.
Then, Bank Indonesia began to review and rebuild the banking industry in Indonesia. In the beginning of 2004, Bank Indonesia issued Indonesian Banking Architecture (API), a comprehensive program aimed to be guidance for bankers until 2010.
API introduces 8 pillars which must be accomplished by bankers. One of them states a need for risk management in banking industry. BE regulation No. 5/8/PBI/2003 regarding Risk Management Accomplishment for Banks, requesting banks to consider operational risk in the calculation of minimum capital requirement is expected to strengthen the control system in banking as a whole.
For the purpose of effective operational risk management, bank "X" must be able to identify operational risk and measure it: The identification of this risk is reported in Loss Event Data Base (LEDB).
To measure the risk, data of losses are gathered from LEDB, The data, consisting of loss amounts and frequency of losses are then used to establish severity of loss probability model and frequency of loss probability model. Both models are tested using Kolmogorov-Smimov Test and Chi-Square Test. Based on those tests, Exponential distribution and Poisson distribution are consecutively chosen as Severity of loss probability model and Frequency of loss probability model.
For the purpose of risk measurement, Monte Carlo simulation is done. Before doing this simulation, certain assumptions are established for each loss amount and each loss frequency.
The result of this simulation is aggregate loss distribution. Based on the distribution, Operational Value at Risk (OpVaR) is Rp. 17,613,014,530.00 (95th percentile) and Rp. 31,151,154,671.00 (99th percentile).
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T18322
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hasnah Maulani
"Dalam penelitian ini dilakukan pengujian terhadap besarnya nilai value at risk dengan dan tanpa hedging. Tujuannya adalah untuk melihat apakah kegiatan hedging dapat memberikan manfaat untuk menurunkan risiko kerugian akibat adanya fluktuasi harga minyak mentah dan apakah hedging yang ada saat ini telah syari'ah compliant. Data yang digunakan adalah data spot harian minyak mentah untuk jenis WTI, Brent dan OPEC Basket Price untuk periode waktu 1 Januari 2003 sampai dengan 24 Maret 2009. Uji hipotesis menggunakan data future contract harian periode tahun 2007-2008 untuk jenis minyak WTI dengan perhitungan. metode Peak-over Threshold.
Hasil penelitian menunjukkan adanya penurunan nilai value at risk ketika melakukan hedging menggunakan future contract jangka waktu 1 bulan. Penelitian ini juga mengkaji dasar implementasi future contract syari'ah yang dikembangkan oleh Negara Malaysia serta kendala-kendala yang ada dalam mengembangkan keuangan syari'ah.

This research evaluates VaR with and without hedging. It's aimed to see whether hedging can give value added by minimizing fluctuation oil price risk and to see if it is syari'ah compliant already.Data used in this research are daily spot for WTI, Brent and OPEC Basket price on the period of January,1st 2003 until March, 24th 2009. The hypothesis used is daily future contract for WTI crude oil for the year 2007 and 2008. Risk calculation (VaR ) using Extreme Value Theory with Peakover Threshold method.
The result showed that the VaR with hedging activities in one month future contact can be minimized then before hedged. This research also tried to see basic syari'ah future contract implementation which are developed in Malaysia and evaluate constraints on developing financial syari'ah instruments.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2009
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rokhsyahdun
"Karya akhir ini membahas perhitungan risiko operasional dengan menggunakan metode LDA Aggregation. Selain itu juga dibahas mengcnai penerapan manajemen risiko di PT. ABC. Sebagai perusahaan manufaktur, PT ABC terekspose risiko operasional pengembalian produk rusak oleh pelanggan (customer return), yang nilainya sangat mempengaruhi variabilitas net profit. Pengukuran potensi kerugian risiko operasional berupa operational value al risk (OpVaR) menggunakan model LDA Aggregation, menghasilkan nilai sebesar Rp800.387.847,- (pada tingkat kcyakinan 95%) dan Rp1.992.724.386,- (pada tingkat keyakinan 99%). Hasil Back testing menggunakan Loglikelihood Razio menunjukkan bahwa model LDA Aggregation valid digunakan untuk menghitung potensi kemgian.
Hasil penelitian menyarankan kepada PT ABC untuk menggunakan model LDA Aggregarion untuk penghitungan potensi kerugian risiko operasional dan menerapkan manajemen risiko untuk rnengelola risiko yang dihadapi perusahaan. Khusus untuk mitigasi risiko pengembalian produk oleh pelanggan, perusahaan perlu melakukan reduce risk dan transfer risk karena risiko pengembalian produk oleh pelanggan masuk dalam kategori risiko hiyt, baik dari segi likeiihood maupun dari segi impact.

The focus of this study is the calculation of operational risk by using LDA Aggregation method. It also discussed about the implementation of risk management at PT ABC. As a manufacturing company, PT ABC expose to operational risks such as defective product returns by customers (customer retum), whose value is affecting net profit variability significantly. Measurement of potential operational risk losses in the form of operational value at risk (OpVaR) using LDA Aggregation model, generate value Rp800.387.847,- (at 95% confidence level) and Rpl.992.724.386,- (at 99% confidence level). Back testing results using Loglikelihood ratio indicates that the model is valid to calculate potential losses.
The results suggest that PT ABC to use the LDA Aggregation model for calculating the potential of operational risk losses and apply risk management to manage the risks facing the company. Especially for mitigation of the customer return risk, companies need to reduce risk and transfer risk because the risk of product returns by customers tits into the category of high risk, both in terms of likelihood and impact.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2009
T32052
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Maryam Fitriyah
"New Basel II Capital Accord menyadari bahwa dengan memperkenalkan persyaratan permodalan untuk risiko operasional akan menimbulkan dampak yang cukup signifikan terhadap jumlah regulatory capital yang harus disisihkan oleh bank.
Penelitian ini menganalisa perbedaan metode dengan mengacu pada metode yang dipersiapkan oleh Basel Committe dalam memperkirakan capital charge untuk risiko operasional. Analisis diperoleh dengan membandingkan Advanced Measurement Approach (AMA) melalui Loss Distribution Approach (LDA) terhadap non-advanced atau Basic Indicator Approach (BIA). Perhitungan capital charge risiko operasional melalui Basic Indicator Approach merupakan persentase tertentu dari gross income. Sedangkan LDA model menekankan pada analisis kerugian operasional yang membutuhkan data historis (Loss Event Database) mengenai kejadian risiko operasional berdasarkan distribusi frekuensi dan severitas dengan menerapkan konsep Value at Risk (VaR).
Berdasarkan data yang tersedia pada Bank X, hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan advanced approach dengan LDA model menghasilkan capital charge yang lebih rendah dibandingkan dengan BIA model.

New Basel II Capital Accord realized that the introduction of capital requirements for operational risk will cause a significant impact on the amount of regulatory capital that must be set aside by the bank.
This research analyzes the differences of methods with in regards to the methods prepared by the Basel Committee in estimating the capital charge for operational risk. The analysis was done by comparing the Advanced Measurement Approach (AMA) of the Loss Distribution Approach (LDA) to the non-advanced or Basic Indicator Approach (BIA). Calculation of operational risk capital charge with the Basic Indicator Approach is specified by a percentage of the gross income. Meanwhile, the LDA model requires analysis of operating loss using historical data (Loss Event Database) on the operational risk incidents based on the frequency and severity distribution and applying the concept of Value at Risk (VaR).
Based on the data made available by the Bank X, the results showed that the advanced approach applied using the LDA model produces a lower capital charge compared to the BIA model.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>