Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 56202 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yusep Antonius
"ABSTRAK
Secara umum tujuan penelitian ini adalah memberikan gambaran tentang peran dan fungsi Balai Pemasyarakatan dalam penanganan klien pemasyarakatan dari mulai pra ajudikasi sampai post ajudikasi dan apa saja kendala-kendala yang dihadapinya. Peran dan fungsi Balai Pemasyarakatan (Bapas) tidak terlepas dari tujuan sistem peradilan pidana. Sistem peradilan pidana merupakan salah satu kebijakan negara (public policy) dalam rangka menanggulangi kejahatan yang telah mengganggu ketertiban umum melalui proses penegakan hukum. Adapun kebijakan lainnya adalah penanggulangan kejahatan yang bersifat non-penal antara lain melalui upaya membangun kesejahteraan rakyat
Faktor-faktor yang menjadi kendala dalam pelaksanaan peran dan fungsi Bapas adalah meliputi : keterbatasan anggaran, keterbatasan instrumen dan metode litmas, kurang kondusifnya lingkungan kerja Bapas (faktor internal dan eksternal), keterbatasan perangkat hukum dan implementasinya, masih rendahnya kualitas PK, dan keterbatasan dalam proses pembimbingan.
Peran dan fungsi Bapas belum sesuai antara teori yang ada dengan praktek dilapangan, baik pada tahap pra ajudikasi maupun pada tahap post ajudikasi. Oleh karena itu disarankan adanya perombakan perangkat hukum, meningkatkan kinerja PK dengan memberikan pelatihan-pelatihan, perlunya perhitungan kembali besar anggaran bagi Bapas, adanya metode-metode khusus dalam memberikan pembimbingan kepada klien Bapas, adanya pembaharuan pasca institusi-institusi lain yang berkaitan termasuk kepolisian, kejaksaan dan pengadilan. Mengingat Bapas bukan satu-satunya institusi yang terlibat dalam peradilan pidana anak

ABSTRACT
In general this research target is give the imagine of about role and function of Balai Pemasyarakatan in handling of client pemasyarakatan from starting pre adjudication until post adjudication and any kind of constraints faced. Role and function of Balai Pemasyarakatan (Bapas) is not quit of judicature crime system target. Crime Judicature system is one of state policy (public policy) in order to overcoming the badness which have bothered the public orderliness through the straightening of law process. As for other policy is crime overcoming having the character of non-penal for example through build the people prosperity.
The factors becoming constraint in execution of Bapas role and function is consist of : budget limitation, limitation of instrument and social research (litmas) method, less conducive of work environmental the Bapas (internal and external factor), limitation of law peripheral and its implementation, still lower the quality of social counsellor (PK), and limitation in client tuition process.
Role And function of Bapas have not same yet between theory and the practice, as good at pre adjudication phase or at phase of post adjudication. Therefore, suggested by the changing of law peripheral, improving performance of PK by giving the training, the importance to review Bapas budget, existence of special methods in giving tuition to Bapas client, existence of renewal to other related institution including police, public attorney and justice. Considering Bapas is not only one institution which concerned in child criminal justice.
"
2007
T20500
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Peranginangin, Effendi
Jakarta: Rajawali, 1992
340 PER a
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Puspita Rani
"Dalam menjalankan profesinya sebagai officium nobile (jabatan yang mulia), seorang advokat memiliki kewajiban untuk memberikan jasa hukum bagi orang yang memerlukan, termasuk menjadi penasihat hukum bagi terdakwa pencucian uang. Disamping itu, sebagai imbalan atas jasa hukum yang telah diberikan oleh seorang advokat kepada kliennya, maka advokat yang bersangkutan berhak untuk mendapatkan honorarium. Hubungan kliental yang terjadi diantara advokat dengan kliennya yang merupakan terdakwa pencucian uang berimplikasi pada timbulnya tuduhan dari masyarakat yang menyamakan advokat dengan kliennya.
Sementara itu, adanya ketentuan yang bersifat pro parte dolus pro parte culpa menimbulkan kewajiban bagi siapapun untuk menaruh kecurigaan terhadap setiap prilaku atau transaksi mencurigakan yang berada dalam kekuasaannya yang mengindikasikan adanya kejahatan pencucian uang, termasuk pula pemberian honorarium dalam jumlah yang tidak wajar dari terdakwa pencucian uang. Metode penelitian yang digunakan pada penulisan ini adalah metode yuridis normatif. Merujuk pada ketentuan yang dimuat di dalam 40 Rekomendasi FATF, maka hasil dari penelitian ini menyarankan agar advokat dimasukkan sebagai pihak pelapor ke dalam Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang.

In exercising his profession as officium nobile, an advocate has a duty to provide legal services to people in need, including a lawyer for the defendant in money laundering case. In addition, in exchange for legal services that have been provided by a lawyer to his client, the lawyer is entitled to receive legal fee. Clientelism relationship that occurs between lawyers and their clients who are accused of money laundering allegations implicated in the emergence of the community that equate lawyers with their clients.
In the meantime, the provision that called pro parte dolus pro parte culpa creates the liability for anyone suspicious of any suspicious behavior or transactions that are within his control that indicate money laundering, including giving legal fee in the amount that does not match with clients’ profile. The research method that used in this paper is the normative method. Referring to the provisions contained in the 40 Recommendations FATF, advocates have position as Reporting Parties in the Anti Money Laundering Regime.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S46231
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ida Bagus Adi Surya Prabawa Kemenuh
"[Adanya gugatan perdata yang diajukan oleh Sumatra Partners LLC melawan advokat pada kantor hukum Ali Budiarjo, Nugroho, Reksodiputro (ABNR) atas pembuatan legal opinion telah menunjukkan potensi gugatan klien yang tidak puas akan pelayanan jasa hukum yang diberikan oleh advokat, khususnya dalam hal pembuatan legal opinion. Sampai saat ini belum terdapat putusan pengadilan yang dapat dijadikan yurisprudensi berkaitan dengan hal ini. Penelitian ini mencoba untuk menjawab mengenai isu bagaimana pertanggungjawaban advokat atas pembuatan legal opinion, baik secara etika profesi, perdata, dan pidana. Melalui pendekatan yuridis normatif diketahui bahwa terdapat batasan-batasan yang mengharuskan seorang advokat untuk bertanggung jawab, dan pada dasarnya advokat dapat dimintai pertanggungjawaban atas pembuatan legal opinion, baik secara etika profesi yang didasarkan pada ketentuan kode etik profesi advokat Indonesia yang diputuskan oleh
dewan kehormatan advokat, secara perdata maupun pidana apabila terlebih dahulu dapat dibuktikan adanya itikad tidak baik pada diri advokat dalam menyusun legal opinion, serta mampu membuktikan dalil-dalil gugatan yang diajukan pada jenis pertanggungjawaban secara perdata ataupun membuktikan bahwa advokat tersebut telah memenuhi unsur delik tertentu yang berkaitan dengan penyusunan sebuah legal opinion. Selain itu, untuk memitigasi risiko pertanggungjawaban hukum yang dimiliki advokat, kedepannya advokat dapat melakukan penutupan asuransi tanggung
gugat hukum.

Civil lawsuits by Sumatra Partners LLC against some advocates in Ali Budiardjo, Nugroho, Reksodiputro (ABNR) law offices on matter malpractice in rendering legal opinion showed trends in clients to take lawsuit against their lawyer, who are not satisfied with the legal services provided by the lawyers, particularly in terms of
rendering legal opinion. Until today, there is no court decision that can be used as jurisprudence on this matter. This study tries to answer on the issue of advocate's
liability in rendering a legal opinion, based on professional ethics, civil, and criminal approach. Based on normative juridical approach is known that there are any restrictions that require a lawyer to be responsible, and basically advocates liable for rendering a legal opinion, based on professional ethics refer to provisions of the Indonesia advocates code ethics, and it will decided by the advocates board of honors, while, for civil and criminal liability, intially must be proven that there is no existence of good faith in advocates when he/she drafting legal opinions, and the plaintiff must be able to prove the arguments of the lawsuit or prove that the advocates has met the elements of criminal provision regarding to rendering a legal opinion. Furthermore, in order to mitigate legal risk from rendering opinion letter, an advocates shall be has legal risk insurance., Civil lawsuits by Sumatra Partners LLC against some advocates in Ali Budiardjo,
Nugroho, Reksodiputro (ABNR) law offices on matter malpractice in rendering legal
opinion showed trends in clients to take lawsuit against their lawyer, who are not
satisfied with the legal services provided by the lawyers, particularly in terms of
rendering legal opinion. Until today, there is no court decision that can be used as
jurisprudence on this matter. This study tries to answer on the issue of advocate’s
liability in rendering a legal opinion, based on professional ethics, civil, and criminal
approach. Based on normative juridical approach is known that there are any
restrictions that require a lawyer to be responsible, and basically advocates liable for
rendering a legal opinion, based on professional ethics refer to provisions of the
Indonesia advocates code ethics, and it will decided by the advocates board of honors,
while, for civil and criminal liability, intially must be proven that there is no
existence of good faith in advocates when he/she drafting legal opinions, and the
plaintiff must be able to prove the arguments of the lawsuit or prove that the
advocates has met the elements of criminal provision regarding to rendering a legal
opinion. Furthermore, in order to mitigate legal risk from rendering opinion letter, an
advocates shall be has legal risk insurance.]
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S62221
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chicago: ABA Press & American Bar Association,
340 BAR
Majalah, Jurnal, Buletin  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmat Hakim Mantova
Depok: Universitas Indonesia, 2004
S22133
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Soedirjo
Jakarta: Akademika Pressindo, 1985
174.3 SOE j
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Soleman B. Taneko
Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1993
340.115 TAN p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Dewina Santi Baramuli S.
"Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat dengan tegas mengakui bahwa Advokat adalah salah satu unsur penegak hukum, yang mempunyai kedudukan setara dengan para penegak lainnya yaitu hakim, polisi dan jaksa. Selain itu Undang-Undang ini juga mengatur mengenai adanya hak dan kewajiban bagi profesi Advokat, termasuk didalamnya Hak Imunitas Advokat. Dalam prakteknya penerapan Hak Imunitas profesi Advokat, dalam hal ini hak imunitas yang timbul karena kewajiban menjaga rahasia pekerjaan (verschoningsrecht), yaitu pada kasus perpanjangan Hak Guna Bangunan (HGB) Hotel Hilton, dimana Ali Mazi yang berprofesi sebagai Advokat (sebagai kuasa hukum dari Pontjo Sutowo untuk perpanjangan HGB Hotel Hilton), dihadapkan pada adanya kewajiban setiap warga negara untuk memberikan kesaksian di peradilan.
Yang menjadi permasalahan adalah dapatkah seorang Advokat dikecualikan memberikan kesaksian yang menyangkut rahasia kliennya dalam sidang pengadilan. Adapun dasar untuk memberikan kesaksian bagi profesi Advokat adalah karena adanya asas "menjaga rahasia jabatan/pekerjaan", yang tidak berlaku mutlak. Sedangkan dasar yang dapat digunakan sebagai permintaan pembebasan sebagai saksi adalah karena profesi advokat dianggap memenuhi persyaratan sebagai profesi yang karena Undang-Undang dapat dikecualikan/menolak memberikan kesaksian di peradilan. Namun pengecualian ini tidak berlaku dalam tindak pidana tertentu.
Dalam kasus perpanjangan HGB Hotel Hilton, HGB No. 26/GELORA dan No.27/GELORA, didasarkan pada Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960, beserta peraturan pelaksananya yaitu Peraturan Pemerintah (PP) Nomor.40 Tahun 1996, tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah. Dalam kasus ini, atas dasar pertimbangan kepentingan negara telah dikeluarkan Keppres Nomor 4 Tahun 1984, dimana HGB Hotel Hilton dikembalikan kepada negara ketika masa berlaku HGB tersebut habis.
Terbitnya perpanjangan HGB menimbulkan permasalahan keabsahan Hak Pengelolaan (HPL) diatas HGB, dimana Hak Pengelolaan (HPL) terbit atas keputusan Kepala BPN Nomor 169/HPL/BPN/89 yang didasarkan pada Keppres Nomor 4 Tahun 1984. Kasus ini diajukan ke PN Jakarta Pusat dengan dakwaan Tindak Pidana Korupsi. Dalam hal ini, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 mengatur verschoningsrecht bagi profesi tidak dapat diberlakukan, sehingga Advokat wajib memberikan kesaksian di peradilan Pidana."
Depok: Universitas Indonesia, 2007
S22439
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sholeh So`an
Jakarta: Agung Ilmu, 2004
297.4 SHO m
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>