Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 92661 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rismiati
"Tesis ini dimotivasi oleh serangkaian kebijakan penetapan lokasi Rumah Pemotongan Hewan(RPH) baru sebagai pengganti Rumah Pemotongan Hewan Tanjung Priok yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah(Pemda) DKI Jakarta pada tahun 2002. Pemindahan operasi RPH Tanjung Priok ke lokasi RPH baru tidak direspon positif oleh pengguna jasa(pedagang penerima, pedagang pemotong, dan pedagang pasar) RPH Tanjung Priok Jakarta Utara. Meningkatnya biaya transportasi, kurangnya keamanan lingkungan, dan potensi turunnya kwalitas daging merupakan faktor kendala bagi para pemakai jasa RPH Tanjung Priok jika pemotongan dilakukan di RPH yang ditetapkan. Dampak pencemaran lingkungan dan tidak layak operasi secara tehnis kesehatan masyarakat veteriner (kesmavet) merupakan faktor kendala dari operasi RPH Tanjung Priok. Berdasarkan uraian diatas, maka keberadaan RPH Tanjung prick di lokasi sekarang menimbulkan sikap pro kontra diantara berbagai pihak kepentingan. Dengan demikian, diperiukan penelitian yang komprehensif untuk dapat memilih satu lokasi RPH yang tepat.
Badan perencana perlu ikut serta di dalam proses penyelesaian kasus RPH Tanjong Priok. Jenis perencanaan yang digunakan oleh perencana adalah dengan mengadopsi teori popular planning. Jenis pekerjaan yang dilakukan oleh perencana untuk menyelesaikan kasus ini adalah dengan menerapkan rational comprehensif. Pekerjaan dimulai dari mendefinisikan permasalahan, mengumpulkan dan menganalisa fakta, menseleksi tujuan dan pengembangan starategi pencapaian tujuan. Untuk menseleksi beberapa tujuan menjadi satu tujuan pilihan, maka digunakan metode Analytic Hierarchy Process(AHP) untuk analisa manfaat dan biaya. Tujuannya adalah untuk menentukan lokasi RPH yang dapat mengakomodir semua pihak kepentingan dengan pilihan alternatif. Alternatif pertama adalah tidak pindah atau status quo dengan perbaikan sarana dan fasilitas RPH. Alternatif ke dua adalah bergabung atau relokasi ke RPH Cakung atau Pulogadung. Alternatif ketiga adalah mencari lokasi baru atau relokasi Jakarta Utara.
Data berupa persepsi manusia dengan kriteria expert kemudian diolah dengan menggunakan program expert choice educational version 9.50A05. Hasil olah data menunjukkan bahwa pilihan kebijakan yang layak dilakukan atau menghasilkan manfaat paling besar bagi semua pihak kepentingan adalah mencari lokasi baru atau relokasi Jakarta Utara. Angka rasio manfaat dan biaya menunjukkan lebih besar dart satu atau sebesar 1,53. Pilihan kebijakan yang tidak layak dilakukan atau menyebabkan biaya besar adalah bergabung atau relokasi ke RPH CakunglPulogadung 0,82 dan status quo dengan perbaikan sarana dan fasilitas 0,76. Angka rasio manfaat dan biaya menunjukkan kurang dart satu. Pilihan kebijakan mencari lokasi RPH baru atau relokasi Jakarta Utara disarankan diikuti dengan optimalisasi jumlah pemotongan ternak. Optimalisasi jumlah pemotongan ternak dapat dicapai, jika PD Dharma Jaya melakukan strategi pencapaian tujuan. Menurut (Levy,1990) strategi pencapaian tujuan dapat dilakukan dengan melakukan aktifitas penjualan."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T20430
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sita Nurlailly
"Untuk mencapai operasional pembangkit yang maksimal diperlukan ketersediaan jumlah spare part yang sesuai kebetuhan. penelitian ini mengusulkan penggabungan metode AHP dan Semi Delphi, untuk menentukan jumlah kebutuhan spare part tersebut, dengan melihat sudut pandang pemeliharaan dan logistik dari spare part. Pemeliharaan mempunyai 7 kriteria dan logistic mempunyai 7 kriteria. Pada penelitian ini berfokus pada blok 4 PLTGU Priok, dimana mana pembangkit ini bergerak dengan mesin steam turbin dan gas turbin. Penelitian ini penggabungan AHP dan semi delphi uuntuk menentukan jumlah spare part. Daftar spare part tersebut, dinilai untuk ditemukan kekritisannya. Setelah itu jumlah spare part yang sudah ditemukan kekritisannya dengan Semi Delphi. Para expert kemudian menentukan jumlah spare part sesuai dengan pengalamannya. Hasil dari penelitian yang telah dilakukan didapatkan kekritisan “H” sebanyak 2 spare part, “M” sebesar 108 spare part dan “L” sebesar 0 buah. Dari sisi biaya, perhitungan untuk jumlah dengan kategori mean atau rata-rata terdapat penghematan sebesar 2% jika dibandingkan dengan jumlah eksisting spare part.

Untuk mencapai operasional pembangkit yang maksimal diperlukan ketersediaan jumlah spare part yang sesuai kebetuhan. penelitian ini mengusulkan penggabungan metode AHP dan Semi Delphi, untuk menentukan jumlah kebutuhan spare part tersebut, dengan melihat sudut pandang pemeliharaan dan logistik dari spare part. Pemeliharaan mempunyai 7 kriteria dan logistic mempunyai 7 kriteria. Pada penelitian ini berfokus pada blok 4 PLTGU Priok, dimana mana pembangkit ini bergerak dengan mesin steam turbin dan gas turbin. Penelitian ini penggabungan AHP dan semi delphi uuntuk menentukan jumlah spare part. Daftar spare part tersebut, dinilai untuk ditemukan kekritisannya. Setelah itu jumlah spare part yang sudah ditemukan kekritisannya dengan Semi Delphi. Para expert kemudian menentukan jumlah spare part sesuai dengan pengalamannya. Hasil dari penelitian yang telah dilakukan didapatkan kekritisan “H” sebanyak 2 spare part, “M” sebesar 108 spare part dan “L” sebesar 0 buah. Dari sisi biaya, perhitungan untuk jumlah dengan kategori mean atau rata-rata terdapat penghematan sebesar 2% jika dibandingkan dengan jumlah eksisting spare part."
Jakarta: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ricky Andriansyah
"Pemeringkatan industri rumah sakit berdasarkan kinerja merupakan sumber informasi yang berharga bagi berbagai stakeholder dalam industri tersebut. Agar pemeringkatan terhadap berbagai nlmah sakit dapat dilakukan, maka diperlukan identifikasi terhadap faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kinerja rumah sakit. Kinerja setiap rumah sakit kemudian diukur relatif terhadap faktor-faktor tersebut kemudian dibandingkan dengan kinexja nlmah sakit lain untuk mengetahui peringkat suatu rumah sakit dalam industri rumah sakit secara keseluruhan.
Metode AHP (Analytic Hierarchy Process) digunakan untuk memexingkatkan rumah sakit berdasarkan kinerjanya. Langkah awal yang dilalcukan adalah mengidentiiikasi herbagai ul-curan kinerja rumah sakit yang dibagi ke dalam kriteria dan subkriteria. Perbandingan berpasangan kemudian dilalcukan untuk mengetahui bobot masing-masing kriteria dan subkriteria. Berikutnya dilakukan perhitungan lconsistensi pada setiap matriks perbandingan berpasangan sebagai bentuk valiclasi dari model yang telah terbentuk. Langkah akhir penyelsaian model adalah dengan membuat skala intensitas untuk setiap subkxiteria pada model.
Model pengukuran kinerja yang terbenmk terdiri dari delapan kliteria utama dan 34 subkriteria. Setiap matriks perbandingan berpasangan memiliki rasio konsistensi kurang dad 10%, sehingga model bersifat konsisten. Aspek-aspek kualitatif memiliki bobot lebih besar daripada aspelc kuantitalif dalam penentuan kinerja rumah sakit. Penclilian Icbih lanjut untuk menentukan interval skala intcsitas untuk masing-masing subkriteria masih diperlukan.

Hospital performance rating is valuable information for stakeholders of hospital industry. ln order to rate hospitals, we need to identiU factors that contribute to the overall performance of hospital, namely hospital performance measures. Perfomance of a hospital is then measured relative to the performance measures and is compared to another hospital’s performance. From the comparison process, we obtain hospital perfomiance rating within the industry.
The Analytic Hierarchy Process is carried out to rate hospitals based on their performance. The iirst step is to identify hospital perfomiance measures that are divided into criteria and sub criteria. Pairwise comparison is then applied to generate weights for criteria as well as sub criteria. Next, consistency ratio calculation for each pairwise comparison matrix is needed to validate the performance measurement model. Finally, rating intensities are constructed for sub criteria in the model.
As a result, performance measurement model for hospital rating consists of 8 criteria and 34 sub criteria. All of the pairwise comparison matrixes have consistency ratio value less than 10%, meaning that the model is consistent. It seems that qualitative performance measures affect hospital performance greater than quantitative performance measures, as can be seen from their relative weights.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2004
S49981
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mirsa Diah Novianti
"Industri kecil merupakan kegiatan ekonomi yang mendominasi struktur perekonomian Indonesia. Sektor ini memiliki peran yang strategis, baik secara ekonomi maupun sosial politis. Namun dibalik peran positifnya, masih banyak kelemahan struktual yang menghimpit industri kecil ini, sehingga diperlukan upaya pengembangan agar industri kecil dapat memperoleh kepastian berusaha untuk menyambung hidupnya.
lndustri konveksi merupakan salah satu industri kecil dominan di Kota Depok yang tumbuh dan berkembang secara turun-temurun serta telah banyak mengalami kemajuan. Namun, masih terdapat permasalahan fundamental yang harus diidentifikasi dan dipecahkan, sehingga diperlukan perhatian dan pemikiran yang lebih serius. Pemda Depok telah mencanangkan empat alternatif untuk mengembangkan industri konveksi yaitu peningkatan kemampuan produksi, peningkatan mutu produk, peningkatan aspek pemasaran dan peningkatan hubungan kemitraan. Karena keterbatasan dana, waktu dan sumber daya, maka seluruh alternatif tidak dapat dikembangkan secara bersamaan, sehingga perlu diprioritaskan altematif mana yang akan terlebih dahulu harus dikembangkan. Dari hasil Analytic Hierarchy Process, didapatkan bahwa alternatif yang menjadi prioritas adalah peningkatan aspek pemasaran. Dalam upaya menindaklanjuti keputusan tersebut, maka dibuat perencanaan strategis dengan menggunakan matriks APFM (Action Planning for Failure Modes).
Untuk mendapatkan pola perbaikan kinerja yang kontinu, diperlukan suatu indikator kinmja, yakni dengan penetapan Key Performance Indicator (KPD). Penetapan KPI dapat dijadikan panduan dalam memonitor perkembangan dan perbaikan secara kontinu serta secara efektif mengendalikan manajemen operasional dan mengatur visi strategis. Berdasarkan KPI yang telah ditetapkan, peran dari pihak terkait, yang terdiri atas Pemerintah, stakeholders, peneliti dan akademis yang bergerak dalam bidang pengembangan industri kecil, akan membina dan memonitor industri konveksi dalam tiga fase pengembangan sehingga industri konveksi dapat bersaing.

Small lndustry has been an economic activity that dominates economical structure in indonesia. This sector has strategic role either economically, socially or politically. Beyond its positive roles, there are many structural weaknesses that obstruct small industries. Development efforts are needed, so that small industries can gain assurance to do the utmost in living their lives.
Garment industry has been one of small dominant industries in Depok that grows and develops hierarchy after having so much improvement. Nevertheless, there are still fundamental issues which needed identification and solution, and that requires more serious attention and thoughts. Local Govemment, Depok itself; has established four alternatives to develop garment industry. There are production capability improvement, product quality improvement, marketing aspect improvement and partnership improvement. Because of time, fund and resources limitation, all altematives can not be developed at the same time. We need to make a priority of which alternative must be develop lirst. From Analytic Hierarchy Process result, we got a conclusion that marketing aspect improvement would be the prior altemative. In order to follow up the decision, strategic planning was made by using Action Planning for Failure Modes Matrix.
To gain a continuous pattern of performance improvement, it requires one performance indicator which is suitable to Key Performance Indicator determination. Key Performance indicator determination can be a guidance to monitor a continuous development and improvement. It can also control operational management effectively and arrange the strategic side. Based on KPI determination, SMEs support group role, including the govemment, practitioners in SMEs, and researchers and academics in the area of entrepreneurship and small business development, will develop and monitor garment industry in three development phase, so that garment industry being competitive."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
T16911
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tresna Priyana Soemardi
"Garment industry has been one of small dominant industries in Depok that grows and develops hierarchy after having so much improvement. Nevertheless, there are still fundamental issues which needed identification and solution, and that requires more serious attention and thoughts. Local Government, Depok itself has established four alternatives to develop garment industry. There are production capability improvement, product quality improvement, marketing aspect improvement and partnership improvement. From Analytic Hierarchy Process result, we got a conclusion that marketing aspect improvement would be the prior alternative. In order to follow up the decision, strategic planning was made by using Action Planning for Failure Modes Matrix. Based on KPl determination, SMEs support group role, including the government, practitioners in SMEs and researchers and academics in the area of entrepreneurship and small business development, will develop and monitor garment industry in three development phases so that garment industry being competitive."
2007
JUTE-21-1-Mar2007-75
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1990
S18070
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tresna Priyana Soemardi
"Industri konveksi merupakan salah satu industri kecil dominan di Depok yang tumbuh dan berkembang secara turun-temurun serta telah banyak mengalami kemajuan. Namun, masih terdapat permasalahan fundamental yang harus diidentifikasi dan dipecahkan, sehingga diperlukan perhatian dan pemikiran yang lebih serius. Pemda Depok telah mencanangkan empat alternatif untuk mengembangkan industri konveksi yaitu peningkatan kemampuan produksi, peningkatan mutu produk, peningkatan aspek pemasaran dan peningkatan hubungan kemitraan. Karena keterbatasan dana, waktu dan sumber daya, maka seluruh alternatif tidak dapat dikembangkan secara bersamaan, sehingga perlu diprioritaskan alternatif mana yang akan terlebih dahulu dikembangkan. Dari hasil Analytic Hierarchy Process, didapatkan bahwa alternatif yang menjadi prioritas adalah peningkatan aspek pemasaran. Dalam upaya menindaklanjuti keputusan tersebut, dibuatlah perencanaan strategis dengan menggunakan matriks Action Planning for Failure Modes. Untuk mendapatkan pola perbaikan kinerja yang kontinu, diperlukan suatu indikator kinerja, yakni dengan penetapan Key Performance Indicator (KPI). Penetapan KPI dapat dijadikan panduan dalam memonitor perkembangan dan perbaikan secara kontinu serta secara efektif mengendalikan manajemen operasional dan mengatur visi strategis. Berdasarkan KPI yang telah ditetapkan, peran dari pihak terkait, yang terdiri atas Pemerintah, stakeholders, peneliti dan akademis yang bergerak dalam bidang pegembangan industri kecil, akan membina dan memonitor industri konveksi dalam tiga fase pengembangan sehingga industri konveksi dapat bersaing.

Garment industry has been one of small dominant industries in Depok that grows and develops hierarchy after having so much improvement. Never theless, there are still fundamental issues which needed identification and solution, and that requires more serious attention and thoughts. Local Government, Depok itself, has established four alternatives to develop garment industry. There are production capability improvement, product quality improvement, marketing aspect improvement and partnership improvement. From Analytic Hierarchy Process result, we got a conclusion that marketing aspect improvement would be the prior alternative. In order to follow up the decision, strategic planning was made by using Action Planning for Failure Modes Matrix. Based on KPI determination, SMEs support group role, including the government, practitioners in SMEs and researchers and academics in the area of entrepreneurship and small business development, will develop and monitor garment industry in three development phases so that garment industry being competitive."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2007
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Agustinus Titis Iswara
"Skripsi ini membahas tentang pengambilan keputusan untuk memilih mesin bubut CNC untuk kebutuhan bengkel pemasok komponen produksi perusahaan automotive accessories. Kriteria-kriteria pemilihan mesin bubut CNC dikelompokkan ke dalam 2 kategori yaitu kriteria manfaat dan kriteria biaya. Dengan menggunakan metode AHP (analytic hierarchy process) kriteria manfaat disusun ke dalam hirarki manfaat sedangkan kriteria biaya disusun ke dalam hirarki biaya kemudian dihitung bobot manfaat dan bobot biaya dari alternatif. Hasil akhir penelitian berupa rasio manfaat / biaya dari alternatif. Alternatif dengan rasio manfaat / biaya tertinggi menjadi prioritas keputusan.

The focus of this study is the decision making process to choose a CNC lathe for workshop that supplies automotive accessories company production parts. Criteria for selection of CNC lathe are grouped into 2 categories, the benefit criteria and cost criteria. By using the method of AHP (analytical hierarchy process) benefit criteria are organized into a hierarchy of benefit while cost criteria are organized into a hierarchy of cost, then calculated the alternatives' weight of benefit and weight of cost. The final results of the research are benefit / cost ratios for alternatives. Alternative has highest benefit / cost ratio is the priority decision."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2011
S52107
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ario Cahya Gemilang
"Indonesia merupakan negara dengan market otomotif terbesar di Asia Tenggara, tercatat lebih dari satu juta unit mobil terjual di Indonesia pada 2018. PT X adalah salah satu perusahaan distributor kendaraan di Indonesia. PT X memiliki 38 dealer di seluruh Indonesia yang melayani jasa penjualan dan servis kendaraan. Setiap tahun PT X memiliki proyek untuk dilelang. Proyek tersebut dimiliki dan dijalankan oleh dealer yang ditunjuk oleh PT X. Dari seluruh proyek yang dibangun dan dioperasikan banyak yang tidak optimal menjalankan fungsinya sesuai dengan target. Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan optimasi proses seleksi proyek dengan menggunakan metode analytic hierarchy process (AHP), dengan penerapan project portfolio management pada PT X. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat 5 kriteria dengan bobot prioritas yang paling berpengaruh terhadap dipilihnya sebuah perusahaan untuk menjadi pemenang seleksi proyek. Kriteria tersebut dengan masing – masing bobot prioritas adalah kriteria keuangan (34%), pengelolaan bisnis (28%), sumber daya manusia (18%), competitiveness improvement (12%) dan kemampuan mengelola proyek (8%). PT X dapat menggunakan sistem seleksi baru dengan scoring model berbasis AHP sehingga kinerja proyek dan kinerja operasional dealer dapat tercapai optimal.

Indonesia is the country with the largest automotive market in Southeast Asia, with more than one million cars sold in Indonesia in 2018. PT X is one of the vehicle distributor companies in Indonesia. PT X has 38 dealers in Indonesia that provide sales and service services for vehicles. Every year PT X has a project up for auction. The project is owned and executed by a dealer appointed by PT X. Of all the projects built and operated, many did not perform their functions optimally according to the target. The purpose of this study is to optimize the project selection process using the analytic hierarchy process (ahp) method, with the application of project portfolio management at PT X. The results show that there are 5 criteria with priority weights that most influence the selection of a company to be the winner of the project selection. The criteria with each priority weight are financial criteria (34%), business management (28%), human resources (18%), competitiveness improvement (12%) and the ability to manage projects (8%). PT X can use a new selection system with AHP-based scoring model so that project performance and dealer operational performance can be achieved optimally."
Jakarta: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yunika Permatasari
"ABSTRAK
Perkembangan industri tambang saat ini, mendorong perusahaan untuk
melakukan peningkatan kinerja yang kompetitif dan manajemen strategi yang
baik. Strategi diturunkan dari visi dan misi akan menghasilkan indikator kinerja
yang bersifat kuantitatif sebagai alat ukur perusahaan untuk menilai kinerja
perusahaan secara keseluruhan. Diperlukan adanya penilaian bobot terhadap KPI
yang selaras dengan strategi perusahaan menggunakan metode Analytic Hierarchy
Process. Didapatkan indikator kinerja prioritas yang memiliki nilai bobot tertinggi
adalah ?Sustainability Growth Rate? sebesar 18,5% (0,185). KPI ?Sustainability
Growth Rate? ini menjadi penting bagi perusahaan dalam mewujudkan strategi
perusahaan. Hasil bobot ini diharapkan dapat menggambarkan arah dan tujuan
perusahaan sesuai dengan tema strategi tahunan perusahaan.

Abstract
Development of the mining industry today, encourages companies to increase
competitive performance and a good management strategy. Strategy derived from
vision and mission will generate quantitative performance indicators as a
measurement tool to assess the overall corporate performance. Required the
assessment of the weight of the KPI is aligned with corporate strategy using the
method of Analytic Hierarchy Process. Obtained priority performance indicators
that have the highest weight value is "Sustainability Growth Rate" of 18.5%
(0.185). KPI "Sustainability Growth Rate" is important for the company in
realizing the company's strategy. The results of this weight is expected to describe
the direction of the company in accordance with the theme of the company's
annual strategy."
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S43561
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>