Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 668 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rainda Cuaca
"ABSTRAK
Kebebasan berbicara merupakan hak asasi yang dilindungi hukum di Amerika Serikat sebagaimana tercantum dalarn Bill of Rights. Grup musik country the Dixie Chicks menggunakan hak mereka untuk berbicara untuk menyatakan ketidak setujuannya terhadap Presiden George W. Bush dan Perang Irak lewat sebuah pernyataan kontroversial pada saat mereka sedang mengadakan konser di London, Inggris, menjelang penyerangan terhadap Irak pada tahun 2003 sehingga mendapatkan sensor berupa pemboikotan dari industri musik country. Pemboikotan itu menjadikan eksistensi Dixie Chicks sebagai grup musik terancam dan melemahkan mereka secara ekonomi. Namun pemboikotan ini juga mendapatkan tentangan dari pihak-pihak yang mendukung Dixie Chicks dalam sikap mereka, baik dalam sikap anti perang maupun sikap berani berpendapat sesuai dengan hak kebebasan berbicara seorang warga negara Amerika Serikat. Pihak-pihak yang pro dan kontra pun beroposisi menanggapi fenomena ini dengan pernyataan anti-perang dan pro-perang mereka. Freedom of speech sebagai hak warga negara yang seharusnya dilindungi ketika dalam keadaan perang pun menjadi terancam.. Tesis ini mengeksplorasi dinamika Para aktor yang terlibat dalam fenomena kontroversi freedom of speech the Dixie Chicks dalam pop culture Amerika Serikat pada masa Perang Irak dalam rentang tahun 2003 - 2007, yang meliputi kelompok the Dixie Chicks, rekan sejawat, penggemamya, dan media dengan studi kualitatif dan menggun.akan analisis wacana. Teori yang digunakan meliputi teori semiotika Saussure, hubungan sosial dengan figur media Caughey dan ideologi Althusser. Freedom of speech di Amerika Serikat merupakan sesuatu yang harus diperjuangkan, tidak hanya terberi, walaupun dilindungi oleh hukum.

ABSTRACT
Freedom of speech in the United States of America is a human right that is protected within the law, as stated in the Bill of Rights. Country music group the Dixie Chicks has exercised this right by showing their dissent towards President George W.Bush and his war on Iraq through a controversial statement in a concert in London, England, just before the war started in 2003, which resulted in censorship from the country music community through acts of boycott. Parties that are for and against the Dixie Chicks and their statement of anti-war and pro-war are in opposition in reaction to the controversial statement. This thesis explores the dynamics of the actors involved in the Dixie Chicks controversial freedom of speech phenommenon in American pop culture during the Iraq War within the 2003 - 2007 time frame, which includes the Dixie Chicks, their colleagues, fans and the media by qualitative methodes and discourse. Theories used are Saussure's semiotics, Caughey's social relations to a media figure and Althusser's theory on ideology. Freedom of speech in America is not given, one must fight in order to achieve it, although it is guaranteed by the law.
"
2007
T20719
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Alya Zahra
"ABSTRAK
Beberapa dekade terakhir, teknologi terus berkembang pesat. Dapat dikatakan bahwa semakin canggihnya perangkat, platform, dan aplikasi sebagai bagian dari teknologi telah memengaruhi cara berkomunikasi antar manusia, sebagaimana dikatakan oleh Marshall McLuhan di dalam Teori Determinisme Teknologi. Namun, meningkatnya akses internet dan teknologi informasi membuat orang semakin mudah mendapatkan informasi dan berpendapat secara bebas di depan umum tentang apa yang mereka pikirkan. Besarnya penetrasi internet di Indonesia membuat kasus perundungan siber di media sosial semakin marak terjadi. Tidak hanya masyarakat biasa, selebriti juga rentan menjadi korban perundungan siber. Di era digital ini, InsertLive muncul sebagai akun gosip seputar informasi selebriti dengan 797 ribu pengikut di Instagram. Namun, perkembangan teknologi ini telah memengaruhi cara pengguna media sosial bertindak dan mengekspresikan pendapatnya secara bebas melalui akun InsertLive yang telah mengarah kepada perundungan siber. Akun gosip seperti InsertLive kerap mengunggah foto dan merangkai judul serta caption yang mengandung unsur penghinaan, merendahkan martabat manusia, dan penggiringan opini sehingga mendorong netizen untuk memperolok melalui kolom komentar. Ucapan menghina yang dimaknai sebagai bagian dari hak atas kebebasan berpendapat merupakan kekeliruan yang menjadi sebuah paradoks di media siber.

ABSTRACT
The last few decades, technology continues to develop rapidly. It can be said that the increasingly sophisticated devices, platforms, and applications as part of technology has influenced the way of communication between people, as Marshall McLuhan said in the Theory of Technological Determinism. However, increasing internet access and information technology makes it easier for people to get information and freely express their opinions in public about what they think. The large internet penetration in Indonesia has made cyber bullying cases on social media more widespread. Not only ordinary people, celebrities are also vulnerable to becoming victims of cyber bullying. In this digital age, InsertLive emerged as a gossip account about celebrity information with 797 thousand followers on Instagram. However, the development of technology has influenced the way social media users act and express their opinions freely through an InsertLive account that has led to cyber bullying. Gossip accounts like InsertLive often upload photos and arrange titles and captions that contain elements of humiliation, degradation, and lead opinions so that they drive netizens to mock through comments. Humiliation which are interpreted as part of the right to freedom of speech is a fallacy that became a paradox in cyber media."
2019
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Haworth, Alan
London: Routledge, 1998
323.440 1 HAW f (2)
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Jufri
"ABSTRAK
Tesis ini membahas tentang batasan-batasan suatu perbuatan pencemaran nama
baik dapat dikategorikan masuk dalam delik pers dan batasan-batasan suatu
perbuatan pencemaran nama baik dapat dikategorikan masuk dalam delik KUHP,
faktor-faktor yang menjadi pembeda suatu perbuatan pencemaran nama baik
dikategorikan masuk dalam delik pers atau dikategorikan masuk dalam delik
KUHP serta penegak hukum dalam hal ini Mahkamah Agung RI mengukur suatu
peristiwa pencemaran nama baik oleh pers sebagai suatu tindak pidana. Penelitian
yang dilakukan sifatnya yuridis normatif yaitu penelitian berdasarkan sumber data
sekunder yang meliputi bahan hukum primer, sekunder, dan tersier, dengan
pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konseptual
(conceptual approach), serta metode penelitian kepustakaan dan penelitian
empiris. Mengenai data yang diperoleh, yaitu data dari Mahkamah Agung RI
dianalisa dan disajikan secara deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa batasan-batasan suatu perbuatan pencemaran nama baik dapat
dikategorikan masuk dalam delik pers diantaranya melanggar beberapa pasal
tentang pencemaran nama baik dalam KUHP dan informasi yang diketahui umum
merupakan pernyataan pikiran atau perasaan pelaku sehingga bertentangan
dengan peran dan fungsi pers serta kode etik jurnalistik, sedangkan batasanbatasan
suatu perbuatan pencemaran nama baik dapat dikategorikan masuk dalam
delik KUHP diantaranya perbuatan melanggar pasal tentang pencemaran nama
baik dalam KUHP, informasi yang diketahui umum merupakan pernyataan
pikiran atau perasaan pelaku namun tidak berkaitan dengan peran dan fungsi pers
serta kode etik jurnalistik. Salah satu faktor yang menjadi pembeda suatu
perbuatan pencemaran nama baik dikategorikan masuk dalam delik pers atau
dikategorikan masuk dalam delik KUHP adalah terletak pada metode
penyelesaian setelah terjadinya perbuatan. Sedangkan Mahkamah Agung RI
mengukur suatu peristiwa pencemaran nama baik oleh pers sebagai suatu tindak
pidana dengan mengeluarkan Surat Edaran Nomor 13 Tahun 2008 tentang
Meminta Keterangan Saksi Ahli.

ABSTRACT
This thesis is discuss about the limitations of a defamation action which can be
categorized into the press offenses and the limits of a defamation action can be
categorized into KUHP offenses, the factors that made the difference a defamation
action categorized into the press offenses or KUHP offenses as well as law
enforcement in this case the Supreme Court measure a defamation event by the
press as a criminal offense. This thesis is conducted by normative juridis which
based on secondary data source that is including primary legal materials,
secondary, and tertiary, with the approach of legislation (statute approach) and the
conceptual approach, as well as the method of literature research and empirical
research. Regarding the data which acquired from the Supreme Court analyzed
and presented in descriptive qualitative. The results shows that the limitations of a
defamation action can be categorized into the press offenses such as violating
several articles about defamation in the KUHP and the information known by
public is constitute state of mind or feelings is so contrary to the role of the
offender and the function of the press and journalistic ethics , while the limits of a
defamation action can be categorized into KUHP offenses of which actions
violated article about defamation in the, KUHP commonly known information by
public is a state of mind or feelings of the offender, but not related to the role and
function of the press as well as the code of ethics journalism. One factor that made
the difference a defamation action categorized into the press offenses or KUHP
offenses is located on the method of completion after the act. While the Supreme
Court measure an event defamation by the press as a crime by issuing Circular
No. 13 year 2008 regarding Request The Expert Witness Testimony."
2013
T33737
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Levy, Leonard W.
London: Harper, 1963
070.13 LEV f
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Safira Hanifati
"Penulisan ini bertujuan untuk meneliti seruan freedom of speech dalam puisi berjudul Ikhtiyār karya Azzedine
Mihoubi yang merupakan seorang penyair dan mantan menteri Kebudayaan Aljazair tahun 2015-2019. Puisi
digunakan sebagai media menyampaikan pendapat para demonstran sebagai salah satu bentuk kebebasan
berpendapat. Akan tetapi seorang demonstran di Aljazair ditangkap sebagai tahanan politik setelah membacakan
puisinya yang berisi kritik kepada pemerintah. Melihat peristiwa penangkapan tersebut, puisi Ikhtiyār menjadi
menarik untuk diteliti. Karena puisi tersebut dibuat oleh seorang penyair yang pernah menjabat di pemerintahan.
Pemerintahan pada umumnya sering menerima krtik dari rakyatnya sebagai bentuk kebebasan berpendapat dan
Mihoubi menunjukan dukungan atas kebebasan berpendapat melalui puisi Ikhtiyār. Penelitian ini dilakukan
dengan metode pendekatan kualitatif dan deskriptif berdasarkan teori retorika Arab atau balāgah dan teori
isotopi. Penelitian ini menemukan bahwa teori balāgah dan teori isotopi merupakan teori yang tepat untuk
melihat seruan dan tema freedom of speech dalam puisi Ikhtiyār. Dalam puisi ini ditemukan banyak seruan
freedom of speech yang ditujukan kepada rakyat Aljazair. Selain ditemukan tema freedom of speech, puisi ini
juga terdapat sub-tema perjuangan, persaudaraan setanah air dan musuh negara.

This writing aims to examine the call for freedom of speech in the poem entitled Ikhtiyār by Azzedine
Mihoubi who is a poet and former Minister of Culture of Algeria from 2015-2019. Poetry
used as a medium to convey the opinions of the demonstrators as a form of freedom
opinion. However, a demonstrator in Algeria was arrested as a political prisoner after reading
His poetry contains criticism of the government. Seeing the events of the arrest, Ikhtiyār's poetry became
interesting to research. Because the poem was written by a poet who had served in the government.
Governments in general often accept criticism from their people as a form of freedom of opinion and expression
Mihoubi shows support for freedom of expression through the poem Ikhtiyār. This research was conducted
with a qualitative and descriptive approach based on Arabic rhetoric theory or balāgah and theoretical
isotopy. This research finds that the balāgah theory and the isotopy theory are the right theories for
see the call and theme of freedom of speech in Ikhtiyār's poem. There are many exclamations in this poem
freedom of speech addressed to the people of Algeria. Apart from finding the theme of freedom of speech, this poem
There are also sub-themes of struggle, brotherhood in the country and enemies of the state.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Novi Safitri
"Pemanfaatan teknologi informasi, media, dan komunikasi telah mengubah baik perilaku masyarakat maupun peradaban manusia secara global. Pesatnya perkembangan teknologi informasi di berbagai belahan dunia telah memunculkan berbagai kejahatan baru yang dikenal dengan sebutan kejahatan siber (cyber crime). Dalam mengatasi kejahatan siber ini, berbagai negara membuat suatu aturan khusus yang mengatur tentang kejahatan ini yang disebut dengan hukum siber (cyber law). Atas dasar inilah, kemudian diundangkanlah Undang-undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, yang bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat dari penyalahgunaan dalam pemanfaatan teknologi informasi ini. Akan tetapi, pada kenyataannya undang-undang ini sendiri memiliki beberapa kelemahan, khususnya berkaitan dengan rumusan Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang ITE yang mengatur tentang penghinaan dan/atau pencemaran nama baik, dimana menurut berbagai kalangan, rumusan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik yang terdapat didalam ketentuan pasal 27 ayat (3) Undang-Undang ITE tersebut terlalu luas pengaturannya yang dapat menyebabkan terjadinya multitafsir terhadap rumusan penghinaan tersebut yang dapat membatasi kebebasan menyatakan pendapat di media internet dan jejaring sosial. Oleh karena itu, untuk melihat sejauh mana ketentuan tersebut dapat menjadi masalah dilakukanlah penelitian ini. Dari hasil penelitian, didapatkan kesimpulan bahwa rumusan penghinaan yang dimaksud oleh undang-undang ini adalah penghinaan dalam arti formil. Bahwa pasal 27 ayat (3) Undang-undang ITE pada prinsipnya tidak menghalangi kebebasan berpendapat seseorang. Pembatasan yang terdapat didalam undangundang ini bertujuan untuk melindungi kepentingan dan hak pribadi seseorang dari ancaman penghinaan dan/atau pencemaran nama baik terhadap dirinya.

The utilization of information technology, media, and communications have changed the behavior of both human society and civilization in globally. The rapid development of information technology in various parts of the world has led to the various new crime known as cyber crime. In order to overcome this cyber crime, many countries around the world make a apecial rules to regulating this cyber crimes that called cyber law. Based on this point, then the Indonesian goverment issued Law No. 11 Year 2008 of Information and Electronic Transaction, that aims to provide protection to the public society from abuse of technology in this utilization of the information technology. However, in reality this law itself has some drawbacks, especially related to the formulation of libel in the article 27 (3) of this ITE Act, which according to various groups, the terminology of libel that contained in the article 27 (3) of the ITE act is too broad that can cause the multiple interpretations of libel that may restrict the freedom of speech on the Internet and social networking media. Therefore, this research was conducted to see how far these provisions can be a problem. From the result of this research, it can be said that the libel that this act means is the libel per se. The article 27 (3) of the ITE Act, is in principle does not preclude a person freedom, the restrictions that contained in this legislation is aims to protect the personal and interest and the personal rights from the libel or defamation to itself."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T35016
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Aulia Faradina
"ABSTRAK
Jurnal ini membahas peran dan keunggulan citizen journalist di media NET TV dalam menyajikan berita kepada publik sebagai bentuk kebebasan berekspresi. Kemunculan citizen journalism dipacu oleh teknologi dan iklim demokrasi di Indonesia yang semakin berkembang. Walaupun sempat dianggap memiliki sejumlah kekurangan, namun citizen journalist mampu membuktikan bahwa mereka juga dapat menyebarkan informasi yang bermanfaat kepada khalayak. Sebagai bentuk kebebasan berekpresi, jurnalis warga mampu mengangkat sisi penting dalam masyarakat yang tak diliput sebelumnya oleh media, memiliki beragam sudut pandang, lebih memahami konteks lokal di masyarakat serta memberi wawasan dan informasi kepada khalayak. Selain itu, jurnalis warga juga ikut menjadi agen perubahan, melengkapi pemberitaan di media tradisional dan menjadi pengawas berjalannya demokrasi di indonesia. Program NET Citizen Journalist menjadi wadah untuk memberdayakan warga yang ingin menyampaikan informasi yang ada di sekelilingnya. Jurnal ini berkontribusi untuk memahami pentingnya praktik citizen journalist dalam memberi wawasan dan informasi kepada publik melalui video berita yang mereka kirim ke redaksi NET Citizen Journalist.

ABSTRACT
This journal discusses the role and advantages of citizen journalist in NET TV in presenting the news to the public as a form of freedom of expression. The emergence of citizen journalism is spurred by the development of technology and democracy climate in Indonesia. Despite once considered to have some disadvantages, but the citizen journalists are able to prove that they can also disseminate useful information to the audiences. As a form of freedom of expression, citizen journalists are able to raise important sides in a society that is not covered by the media, have multiple angles, more understand the local context in society and provide insight and information to the public. In addition, citizen journalists also become agents of change, complementing the news in traditional media and becoming a watchdog of democracy in Indonesia. NET CJ becomes a medium to empower people who want to convey information around them. This journal contributes to understanding and supporting citizen journalist practice in providing insight and information to the public through the news video they send to the NET Citizen Journalist editor."
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Boon, P. J.
Nijmegen: Ars Aequi Libri, 1988
BLD 323.445 BOO z
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Beer, Lawrence Ward, editor
Tokyo ; New York : Kodansha International, 1984
323.445 2 BEE f
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>