Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 202232 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sukosono
"Pokok masalah dalam penelitian ini adalah wacana media tentang pengadobsian dan perdagangan anak-anak Aceh korban bencana. Tujuan penelitian untuk mengetahui makna yang tidak terungkap di balik teks berita dan keperpihakan, serta ideologi yang dianut harian media Indonesia.
Kerangka pemikiran yang dipakai adalah teori interpretasi, Hans Georg Gadamer.
Prinsip utama teorinya adalah bahwa orang selalu memahami pengalaman dari perspektif praduga. lnterpretasi terhadap suatu teks melibatkan pengamatan terhadap makna teks yang menyatu dengan Iinguistik. Studi analisis wacana ini menggunakan pendekatan teori-teori hegemoni terutama dari Antonio Gramsci, dimana dalam teorinya menekankan bagaimana penerimaan keiompok didominasi oleh kehadiran kelompok dominan. Media dapat menjadi sarana dimana satu kelompok mengukuhkan posisinya dan merendahkan kelompok lain. Penelitian ini bersifat kualitatif dengan menggunakakan pendekatan analisis model Norman Fairclough. Konteks penelitian akan difokuskan pada teks berita dari berbagai kategori berita, yaitu: hard news, soft news, developing news, dan continuing news. Metode pengumpulan data dilakukan dengan jalan mengumpulkan dan menyeleksi berita pasca peristiwa gempa bumi dan tsunami di Surat Kabar Harian (Skh) Media Indonesia yang terbit dari 27 Desember 2004 - 27 Januari 2005. Unit analisis penelitian ini dilakukan dalam level mikro. Analisa akan dilakukan pada level teks berita, yaitu untuk melihat koherensi dan kohesivitas, melihat bagaimana antar kata atau kalimat digabungkan sehingga membentuk suatu pengertian pengertian. Dalam perspektif ini, akan melihat bagaimana bahasa digunakan sebagai praktek kekuasaan dan bagaimana pengguna bahasa membawa ideologis tertentu.
Sedang teknis analisis yang dipakai adalah model Nomian Fairclouch. Pendekatan ini melihat dan menitikberatkan perhatian pada bagaimana teks yang mikro dengan konteks masyarakat yang makro. Teks dianalisis seoara linguistik, dengan melihat kosa kata, semantik, dan tata kalimat, serta bagaimana antar kata kalimat tersebut digabung sehingga membentuk pengertian.
Hasil analisis menunjukkan, pemakaian bahasa oleh para tokoh menimbulkan penafsiran makna yang berbeda-beda. Pernyataan yang disampaikan para tokoh sering menggunakan gaya bahasa eutimisme. Gaya bahasa ini dipergunakan untuk mengganti kata lain dengan tujuan menghaluskan arti yang sesungguhnya. Namun, di sisi lain hal ini dapat menimbulkan kecurigaan di kalangan masyarakat.
Media Indonesia melakukan keperpihakannya terhadap salah satu kelompok rnasyarakat tertentu, walaupun tetap menampilkannya dengan kemasan yang seolah independen. Pengambilan berbagai tokoh sebagai nara sumber berita hanya dari satu kelompok masyarakat atau tokoh golongan tertentu, menunjukkan keperpihakan media tersebut. Penelitian ini memberikan pembenaran atas teori Antonio Gramsci, bahwa penerimaan kelompok didominasi oleh kehadiran kelompok dominan dan media massa menjadi sarana satu kelompok untuk mengukuhkan posisinya dan merendahkan kelompok lain. Di dalam isu ini terlihat jelas adanya pertarungan ideologi dalam masyarakat, khususnya golongan Islam dengan Kristen."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T22416
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nina Widyawati
"Media merupakan institusi yang ikut bertanggung jawab terhadap kerusuhan Mei 1998. Karena media merupakan institusi yang bertanggung jawab mentransformasikan simbol-simbol rasis kecinaan. Simbol rasis tersebut antara lain dalam bentuk wacana peminggiran etnis Cina yang dibentuk melalui bahasa bersifat meminggirkan. Selain itu penggambaran tentang etnis Cina sering kali dihubungkan dengan persoalan ideologi pemerataan dimana Cina yang sebenarnya merupakan kelompok subordinat justru memiliki kekuasaan ekonomi yang tinggi. Representasi yang menggambarkan etnis Cina sebagai kelompok yang senang kolusi dan tidak jujur dalam berusaha telah membawa kebencian pribumi terhadap etnis Cina. Oleh karena itu penelitian ini ingin melihat bagaimana Kompas, Media Indonesia dan Republika mengartikulasikan jalannya kerusuhan Mei 1998 serta memetakan penyebab kerusuhan. Selain itu penelitian ini juga ingin melihat bagaimana media memproduksi dan mereproduksi simbol-simbol rasisme baru dan bagaimanakah hubungan dominasi--subordinasi antara pribumi dan etnis Cina. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 3 surat kabar yang dijadikan sampel memaknai kerusuhan dengan cara yang berbeda. Kompas memaknai kerusuhan ini sebagai kerusuhan antara rakyat dan penguasa ekonomi, oleh karena itu yang dijadikan sasaran adalah simbol kekuasaan ekonomi. Media Indonesia melihat kerusuhan Mei sebagai kerusuhan antara rakyat dengan penguasa, oleh karena itu sasaran kerusuhan adalah kekuasaan negara dan kekuasaan ekonomi. Republika membaca kerusuhan Mei sebagai perseteruan antara rakyat dan penguasa sebagai kelanjutan dari tragedi Trisakti. Penyebab kerusuhan juga dibaca secara berbeda oleh 3 surat kabar yang dijadikan sampel. Kompas menilai penyebab kerusuhan adalah masalah ekonomi, etnis dan agama. Media Indonesia lebih menitik beratkan pada keadilan ekonomi dan masalah etnis. Sedangkan Republika hampir sama dengan Kompas yaitu masalah keadilan ekonomi, etnis dan agama. Mekanisme produksi dan reproduksi simbol rasis pada Kompas, Media Indonesia dan Republika memiliki pola yang hampir sama. Media melakukan konstruksi sosial yang menampilkan imaji bahwa etnis Cina merupakan kelompok masyarakat yang memiliki perbedaan kultural dengan pribumi. Dalam konstruksi tersebut nilai-nilai yang dianut pribumi selain dianggap baik sebaliknya nilai yana dianut etnis Cina dianggap kurang baik. Konstruksi yang dilakukan media disini adalah bahwa Cina adalah etnis yang memiliki nilai menyimpang atau dengan kata lain tidak waras. Selain itu etnis Cina bersifat tamak. Citra lain yang dibangun media kelompok masyarakat yang bersikap eksklusif, tidak mau berbaur dengan kelompok lain. Etnis Cina juga digambarkan memiliki nilai yang senang berkolusi, tidak jujur. Etnis Cina jarang ditampilkan sebagai narasumber. Dalam kasus perkosaan narasumber saksi dari etnis Cina dari masalah perkosaan hanya ada di Media Indonesia, teknik rasis dalam pemberitaan media juga dilakukan melalui lambatnya pemberitaan. Dalam kasus perkosaan pemberitaan media sangat terlambat. Sebutan yang diberikan oleh media merupakan sebutan-sebutan yang bermakna meminggirkan.. Sebutan non-piribumi atau warga keturunan memiliki makna bahwa etnis Cina merupakan "the others''. Hubungan dominasi-sub ordinasi yang digambarkan Kompas, Media Indonesia dan Republika juga memiliki pola yang hampir sama. Pribumi merupakan kelompok dominan (karena dari segi jumlah memang dominan) yang mampu memproduksi wacana rasis dalam konteks kultural. Wacana bahwa etnis Cina memiliki nilai yang kurang jujur, kolutif lebih banyak diproduksi oieh kelompok pribumi. Dilain pihak, etnis Cina walaupun jumlahnya minoritas, tetapi penguasaan asetnya bersifat mayoritas. Karena kemampuannya dibidang perdagangan lebih tinggi etnis Cina merasa superior dalam bidang perdagangan dan menganggap rendah kemampian pribumi. Wacana ini muncul dalam sebutan ?mampukan pribumi menggantikan peran etnis Cina dalam jalur distribusi'. Aplikasi teori yang disumbangkan dari penelitian ini adalah bahwa penggambaran yang berbeda tentang kerusuhan Mei tersebut diatas berbeda dengan teori yang dibangun oieh penganut strukturalis tentang proses pembentukan makna. Penganut strukturalis percaya bahwa makna yang menang adalah makna yang diproduksi oleh kelompok dominan. Dalam potret kerusuhan Mei 1998, 3 surat kabar sampeI ada dibawah sistem dominasi yang sama, tetapi kenyataannya makna yang ditampilkan oleh 3 surat kabar sampel tentang kerusuhan Mei 1998 berbeda. Oleh karena itu peneliti ingin mengajukan asumsi yang berbeda dengan pengikut strukturalis, bahwa dalam memproduksi makna terdapat hal lain yang mempengaruhi pembentukan makna selain ideologi dari kelompok dominan yang menguasai wacana. Ideologi yang dianut oleh organisasi media (yang tentunya berpengaruh pada pekerja media) memberi peran dalam pembentukan makna."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14258
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sulistyowati
"Peristiwa politik yang tak pernah luput dalam pemberitaan media, adalah pertarungan-pertarungan politik, melalui pemilu Iegisiatif dan pemilu presiden, pertarungan antara antara eksekutif dan Iegisiatif dalam masalah kebijakan, dan pertentangan aktor politik, baik antar partai politik maupun internal setiap partai poIitik.
Daiam konteks pertarungan-pertarungan politik tersebut, berbagai organisasi media tidak berada dalam satu peran. Pandangan populer (positivistism, fungsional, liberal) yang meletakkan media massa memerankan diri sebagai wasit (umpire) melalui pemberitaan berimbang, imparsial, dan objektif, sangat sulit diwujudkan. Media menjadi bagian dari
pertarungan tersebut, partisan pada satu pihak yang bertarung, sehingga ambil andil dalam menentukan siapa yang Iayak untuk memenangkan pertarungan.
Bagi para kandidat baik iegislatif maupun presiden, media massa menjadi saluran komunikasi utama untuk kampanye. Dalam pemilu presiden, para kandidat presiden teiah dimudahkan oieh media massa untuk memperkenalkan tentang dirinya dan mengkampanyekan program-program politiknya Berbagai macam kegiatan kampanye kandidat presiden telah memenuhi ruang pemberitaan politik media massa. Apalagi undang-undang pemilu memberi kesempatan yang Iuas kepada para kandidat untuk menggunakan media massa sebagai alat kampanye. Disini peranan media massa tidak hanya sekedar menjadi saluran dan sumber informasi tentang para kandidat untuk para pemilih, tetapi juga berfungsi sebagai pembentukan citra tertentu bagi seorang kandidat, yakni pembentukan opini publik bagi program politik yang mereka tawarkan dan pembentukan wacana politik
seperti yang mereka inginkan.
Berdasarkan Iatar belakang masalah tersebut, permasalahan yang ingin dikaji adalah (1) citra politik apakah yang disajikan oleh Kompas dan Media Indonesia terhadap para capres dalam teks berita? (2) faktor-faktor apakah yang mempengaruhi konstruksi citra politik para capres dalam berita oleh media? (3) kepentingan-kepentingan apakah yang mendominasi pengkonstruksian citra politik capres oleh media?
Sementara itu penelitian ini bertujuan hendak (1) mendiskripsikan citra politik yang disajikan oleh Kompas dan Media indonesia terhadap para capres dalam teks berita. (2) memaparkan faktor-faktor yang mempengaruhi konstruksi citra politik para capres dalam berita. (3) menjelaskan mengapa kepentingan-kepentingan tertentu mendominasi pengkonstruksian citra politik capres oleh media.
Konstruksi citra politik para capres dianalis dengan menggunakan critical discourse analyisis (CDA) kaiya Norman Fairlough yang mengupas data pada tiga tataran yaitu teks, praktek wacana, dan sosiokultural.
Mengutip Eriyanto (2003:11) bahwa: ?Pada Analisa Wacana Kritis, kajian umumnya mempertimbangkan elemen kekuasaan (power) dalam analisisnya Setiap wacana yang muncul, dalam bentuk teks, percakapan, atau apa pun, tidak dipandang sebagai sesuatu yang alamiah, wajar, dan netral tetapi merupakan bentuk pertarungan kekuasaan
Pada penelitian ini teks pada tataran mikro akan dianalisa dengan analisa Framing karya Gamson dan Modigliani. Sementara pada level messo, penelitian dilakukan pada tataran produksi dan konsumsi teks yang mengandalkan data sekunder. Sedangkan pada tataran makro dikaji juga konteks dan sosiokulturai pada saat--diiahirkannya teks berita terhadap calon presiden. Adapun satuan analisisnya adalah 2 (dua) surat kabar nasional, Harian Kompas dan Harian Media Indonesia yang memuat teks berita calon presiden Megawati dan calon preaiden Susiio Bambang Yudhoyono.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada tataran teks, calon presiden umumnya dicitrakan sebagai public figure dengan jumlah penggemar yang besar dan fanatik sehingga memiliki nilai berita dengan nilai jual yang tinggi. Namun media pada kenyataannya tidak dapat berdiri independen, karena masing-masing media memiliki beberapa kepentingan
tertentu yang mendominasi beberapa kepentingan yang lain."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T22022
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Heru Fahmi Irawan
"Musik rock disebut sebagai bentuk dari budaya popular yang mengglobal,yang diidentikkan dan diperuntul-:kan bagi anak muda. Bahkan sekarang musik rock telah rnenjadi sebuah bagian dari identitas dan gaya hidup yang tak terpisahkan dari anak muda (pnda generasi atau zamannya) yang diterima dan eksis di belahan bumi mana pun. Fenomena tersebut muncul seiiring dengan berkembangnya aliran musik rock n roll kurang iebih 50 tahun yang lalu. Fenomena tentang musik rock sebagai musiknya anak muda hingga kini masih terus dipahami keterkaitannya dan melekat satu sama lain. Oleh karena itu daiam penelitian ini, dengan melihat kaitannya dengan kehadiran media rnassa, perrnasalahan yang muncul dan akan dijawab adalah bagaimana musik rock direpresentasikan oleh media cetak di Indoensia dalam icurun waktu 1977 - 2002.
Adapun tujuan yang ingin dicapai daiam penelitian ini, setelah melihat bagaimana media massa mewacanakan pemberitaan tentang musik rock dan budaya anak muda, adalah juga berupaya untuk menguak ideologi apa yang berada di balik musik rock yang dari tahun 1950-an hingga kini masih digandrungi, digemari, dan bahkan menjadi identitas bagi anak muda.
Kerangka pemikiran yang melandasi penelitian ini adalah dengan menggunakan dua pendekatan atau perspektif yaitu cultural studies, berasal dari Birmingham School dan critical studies, berasal dari Frarzlgurt School, yang sama-sama berakar dari aliran Marxian. Dua pendekatan itu akan mengkaji dan menganalisis musik rock sebagai sebuah bentuk dari praktik budaya popular, budaya massal dan budaya industri yang telah mengglobal. Praktik-praktik budaya tersebut haruslah dihubungkan dengan hadimya media massa, yang dalam kacamata cuirurai studies dan crirical studies, ikut beroran mengkonstruksi pemaknaan musik rock dan budaya anak muda lewat konsep ideologi, hegemoni, dan wacana.
Paradigrna penelitian yang digunakan adalah paradigma kritis yang bersifat kualitatif dengan metode analisisnya critical discourse analyisis, yang melakukan texr anaivsis dan multi-level analysis secara inrertextuol. Adapun theoretical framework yang digunakan adalah berdasarkan pemikiran-pemikiran Raymond Williams, Theodore W. Adamo, Louis Althusser, Antonio Gramsei, dan Stuart Hall. Sedangkan analythical framework yang dipergunakan mengacu pada critical discourse analysis-nya Norman Fairclough yang terbagi menjadi tiga dimensi yaitu, makro-struktur (sociocullurai pracrice), meso-struktur (discourse practice) dan mikro-struktur.
Kesimpulannya bahwa musik rock dalam pemberitaannya pada media cetak di Indonesia dalam kurun Waktu 1977 - 2002 selalu dikonstruksi dan direpesesentasikan ke dalam makna sebagai sesuatu yang dinamis, penuh dengan jiwa perlawanan, pemberontakan dan sebagai bentuk dari gerakan anti~kemapanan atau counrer-cuirure. Media cetak dalam kurun waktu tersebut disimpulkan telah berhasil melanggengkan hubungan yang identik antara musik rock dan anak muda secara sistematis dan terstruktur. Musik rock yang tumbuh dan berkembang di Indonesia, oleh media cetak di Indonesia dalam kurun waktu 1977 - 2002, dipandang sebagai bentuk dari perlawanau ideologis yaitu perlawanan terhadap penguasa politik. Pada akhirnya, ideologi yang bisa direpresentasikan oleh pemberitaan media cetak tersebuf adalah ideologi perlawanan terhadap "kekuasaan"."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T3271
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aris Badara, 1971-
Jakarta: Kencana, 2014
401.41 ARI a (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Arifatul Choiri Fauzi
"Peristiwa bom Bali yang terjadi pada 12 Oktober 2002, yang memakan banyak korban membuat hampir seluruh media memunculkan pemberitaan peledakan Bali tidak hanya sebagai berita utama tetapi menjadi berita di halaman satu selama beberapa hari bahkan hampir tiga minggu. Ini menunjukkan bahwa media memiliki perhatian yang tinggi terhadap peristiwa peledakan bom di Bali. Namun masing-masing media memberitakan tentunya sesuai dengan visi dan misinya. Kecenderungan pemberitaan sebuah media bisa terlihat dari frame yang dibawa.
Untuk itu kemudian penulis mengambil dua harian yang terkemuka yaitu Republika dan Kompas. Selanjutnya penulis membuat dua pertanyaan besar bagaimana frame yang digunakan oleh kedua harian tersebut dan apa yang melatar belakangi perbedaan frame di kedua harian tersebut.
Aspek yang dikaji dalam penelitian ini adalah pemberitaan tentang peledakan bom di Bali. Secara metodologi penelitian ini menggunakan pendekatan konstruktivisme dengan menerapkan analisa tekstual yang terdiri dari analisa kuantitatif dan analisa kualitatif berupa analisa framing. Selain itu penelitian ini juga menggunakan analisa intelektual yang meliputi analisa produksi teks dan sosial budaya dengan menggunakan analisis framing Pan & Kosicki sebagai alat analisisnya.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan adanya frame yang berbeda antara Harian Kompas dan Republika dalam melihat peristiwa peledakan bom di Bali. Harian Republika menggunakan wacana terorisme stigmatik ideology (bahwa teror itu dilakukan oleh kelompok yang memiliki misi suci agamanya) dan wacana terorisme hegemonik politis (bahwa teror dilihat dengan adanya sikap hegemoni negara besar atas negara kecil} dalam melihat peristiwa peledakan bom di Bali. Frame yang dibawa oleh Republika adalah bahwa Peledakan bom Bali merupakan rekayasa asing, artinya ada keterlibatan pihak asing dalam peristiwa tersebut, kalau belum bisa disebutkan sebagai pelakunya. Frame Republika ini terlihat dari berita-berita yang diturunkan. Frame Republika dalam penelitian ini terlihat bagaimana Republika dalam pemilihan sumber berita, penekanan pada kesalahan-kesalahan pihak asing atau Amnerika juga penekanan pada hal-hal yang erat kaitannya dengan Amerika seperti jenis bom yang biasa digunakan oleh militer Amerika. Selain itu Republika juga memblow up tuduhan Amerika terhadap kelompok Islam tentunya dengan maksud untuk membangkitkan semangat beragama para pembacanya yang sebagian besar adalah kelompok Islam.
Berbeda dengan Republika, Kompas memunculkan frame humanisme atau kemanusiaan. Kompas dalam melihat peristiwa peledakan bom di Bali ini dari sisi kemanusiaannya, sesuai dengan visi dan misinya. Kompas tidak mengarahkan pemberitaan kepada pihak atau kelompok tertentu tapi lebih memusatkan pemberitaan pada aspek investigatif yang dilakukan oleh pihak yang berwenang. Siapapun pelaku dari pengeboman ini harus diproses secara hukum tanpa melihat latar belakang suku, agama dan latar belakang lainnya. Siapapun pelakunya adalah teroris yang sangat biadab dan tidak berperikemanusiaan. Wacana teroris yang dibawa Kompas adalah menekankan sisi humanisme."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T1767
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fita Fathurokhmah
"Pertarungan ideologi radikalisme islam dalam mewacanakan homoseksual menjadi persoalan besar di masyarakat. bagaimana surat kabar republik, koran tempo mengkonstruski teksi berita homoseksual, faktor apa menegaruhi, proses wacana, bagaimana faktor sosial budaya memengaruhi, proses produksi. Level teks menggunaka framing Robert Ethmen. Level produksi dan komunikasi, level sosiokultural menggunakan teori ideologi media Louis Althuser. Multilevel analisis digunakan teori analisis wacana kritis Norman Faiclough. Pendekat kualitatif dengan paradigma kritis, realita dibalik kenyataan yang tampak di media terdapat berbedaan menyanyikan wacana homoseksual. Surat kabar Republika melakukan praktik dominasi, kekuasaannya dengan ideologi radikalisme Islam melalui pemberitaan yang merujuk fatwa Ialam, berita tindakan kekerasan dilakukan FPI sebagai bentuk ketidaksetujuan homoseksual,peredaran filmporno dilarang agama, perlu dilawan agar tidak menyebar di masyarakat. Homoseksual sebagai perbuatan tercela, menyempang, perlu terapi agama, penyembuhan medis untuk pelaku. Koran Tempo mengarahkan, memengaruhi pembaca memiliki pembaruan pemikiran, menghormati kaum homoseksual seperti dalam berita dari JIL..."
Kementerian Komunikasi dan Informatika ,
384 JPPKI 5:3 (2015)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Novianti
"Peristiwa meledaknya bom di dua tempat, Paddy's Bar dan Sari Club jalan Legian, Kuta, Bali, tanggal 12 Oktober 2002 lalu telah menimbulkan permasalahn baru bagi bangsa Indonesia. Tidak hanya aspek ekonomi politik, tapi juga aspek budaya bahkan dalam praktek jurnalisme. Kebijakan yang diambil pemerintah telah menimbulkan kontrovesial dalam pemberitaan media massa.
Penelitian ini berusaha melihat bagaimana symbolic reality yang ditampilkan oleh Harian Republika dan Harian Kompas, khususnya berkaitan tentang jenis bom yang digunakan dan penangkapan tersangka peledakan bom Bali. Apakah ada perbedaan realitas yang menimbulkan pertarungan wacana? Perbedaan realitas tersebut apakah hanya pada level teks atau sampai pada level ideologi? Selanjutnya apabila sampai pada level ideologi, apakah perbedaan tersebut mencerminkan proses legitimasi dan delegititimasi, serta hegemony dan counter hegemony media? Untuk mengetahui bagaimana bentuk hegemoni tersebut, maka dilihat bagaimana pengaruh media (Republika dan Kompas) dalam mengkonstruksi realita tentang peledakan bom di Bali. Kekuatan media adalah bahasa yang digunakan dalam menyampaikan pesan. Bahasa adalah alat yang bisa dimanfaatkan dalam proses mendefinisikan, mengkonstruksi dan melegitimasi suatu realitas hubungan kekuasaan, dan itu antara lain dilakukan melalui pemanfaatan simbol-simbol yang mampu menyajikan realitas hubungan kekuasaan tertentu sebagai suatu realitas yang alamiah, masuk akal dan sebagainya. Di lain pihak proses tersebut selalu diiringi oleh reaksi menolak legitimasi kekuasaan dengan delegitimasi. Sedangkan dalam melihat posisi media (Republika dan Kompas) terhadap kasus born Bali ini, maka digunakan teori hegemony dan counter hegemony yang dikemukakan oleh Antonio Gramsci. Gramsci menempatkan faktor politik sebagai faktor yang paling dominan dalam menciptakan hegemoni. Faktor ekonomi dan politik, ditambah faktor budaya setelah kejadian born Bali ini menimbulkan kebijakan pemerintah dalam mengungkap siapa dalang pelaku born Bali dan jenis bom apa yang digunakan, inilah yang kemudian menjadi konteks dari penelitian ini.
Fenomena hasil temuan penelitian ini bukanlah hasil dominasi, melainkan hasil hegemoni. Hal ini dikarenakan ada media yang memposisikan dirinya sebagai counter hegemony terhadap suatu kasus, dan ada media yang terhegemoni oleh keuasaan.
Metode penelitian yang digunakan adalah Critical Discourse Analysis yang dikemukakan oleh Norman Fairclough yang dikombinasi dengan analisi framing oleh Teun Van Dijk untuk menganalisa teks.
Temuan dari hasil penelitian ini, yaitu keberpihakan setiap media tidak dapat dielakkan sehubungan dengan berbagai kepentingan, dalam hal ini adalah ekonomi, politik, dan budaya. Adanya perang tanding antara wacana Harian Republika dan Harian Kompas dalam mengkonstruksi realitas berita kasus bom Bali, dimana masing-masing media menunjukkan sikap dengan menampilkan realitas simbolik melalui berita yang disampaikan. Harlan Republika lebih memilih sikap berseberangan dengan hasil temuan tim investigasi bom Bali. Ini dikarenakan Republika menganggap ada unsur tekanan dari pihak asing (Amerika Serikat) dalam setiap hasil temuan Tim Investigasi bom Bali. Sebaliknya Harian Kompas memandang hasil temuan Tim Investigasi Bom Bali sudah sesuai posedur dan tidak ada tekanan dari pihak manapun, kerja sama antara Polri dengan pihak asing justru sangat membantu pengungkapan kasus bom Bali ini.
Faktor ekonomi, Harian Republika menyoroti nasib perekonomian bangsa yang semakin terpuruk terutama sektor pariwisata. Sedangkan Harian Kompas memandang lebih luas, pemulihan perekonomian adalah masalah yang kompleks, diantaranya Faktor pandangan, sikap, dan respons negara-negara mitra dagang, mitra investasi, dan mitra kerja sama.
Kondisi sosial budaya yang terjadi di Indonesia, khususnya politik Islam dalam hubungannya dengan pemerintah merupakan elemen yang juga mempengaruhi realitas media tentang kelompok-kelompok Islam. Harian Republika sebagai wakil dari komunitas Islam membuat media ini condong besikap mengkonter basil kerja Tim Investigasi. Sedangkan Harlan Kompas sebaliknya terhegemoni oleh realitas yang dimunculkan oleh sumber-sumber resmi yang dikutipnya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13801
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aloysius Gonzaga Eka Wenats Wuryanta
"Penelitian ini sebenarnya mau mencoba memberikan pandangan awal bagaimana para Indonesia merajut pengalaman dalam bentuk berita, terutama ketika para Indonesia dan bangsa Indonesia sendiri sedang mengalami krisis sosial pada pertengahan dekade tahun 1960-an. Dalam studi ini, fokus penelitian akan memusatkan pada simpul utama representasi ideologis dan konteks sosialekonomi-politik yang mempengaruhi produksi dan pemaknaan tekstual, terutama dalam konteks situasi krisis dan transisi sosial multidimensi yang dialami oleh masyarakat Indonesia pada tahun 1965 - 1968.
Penelitian ini akan lebih berfokus menjawab tiga pertanyaan pokok sekaligus tujuan penelitian ini. Satu, representasi krisis macam apa yang direkam oleh media massa, terutama koran "Angkatan Bersenjata? dan "Berita Yudha? ? Bentuk representasi ideologi kapitalisme macam apa yang ada dalam dua harian surat kabar ?Angkatan Bersenjata? dan "Berita Yudha" ? Dua, bagaimana pola pembingkaian teks media massa berpengaruh proses legitimasi dan delegitimasi ? Bagaimana teks tersebut dapat dipahami secara lebih menyeluruh ? Tiga, mengapa ideologi represif dalam komunikasi krisis macam itu yang akhirnya banyak mempengaruhi proses legitimasi dan delegitimasi dalam seluruh proses kognisi social masyarakat Indonesia ?
Penelitian yang berupaya membongkar keterkaitan ideologi, media massa dan politik militerisme di Indonesia termasuk dalam kategori perspektif ekonomi politik kritis. Oleh sebab itu, penelitian ini memakai pendekatan kualitatif dengan paradigma kritis. Sementara itu, varian perspektif sosial politik media yang digunakan adalah perspektif instrumentalisme. Perspektif ini memberikan penekanan pada determinisme ekonomi, di mana segala sesuatu pada akhirnya akan dikaitkan secara langsung dengan kekuatan-kekuatan ekonomi. Perspektif ini melihat media sebagai instrumen dari kelas yang mendominasi.
Penelitian teks media yang dilakukan lebih diletakkan dalam kesadaran bahwa teks atau wacana dalam media massa mempunyai pengaruh yang sedemikian rupa pada manusia. Dengan demikian, penelitian juga meletakkan seluruh proses analisis dalam kerangka pemikiran analisis wacana kritis. Pada tataran makro, penelitian melihat struktur sosiokultural Indonesia pada era tahun 1960-an. Pada tataran mesa, analisis lebih melihat struktur dan industri pers Indonesia waktu itu. Sementara pada tataran mikro, analisis dilakukan dengan melakukan analisa framing model Robert Entman.
Seluruh aktivitas dan pemaknaan simbolik dapat dilakukan dalam teks media massa. Pada titik kesadaran pokok manusia, teks selalu memuat kepentingan. Teks pada prinsipnya telah diambil sebagai realitas yang memihak. Tentu saja teks dimanfaatkan untuk memenangkan idea, kepentingan atau ideologi tertentu kelas tertentu.
Pada tataran makro, penelitian ini menemukan bahwa situasi sosialekonomi dan politik global dan Indonesia mempengaruhi keberadaan dua harian tersebut. Setidaknya, pers berbasis militer ini membawa kepentingan Angkatan Bersenjata, terutama Angkatan Darat dalam melakukan perubahan mendasar, melegitimasikan kepentingan kapitalisme birokratik dengan simbolisasi "amanat penderitaan rakyat" dan mendelegitimasikan idea - kepentingan pemikiran sosialistik-komunis, diktatorial-populistik Soekamo dan praktek politik borjuistik tradisional.
Pada tataran meso, penelitian ini mengidentifikasi bahwa industri para militer diadakan dan dibentuk untuk melakukan wacana tandingan terhadap media berbasis komunis dan Orde Lama. Segala bentuk massifikasi dan pengontrotan media massa dilakukan oleh faksi militer demi tujuan ekonomi-politik militer waktu itu. Ada proses politik dagang sapi yang dilakukan oleh militer. Angkatan Bersenjata memetik keuntungan opini publik dari media massa tersebut tapi di lain pihak media massa diberi kesempatan hidup sejauh relevan dan berkepentingan sama dengan faksi militer.
Pada tataran mikro, terlihat bahwa teks memberikan pembingkaian penuh pada proses mendelegitimasikan sekaligus meminggirkan PKI/Soekarno, melegitimasikan Angkatan Darat sebagai pelaku perubahan social yang konstruktif, pemulihan ekonomi menuju sistern kapitalistik, baik secara global maupun nasional.
Temuan lain yang menonjol dan layak diperhatikan adalah bahwa pola pembingkaian dalam serial editorial dan beberapa teks utama yang ada dalam Berita Yudha dan Angkatan Bersenjata memakai pola alterasi-konflik-negasi- dan legitimasi. Strategi pembingkaian kedua harian militer rupanya mengarahkan opini publik dalam tiga ragam strategi, yaitu strategi opini, strategi kontroversi dan strategi moral.
Pada tingkatan akademik, penelitian ini menemukan bahwa proses komunikasi krisis terutama ketika kepentingan ideologi masuk menjadi penentu signifikan maka pers atau media massa bisa menjadi alat efektif penyebaran dan hegemonisasi ideologis. lni berarti media massa merupakan garda paling depan alat ideologi negara atau alat represif ideologi. Padahal di sisi lain, media massa diharapkan menjadi alat kritik dan pengawasan sosial masyarakat terhadap Negara."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13845
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aloysius Gonzaga Eka Wenats Wuryanta
"Penelitian ini bertujuan mencarl pemahaman utuh mengenai hubungan antara media massa, proses ideologisasi, dan dinamika militerisme dalam konteks politik masyarakat dunia ketiga, terutama dalam konteks Indonesia. Dengan paradigma kritis, penelittan ini memakai dua pendekatan metode yang ditempuh tahap, yaitu tahap framing dan analisis wacana kritis. Penelitian ini menemukan bahwa pada proses komunikasi krisis ? terutama ketika kepentingan ideologi masuk dan menjadi penentu signifikan ? media massa merepresentasikan kekuasaan militer yang represif dan koersif dalam proses konsolidasi ekonomi-politiknya."
2004
TJPI-III-3-SeptDes2004-47
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>