Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 55754 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Netty Saraswati
"Children are our national succeeding struggle and ideal generations, thus those children with substantial potential must completely be supported by government or community, in order they remain in qualified human resources position. Therefore, they must obtain a good and Wright education in their growth period in avoiding problems that they are not naughty. There are various children delinquency, and even have tendency to criminal act. One of the most serious children delinquencies is sexual violence. There is much sexual violence committed by children in Jakarta City; so that it is necessary to know what make these children committed them.
The research methodology used in this study is a qualitative approach by case study technique. This research's informant is a child as sexual violence actor. Its data collecting method is carried out by a depth interview with informant, collection of information data, and observation in informant's environment.
From conducted research, it is obtained a result that there are various factors causing those children commit to do sexual violence. They are, among others, negative environmental influence, inappropriate entertainment and information received by them (such pornographically media) and a lack of social relationship that cause a child commit to do sexual violence and others deviational behavior.
In order to avoid that such children do not commit those deviational behavior, thus it is required for a collaborative action between elements in community and governmental role in regulation enforcement about pornography and porn action."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T21514
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alya Akmal,author
"Speak up merupakan suatu fenomena sosial dimana penyintas menceritakan viktimisasi kekerasan seksual yang dialami melalui media sosial. Penulisan ini bertujuan untuk melihat dualitas reaksi sosial informal dalam fenomena speak up, yakni reaksi yang mendukung sebagai bentuk keadilan alternatif dan reaksi yang tidak mendukung sebagai bentuk reviktimisasi terhadap penyintas, serta hubungannya dengan kepercayaan terhadap budaya perkosaan. Penulisan ini menggunakan teori feminis radikal dan analisis isi kualitatif pada utas tweet @RistyRianda. Hasil analisis menunjukkan bahwa, reaksi yang mendukung penyintas berupa afirmasi dan validasi, rekognisi, membongkar mitos perkosaan, serta adanya penyintas lain yang terdorong untuk speak up atas dasar solidaritas. Selain memberi keadilan bagi individu penyintas, speak up di Twitter juga dapat menumbuhkan kepulihan kolektif bagi para penyintas kekerasan seksual. Sedangkan, reaksi yang tidak mendukung adalah tindakan menyalahkan penyintas, menyepelekan dan mempertanyakan pengalaman kekerasan seksual penyintas, serta membenarkan dan mendukung pelaku kekerasan seksual. Reaksi tidak mendukung adalah bentuk reviktimisasi yang diakibatkan oleh mengakarnya kepercayaan terhadap mitos perkosaan dan budaya perkosaan dalam masyarakat patriarkal.

Speak up is a social phenomenon where survivors share their victimization of sexual violence through social media. This writing aims to see the duality of informal social reactions in the speak up phenomenon, namely supportive reactions as a form of alternative justice and unsupportive reactions as a form of revictimization of survivors, and its relationship with belief in rape culture. This paper performs a qualitative content analysis of the Twitter thread on @RistyRianda‘s account, based on a radical feminism theory. The analysis results show that the supportive reactions are in the form of affirmation and validation, recognition, rape myth debunking, and the confession of other survivors who are encouraged to speak up on the basis of solidarity. In addition to providing justice for individuals, speak up can also foster collective healing for the survivors of sexual violence. Meanwhile, unsupportive reactions generally take the form of victim blaming, victim questioning, justifying and supporting the perpetrators of sexual violence. The unsupportive reaction is a form of revictimization, caused by the rooted belief in rape myth and rape culture in a patriarchal society."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Vania Ezrandra Akilah
"Peningkatan kasus kekerasan seksual berdampak pada semakin tingginya beban aparat penegak hukum dalam menangani kasus tersebut. Terdapat hambatan dalam upaya penegakan hukum dalam menangani kasus kekerasan seksual, salah satunya adalah perubahan keterangan yang disampaikan oleh pelapor sepanjang investigasi berlangsung. Keterangan pelapor menjadi penilaian apakah keterangan sesuai pada pengalaman yang benar-benar terjadi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsistensi keterangan pelapor kasus kekerasan seksual terhadap persepsi kredibilitas individu yang terlibat pada penanganan kasus kekerasan seksual. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah convenience sampling. Partisipan penelitian ini adalah mahasiswa yang sudah lulus mata kuliah Acara Pidana (N = 116). Metode yang digunakan dalam penelitian adalah kuantitatif kuasi-eksperimen. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah keterangan pelapor yang divariasikan sebagai keterangan yang konsisten dan atau tidak konsisten. Teknik analisis yang digunakan adalah uji Independent Sample T-test. Hasil penelitian ini adalah terdapat pengaruh laporan dengan keterangan yang konsisten secara signifikan terhadap persepsi kredibilitas mahasiswa dalam menilai kasus kekerasan seksual.

The increase in cases of sexual violence has an impact on the increasing burden on law enforcement officials in handling these cases. There are obstacles in law enforcement efforts in handling cases of sexual violence, one of which is the change in information submitted by the complainant during the investigation. The reporter's statement becomes an assessment of whether the information is appropriate to the experience that actually happened. This study aims to determine the effect of the consistency of the statements of sexual violence case reporters on the perception of the credibility of the individuals involved in handling sexual violence cases. The sampling technique used in this study was convenience sampling. The participants in this study were students who had passed the Criminal Procedure course (N = 116). The method used in this research is quasi-experimental quantitative. The independent variable in this study is the report's statement which is varied as consistent and/or inconsistent information. The analysis technique used is the Independent Sample T-test. The results of this study are that there is a significant effect of reports with consistent information on the credibility perceptions in assessing cases of sexual violence."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Muthia Hasna
"ABSTRAK
Penelitian ini berfokus pada kehidupan wanita karir di Korea Selatan yang sering menjadi korban kekerasan seksual. Penulis berargumen bahwa fenomena itu disebabkan oleh dominasi laki-laki dalam dunia kerja, meskipun perempuan Korea Selatan sudah banyak yang berpartisipasi dalam dunia kerja profesional. Selain itu, kebanyakan perempuan Korea Selatan cenderung tidak melakukan perlawanan terhadap kekerasan seksual yang dialaminya. Argumen tersebut berbeda dengan studi-studi terdahulu yang menyatakan bahwa kekerasan seksual di tempat kerja disebabkan oleh budaya patriarkal, kerja lembur, dan budaya hoesik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk-bentuk kekerasan seksual terhadap wanita karir di perusahaan Korea Selatan. Penelitian ini menggunakan drama Ibeon Saengeun Cheoeumira sebagai sumber data primer, sedangkan data sekunder diperoleh dari berbagai sumber tulis, berupa buku, jurnal, dan berita dari media daring terkait penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sesuai dengan asumsi penulis, kekerasan seksual disebabkan oleh dominasi laki-laki dalam dunia kerja dan tidak adanya perlawanan dari korban kekerasan seksual. Wanita karir tidak berani melawan karena takut kehilangan pekerjaan dan pelabelan oleh rekan kerja lainnya.

ABSTRACT
This research focus on the life of career women in South Korea who are often victims of sexual violence. The author argues that the phenomenon is caused by male domination in the work society, although many of South Korean women have participated in professional work field. Furthermore, most of South Korean women tend not to fight back the sexual violence they had experienced. Those arguments are different from the previous studies stated that sexual violence in workplace is caused by patriarchy culture, work overtime, and hoesik culture. This research aims to know the forms of sexual violence against career women in South Korean company. This reseach used drama Ibeon Saengeun Cheoeumira as the primary data source and used related online and offline books, journals, and news as the secondary data sources. This research shows that in accordance with the argument of the author, sexual violence is caused by male domination in the work society and there is no fighting back from the victims. Career women do not dare to fight back because they are afraid of losing their jobs and labeling from working partners."
2018
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Kadek Ayu Widya Lestari
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis peran polisi wanita dalam penanganan kasus inses dengan korban anak dari perspektif gender; Untuk menganalisis kendala dalam penanganan kasus kekerasan seksual inses pada anak perempuan yang dilakukan oleh Ayah kandungnya; Serta untuk menganalisis model koordinasi yang dilakukan oleh Polres Metro Jakarta Utara dalam melaksanakan upaya preventif secara multi-stakeholder terhadap tindak pidana kekerasan seksual inses terhadap anak. Dalam penelitian tesis ini menggunakan jenis penelitian kualitatif. Analisa data dalam penelitian ini menggunakan metode triangulasi Teknik Analisis Data menggunakan Validitas Data, reduksi data dan penarikan kesimpulan.
Polisi Wanita Unit PPA telah menunjukkan peran yang penting dalam penanganan kasus kekerasan seksual terhadap anak inses oleh ayah kandungnya. Meskipun langkah-langkah mereka sesuai dengan fungsi manajemen, ditemukan kekurangan dalam perencanaan kegiatan yang memerlukan pembuatan rencana yang lebih terstruktur. Namun, mereka berhasil dalam pengorganisasian, penggerakan, dan pengawasan, menunjukkan rasa empati yang lebih besar terhadap korban anak-anak, membedakan mereka dari polisi laki-laki. Penanganan kasus kekerasan seksual inses oleh ayah kandungnya menghadapi kendala kompleks dari berbagai faktor, termasuk minimnya pemahaman dalam penegakan hukum, multitafsir hukum, dan stigma sosial. Untuk meningkatkan efektivitas penegakan hukum, diperlukan peningkatan pelatihan, reformasi sistem penempatan personel, inisiasi pembentukan pedoman, serta perubahan budaya dan norma masyarakat. Koordinasi yang inklusif antarinstansi merupakan kunci kesuksesan dalam pencegahan kekerasan seksual terhadap anak. Meskipun telah ada upaya terpadu, masih ditemukan ruang untuk peningkatan, terutama dalam implementasi upaya pencegahan sekunder dan perbaikan dalam koordinasi antarinstansi. Dengan langkah-langkah perbaikan yang disarankan, diharapkan upaya pencegahan kekerasan seksual terhadap anak dapat menjadi lebih efektif melalui kerjasama lintas sektor yang terkoordinasi dengan baik.

This research aims to analyze the role of policewomen in handling incest cases involving child victims from a gender perspective; to analyze the obstacles in handling cases of incestuous sexual violence against girls perpetrated by their biological fathers; and to analyze the coordination model employed by the North Jakarta Metro Police in implementing multi-stakeholder preventive measures against the crime of incestuous sexual violence against children. This thesis research utilizes a qualitative research approach. Data analysis in this study uses the triangulation method with data validity, data reduction, and conclusion drawing techniques.
The Policewomen of the PPA Unit have demonstrated a significant role in handling cases of incestuous sexual violence against children by their biological fathers. Although their actions align with management functions, deficiencies were found in the activity planning that requires a more structured plan. However, they have been successful in organizing, mobilizing, and supervising, showing greater empathy towards child victims, distinguishing them from male police officers. Handling cases of incestuous sexual violence by biological fathers faces complex obstacles from various factors, including a lack of understanding in law enforcement, legal ambiguities, and social stigma. To enhance the effectiveness of law enforcement, it is necessary to improve training, reform the personnel placement system, initiate the creation of guidelines, and change societal culture and norms. Inclusive inter-agency coordination is key to success in preventing sexual violence against children. Although integrated efforts have been made, there is still room for improvement, especially in the implementation of secondary prevention efforts and improvement in inter-agency coordination. With the suggested improvement measures, it is expected that efforts to prevent sexual violence against children can become more effective through well-coordinated cross-sector collaboration.
"
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ni Luh Tasya Prathisthita Tanaya
"Tulisan ini mengkaji lima kasus eksploitasi dan kekerasan seksual anak melalui live streaming di Indonesia sebagai bentuk kejahatan, dengan menyorot relasi kuasa, kerentanan anak, dan viktimisasi yang ada. Metode penulisan yang digunakan adalah analisis data sekunder, yang berasal dari artikel-artikel berita online Indonesia, tentang eksploitasi dan kekerasan seksual anak melalui live streaming di Indonesia. Analisis dalam tulisan ini menggunakan power relations theory oleh Foucault dan social ecological model. Hasil analisis menunjukkan bahwa adanya relasi kuasa yang tidak setara antara orang dewasa dan anak serta adanya kerentanan anak yang disebabkan oleh faktor dari berbagai lapisan, menyebabkan anak menjadi korban eksploitasi dan kekerasan seksual anak melalui live streaming. Anak-anak yang menjadi korban juga ditemukan mengalami viktimisasi kekerasan seksual, viktimisasi online, dan viktimisasi kekerasan ekonomi. Viktimisasi-viktimisasi tersebut terjadi sebanyak lebih dari satu kali. Ini menyebabkan para korban mengalami multiple victimization dan revictimization. Lalu, konten seksual live streaming para korban disebarkan ke internet oleh para pelaku, mengakibatkan para korban mengalami revictimization kronis.

This paper examines five cases of child sexual exploitation and abuse through live streaming as a form of crime, highlighting the power relations, child vulnerabilities, and victimization within the phenomenon. The writing method in this paper is secondary data analysis, derived from Indonesian news articles, about the phenomenon of child sexual exploitation and abuse through live streaming. The analysis in this paper uses power relations theory by Foucault and social ecological model. The result of the analysis shows that the unequal power relations between adults and children along with child vulnerabilities that is caused by factors from various layers, resulting in children as the victims of child sexual exploitation and abuse through live streaming. This paper also shows that the children who become victims are experiencing sexual abuse victimization, online victimization, and economical abuse victimization. These victimizations happen for more than once, resulting in children to experience multiple victimization and revictimization. In addition, the children’s live streaming sexual content are shared to the internet by the perpetrators, causing chronic child revictimization."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Dianita Prosperiani
"Negara memiliki kewajiban untuk memberikan perlindungan hukum. Salah satu bentuknya adalah hak untuk bebas dari ancaman dan kekerasan, termasuk kekerasan seksual. Namun dalam konstruksi masyarakat Indonesia yang masih menggunakan paradigma patriarki, perempuan ditempatkan sebagai warga kelas dua, sehingga perempuan menjadi orang yang paling sering menjadi korban kekerasan seksual. Sedangkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana sebagai hukum positif yang mengatur mengenai kekerasan seksual, khususnya delik perkosaan tidak lagi mampu memberikan perlindungan kepada perempuan korban kekerasan. Dalam kondisi yang demikian Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bengkulu melalui Putusan Nomor 410/Pid.B/2014/PN.Bgl dan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Bengkulu melalui Putusan Nomor 12/Pid/2015/PT.BGL melakukan penemuan hukum yang melindungi perempuan dengan perspektif feminist legal theory. Penelitian ini dibuat untuk mengkaji kewenangan hakim dalam melakukan penemuan hukum melalui putusan serta metode penemuan hukum dan perspektif feminist legal theory yang digunakan oleh hakim dalam memutus perkara kekerasan seksual. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan studi kepustakaan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder. Dari penelitian yang dilakukan didapati bahwa Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 memberi kewenangan kepada hakim untuk melakukan penemuan hukum melalui putusan. Selain itu Majelis Hakim menggunakan metode penemuan hukum berupa interpretasi dan eksposisi, serta dalam menyusun pertimbangannya menggunakan perspektif feminist legal theory dengan memahami adanya relasi kuasa yang timpang antara korban dan pelaku.

The State has a responsibility to provide legal protection. One of it is the right to be free from threats and violence, including sexual violence. Within the construction of the Indonesian people who still use the patriarchal paradigm, women are placed as the second sex, which often makes them become the victim of sexual violence. While the Criminal Code as a positive law governing sexual offences, specifically the rape crime, is no longer able to provide protection to women victim of violence. In such conditions the Judges of the Bengkulu Distric Court through Decicion Number 410/Pid.B/2014/PN.Bgl and the Judges of Bengkulu Higher Court through Decicion Number 12/Pid/2015/PT.BGL conducted lawmaking that protects women in feminist legal theory perspective. This study was made to examine the judge`s authority in making law through decicions, the method that judges use to make the law, and the feminist legal theory perspective that used by the judges in deciding sexual offence. This research conducted by collecting data through examining library materials or secondary data. From the research conducted, it was found that Article 5 paragraph (1) of Law Number 48 of 2009 authorizes judges to do judicial lawmaking through decicions. In addition, the Judges used interpretation and exposition methods in making law, and produce their considerations using the feminist legal theory perspective by understanding the existence of imbalance power relation between victim and perpretator.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Graciella Annette
"Penelitian ini menganalisis pengaturan penanganan, pelindungan, dan pemulihan korban kekerasan seksual yang akan/telah melakukan aborsi saat ini dan bagaimana praktik hukum merefleksikan hal itu. Penelitian ini menggunakan metode penelitian sosio-legal. Penanganan, pelindungan, dan pemulihan merupakan hak-hak korban kekerasan seksual yang pemenuhannya dijamin oleh Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Namun, pemenuhan hak-hak tersebut kerap kurang optimal bagi korban yang mengalami kehamilan dan melakukan aborsi. Meski pengaturan telah bergeser ke arah yang lebih baik, perumusannya masih belum menerapkan perspektif gender dan perspektif korban. Dalam praktik persidangan pun, intimidasi dan bias gender dari Aparat Penegak Hukum (APH) mencerminkan tidak adanya perspektif yang memadai. Sementara itu, tidak dipertimbangkan dan diprioritaskannya pengalaman perempuan membuat akses terhadap hak korban dihalangi oleh hambatan secara substantif, struktural, dan kultural. Berbagai faktor ini menyebabkan pemenuhan hak-hak korban menjadi jauh dari ideal.

This research analyzes the current regulations for the treatment, protection, and recovery of victims of sexual violence who will or already had an abortion and how legal practice reflects that. This research uses the socio-legal studies research method. Treatment, protection, and recovery are the rights of victims of sexual violence in which the fulfillment is guaranteed by Law Number 12 of 2022 on the Sexual Violence Crimes. However, the fulfillment of these rights is often less than optimal for victims who experience pregnancy and have abortions. Although the regulations have changed for the better, the formulation still did not apply gender perspective and victim’s perspective. Even in judicial practice, the intimidations and gender bias of Justice Sector Officials (JSO) reflects the lack of adequate perspective. Meanwhile, the lack of consideration and prioritization of women's experiences makes access to victims' rights hindered by substantive, structural, and cultural barriers. These various factors cause the fulfillment of victims' rights to be far from ideal."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Depok: Badan Penerbit FHUI, 2021
364.153 PEN
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Iva Kasuma
Jakarta: Yayan Pustaka Obor Indonesia, 2020
371.782 IVA k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>