Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 140273 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Emmy Santa Margaretha
"Pemilihan Umum Indonesia (PEMILU), yang pertama kalinya diadakan dengan sistem proporsional terbuka, telah dilakukan pada Mei 2004. Wakil-wakil rakyat yang terpilih, telah disahkan dan diambil sumpahnya pada bulan Oktober 2004, 11% diantaranya adalah perempuan. Persentase Wakil perempuan di DPR periode 2004 - 2009 ini merupakan cerminan hasil affirmative action peningkatan keterwakilan perempuan di legislatf, yang mana KPPI (Kaukus Perempuan Politik Indonesia) sebagai salah satu aktor yang mengusung aksi tersebut. Studi inl menyoroti bagaimana peran KPPI dalam peningkatan partisipasi perempuan di politik. KPPI didirikan pada tahun 2000 oleh sejumlah perempuan yang sebagian besar politisi dari berbagai partai politik yang berbeda. Dengan bergabung menjadi anggota KPPI, para anggotanya sepakat untuk menanggalkan identitas kepartaian mereka dan bekerja secara bersama-sama untuk menggiatkan keterlibatan perempuan dalam dunia politik dan meningkatkan partisipasi dalam pembuatan kebijakan-kebijakan melalui badan legislatif di parlemen. Langkah pertama yang diambil adalah : terlibat dalam proses pembuatan peraturan dan Undang-undang No.12 Tahun 2003 tentang Pemilihan umum, khususnya menyangkut kuota perempuan. Dalam proses pembuatan undang-undang tersebut, KPPI bekerjasama dengan organisasi perempuan Iainnya bersamasama untuk memberikan tekanan kepada para anggota legislatif. Untuk menyetujui Pasal 65 ayat 1 bahwa Partai Politik diharapkan menominasikan perempuan sebanyak 30% sebagai talon anggota Iegislatif. Sebelum dan sesudah UU tersebut disahkan. para anggota KPPI secara pribadi atau kolektif bekerja untuk mempengaruhi berbagai kelompok kepentingan, khususnya parpol, dalam menerapkan kebijakan tersebut. Namun hasiinya masih jauh dari yang diharapkan. Hasil Pemilu Tahun 2004 menunjukkan UU tersebut belum sungguhsungguh mendukung perempuan berpolitik. UU tersebut hanya 'menominasikan' tapi belum membuka peluang perempuan untuk dapat terpilih. Berdasarkan basil Pemilu 2004, dapat dikatakan bahwa peran KPPI sebagai sebuah organisasi yang memperjuangkan keterwakilan perempuan di politik, belum terialu signifikan dalam mendorong gerakan politik perempuan, karena masih terjebak pada peran-peran sosial-nya. Di masa yang akan datang, dibutuhkan metodologi dan strategi yang matang untuk mencapai tujuan yang ada. KPPI adalah bagian dari gerakan perempuan dan telah menjadi salah satu organisasi kepimpinan untuk perubahan politik. Secara umum apa yang telah dan akan dilakukan KPPI harus dikaji dan dievaluasi kembali demi kiprah politik perempuan. Telah banyak aspek yang dicapai apalagi KPPI mempunyai mandat untuk itu. Temuan tesis ini adalah salah satu dari usaha peningkatan efektifitas kerja/peran kPPI.

Indonesian first direct election has finished at May, 2004, where the elected Member of Parliaments (MP) has been legalized and take inauguration process in October 2004. Among the MPs, 11% of them are women. The Percentage of women repesentation in PR is a result from affirmative action increasing women in legisiatif, which KPPI (Kaukus Perempuan Politik Indonesia/Indonesia Women's Caucus for Politics) is one of the actor supported the action. This study focusing on how KPPI role to increase women participation in politics. KPPI was found in 2000 by women, mostly from different political party background. Joining KPPI, the member agreed to "unclothed" their party identity, and works together to encourage women to involve in politic, and to be more participate in policy making through legislative body in parliament. The first step was involved in the process of create regulation and law of election Law No.12/Th.2003, specially about women quotas. While the process, KPPI cooperate with other women's organization congregated to pressure the Legislative. In the Article 65 (1) which suggest the party to put at least 30% women in candidate list. Before and after the Law is being legalized, the KPPI members personally or collectively, work together to influence many alliances, especially in politic parties, in establishing that policy. But the outcome is still far from what is expected. The result of election 2004 shows that the Law did not really support women. The Law only "nominated" but not opening the opportunity for women to be elected. Based on the result of election in 2004, it can be said that the role of KPPI as an organization which fight for women's right in politic, has not been significant enough to encourage women's movement in politic, for they still trap in their social role. In the future, the methodology and well-form strategy is needed to reach the goal. KPPI is part of the women's movement and has been one of organization leader for political situation changes. In general, what has and will be done by KPPI must be examined and evaluated for the goodness of women in politic.There are many aspects to reach that goal and KPPI has a mandate to do it, one of which is to run the organization and continue:to urge the legislative member to give the best policy for women. This thesis is one of the effort to search and show all.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T20236
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Burhan Agung Swastiko
"Penelitian ini hendak mengetahui strategi sayap perempuan partai politik yaitu Kesatuan Perempuan Partai Golongan Karya (KPPG) dalam mendorong keterwakilan perempuan di Partai Golongan Karya pada pemilihan umum legislatif 2014. Dengan diakuinya KPPG dalam landasan formal AD/ART Partai Golkar pada 2009 sebagai organisasi sayap yang bertugas menjadi sumber rekrutmen perempuan Partai Golkar baik untuk kepengurusan maupun pencalegan pada Pemilu Legislatif 2014. Namun, meskipun jumlah pengurus perempuan Partai Golkar mengalami kenaikan akan tetapi angka keterwakilan perempuan Partai Golkar dalam parlemen tidak mengalami kenaikan. Pijakan teoritis penelitian ini yaitu politik kehadiran dari Anne Philips, strategi partai politik dalam meningkatkan representasi perempuan dalam politik dari Joni Lovenduski, teori proses rekrutmen dari Pippa Norris, dan teori lainnya yang terkait penelitian. Peneliti menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan wawancara dan studi dokumen.
Hasil temuan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa dengan adanya peraturan perundang-undangan tentang afirmasi, KPPG berusaha memanfaatkannya untuk meningkatkan keterwakilan perempuan di internal Partai Golkar. Strategi yang dilakukan KPPG untuk meningkatkan keterwakilan perempuan dalam kepengurusan adalah membuat program Desa Dasa Karya dan berusaha memasukkan perempuan di dalam peran-peran strategis dalam kepengurusan Partai Golkar. Sedangkan strategi untuk meningkatkan keterwakilan perempuan dalam pencalonan legislatif Partai Golkar pada Pemilu Legislatif 2014 adalah dengan membuat kebijakan 'One Gate Policy', mengawal nomor urut caleg perempuan, memberikan pendampingan dan pembekalan terhadap caleg-caleg perempuan, dan menjalin kerjasama dengan sayap-sayap perempuan lintas partai. Namun terdapat faktor-faktor yang menghambat strategi KPPG. Faktor-faktor tersebut adalah aturan Partai Golkar, struktur Partai Golkar yang didominasi laki-laki, rekrutmen yang oligarki, tipe kepemimpinan ketua umum Partai Golkar, kepemimpinan internal KPPG, motivasi dan kapabilitas kader perempuan, serta internal KPPG yang tidak fokus mengangkat isu perempuan. Sehingga implikasi teoritis yang muncul bahwa meskipun partai politik membuka kesempatan kepada perempuan untuk berkarir dalam dunia politik tetapi partai politik tetap tidak menyediakan jalan bagi perempuan untuk memasuki posisi yang berpengaruh dalam politik. Perempuan minim posisi strategis di dalam partai politik dan posisi strategis juga sulit diraih oleh perempuan.

This study discussed about the strategies of womens movements in political party that is Golongan Karya Womens Union in encouraging womens representation in the Golongan Karya (Golkar) Party in 2014 Legislative Elections. With the recognition of KPPG in the formal basis of Statutes and Bylaw Golkar's Party in 2009 as an organization who has duty to become a source of women recruitment for Golkar Party both for stewardship and scrutiny in the 2014 Legislative Election. However, although the number of women members of Golkar Party has increased, Golkar Partys female representation in parliament has not increased. The theoretical basis of this research is political presence from Anne Philips, the strategy of political parties in increasing womens representation in politics from Joni Lovenduski, the theory of the recruitment process from Pippa Norris, and other theory related to this study. This study uses a qualitative method with interview and document study approach.
Findings in this study indicated that with the existence of legislation concerning affirmations, KPPG has utilized the legislation to increase womens representation within Golkar Party. The strategy carried out by KPPG to increase women's representation in the management by establishing Desa Dasa Karya program and including women in the strategic roles in the Golkars management. While the strategy to increase the womens representation in Golkar Party legislative nomination in the 2014 Legislative Election is establishing One Gate Policy, guarding the serial numbers of female candidates, providing assistance and debriefing for female candidates, and establishing the cooperation with cross-party womens wings. However, there are factors that inhibit the strategies from KPPG. The factors such as: the rules in Golkar Party, the men-dominated structure, the oligarchy recruitment, the General Chairmans leadership type, KPPG internal leadership, the motivation and capability of women cadres, as well as internal KPPG does not focus on raising womens issues. So, the theoretical implications appeared that eventhough the political parties has given opportunities for women to pursue careers in politics, the political parties still not yet provide a path for women to take an influential positions in politics. The lack of womens strategic positions in political parties also strategic positions are difficult for women to achieve.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
T52236
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Keterwakilan perempuan di dalam partai dan lembaga legislatif terkait erat dengan tipologi sistem kepartaian yang 'office sekers'. keterakilan perempuan dalam partai politik dan lembaga legislatif masih bersifat deskriptif : untuk memenuhi persyaratan kuota 30 persen dalam pemilu 2014. munculnya fenomena caleg selebriti, artis, dinasti politik , dll meruapakn konsekuensi kepartaian yang berorientasi mengejar jabatan . tercapainya critical mass (30 persen anghota legislatif perempaun) di lembaga-lembaga politik ( partai dan parlemen) bukan jaminan munculnya keterwakilan perempuan yang substantif. dibutuhkan kehadiran critical actor unutk mengubah keterwakilan deskriptif menjadi substantif."
305 JP 19 (2) 2014
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Partisipasi politik perempuan merupakan manifestasi pemenuhan hak kewarganegaraannya. Perempuan sebagai warga negara punya hak untuk melakukan perbaikan kehidupan diranah politik, sehingga perempuan dan kelompok minoritas tidak perlu memperoleh perlakuan deskriminatif . hak yang melekat pada kewarganegaraan perempuan, diharapkan bisa menjadi pelaku, pemeran, pembuat, dan pembentuk kebijakan dan bukan hanya sebagai pemilih dan pendongkrak suara parpol, sehingga partisipasi bersifat dinamis dan tidak hanya dimanfaatkan sebagai pendukung kepentingan orang lain. Politik tidak berjenis kelamin, tetapi bangunan sistem politik di konstruksi secara maskulin. ini menguatkan stigma bahwa perempuan tidak punya kapasitas untuk bersaing dengan laki-laki. Budaya politik belum kondusif, belum ramah perempuan meski perempuan sebagai warga negara yang sah. proses elektoral dalam sistem kewarganegaraan diharapkan tidak sekedar menghasilkan wacana keterwakilan, tetapi sebuah proses transformasi antara parpol dan perempau."
305 JP 19 (2) 2014
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ani Soetjipto
Tangerang: PT Wahana Aksi Kritika, 2011
305.4 ANI p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Coryati
"Tesis ini menguraikan dan menganalisis tentang masalah-masalah dalam peningkatan keterwakilan perempuan di parlemen dengan mengambil studi kasus Partai Amanat Nasional (PAN) dalam pemilu 2004. Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengetahui kendala-kendala dalam peningkatan keterwakilan perempuan di DPR RI.
PAN mempunyai rumusan konseptual mengenai posisi perempuan dalam politik yang dituangkan dalam platformnya. PAN juga merupakan kekuatan politik signifikan di parlemen yang turut berperan aktif mendukung peningkatan keterwakilan perempuan dengan mendorong pemberian kuota kepada perempuan yang kemudian tertuang dalam Undang-Undang Politik. PAN mengikuti pemilu 2004 dengan mengajukan caleg perempuan lebih dari 30% sebagaimana yang disyaratkan oleh Undang-Undang tersebut. Namun, kenyataan menunjukkan bahwa dalam pemilu 2004 caleg perempuan yang terpilih sangat jauh dari angka 30%. Caleg PAN yang terpilih menjadi anggota DPR RI berjumlah 53 orang dan hanya ada 7 di antaranya yang berjenis kelamin perempuan.
Teori-teori yang digunakan sebagai landasan pijak tesis ini adalah teori demokrasi dan keadilan, sistem pemilu dan kuota, patriarki dan jender, dan rekrutmen. Dengan menggunakan metode kualitatif berdasarkan teknik deskriptif, analisis mengenai masalah peningkatan keterwakilan perempuan di parlemen ini dapat diuraikan secara jelas dengan cara mempelajari sumber-sumber kepustakaan yang membahas tentang peran politik perempuan, terutama yang menyangkut tentang PAN, hasil-hasil rapat DPP PAN, dan wawancara mendalam dengan 15 informan yang terdiri atas 9 perempuan dan 6 laki-laki yang merupakan pengurus dan caleg-caleg perempuan PAN.
Temuan penelitian ini adalah bahwa dominasi laki-laki dan budaya patriarki masih kental dalam kepengurusan PAN. Kemauan politik (political will) elite PAN juga sangat lemah untuk memperjuangkan peningkatan keterwakilan perempuan di parlemen. Selain itu, ditemukan pula kesenjangan antara semangat yang terdapat dalam konsep PAN dengan prakteknya. Sedangkan masalah yang paling menentukan dalam upaya peningkatan keterwakilan adalah keberpihakan partai kepada perempuan, karena partailah yang mempunyai kewenangan memberikan posisi nomor urut dan daerah pemilihan seorang caleg.
Implikasi dari teori-teori yang dikemukakan dalam tesis ini sesuai untuk rnenganalisis dan mendeskripsikan kondisi keterwakilan perempuan dalam PAN. PAN pada prakteknya terlihat sebagai partai yang belum mempunyai komilmen nyata dalam peningkatan keterwakilan perempuan di parlemen.

This thesis describes and analyzes the problems related to the women representation enhancement in parliament on Partai Amanat Nasional (PAN) during 2004 election as a case study. The main purpose of this research is to know the hindrances of women representation enhancement in the House of People's Representatives (DPR-Rl).
PAN has a conceptual draft on women political position in its platform. PAN is also a significant political power within the parliament which involved in supporting women representation enhancement by granting quota for women through a political law. PAN ran for 2004 election with more than 30% women candidates as stated in the regulation. However, during the 2004 election, the women candidates elected are far less than 30%. PAN's candidates elected as members of people's representatives in 2004 accounted to 53 persons and only 7 of them are women.
Theories used as a foundation for this thesis were theories of democracy and justice, election and quota system, patriarchy and gender, and recruitment. By using qualitative method based on descriptive technique, the analysis on the problem of women representative enhancement in parliament can be describe clearly by studying the literature resources that discuss women's political role, particularly related to PAN, meetings' transcripts of DPP PAN, and in-depth interview with 15 informants comprised of 9 women and 6 men, whom were also PAN's leaders and women candidates.
This result of this research is that the male dominance and patriarchy's culture are still dominating PAN's leadership. The political will of PAN's political elite was also weak in urging women representative enhancement within the parliament. There was also a gap between the spirit of PAN's foundation and the practice. The most crucial problem in the effort to enhance representation is the low support of party for women candidates, which was caused by the position of the party in deciding the position and district of a candidate.
The theories posed in this thesis imply an accordance to be used to analyze and describe the condition of women representation in PAN. PAN has been proven to be not having a real commitment in enhancing women representation within the parliament.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T22044
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Nurludfah
"Aspek-aspek yang menjadi sorotan dalam sebuah komitmen partai adalah (1) Bagaimana visi dan misi partai diinternalisasikan, (2) Bagaimana program-program partai mendorong partisipasi perempuan, (3) Bagaimana kaderisasi meningkatkan kualitas keterwakilan, (4) Bagaimana pola rekrutmen, (5) Bagaimana keterserapan perempuan dalam jabatan struktual partai. Selama ini kelima hal tersebut diduga menjadi penghambat partisipasi dan keberperanan dalam partai politik.
Meskipun jumlah populasi penduduk perempuan adalah mayoritas namun partisipasi dan keterwakilan perempuan dalam parlemen belum memenuhi kuota yang diharapkan keterlibatan anggota perempuan pada forum-forum permusyawaratan serta penempatan perempuan pada posisi jabatan partai mengalami banyak hambatan terutama faktor budaya organisasi serta kultur sumber daya perempuan itu sendiri, akan tetapi perjuangan untuk mendapatkan kesetaraan gender dijumpai terus berkembang baik secara kuantitas keanggotaan parlemen maupun secara kualitas keberperanannya yaitu ikut menentukan kebijakan-kebijakan politik. Persepsi kelompok perempuan yang selama ini termarginalkan mulai terkikis oleh komunikasi politik yang semakin terbuka demikian pula meskipun sangat terbatas pengembangan, pemberdayaan, dan kaderisasi anggota parlemen perempuan.
Agar partai politik dapat memenuhi keterwakilan 30% tersebut perlu membangun kaderisasi dan kemitraan stratejik dengan aktivis perempuan diberbagai lintas organisasi baik parpol, ormas, dan LSM serta lembaga pendidikan untuk meningkatkan kapasitas secara berkelanjutan.

Aspects that become the spotlight in a party commitment are (1) How internalized party vision and mission, (2) how the party's programs encourage women's participation, (3) how to improve the quality of cadre recruitment representation, (4) how the pattern of recruitment, (5) How keterserapan women in the Office of structural party. During these five things are thought to be a barrier to participation and function in political parties.
Although the number of female population are the majority but the participation and representation of women in Parliament has not met the expected quota for women members involvement in consultative forums as well as the placement of women in positions of the party although women participation experienced many obstacles especially factors organizational culture as well as cultural resources women itselfbut the struggle to obtain gender equality found growing both in quantity and quality of membership of Parliament in its role of taking decisive political policies. Perceptions of women's groups that had been marginalized eroded by an increasingly open political communication as well although very limited development, empowerment, and the regeneration of women parliaments.
In order to, political parties meet the 30% representation of the need to build strategic partnerships with cadres and activists across various organizations both political parties, organizations, and NGO?s and educational institutions to increase capacity on an ongoing basis."
Depok: Universitas Indonesia, 2012
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sigiro, Atnike Nova
"ABSTRAK
Although it has not yet reached an ideal composition, the adoption of a 30% quota of women in elections in Indonesia has increased the number of women in parliament, both at the central level (House of
Representative/DPR) and at the regional level (local legislative councils/DPRD). However, the issue of womens representation in parliament is not only a matter of representation based on sex, but also of substantive representation, where womens political agenda can be voiced. One of the concepts developed by feminist thinking is the concept of critical actors. This article seeks to explain how womens organizations and parliamentarians are critical actors that encourage womens involvement with parliament. This article explains how the involvement between womens organizations and parliament can strengthen the substantive representation of women in both the DPR and the DPRD. It is based on studies conducted on a model of strengthening the involvement of several womens organizations with the DPR and DPRD, which was developed by MAMPU and its partner organizations."
Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan, 2019
305 JP 24:2 (2019)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ramadhini Asterina Pertiwi
"ABSTRAK
Skripsi ini memberikan gambaran mengenai perempuan dalam sistem politik Jepang kontemporer, bagaimana keterlibatan perempuan di dalam lembaga legislatif Jepang yaitu parlemen atau Diet. Hak perempuan dalam politik dijamin penuh, termasuk untuk terlibat di dalam politik sejak disahkannya UUD 1947 Shinkenp? yang menghapus segala bentuk diskriminasi. Namun, hingga kini masih sedikit jumlah perempuan Jepang yang terlibat dalam sistem politik Jepang. Ditetapkannya kuota 30 keterwakilan perempuan di dalam parlemen oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa PBB dalam konferensi di Beijing pada tahun 1995, diharapkan dapat membangkitkan motivasi perempuan untuk masuk ke dalam dunia politik yang selama ini didominasi oleh kaum laki-laki. Dengan kehadiran kaum perempuan dalam lembaga legislatif, maka masalah-masalah seputar perempuan akan dibahas dan dapat mengubah agenda serta membawa perspektif baru dalam menentukan arah kebijakan-kebijakan politik.

ABSTRACT
This study gives an overview of women in the contemporary Japanese political system, Japanese parliament or Diet. The rights of women in politics are fully guaranteed since new constitution of Japan Shinkenp was made in 1947 which eliminates all discrimination forms. However, the fact that there is still a small number of Japanese women who involved in the Japanese political system The establishment of a 30 quota of women 39 s representation in parliament by the United Nations at a conference in Beijing in 1995, is expected to inspire women to enter politics that has been dominated by men. With the presence of women in the legislative, women 39 s issues will be discussed and can change the agenda, also bring new perspectives in determining the direction of political policies. "
2017
S67592
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>