Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 194512 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Saragih, Arlyando Hezron
"Latar Belakang. Densitas tulang yang rendah pada usia lanjut antara lain dipengaruhi oleh gangguan produksi dan metabolisme vitamin D, konsumsi alkohol, aktivitas fisik yang kurang, indeks massa tubuh (IMT) yang rendah, merokok yang berlebihan dan asupan kaisium yang rendah. Asupan kalsium, indeks massa tubuh dan kapasitas fisik diketahui berpengaruh pada densitas massa tulang.Korelasi antara asupan kaisium, IMT dan kapasitas fisik dengan densitas massa tulang masih kontroversi dan di Indonesia masih belum banyak diteliti khususnya di Panti Werda.
Tujuan. Mengetahui korelasi asupan kalsium, IMT, kapasitas fisik dengan densitas massa tulang lumbal dan femur wanita usia lanjut serta gambaran densitas massa tulang lumbal dan femur, jumlah asupan kalsium, gambaran IMT,dan kapasitas fisik wanita usia lanjut di Panti Werda.
Metodalogi. Studi potong lintang dilakukan pada wanita usia lanjut (?60 tahun) di Panti Werda. Subyek penelitian didapat dengan metode cluster random sampling dan yang sesuai dengan kriteria inklusi. Kriteria inklusinya adalah berusia 60 tahun atau lebih, jenis keiamin perempuan, masih dapat mandiri (ADL Barthel >16), dan bersedia ikut daiam penelitian. Dilakukan uji korelasi Pearson dengan aiternatif uji korelasi Spearman jika sebaran data tidak normal untuk mengetahui korelasi antara asupan kalsium, IMT dan kapasitas fisik dengan densitas massa tulang lumbal dan femur.
Hasil. Selama periode Maret-Mei 2005 dilakukan penelitian terhadap 51 wanita usia lanjut di 2 Panti Werda Jakarta dan Bekasi. Median usia 70,5 (7,5) tahun, median asupan kalsium 283 gram/hari, IMT 22,28 (4,2) kg/m2 dan kapasitas fisik sebesar 4,8(1,6) Metz. Sedangkan rerata densitas tulang lumbal 0,842(0,I64) gramlcm2 dan densitas tulang femur 0,652(0,097) grarnlcm2. Didapatkan korelasi bermakna antara IMT dengan densitas massa tulang lumbal dan femur (r = 0,677 ; p = 0,000 dan r = 0, 508 ; p = 0,000), dan tidak didapatkan korelasi antara asupan kalsium dengan densitas massa tulang lumbal dan femur (r = 0,146 ; p = 0,308 dan r = 0,096 ; p = 0,501) dan kapasitas fisik dengan densitas massa tulang lumbal dan femur (r=0,016; p=0,913 dan r=0,143 dan nilai p=0,318).
Kesimpulan. Didapatkan korelasi antara IMT dengan densitas massa tulang lumbal dan femur sedangkan korelasi antara asupan kalsium dan kapasitas fisik dengan densitas tulang lumbal dan femur wanita usia lanjut di Panti Werda belum dapat dibuktikan. Prevalensi densitas tulang lumbal dan femur wanita usia lanjut di panti werda Jakarta dan Bekasi berkurang sebesar 100% dan 99,8%., asupan kalsiumnya rendah, indeks massa tubuh normal dan kapasitas fisik tingkat menengah.

Backgrounds
Low bone density in elderly may be caused by decreased production and metabolic dysfunction of vitamin D metabolism, alcohol consumption, decreased physical activity, low BMI, excessive smoking, and low calcium intake. Calcium intake, BMI and physical capacity had already been known to have influence on BMD. The correlation between calcium intake, BMI and physical capacity with BMD is still controversial and there is not much data in Indonesia regarding of it especially in elderly population.
Objective
To investigate the correlation between calcium intakes, body mass index and physical capacity with lumbar and femoral bone mass density of elderly women in nursing homes.
Methods
A cross sectional study was conducted in elderly women in nursing homes. Subjects were obtained by cluster random sampling method and fulfilled inclusion criteria Inclusion criteria were age more than 60 years old, female, and Barthel index >16. We have done Pearson correlation test with Spearman test as alternative if data distribution was not normal.
Result
A cross sectional study was conducted on 51 elderly women in 2 nursing homes in Bekasi between March and May 2005. Median age was 70.5 years, median calcium intake 283 gram/day, BMI 22.28 ± 42 kg/m2 and physical capacity 4.8 ± 1,6 metz. Mean of lumbar BMD was 0.842 ± 0.164 gram/cm2 and mean femoral BMD was 0.652 ± 0.097 gram/cm2. We found significant correlation between BMI and lumbar and femoral BMD (r).677;p).000 and r =508; p=0.000) and there was no correlation between calcium intake and lumbar and femoral BMD (rO.146;p-0.000 and r=0.096;p=0.50 l ). There were no correlation found between physical capacity and lumbar and femoral BMD (r).016;p 0.913 and r-0.143 and p O.318).
Conclusion
This study showed correlation between BMI and lumbar and femoral BMD. We found no correlation between calcium intake and physical capacity with femoral and lumbar BMD in elderly women in nursing homes in Jakarta and Bekasi. Prevalensi of lumbar BMD and femoral BMD of elderly women in nursing homes in Jakarta was decreased (100% and 99,8%).Calcium intake was low, BMI was normal and physical capacity was moderate level.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rachelya Nurfirdausi Islamah
"Latar belakang: Usia menarke remaja putri di Indonesia semakin lama terjadi semakin awal. Hal ini dapat meningkatkan kecenderungan terjadinya pernikahan dini dan juga berbagai risiko kesehatan. Beberapa hal yang dapat memengaruhi usia terjadinya menarke di antaranya aktivitas fisik, indeks massa tubuh (IMT), dan nutrisi. Kebiasaan mengonsumsi sayuran dan buah-buahan dapat memperlambat usia menarke karena rendahnya energi yang terkandung dan mengakibatkan penurunan IMT. Kebiasaan mengonsumsi sayuran dari penduduk Kabupaten Bandung dapat berpengaruh pada IMT dan juga usia menarke. Karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mencari hubungan antara usia menarke dengan IMT, aktivitas fisik, dan konsumsi sayuran.
Metode: Menggunakan data primer yang diambil melalui kuesioner daring dan wawancara 24-hour recall kepada sampel kriteria inklusi. Sampel penelitian merupakan siswi SD dan SMP di Kabupaten Bandung yang telah mengalami menstruasi selama 13 bulan ke belakang. Data yang didapat kemudian dianalisis menggunakan uji Kruskal Wallis dan Uji Chi Square.
Hasil: Didapatkan total 52 sampel penelitian. Dari uji statistik Kruskal Wallis, tidak terdapat perbedaan yang signifikan dari usia menarke antara ketiga kelompok IMT (p=0,71), aktivitas fisik (p=0,251), maupun konsumsi sayuran (p=0,753).
Kesimpulan: Tidak ditemukan adanya hubungan antara usia menarke dengan IMT, aktivitas fisik, dan konsumsi sayur. Tidak juga ditemukan adanya hubungan antara konsumsi sayur dan IMT.

Background: The age of menarche for adolescent girls in Indonesia is getting earlier. This can increase the tendency of early marriage and various health risks. Several things can affect the age at which menarche occurs, including physical activity, body mass index (BMI), and nutrition. The habit of consuming vegetables and fruits can slow down the age of menarche because of the low energy content which decrease BMI. This habit of consuming vegetables from the residents of Bandung District can affect BMI and also menarche age. This study aimed to find the relationship between menarche age and BMI, physical activity, and consumption of vegetables.
Methods: Primary data was taken through online questionnaires and 24-hour recall interviews. The research sample was elementary and junior high school students in Bandung District who had experienced menarche for the past 13 months. Data was analyzed using Kruskal Wallis test and Chi Square test.
Results: A total of 52 research samples were obtained. From the Kruskal Wallis statistical test, there was no significant difference in menarche age between the three groups of BMI (p=0.71), physical activity (p= 0.251), and vegetable consumption (p=0.753).
Conclusion: There was no relationship between menarche age and BMI, physical activity, and vegetable consumption. There was also no relationship between vegetable consumption and BMI.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Itsna Arifatuz Zulfiyah
"Hipertensi pada remaja didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik dan/atau diastolik lebih dari P95 sesuai jenis kelamin, umur, dan tinggi badan. Peningkatan prevalensi hipertensi pada remaja secara global diduga disebabkan karena peningkatan prevalensi obesitas pada remaja. Remaja dengan obesitas berisiko sepuluh kali lebih besar mengalami hipertensi dibandingkan remaja dengan berat badan normal. Penelitian ini bertujuan untuk menyelediki korelasi antara tekanan darah dengan obesitas, yang direpresentasikan oleh indeks massa tubuh, lingkar pinggang, dan massa lemak tubuh, pada remaja yang mengalami obesitas. Penelitian ini menggunakan desain potong lintang dengan data sekunder yang didapat dari penelitian sebelumnya. Subjek penelitian terdiri dari 66 remaja berusia 14-17 tahun dengan indeks massa tubuh lebih dari P95 berdasarkan jenis kelamin dan usia. Tiga puluh dua (48,5%) dari 66 remaja obesitas pada penelitian ini mengalami hipertensi, dengan hipertensi sistolik sebanyak 25,8% dan hipertensi diastolik sebanyak 31,8%. Analisis bivariat menunjukkan bahwa tekanan darah sistolik tidak berkorelasi dengan indeks massa tubuh, namun berkorelasi positif dengan lingkar pinggang (r = 0,218, p <0,05) dan berkorelasi negatif dengan massa lemak tubuh (r = -286, p <0,05). Tekanan darah diastolik tidak berkorelasi dengan lingkar pinggang dan massa lemak tubuh, namun berkorelasi positif dengan indeks massa tubuh (r = 0,223, p <0,05). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa remaja obesitas di Jakarta memiliki prevalensi hipertensi yang tinggi dan tekanan darah sistolik berkorelasi dengan lingkar pinggang dan massa lemak tubuh, sementara tekanan darah diastolik berkorelasi dengan indeks massa tubuh.

Hypertension in adolescents is elevation of systolic and/or diastolic blood pressure in the P95 or greater based on gender, age, and stature. The increased global prevalence of hypertension among adolescents is thought to be the result of the increasing prevalence of childhood obesity. Obese adolescents have tendencies to have hypertension ten times greater that the normoweights. This research is conducted to determine the correlation between blood pressure and obesity, which is presented as body mass index, waist circumference, and body mass fat, in obese adolescents. Using cross-sectional study, from secondary data collection, we found 66 adolescents age 14-17 years old in which body mass index are in the P95 or greater based on gender and age. Thirty-two (48,5%) adolescents have hypertension, where 25,8% adolescents have systolic hypertension and 31,8% adolescents have diastolic hypertension. Bivariate analysis shows that systolic blood pressure does not correlate with body mass index but positively correlates with waist circumference (r = 0,233, p <0,05) and negatively correlates with body mass fat (r = -286, p ≤0,01). Diastolic blood pressure does not correlate with waist circumference and body mass fat but positively correlates with body mass index (r = 0,223, p <0,05). It can be concluded that the prevalence of hypertension in obese adolecsents in Jakarta is high and systolic blood pressure has a weak correlation with waist circumference and body mass fat while diastolic blood pressure has a weak correlation with body mass index."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siallagan, Grace Adriani
"Defisiensi besi selama kehamilan adalah salah satu defisiensi gizi yang prevalensinya tetap tinggi di dunia yaitu mencapai 70%. Berat badan kurang merupakan salah satu faktor risiko terjadinya defisiensi besi selama kehamilan. Feritin adalah protein cadangan zat besi yang disintesis oleh hati dan dapat meningkat selama peradangan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi antara kadar feritin serum dengan indeks massa tubuh pada perempuan hamil trimester 1. Disain penelitian yang digunakan adalah studi potong lintang. Penelitian dilakukan di Pusat Kesehatan Masyarakat Kramat Jati, Jakarta selama bulan Oktober 2013. Pengambilan subyek dilakukan dengan cara consecutive sampling. Empat puluh tujuh perempuan hamil trimester 1 didapatkan memenuhi kriteria penelitian. Didapatkan rerata usia 27,79±4,85 tahun, diantara subyek penelitian 5 orang (10,6%) memiliki berat badan kurang, 25 orang (53,2%) berat badan normal dan 17 berat badan lebih (36,2%). Nilai tengah asupan zat besi 23,21 (8,4 ̶ 36,80) mg/hari. Asupan zat besi menunjukkan 66% subyek memiliki asupan zat besi kurang dari Angka Kecukupan Gizi (AKG) Indonesia. Nilai tengah kadar feritin serum 58,1 (4,9 ̶ 139,8) μg/L dan 6,4% subyek tergolong status feritin rendah. Hasil penelitian ini diperoleh korelasi positif tidak bermakna antara kadar feritin serum dengan indeks massa tubuh pada perempuan hamil trimester 1 (r=0,097, p=0,52).

Iron deficiency during pregnancy is one of nutritional deficiency with high prevalence in the world, reaching up to 70%. Underweight is one of the main risk factors for iron deficiency during pregnancy. Ferritin is an iron storage protein which synthesized in the liver and can be increased during inflammation. The aim of this study was to find out the correlation between serum ferritin levels and body mass index (BMI) in pregnant woman in their first trimester. The design of the study is cross-sectional. Data collection was conducted at Kramat Jati Primary Health Care, Jakarta during October 2013. Subjects were obtained by consecutive sampling method. A total of 47 pregnant women in their first trimester subjects had met the sudy criteria. The mean of maternal age was 27,79±4,85 years, among them are 5 underweight (10,6%), 25 normal weight (53,2%) and 17 overweight (36,2%). Median of iron intake was 23,21 (8,4 ̶ 36,80) mg/day. Intake of iron showed 66% of the subjects had intake of iron less than Indonesian recomended dietary allowance (RDA). Median of serum ferritin levels was 58,1 (4,9 ̶ 139,8) μg/L, while 6,4% of the subjects were catagorized as low ferritin status. No significant correlation was found between serum ferritin levels and BMI in pregnant women in their first trimester (r=0,097, p=0,52)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Devina Septi Hajar
"Prevalensi berat badan lebih dan obesitas meningkat pada wanita usia subur. Obesitas pada kehamilan berhubungan dengan komplikasi kehamilan dan persalinan. Pada obesitas terjadi peningkatan respon inflamasi. Interleukin-6 (IL-6) adalah salah satu mediator inflamasi yang dapat digunakan sebagai penanda inflamasi. Pada kehamilan terjadi peningkatan kadar IL-6 serum akibat proses inflamasi. Penelitian ini merupakan penelitian dengan desain potong lintang yang bertujuan untuk mengetahui korelasi antara kadar IL-6 serum dengan indeks massa tubuh (IMT) pada perempuan hamil trimester 1. Penelitian dilakukan di RS Budi Kemuliaan selama bulan Maret 2013 sampai April 2013. Pengambilan subyek dilakukan dengan cara consecutive sampling, didapatkan 47 orang subyek yang dianalisis. Data yang dikumpulkan meliputi data karakteristik usia, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, asupan energi total dengan metode tanya ulang serta proporsi karbohidrat, lemak dan protein. Pengukuran antropometri yaitu IMT untuk menilai status gizi dan pemeriksaan laboratorium kadar IL-6 serum. Hasil penelitian didapatkan rerata usia 27,3±3,9 tahun, asupan energi total 95,7% subyek memiliki asupan kurang dari anjuran angka kecukupan gizi (AKG) Indonesia, 55,3% subyek memiliki berat badan lebih, rerata IMT adalah 23,8+3,7 kg/m2. Hasil pengukuran kadar IL-6 serum didapatkan rerata 1,9±1,2 pg/ml. Didapatkan korelasi positif tidak bermakna antara kadar IL-6 serum dengan IMT pada perempuan hamil trimester 1 (r=0,28, p=0,057).

The prevalence of overweight and obesity increases in the reproductive women. Obesity is related to complication in pregnancy dan parturition. Interleukin-6 (IL-6) is one of inflammatory cell that can be used as a marker of inflammation which increases in patient with obesity. Serum IL-6 level had been found increases in pregnancy related to inflammation proccess. The aim of this cross sectional study was to find the correlation between serum IL-6 level and body mass index (BMI) in first trimester pregnancy. Data collection was conducted during March 2013 to April 2013 on Budi Kemuliaan Hospital, Jakarta. Subjects were obtained using consecutive sampling method. A total of 47 pregnant women in first trimester subjects had met the study criteria. Data were collected through interviews including age, educational status, income status, total energy intake and proportion of carbohidrat, fat, protein. Anthropometry measurements of BMI to assess the nutritional status and laboratory examination i.e blood levels of IL-6. Mean age was 27,3±3,9 years. Intake of total energy showed that 95.7% of the subjects were less than recommended dietary allowances (RDA). Overweight was occured in 55,3% of the subjects. Mean of BMI was 23,8+3,7 kg/m2. Mean of serum IL-6 levels was 1,9±1,2 pg/ml. No significant correlation was found between serum IL-6 levels and body mass index in first trimester pregnancy (r=0,28, p=0,057)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yulianto Santoso Kurniawan
"Indonesia mengalami peningkatan obesitas yaitu 12,2% (2007) menjadi 14% (2010). Indeks massa tubuh (IMT) tidak membedakan massa lemak dan massa bukan lemak.
Tujuan: Mengetahui obesitas dan korelasi antara massa lemak tubuh dan IMT pada anak 7-12 tahun di Jakarta Pusat.
Metode: Penelitian potong lintang analitik cluster random sampling antara Jan-Mar 2016.
Hasil: Total subjek adalah 1.333 anak. Obesitas menurut massa lemak subyek lelaki sebesar 21,3%, subyek perempuan sebesar 13,1%. Median massa lemak lelaki 7-12 tahun berturut-turut 18,8,18,6,18,1,18,4,18,6,16,1%. Median massa lemak perempuan 7-12 tahun berturut-turut 23,6,24,23,8,23,7,24,4,25,4%. Korelasi IMT dan massa lemak subyek lelaki r=0,848-0,903, p<0,05, korelasi pada subyek perempuan r=0,717-0,846, p<0,05. Sensitivitas IMT terhadap massa lemak subyek lelaki 90,5%, spesifisitas 96,6%, kappa 0,879, sensitivitas IMT terhadap massa lemak subyek perempuan 88,2%, spesifisitas 92,4%, kappa 0,787 menggunakan P85 dan P95 hasil penelitian.
Simpulan: Obesitas menurut massa lemak lelaki adalah 21,3% dan perempuan 13,1%, korelasi IMT dan massa lemak lelaki sangat kuat dan kuat pada subyek perempuan.

Background: Obesity in Indonesia has increased in number from 12.2% (2007) to 14% (2010). Body mass index does not differentiate between fat mass and non-fat mass.
Aim: To determine the obesity profile and correlation between fat mass and body mass index in children aged 7-12 years old in Central Jakarta.
Methods: A cross sectional analytic study. Subjects were recruited from Jan - March 2016 through cluster random sampling.
Result: A total of 1,333 children were recruited. Obesity by fat mass in male was 21.3% and 13.1% in female. Fat mass median in male aged 7,8,9,10,11,and 12 years consecutively were 18.8,18.6,18.1,18.4,18.6, 16.1%. Fat mass median in female aged 7,8,9,10,11,and 12 years consecutively were 23.6,24, 23.8,23.7,24.4,25.4%. Correlation between BMI and fat mass in male r=0.848-0.903, p<0.05, females r=0.717-0.846, p<0.05. Body mass index sensitivity for fat mass in male was 90,5% and 96.6% specificity with kappa value 0,879, in female sensitivity was 88.2% and 92.4% specificity with kappa value 0.787 using new reference percentile generate from this study (P85 and P95 BMI).
Conclusion: The obesity profile determined by fat mass is 21.3% in males and 13.1% in females and with very strong correlation between BMI and fat mass for males and strong correlation in females.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Alfiyyah Rizqy
"Latar belakang: Menarke merupakan peristiwa menstruasi pertama yang mencerminkan berbagai aspek kesehatan. Usia menarke remaja putri di Indonesia mengalami penurunan akibat berbagai faktor. Peneliti bertujuan ingin mengonfirmasi lebih lanjut hubungan usia menarke dengan indeks massa tubuh (IMT), aktivitas fisik, dan konsumsi teh.
Metode: Penelitian ini merupakan studi cross-sectional pada 84 remaja putri berusia 9-15 tahun di Kota dan Kabupaten Tegal, yang mengalami menarke dalam satu tahun terakhir. Data usia menarke dan aktivitas fisik diambil menggunakan kuesioner yang diisi berdasarkan ingatan remaja putri. IMT dihitung berdasarkan berat badan serta tinggi badan yang diukur mandiri atau oleh peneliti. Data konsumsi teh diambil menggunakan metode wawancara.
Hasil: Median usia menarke dari penelitian adalah 11.42 tahun dengan usia menarke tercepat, yaitu 9 tahun dan usia menarke paling lambat 13.83 tahun. Tidak ditemukan adanya hubungan signifikan antara IMT dengan usia menarke (p = 0.291), aktivitas fisik dengan usia menarke (p = 0.241), dan konsumsi teh dengan usia menarke (p = 0.758). Uji korelasi menunjukkan korelasi negatif yang tidak signifikan antara IMT dengan usia menarke (r = -0.058; p = 0.602) dan korelasi positif yang tidak signfikan antara konsumsi teh dengan usia menarke (r = 0.005; p = 0.975)
Kesimpulan: Tidak terdapat hubungan antara IMT, aktivitas fisik, dan konsumsi teh dengan usia menarke pada remaja putri di Kota dan Kabupaten Tegal

Introduction: Menarche is the first menstrual event that reflects various aspects of health. The menarche age for adolescent girls in Indonesia has decreased due to various factors. Researchers aimed to further confirm the relationship between menarche age and Body Mass Index (BMI), physical activity, and tea consumption
Method: This study was a cross-sectional study on 84 adolescent girls aged 9-15 years in the City and District of Tegal, who experienced menarche in the past year. Data on the menarche age and physical activity were taken using a questionnaire that was filled out based on the memories of adolescent girls. BMI was calculated based on weight and height measured independently or by researchers. Tea consumption data was taken using the interview method.
Result: The median menarche age from the study was 11.42 years with the fastest being 9 years old and the latest being 13.83 years old at the latest. There was no significant relationship between BMI and menarche age (p = 0.291), physical activity with menarche age (p = 0.241), and tea consumption with menarche age (p = 0.758). Correlation test showed an insignificant negative correlation between BMI and menarche age (r = -0.058; p = 0.602) and an insignificant positive correlation between tea consumption and menarche age (r = 0.005; p = 0.975)
Conclusion: There is no relationship between BMI, physical activity, and tea consumption with menarche age in adolescent girls in the City and District of Tegal
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Noor Aqilla Maharani
"Latar belakang: Menarke merupakan kondisi ketika seorang remaja putri mengalami menstruasi pertama kali. Di Indonesia, usia menarke diketahui mengalami tren penurunan. Menarke dini dapat meningkatkan berbagai risiko terjadinya masalah-masalah kesehatan, di antaranya masalah reproduktif dan psikologis. Perubahan gaya hidup hingga asupan nutrisi diyakini menjadi faktor-faktor yang dapat mempengaruhi usia menarke baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara indeks massa tubuh, aktivitas fisik, dan konsumsi ultra-processed food dengan usia menarke.
Metode: Penelitian ini dilakukan dengan desain cross-sectional. Pengukuran berat badan dan tinggi badan, pengisian kuesioner, dan wawancara 24 hour recall dilakukan dalam pengumpulan data. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan uji Kruskal-Wallis dan Mann-Whitney. Uji post-hoc Mann-Whitney juga dilakukan untuk variabel yang signifikan.
Hasil: Didapatkan 91 sampel yang sudah menstruasi dari 3 sekolah dasar dan 1 sekolah menengah pertama di Jakarta Barat. Berdasarkan analisis data, didapatkan terdapat hubungan antara indeks massa tubuh dan usia menarke (p < 0,011). Namun, tidak didapatkan adanya hubungan yang signifikan antara aktivitas fisik dan konsumsi ultra-ptocessed food terhadap usia menarke (p > 0,05).
Kesimpulan: Terdapat hubungan antara indeks massa tubuh (IMT) dan usia menarke, sedangkan aktivitas fisik dan konsumsi ultra-processed food tidak berhubungan dengan usia menarke.

Introduction: Menarche is a condition when a young woman experiences menstruation for the first time. In Indonesia, the age of menarche is known to experience a downward trend. Early menarche can increase the risk of various health problems, including reproductive and psychological problems. Changes in lifestyle and nutritional intake are believed to be factors that can affect the age of menarche either directly or indirectly. Therefore, this study aimed to analyze the relationship between body mass index, physical activity, and consumption of ultra-processed food and age at menarche.
Methods: This study was conducted with cross-sectional design study. Measurement of weight and height, filling out questionnaires, and interview using 24 hours recall were carried out in data collection. Data analysis in this study used the Kruskal-Wallis and Mann-Whitney tests. Post-hoc test using Mann-Whitney test was also performed for significant variable.
Results: There were 91 samples who had menstruated from 3 elementary schools and 1 junior high school in West Jakarta. Based on data analysis, it was found that there was a relationship between body mass index and age at menarche (p < 0.011). However, there was no relationship found between physical activity and consumption of ultra-processed food on the age of menarche (p > 0.05).
Conclusion: There is a relationship between body mass index (BMI) and age at menarche, while physical activity and consumption of ultra-processed food are not associated with age at menarche.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Najila Ramadhina
"

Latar belakang: Menarke merupakan salah satu peristiwa dalam pubertas. Usia menarke remaja perempuan di Indonesia mengalami tren penurunan. Berbagai faktor dapat mempengaruhi usia menarke, seperti Indeks Massa Tubuh (IMT), aktivitas fisik, kondisi sosioekonomi, dan genetik. Penelitian terkini menyebutkan bahwa paparan polusi dapat mempengaruhi usia menarke.

Metode: Desain penelitian yang dilakukan adalah cross-sectional untuk melihat hubungan usia menarke remaja putri di Kota Jakarta Timur dengan Indeks Massa Tubuh (IMT), aktivitas fisik, dan paparan polusi. Penelitian dilakukan di 3 Sekolah Dasar (SD) dan 2 Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Jakarta Timur pada siswi berusia 9-15 tahun. Penelitian dilakukan menggunakan kuesioner yang tervalidasi.

Hasil: Rerata usia menarke adalah 11,4 ± 1,04 tahun. Terdapat hubungan bermakna antara usia menarke dengan Indeks Massa Tubuh (p=0,042). Tidak terdapat hubungan bermakna antara usia menarke dengan aktivitas fisik (p=0,163). Tidak terdapat hubungan bermakna antara usia menarke dengan paparan polusi (p=0,632).

Kesimpulan: Usia menarke berhubungan signifikan dengan Indeks Massa Tubuh (IMT). Namun, tidak ada hubungan signifikan antara usia menarke dengan aktivitas fisik dan paparan polusi.


Introduction: Menarche is a part of puberty. Age at menarche in Indonesian adolescents shows a declining trend. Studies found that age at menarche correlates with Body Mass Index (BMI), physical activity, socioeconomic status, and genetics. Recent publications show that pollution exposure correlates with age at menarche.

Method: The study design is cross-sectional to investigate the correlation between age at menarche and Body Mass Index, physical activity, and pollution exposure. This study was conducted on girls aged 9-15 years in 3 primary schools and 2 secondary schools in East Jakarta. This study used a validated questionnaire.

Result: Mean age at menarche was 11,4 ± 1,04 years. There is a significant correlation between age at menarche and Body Mass Index (p=0,042). There is no significant correlation between age at menarche and physical activity (p=0,163). There is also no significant correlation between age at menarche and exposure to pollution (p=0,632).

Conclusion: Age at menarche correlates with Body Mass Index (BMI). However, age at menarche does not correlate with physical activity and exposure to pollution

"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Badrit Tamami Thoyyibah
"Obesitas didefinisikan sebagai kelebihan massa lemak tubuh yang dapat disebabkan oleh genetik dan gaya hidup, salah satunya faktor nutrisi. Salah satunya, asupan yang tidak seimbang membuat orang obes juga dapat mengalami defisiensi nutrisi, termasuk antioksidan yang berperan pada jaringan lemak dalam patofisiologi dan tatalaksana obesitas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah asupan antioksidan harian pada remaja yang mengalami obesitas. Penelitian ini menggunakan data sekunder dari 69 remaja obes dengan desain potong lintang. Hasil penelitian menunjukkan rerata massa lemak tubuh remaja obes sebesar 37,8±7,02 kg. Sebanyak 14 subjek (20,29%) kekurangan asupan vitamin A sesuai AKG, 53 subjek (76,81%) kekurangan vitamin C, dan 67 subjek (97,1%) kekurangan vitamin E. Hasil analisis bivariat menunjukkan tidak adanya hubungan antara massa lemak tubuh dengan asupan vitamin A (r=-0,02, p>0,05), vitamin C(r=-0,089, p>0,05), dan vitamin E (r=-0,203, p0,05), dalam penelitian ini. Dengan demikian, disimpulkan massa lemak tubuh tidak berhubungan dengan vitamin A dan vitamin C, tetapi berkorelasi negatif dengan asupan vitamin E.

Obesity is excess body fat mass caused by genetic and lifestyle, such as nutrition intake. Imbalance intake might be happen in obese person due to nutrition deficiency. Antioxidant play important role in process and management of obesity. This study aims to determine the amount of antioxidant intake in obese adolescents. This research used cross-sectional design with secondary data from 69 obese adolescents. The results showed that body fat mass of obese adolescent is 37,8±7,02 kg. There are 14 subjects (20,29%) have vitamin A deficiency according to DRI Indonesia, 53 (76,81%) subjects lack of vitamin C, and 67 subject (97,1%) have vitamin E deficiency. The results of bivariate analysis showed no association between body fat and vitamin A intake (r = 0.185, p> 0.05), vitamin C (r =-0.146, p> 0.05), and vitamin E (r =-0.163 , p> 0.05), in this study. We found body fat mass has no correlation with vitamin A and vitamin C intake, but has negative correlation with vitamin E intake."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>