Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 131752 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Koko Harnoko
"Jumlah penderita kanker paru di dunia terus meningkat dan menjadi masalah kesehatan yang penting. Menurut International Journal of Cancer 1999, terdapat 8,1 juta penderita seluruh jenis kanker di dunia dan lebih dari separuhnya berada di negara berkembang. Kanker paru adalah jenis kanker yang paling sering ditemukan, yaitu 18% dari seluruh kanker di negara maju dan 21% dari seluruh kanker di negara berkembang. Di Indonesia, kanker paru menduduki peringkat ketiga di antara tumor ganas yang paling sering ditemukan. Data dari Rumah Sakit Persahabatan Jakarta menunjukkan peningkatan jumlah penderita kanker paru setiap tahunnya. Tabun 1970-1976 ada 382 kasus, tahun 1984-1988 ada 666 kasus dan tahun 1993-1998 didapatkan 1285 kasus.
Anoreksia pada penderita kanker seringkali merupakan proses awal dalam suatu tahapan menuju berkurangnya asupan makanan yang kronik, malnutrisi dan akhirnya kakeksia. Kakeksia atau penurunan berat badan pada beberapa penelitian klinis berhubungan dengan berkurangnya angka tahan hidup, menurunnya respons terhadap kemoterapi dan penurunan tampilan klinis. Di antara faktor-faktor prognostik utama penderita kanker yaitu jenis tumor, stage, tampilan klinis dan penurunan berat badan, yang secara potensial paling respons terhadap intervensi pengobatan adalah penurunan berat badan. Dampak panting anoreksia dan penurunan berat badan ini biasanya tampak pada bentuk fisik dan konsekuensi psikososial. Anoreksia dapat mempengaruhi kondisi klinis dan emosional penderita seperti bentuk badan, massa lemak tubuh, energi, status fungsional, kemampuan bersosialisasi dan perasaan.
Sitokin mempunyai peranan kunci sebagai faktor humoral utama pada kakeksia akibat kanker. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa sitokin dapat menginduksi penurunan berat badan. Sitokin dapat mengatur ambilan energi (nafsu makan) dan pengeluaran energi (metabolic rate). Pemberian tumor necrosis factor (TNF) pada tikus dan manusia akan menurunkan asupan makanan, tetapi efeknya hanya terlihat jangka pendek. Darling dkk. membuktikan bahwa jika TNF diberikan melalui infus terus menerus akan menimbulkan efek anoreksik, sedangkan efek anoreksik tidak terjadi dengan pemberian secara bolus. TNF jugs berperan pada katabolisme protein dan mekanisme proteolitik dan apoptosis otot.
Tidak ada pengobatan efektif yang telah terbukti sebelumnya untuk menyembuhkan anoreksia dan penurunan berat badan pada penderita kanker stage lanjut. Beberapa obat (kortikosteroid, siproheptadin, hidralazin sulfat dan dronabinol) yang telah diuji untuk mengatasi anoreksia ternyata kurang berhasil. Pemberian nutrisi enteral dan parenteral akan meningkatkan asupan kalori, tetapi cara ini dinilai tidak praktis, mahal dan tidak nyaman. Suatu obat praktis yang nontoksik untuk mengatasi anoreksia dan kakeksia akan lebih menguntungkan dalam penatalaksanaan simtomatik dan suportif penderita kanker."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T58466
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erlina Burhan
"Insidens kanker paru terus meningkat baik di negara maju maupun negara berkembang. Saat ini berkembang berbagai modaliti gabungan yang dianggap berperan dalam menurunkan morbiditi dan memperpanjang usia. Terapi pilihan kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK) bila masih memungkinkan adalah pembedahan. Dua puluh lima persen sampai 45% dari seluruh kasus KPKBSK yang dilaporkan, dapat menjalani pembedahan. Pembedahan pada stage yang tepat akan memberikan masa tahan hidup yang lebih panjang terutama bagi penderita KPKBK. Di Rumah Sakit Persahabatan, pembedahan dilakukan terhadap 10% kasus kanker paru. Kasus dengan stage yang rendah mempunyai angka tahan hidup 5 tahun atau 5 year survival rate yang baik. Pembedahan pada stage yang tepat mempunyai angka tahan hidup 5 tahun yang meningkat pada KPKBSK. Kemoterapi dan radioterapi dianjurkan pada kasus yang tidak mungkin dibedah. Angka tahan hidup penderita pascabedah dipengaruhi oleh berbagai faktor di antaranya stage, jenis histologis, usia, jenis pembedahan dan jenis kelamin serta penggunaan, terapi neoadjuvan I adjuvan. Angka tahan hidup secara sederhana dapat dihitung memakai metoda life table.
Radiasi atau kemoterapi saja dapat memperbaiki kualiti hidup penderita tetapi tidak meningkatkan angka tahan hidup 5 tahun. Jenis histologis juga merupakan faktor yang berpengaruh terhadap angka tahan hidup penderita. Faktor lain yang berperan dalam prognosis KPKBSK adalah usia dan jenis kelamin dan jenis reseksi. Terapi neoadjuvan ditujukan bagi kasus stage IIIA yang akan dibedah. Multimodaliti ini meningkatkan angka tahan hidup secara bermakna."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alvin Kosasih
"Kanker paru adalah salah satu jenis penyakit paru yang memerlukan penanganan dan tindakan cepat dan terarah. Penegakan diagnosis penyakit ini membutuhkan ketrampilan, sarana serta pendekatan multidisiplin kedokteran. Penyakit ini membutuhkan kerjasama yang erat dan terpadu antara ahli pare dengan ahli radiologi diagnostik, ahli patologi anatomi, ahli radioterapi, ahli bedah toraks, ahli rehabilitasi medik dan ahli lainnya. Insidensi kanker paru terus meningkat baik di negara maju maupun negara berkembang. Penyakit ini menjadi kanker paling sering di dunia pada laki-laki dan kelima terbanyak pada perempuan serta menjadi penyebab utama kematian laki-laki. Amerika Utara dan sebagian besar negara Eropa. Angka morbiditi dan mortaliti makin meningkat di negara berkembang seiring dengan penambahan populasi, aktiviti merokok serta pengaruh lingkungan, Pengobatan atau penatalaksanaan kanker paru sangat tergantung kepada kecepatan dan ketelitian mendapatkan diagnosis pasti. Penemuan kanker paru pada penderajatan (staging) dini akan sangat membantu penderita memperoleh kualiti hidup lebih baik dalam perjalanan penyakitnya meskipun tidak dapat menyembuhkannya. Pilihan terapi harus dapat segera dilakukan mengingat respons kanker paru yang buruk terhadap berbagai jenis pengobatan. Kontroversi multimodaliti terapi untuk penatalaksanaan optimal dibandingkan dengan efek samping yang ada pada kanker paru masih menjadi perdebatan dan penelitian ini masih terus berlangsung."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T18031
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jamaluddin M
"ABSTRAK
Tesis ini menilai efikasi dan toksisiti Erlotinib/Gefitinib sebagai terapi lini kedua
pada pasien KPKBSK yang mengalami progresifitas. Ini adalah sebuah penelitian
kohor retrospektif antara tahun 2009 sampai 2013 dari rekam medis pasien
KPKBSK yang mengalami progresifitas. Respons (subjektif, semisubjektif dan
objektif) dievaluasi setiap bulan. Toksisiti dinilai setiap minggu sejak pemberian
Erlotinib/Gefitinib berdasarkan kriteria WHO. Hasil evaluasi respons objektif,
tidak ada pasien yang memberikan respons komplit. Best overall response rate
dari 31 pasien, 48,8% menetap, 22,6% perburukan,12,9% respons sebagian dan
6,5% tidak dinilai/inevaluable. Pada penilaian respons semisubjektif didapatkan
19.4% peningkatan berat badan, 51,6% penurunan berat badan dan 29,0%
menetap. Waktu tengah tahan hidup mencapai 18 bulan, rerata masa tahan hidup
1 tahunan 80,6% dan masa tahan hidup keseluruhan 6,50%. Data menunjukkan
tidak ada timbul toksisiti hematologi berat (grade ¾) dan data penilaian toksisiti
non hematologi sangat jarang timbul toksisiti berat (grade ¾). Efikasi monoterapi
EGFR-TKI (Erlotinib/Gefitinib) cukup tinggi dengan toksisiti yang ditimbulkan
tidak berat. Dengan demikian Erlotinib/Gefitinib sebagai terapi lini kedua cukup
baik.ABSTRACT This thesis assesses the efficacy and toxicity of Erlotinib/Gefitinib as a second
line therapy in NSCLC patients. This is a retrospective cohort study between 2009
and 2013 from the medical records of patients who experienced progression
NSCLC. Therapeutic response was evaluated every month. Toxicity assessed
every month since giving Erlotinib/Gefitinib according to WHO?s criteria. Results
of objective response evaluation none of the patients complete response. Best
overall response rate of 31 patients with the most stable response are 48.8%. Most
semisubjective response obtained are 51.6% weight loss. The middle survival time
reached 18 month, the mean 1 year survival time are 80.6% and a 6.50% overall
survival. The data showed no hematologic toxicity arise severe (grade ¾) and
non-hematological toxicity very rarely arise severe toxicity. The efficacy of EGFR
TKI monotherapy (Erlotinib/Gefitinib) is high enough with toxicity cause not
severe. Thus Erlotinib/Gefitinib as second-line therapy is quite good. ;This thesis assesses the efficacy and toxicity of Erlotinib/Gefitinib as a second
line therapy in NSCLC patients. This is a retrospective cohort study between 2009
and 2013 from the medical records of patients who experienced progression
NSCLC. Therapeutic response was evaluated every month. Toxicity assessed
every month since giving Erlotinib/Gefitinib according to WHO?s criteria. Results
of objective response evaluation none of the patients complete response. Best
overall response rate of 31 patients with the most stable response are 48.8%. Most
semisubjective response obtained are 51.6% weight loss. The middle survival time
reached 18 month, the mean 1 year survival time are 80.6% and a 6.50% overall
survival. The data showed no hematologic toxicity arise severe (grade ¾) and
non-hematological toxicity very rarely arise severe toxicity. The efficacy of EGFR
TKI monotherapy (Erlotinib/Gefitinib) is high enough with toxicity cause not
severe. Thus Erlotinib/Gefitinib as second-line therapy is quite good. "
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Mega Watty
"Kanker paru-paru merupakan salah satu jenis kanker yang paling banyak diderita, terutama di negara dengan jumlah perokok dan tingkat polusi yang tinggi seperti Indonesia. Dalam beberapa tahun belakangan, perkembangan obat kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil diarahkan pada pengobatan multitarget karena pada pengobatan target tunggal sering kali proliferasi sel tumor dapat diaktifkan kembali melalui jalur yang lain seperti angiogenesis. Eksplorasi senyawa bioaktif dari bahan laut, termasuk fungi laut, telah mendapat perhatian khusus akhir-akhir ini sebagai pengobatan antikanker. Pada penelitian ini dilakukan pembuatan pangkalan data dan penapisan secara in silico untuk memperoleh senyawa aktif fungi laut yang berpotensi sebagai inhibitor EGFR-TK dan VEGFR2 kinase, yang masing-masing berperan sebagai agen antiproliferatif dan antiangiogenesis, menggunakan AutoDock dan Vina. Berdasarkan hasil penapisan, didapatkan tiga senyawa aktif sebagai inhibitor EGFR-TK (FU0015, FU0051, dan FU0202), satu senyawa aktif sebagai inhibitor VEGFR-2 kinase (FU0033), serta 17 senyawa potensi inhibitor multitarget (FU0018, FU0019, FU0028, FU0034, FU0037, FU0038, FU0029, FU0043, FU0079, FU0105, FU0127, FU0155, FU0156, FU0158, FU0248, FU0254, FU0261). Seluruh senyawa aktif tersebut berasal dari filum Ascomycota sehingga diharapkan dapat dilakukan eksplorasi lebih lanjut fungi laut dari filum Ascomycota.

Lung cancer is one of the most common type of cancer, especially in countries with high numbers of smokers and high levels of pollution such as Indonesia. In the past few years, drug development of non-small cell lung cancer has been directed to a multitarget treatment as oftentimes on a single-targeted treatment proliferation of tumor cells can be reactivated via other pathways such as angiogenesis. Exploration of bioactive compounds from marine materials, including marine fungi, for anticancer treatment has become a major concern lately. In this research, database was created and in silico screening was conducted to obtain potential marine fungi active compounds as EGFR-TK and VEGFR2 kinase inhibitor, for each act as antiproliferative and antiangiogenesis agents, by using AutoDock and Vina. Based on these screening results have been identified three active compounds as the inhibitor of EGFR-TK (FU0015, FU0051, and FU0202), one active compound as the inhibitor of VEGFR-2 kinase (FU0033), and 17 compounds that potentially become a multitarget inhibitor (FU0018, FU0019, FU0028, FU0034, FU0037, FU0038, FU0029, FU0043, FU0079, FU0105, FU0127, FU0155, FU0156, FU0158, FU0248, FU0254, FU0261). All of these active compounds are from Ascomycota phylum so that further marine fungi exploration can be conducted from Ascomycota phylum.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2016
S63516
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putu Ayu Diah P S
"ABSTRAK
Latar Belakang : Paduan kemoterapi berbasis platinum dengan generasi ketiga khususnya karboplatin-vinorelbin sudah sering digunakan sebagai kemoterapi paliatif pada pasien KPKBSK stage lanjut di Indonesia khususnya Rumah Sakit Umum Pusat RSUP Persahabatan namun sampai saat ini belum terdapat data mengenai efikasi dan toksisiti paduan kemoterapi ini di RSUP Persahabatan.Metode : Desain penelitian ini adalah survey observasional retrospektif pada pasien KPKBSK stage lanjut IIIB dan IV yang menjalani kemoterapi lini I di RSUP Persahabatan dengan paduan kemoterapi karboplatin-vinorelbin sejak 1 Januari 2015 sampai 30 Maret 2017.Hasil : Total subjek dalam penelitian ini adalah 38 pasien yang mendapatkan paduan kemoterapi Karboplatin AUC-5 pada hari ke-1 dan vinorelbin 30 mg/m2 pada hari ke1 dan ke-8. Paduan kemoterapi karboplatin-vinorelbin mempunyai efikasi yang baik dengan Objective overall response rate ORR 12,5 dan clinical benefit rate CBR 87,5 . Overall survival OS pada penelitian ini adalah 34,2 dengan masa tengah tahan hidup 387 hari 12,9 bulan dan progression free survival 323 hari 10,7 bulan. Toksisiti hematologi dan nonhematologi yang paling sering terjadi adalah anemia derajat 1 38,4 dan keluhan mual, muntah derajat 2 57,9 . Pada penelitian ini terdapat 2 kasus perdarahan saluran cerna derajat 2 namun pasien masih dapat melanjutkan kemoterapi. Kami juga mendapatkan komplikasi tindakan kemoterapi berupa phlebitis ringan pada 24 pasien 65,7 dan phlebitis sedang pada 1pasien 2,6 .Kesimpulan: Paduan karboplatin-vinorelbin sebagai kemoterapi lini I memiliki efikasi yang baik serta efek toksisiti yang masih dapat ditoleransi sehingga aman diberikan pada pasien KPKBSK stage lanjut. Kata kunci: efikasi, toksisiti, hematologi, nonhematologi, objective overall response rate, clinical benefit rate, overall survival, MTTH, TTP, PFS
ABSTRAK
Background Combination of platinum base and third generation drugs Carboplatin and vinorelbine chemotherapy are frequently used as paliative chemotherapy for Non small cell lung cancer NSCLC patients in Indonesia especially in Persahabatan Hospital. But there are still no data about the activity and tolerability of this regiment in Persahabatan Hospital. This study is conducted to evaluate the efficacy and toxicity of this regiment as first line chemotherapy for advanced NSCLC patients in Persahabatan Hospital.Method This study is an observational survey retrospective study for advanced NSCLC patientswho receive carboplatin vinorelbine regiment as fisrt line chemotherapy since 1st January 2015 to 30th March 2017.Result We observea total of 38 patients who receive carboplatin 5 AUC on day 1 and vinorelbine 30mg m2 on day 1 and 8. This regiment has a good efficacy with overall response rate ORR 12,5 and clinical benefit rate CBR 87,5 . The overall survival OS is 34,2 with median of survival time 387 days 12,9 moths and PFS 323 days 10,7 moths . We found grade 1 anemia 38,4 and grade 2 nausea vomiting 57,9 as hematological and non hematological toxicity that frequently occur in this study. We found 2 cases of grade 2 gastrointestinal bleeding but the patients are still able to continue the chemotherapy after doing some correction for the haemoglobin Hb . We also found mild phlebitis in 24 patients 65,7 and 1 moderate phlebitis in 1 patient 2,6 as procedural complication of this chemotherapyConclusion Combination ofcarboplatin and vinorelbine as first line chemotherapy has a good efficacy and tolerability for advanced NSCLC patients. Key word efficacy, toxicity, haematological, non hematological, overall objective response rate ORR , clinical benefit rate CBR , overall survival OS , median time of survival, time to progression TTP and progression free survival PFS ."
2017
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fadlun Bukayer
"Pasien KPKBSK mengalami progresifitas penyakit 8-12 minggu setelah pemberian kemoterapi lini kedua sehingga pemberian kemoterapi lini kedua dapat digunakan untuk meningkatkan ketahanan hidup pasien. Dosetaksel dapat digunakan sebagai kemoterapi lini kedua pada pasien yang mengalami perburukan setelah kemoterapi lini pertama. Namun penelitian pemberian dosetaksel sebagai kemoterapi lini kedua belum ada di Indonesia. Sampai saat ini, kami belum mendapatkan data mengenai efikasi dosetaksel seperti ketahanan hidup toksistitas pada orang Indonesia.
Objektif : Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai ketahanan hidup pasien KPKBSK yang diberikan dosetaksel sebagai kemoterapi lini kedua di RS Persahabatan.
Metode : Desain penelitian ini adalah kohort retrospektif. Kami mengumpulkan catatan rekam medis pasien yang mendapatkan dosetaksel sebagai kemoterapi lini kedua di RS Persahabatan sejak bulan Januari 2011 hingga Februari 2014. Kami melakukan kunjungan rumah atau komunikasi via telepon apabila informasi dalam rekam medis tidak lengkap. Kami melakukan analisis Kaplan-Meier dan uji Log Rank untuk menilai faktor yang mempunyai korelasi terhadap ketahanan hidup pasien.
Hasil : Subjek terbanyak yang dijumpai adalah laki-laki (72,7%) dengan kelompok usia >50 tahun sebanyak (79,5%) serta rerata usia 57,00±SD 10,00 dengan rentang 30?74 tahun. Angka tahan hidup 1 tahun yang kami temukan adalah 70,5% dengan masa tengah tahan hidup16,18 bulan. Toksisitas hematologi anemia grade 1 sebanyak (40,9%), anemia grade 2 sebanyak (2,3%), anemia grade 3 sebanyak (2,3%). Toksisitas hematologi leukopenia grade 1 sebanyak (4,5%) dan leukosit grade 1 sebanyak (2,3%) serta toksisitas hematologi neutropenia grade 1 sebanyak (2,3%). Toksisitas nonhematologi yang ditemukan adalah mual-muntah (84,1%), mialgia (90,9%) serta neuropati (97,7%). Tampilan status dan modalitas selain kemoterapi merupakan faktor prognostik yang baik. Berdasarkan uji Cox Regression, tampilan status berperan dalam ketahanan hidup Exp(B) 0,109(95%CI 0,015-0,816; p= 0,031).
Kesimpulan : Dosetaksel dapat digunakan sebagai kemoterapi lini kedua karena ketahanan hidup yang didapatkan cukup baik dengan toksisitas ringan. Tampilan status dan pemberian modalitas terapi lain merupakan faktor prognostik yang baik.

Since NSCLC patients had disease progression after 8-12 weeks after first line chemotherapy so that second line chemotherapy could be applied to prolong survival. Docetaxel could be applied for NSCLC patient who had disease progression. However, research on Docetaxel application as second line chemotherapy had not yet conducted in Indonesia. So far, we had not data on docetaxel efficacy such as its survival rate and its toxicity on Indonesian subjects.
Purpose : The objective of the study to evaluate the survival rate of docetaxel as second line chemotherapy for NSCLC patients in Persahabatan Hospital.
Methode : This study used the cohort retrospective method. We collected the data from medical records of NSCLC patients who had docetaxel as second line chemotherapy in Persabatan Hospital, within Januari 2011 until February 2014. If the medical record didn?t give the information that was needed, we did the phone callor home visit. The Kaplan-Meier analysis was done and continued with Log Rank test to evaluate factors that correlate with patients survival rate.
Result : Subjects in this study were mostly male (72,7%) with predominant age group of over 50 years old (79,5%) and mean age were 57,00±SD 10,00 within range 30?74 years old. Predominant histopathologic type of NSCLC was adenocarcinoma(91%). This study found that 1-year survival rate of patients after docetaxel chemotherapy was 70,5% amd median survival time of 16,18 month. hematological toxicity found were anemia grade 1 (40,9%), grade (2,3%), grade 3 (2,3%), also leucopenia grade 1 (4,5%) grade 2 (2,3%) and neutropenia grade 1 (2,3%). Nonhematological toxicity found were nausea (84,1%), myalgia (90,9%) and neuropathy (97,7%). We found that performance status and additional treatment modality were good prognostic factors on bivariate analysis. Furthermore, only performance status was found as prognostic factors on Cox Regression Exp(B) 0,109 (95%CI 0,015-0,816; p= 0,031).
Conclusion : Docetaxel could be applied as second line chemotherapy since its survival rate was good while its toxicity found was mild. Performance status and additional treatment modality were good prognostic factor.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Markus Yovian Widjaja Lomanto
"Kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK) merupakan kanker dengan tingkat kematian tertinggi dan merokok merupakan faktor risiko utama dari kanker ini. Diketahui bahwa selain memicu terjadinya karsinogenesis, merokok juga berpotensi meningkatkan keganasan dari KPKBSK. Berdasarkan penelitian terdahulu diketahui bahwa terdapat dua jenis mikro-RNA (miRNA) yang berasosiasi dengan keganasan KPKBSK yaitu miR-10b-5p dan miR-320b. Penelitian ini bertujuan untuk mengeanalisis ekspresi miR-10b-5p dan miR-320b pada vesikel ekstraseluler (VE) dari pasien KPKBSK terkait dengan kebiasaan riwayat merokok dari pasien. Sampel yang dianalisis adalah sampel jaringan dan darah dari pasien KPKBSK (n=21) dengan riwayat merokok dan tidak merokok. VE diisolasi dari plasma dan berikutnya dilakukan isolasi miRNA dari VE yang diperoleh. Ekspresi relatif miRNA dianalisis dan kemudian dibandingkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa miR-10b-5p dan miR-320b pada VE dapat membedakan pasien KPKBSK dengan riwayat merokok dan tidak merokok. Ditemukan bahwa miR-10b-5p pada VE memiliki tingkat ekspresi lebih tinggi pada perokok, sementara tingkat ekspresi miR-320b ditemukan lebih rendah pada pasien KPKBSK perokok. Di samping itu, analisis ROC juga menunjukkan bahwa VE (AUC 0,878; 0,739) merupakan sumber miR-10b-5p dan miR-320b yang lebih baik untuk digunakan dalam analisis dibanding plasma (AUC 0,629; 0,559). Hasil yang diperoleh juga menunjukkan bahwa miR-10b-5p dan miR-320b pada VE adalah memiliki potensi untuk digunakan sebagai biomarker prognosis untuk pasien KPKBSK dengan riwayat merokok.

Non-small cell lung cancer (NSCLC) is the cancer with highest mortality and smoking is a well-known risk factor of this cancer. This study aimed to evaluate the potential of extracellular vesicles (EVs) miRNAs to be utilized in liquid biopsy for diagnosing NSCLC in smokers. It has been reported that other than inducing carcinogenesis, smoking could also contribute to induce the malignancy of NSCLC. Previous study has found 2 micro-RNAs (miRNAs), the miR-10b-5p and miR-320b which contribute to NSCLC malignancy. Therefore, this study aimed to analyze the expression of miR-10b-5p and miR-320b in EVs from NSCLC patients in relation to their smoking behavior.  Tissue and blood samples were collected from NSCLC patients (n=21) with smoking and non-smoking history. EV was isolated from plasma and miRNAs were extracted from the isolated EV. The miRNAs relative expression was analyzed and then compared. The results showed that plasma EV’s miR-10b-5p and miR-320b could differentiate the NSCLC patients with smoking and non-smoking history. EV’s miR-10b-5p was found overexpressed in smoker NSCLC patients, while miR-320b expression was lower in smoker NSCLC patients. Additionally, ROC analysis also showed that plasma EV (AUC 0,878; 0,739) was more suitable source of miR-10b-5p and miR-320b to be analyzed than plasma (AUC 0,629; 0,559). These results also suggest that EV’s miR-10b-5p and miR-320b are potential prognosis biomarker to be utilized for smoker NSCLC patients."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mensjurman Zubir
"ABSTRAK/b>
Karsinoma paru merupakan penyakit yang makin sering ditemukan pada saat ini. Hal ini dikemukakan baik oleh penulis-penulis luar negri maupun oleh penulis Indonesia.
Pengobatan penyakit ini belum memuaskan,boleh dikatakan prognosanya jelek. Harapan terbesar terletak pada pembedahan,sedangkan radioterapi dan kemoterapi belum memberikan hasil yang memuaskan. Lima tahun kelangsungan hidup rata-rata pada pembedahan adalah 3,5-9%.
Masalah lain adalah penderita datang ke dokter atau ke rumah sakit pada stadium lanjut, sehingga pembedahan tidak mungkin lagi dilakukan. Dari 200 penedrita karsinoma paru yang datang ke RS Persahatan antara tahun 1970 - 1974 ternyata 63,5% stadium III, 27% stadium II dan hanya 9,5% stadium I.
"
1989
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Cahyanti
"Latar Belakang: Kanker paru adalah penyakit dengan ancaman serius di Indonesia. Progresifitas massa tumor merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kesintasan hidup pasien kanker paru. Karsinoma sel kecil (KPKSK) menunjukkan progresifitas yang lebih tinggi daripada karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK). Beberapa studi menunjukkan bahwa pasien KPKBSK memiliki tingkat kesintasan hidup yang lebih baik daripada pasien KPKSK. Penelitian ini bertujuan untuk menilai perbedaan kesintasan antara pasien KPKSK dan KPKBSK di Rumah Sakit Kanker "Dharmais" (RSKD) dengan mengontrol variabel umur, jenis kelamin, stadium klinis, dan penatalaksanaan.
Metode: Studi kohort retrospektif ini melibatkan 949 partisipan (KPKSK dan KPKBSK) di RSKD dari tahun 2013 hingga 2017, dengan follow-up hingga tahun 2021. Tingkat kesintasan dianalisis menggunakan metode Kaplan-Meier, dan efek prediktor dinilai dengan model Cox proportional hazard.
Hasil: Kesintasan pasien KPKSK di RSKD pada periode 2013-2017 lebih rendah dibandingkan dengan pasien KPKBSK. Kesintasan di tahun pertama pada pasien KPKSK adalah 31,21%, dan pada tahun ketiga, keseluruhan pasien KPKSK meninggal. Pada pasien KPKBSK, kesintasan di tahun pertama, ketiga, dan kelima berturut-turut adalah 45,19%, 23,62%, 15,92%. Median waktu kesintasan pasien KPKSK adalah hari ke-172, lebih pendek dibandingkan dengan pasien KPKBSK (hari ke-272). Setelah mengontrol variabel-variabel kovariat, tidak terdapat perbedaan kesintasan yang bermakna secara statistik antara pasien KPKSK dan KPKBSK (p > 0,05).
Kesimpulan: Studi menunjukkan bahwa kesintasan pasien KPKSK lebih rendah dibandingkan dengan pasien KPKBSK di RSKD; namun secara statistik tidak menunjukkan perbedaan signifikan setelah mengontrol variabel umur, jenis kelamin, stadium klinis, dan penatalaksanaan.

Background: Lung cancer is a disease with a serious threat in Indonesia. Tumor mass progression is one of the factors influencing the survival of lung cancer patients. Small cell carcinoma (SCLC) shows higher progression compared to non-small cell carcinoma (NSCLC). Several studies have shown that NSCLC patients have a better survival rate than SCLC patients. This study aims to assess the difference in survival rates between SCLC and NSCLC patients at Dharmais Cancer Hospital while controlling for age, gender, clinical stage, and management.
Method: This retrospective cohort study involved 949 participants (SCLC and NSCLC) from 2013 to 2017, with follow-up until 2021. Survival rates were analyzed using the Kaplan-Meier method, and the predictor effect was assessed using the Cox proportional hazard model.
Results: The survival rate of SCLC patients at Dharmais Cancer Hospital during the period 2013-2017 was lower compared to NSCLC patients. The survival rate in the first year for SCLC patients was 31.21%, and by the third year, all SCLC patients had passed away. For NSCLC patients, the survival rates in the first, third, and fifth years were 45.19%, 23.62%, and 15.92%, respectively. The median survival time for SCLC patients was day 172, which was shorter compared to NSCLC patients (day 272). After controlling for covariate variables, there was no statistically significant difference in survival between SCLC and NSCLC patients (p > 0.05).
Conclusion: The study shows that the survival rate of SCLC patients is lower than NSCLC patients at Dharmais Cancer Hospital , but statistically, there is no significant difference after controlling for age, gender, clinical stage, and management.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>