Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 79718 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Moehammad Rizky Pratama
"Berbicara mengenai masalah hubungan industrial selalu saja tidak pernah ada habisnya. Konflik antara Pengusaha dengan Buruh selalu saja timbul. Dalam perkembangan saat ini, hubungan antara pengusaha dan buruh berangsur mulai sejajar. Dampaknya pihak Pengusaha tidak dapat bertindak semena-mena terhadap buruh yang dipekerjakannya. Termasuk untuk Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) karena pihak Buruh melakukan suatu kesalahan berat. Langkah awal yang dilakukan pihak Pengusaha ialah dengan mengeluarkan surat skorsing terhadap pihak Buruh yang diduga melakukan kesalahan berat. Pada kenyataannya, dikeluarkannva surat skorsing seringkali malah dijadikan pihak Buruh sebagai alat bukti untuk melaporkan pihak Pengusaha kepada pihak Kepolisian yang telah melakukan tindak pidana ?enghinaan. Hal tersebut tentu saja sangat menyulitkan bagi pihak Pengusaha. Di satu sisi, pihak Pengusaha (dengan jalan mengeluarkan surat skorsing) ingin secepat mungkin agar pihak Buruh yang melakukan kesalahan berat tadi segera 'diamankan' dari tempat kerja guna menghindari kerugian yang lebih besar. Namun di sisi lain bila surat skorsing tetap dikeluarkan, maka akan terjadi semacam serangan balik dari pihak Buruh dengan memperrnasalahkan substansi dari surat skorsing tersebut yang sering diartikan bertentangan dengan Asas Praduga Tak Bersalah. Hal semacam ini tentunya akan memperuncing masalah. Pihak Pengusaha akan merasa dipojokkan akibat laporan yang terkesan berat sebelah.
Menilik kepada kondisi yang dihadapi oleh pihak Pengusaha sehubungan dengan kenyataan yang diuraikan diatas, maka dalam penelitian ini ingin diketahui bagaimana langkah yang sebaiknya dilakukan oleh pihak Pengusaha dalarn melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap pihak Buruh yang diduga melakukan kesalahan berat, tentunya dengan tetap menjunjung Asas Praduga Tidak Bersalah. Selain itu pe_masa]ahan yang ingin diajukan dalam penelitian ini adalah, bagaimana pihak Pengusaha menyikani setiap la:_,eran dari pihak Buruh kepada pihak penyidik Kepolisisan yang dimana sebenarnya laporan tersebut cenderung diurnikan sebagai media untuk mendongkrak posisi tawar (bargaining position) pihak Buruh yang sedang dalam proses Pemutusan Hubungan Kerja(PHK) oleh pihak Pengusaha.
Dalam rangka mencari jawaban atas pertanyaan diatas, penulis menggunakan metode penelitian kualitatif yuridis normatif.
Dari hasil penelitian yang dilakukan diperoleh jawaban, bahwa langkah yang dilakukan pihak Pengusaha dengan mengeluarkan surat skorsing kepada pihak Buruh yang diduga melakukan kesalahan berat adalah sudah tepat. Surat skorsing tersebut pada intinya berisikan hal yang menyatakan bahwa pihak Buruh yang bersangkutan dinonaktifkan dari aktivitas pekerjaannya sehari-hari di lingkungan Perusahaan tempat ia bekerja. Satu hal yang perlu diingat dan diper.hatikan adalah mengenai redaksi dan substansi dari surat skorsing tersebut, yang mana harus tetap menjunjung tinggi Asas Praduga Tidak Bersalah.
Bila isi surat skorsing tersebut dianggap pihak Buruh tidak menjunjung tinggi Asas Praduga tidak Bersalah serta cenderung menyudutkannya, bukan tidak mungkin surat skorsing tersebut malah dijadikan alat oleh pihak Buruh untuk mengadukan juga pihak Pengusaha ke pihak berwajib, yakni Kepolisian. Hal ini dimungkinkan, karena dalam Undang-undana Nomor 2 Tabun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial dikatakan bahwa balk pihak Buruh maupun pihak Majikan sama-sama mempunyai hak untuk nvenempur upaya hukum atas setiap perbuataa mereka yang dianggap mempunyai aspek pidana. Di sisi lain, kedua belah pihak juga mempunyai kemungkinan untuk dikenakan pidana dalam hal mereka melakukan pelanggaran sesusai peraturan perundarig-undangan yang berlaku pada masing-masinc pihak. Tujuan laporan dari pihak Buruh yakni untuk mendongkrak posisi tawar (bargaining position) mereka, sehingga semakin mempersulit pihak Pengusaha untuk melakukan Pemutusan Hubungan Kerja.
Selanjutnya untuk menyikapi setiap laporan dari pihak Buruh kepada pihak Kepolisian, pihak Pengusaha sebagai terlapor harus mengur«pulkan bukti-bukti yang terkait dengan dugaan pihak Buruh telah melakukan kesalahan berat. Guna menghindari kemungkinan untuk menderita kerugian dalam iumlah yang lebih besar lagi, maka tindakan skorsing terhadap pihak Buruh yang diduga melakukan kesalahan berat tersebut tidak dapat dielakkan lagi. Lebih lanjur mengenai penyelesaiannya, para pihak dapat meminta pihak Kepolisian untuk menjembatani perselisihan yang terjadi di antara kedua belah pihak yang berselisih."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
T19169
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Surjono
"Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah hal yang paling dikhawatirkan pekerja, pekerja akan kehilangan penghasilan untuk menghidupi keluarganya serta status pengangguran. Salah satu sebab PHK pekerja adalah karena kesalahan berat, yaitu kesalahan yang termasuk dalam wilayah Hukum Pidana. Kesalahan hanya bisa dibuktikan oleh putusan pengadilan. Kasus PHK karena kesalahan berat yang terjadi pada umumnya tidak melalui proses pengadilan sesuai hukum pidana, tetapi PHK dengan ijin P4D/P4P dengan pesangon atau tanpa pesangon. Secara tidak langsung P4D/P4P yang memberi ijin telah menyatakan seseorang melakukan kesalahan berat yang notabene adalah tindak pidana yang seharusnya dibuktikan terlebih dahulu oleh pengadilan. Untuk menjelaskan permasalahan, dalam tulisan ini telah dilakukan telaah kepustakaan. Kasus pertama pekerja di PHK dengan pesangon tanpa pembuktian oleh pengadilan, sedang kasus kedua pekerja di PHK tanpa pesangon setelah adanya putusan pengadilan. Berdasarkan telaah terhadap kedua kasus tersebut, penulis berkesimpulan bahwa di dalam penyelesaian perselisihan PHK karena kesalahan berat, campur tangan pihak ketiga, misalnya Pegawai Perantara, Serikat Pekerja sangat berperan dan dengan demikian pembuktian kesalahan berat tidak selalu dipersoalkan, meskipun demikian, sepatutnya untuk mengatakan bahwa pekerja telah melakukan kesalahan berat perlu pembuktian di pengadilan yang independen sebagaimana yang juga telah diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi terhadap gugatan pencabutan pasal mengenai kewenangan pengusaha untuk memutuskan hubungan kerja hanya karena pengusaha mempunyai bukti-bukti yang cukup tentang kesalahan yang dilakukan oleh pekerjanya."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Enggartiasti Sherly Anggraini
"Tesis ini membahas mengenai keberhasilan proses pemutusan hubungan kerja yang dilakukan oleh PT. X dengan adanya pemberian hak tambahan dalam rangka menghindari perselisihan. Pembahasan ini timbul karena maraknya praktik pemutusan hubungan kerja yang berlangsung di Indonesia. Beberapa perusahaan melakukan pemutusan hubungan kerja dengan beragam alasan, banyak yang disebabkan oleh kerugian yang sudah dialami perusahaan lebih dari 2 tahun, dan ada pula yang menerapkan pemutusan hubungan kerja yang dimaksudkan untuk mencegah kerugian pada perusahaan. Dalam melaksanakan pemutusan hubungan kerja, terdapat hal-hal yang harus diperhatikan seperti penyebab dilakukannya pemutusan hubungan kerja, proses pengakhiran hubungan kerja, serta pemenuhan hak ketika terjadi pemutusan hubungan kerja. Sebagaimana yang terjadi pada PT. X sendiri, pemutusan hubungan kerja terjadi untuk mencegah terjadinya kerugian yang berkepanjangan. Dasar hukum mengenai pemutusan hubungan kerja ini bisa dilihat pada Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja. Selain sudah diatur oleh Pemerintah, seharusnya pengaturan mengenai pemutusan hubungan kerja juga sudah diatur di dalam peraturan perusahaan. Saat pemutusan hubungan kerja terjadi di suatu perusahaan, tentunya hal tersebut menjadi keputusan yang sulit bagi suatu perusahaan karena selain melakukan pengakhiran hubungan kerja, perusahaan perlu memastikan prosesnya berjalan sesuai dengan peraturan dan menghindari terjadinya perselisihan pemutusan hubungan kerja. Dengan adanya hak tambahan yang diberikan kepada pekerja, diharapkan hal tersebut dapat membantu proses pemutusan hubungan kerja berjalan lebih baik tanpa adanya perselisihan.

This thesis discusses the success of the termination process carried out by PT. X with the provision of additional rights in order to avoid disputes. This discussion arose because of the widespread practice of termination of employment that took place in Indonesia. Several companies have terminated employment for a variety of reasons, many of which were caused by losses the company had experienced for more than 2 years, and some implemented terminations intended to prevent losses to the company. In carrying out termination of employment, there are things that must be considered such as the causes of termination of employment, the process of terminating employment, and the fulfillment of rights when termination of employment occurs. As happened to PT. X himself, termination of employment occurs to prevent prolonged losses. The legal basis for termination of employment can be seen in Government Regulation No. 35 of 2021 concerning Work Agreements for Specific Time, Outsourcing, Working Time and Rest Time, and Termination of Employment. Apart from being regulated by the Government, arrangements regarding termination of employment should also be regulated in company regulations. When termination of employment occurs in a company, of course this is a difficult decision for a company because in addition to terminating employment, the company needs to ensure that the process goes according to regulations and avoid disputes over termination of employment. With the additional rights given to workers, it is hoped that this can help the process of terminating employment go better without any disputes."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yosef
"Latar Belakang yang melandasi yaitu adanya Keputusan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Nomor 012/PUU-I/2003 tentang Judicial Review terhadap Pasal 158 Undang-undang Ketenagakerjaan. Tesis ini membahas tentang Bagaimana Mekanisme Pemutusan Hubungan Kerja khususnya karena Kesalahan Berat, Apakah Surat Keputuan Direksi PT Taspen (Persero) sudah sesuai dengan Perundang-undangan khususnya Undang-undang Nomor 13 tahun 2004 tentang Ketenagakerjaan, Serta Apakah Surat Keputusan Direksi PT Taspen (Persero) tersebut dapat digugat ke Pengadilan Umum ataukah Pengadilan Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Metodologi yang digunakan yaitu Yuridis Normatif serta dengan menkombinasikan dengan Pendekatan Yuridis Empiris untuk mendapatkan hasil yang lebih baik digunakan juga Penelitian Kepustakaan dan Penelitian Lapangan dan wawancara dengan Narasumber-narasumber yang berkompeten serta Subyek dari Penelitian ini yaitu ketiga mantan karyaw-an penerima Surat Keputusan Direksi PT Taspen (Persero). Pada akhir bab ini disimpulkan bahwa Mekanisme Pemutusan Hubungan Kerja khususnya karena kesalahan berat telah diatur secara komprensif dalam Undang-undang Ketenagakerjaan (UU No. 13/2003) sedangkan Surat Keputusan PT Taspen (Persero) dalam prosesnya ditemukan kelemahan, cacat-cacat yang tidak sesuai dengan Perundang-undangan yang menimbulkan kerugian bagi karyawan penerima Surat Keputusan Direksi tersebut sehingga Mereka dapat saja mengajukan gugatan dikemudian hari namun mengingat dalam prosesnya tidak sesuai dengan Undang-undang Penyelesaian Hubungan Industrial (UU No.2/2004) maka dapat diajukan ke Pengadilan Umum dengan gugatan Perdata dengan menggunakan Pasal 1365 KUHPerdata.

The background basing on writing of this Thesis is Existence of Constitution Court Decision Number:012/PUU-I/2003 about Judicial Review to Section 158 Labour Acts (UU Number 13 / 2003). This thesis studies about The Mechanisme of disconenection of the relation of job especially because Weight mistake. Is board of directors decree PT Taspen (Persero) have been as according to Law especially Labour Act. And Is decree Of Directors PT Taspen (Persero) that can sued to common Justice or Labour Court. This Thesis used Normative Jurisdis and Empiris Jurisdis. And also combine by Library Reseach and Interview with the Subyek/Person which had capability and competency with this thesis."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
T25728
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yosef
"Latar Belakang yang melandasi yaitu adanya Keputusan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Nomor 012/PUU-I/2003 tentang Judicial Review terhadap Pasal 158 Undang-undang Ketenagakerjaan. Tesis ini membahas tentang Bagaimana Mekanisme Pemutusan Hubungan Keija khususnya karena Kesalahan Berat, Apakah Surat Keputuan Direksi PT.Taspen (Persero) sudah sesuai dengan Perundang-undangan khususnya Undang-undang Nomor 13 tahun 2004 tentang Ketenagakerjaan, Serta Apakah Surat Keputusan Direksi PT.Taspen (Persero) tersebut dapat digugat ke Pengadilan Umum ataukah Pengadilan Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Metodologi yang digunakan yaitu Yuridis Normatif serta dengan menkombinasikan dengan Pendekatan Yuridis Empiris untuk mendapatkan hasil yang lebih baik digunakan juga Penelitian Kepustakaan dan Penelitian Lapangan dan wawancara dengan Narasumber-narasumber yang berkompeten serta Subyek dari Penelitian ini yaitu ketiga mantan karyawan penerima Surat Keputusan Direksi PT.Taspen (Persero). Pada akhir bab ini disimpulkan bahwa Mekanisme Pemutusan Hubungan Kerja khususnya karena kesalahan berat telah diatur secara komprensif dalam Undang-undang Ketenagakerjaan (UU No. 13/2003) sedangkan Surat Keputusan PT.Taspen (Persero) dalam prosesnya ditemukan kelemahan,cacat-cacat yang tidak sesuai dengan Perundang-undangan yang menimbulkan kerugian bagi karyawan penerima Surat Keputusan Direksi tersebut sehingga Mereka dapat saja mengajukan gugatan dikemudian hari namun mengingat dalam prosesnya tidak sesuai dengan Undang-undang Penyelesaian Hubungan Industrial (UU No.2/2004) maka dapat diajukan ke Pengadilan Umum dengan gugatan Perdata dengan menggunakan Pasal 1365 KUHPerdata."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
T37456
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fiqriya Hesti Andari
"Hubungan kerja merupakan manifestasi dari perjanjian kerja. Pada praktiknya hubungan kerja antara pengusaha dengan pekerja sering dihadapkan permasalahan dan perselisihan sehingga dapat menimbulkan Pemutusan Hubungan Kerja. Pemutusan hubungan kerja seringkali dilakukan secara sepihak oleh pengusaha terhadap pekerja. Berbagai macam alasan selalu dijadikan dalil bagi pengusaha untuk melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap karyawannya, salah satunya adalah ketika pekerja dianggap melakukan kesalahan berat seperti yang tercantum dalam pasal 158 ayat 1 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Dalam hal pekerja melakukan kesalahan berat, pengusaha acapkali melakukan Pemutusan Hubungan Kerja secara sepihak, menurut putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 012/PUU-I/2003, tertanggal 28 Oktober 2004 pasal 158 tersebut dinyatakan bertentangan dengan Undang-undang Dasar 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Pada dasarnya kesalahan berat yang diatur dalam pasal 158 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan diatas termasuk kategori perbuatan melanggar hukum atau kejahatan yang diatur dalam buku kedua Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), Penelitian ini dilaksanaka di PT. CHP dimana pekerja pada perusahaan tersebut melakukan kesalahan berat mencuri dan melakukan tindakan kriminal lainnya

Employment relations are a manifestation of employment agreements. In practice, the relationship between employers and employees often faces issues and disputes, which can lead to termination of employment. Termination of employment is frequently carried out unilaterally by employers against employees. Employers always cite various reasons to justify the termination of employment, one of which is when an employee is deemed to have committed a serious offense as stipulated in Article 158, Paragraph 1 of Law Number 13 of 2003 concerning Employment. In cases where an employee commits a serious offense, employers often unilaterally terminate employment. According to the Constitutional Court's decision Number 012/PUU-I/2003, dated October 28, 2004, Article 158 was declared contrary to the 1945 Constitution and has no binding legal force. Essentially, the serious offenses regulated in Article 158 of Law Number 13 of 2003 concerning Employment fall into the category of unlawful acts or crimes as outlined in the second book of the Criminal Code (KUHP). This study was conducted at PT. CHP, where employees of the company committed serious offenses such as theft and other criminal acts."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Dunia ketenagakerjaan Indonesia tahun 2006 banyak dihiasi dengan perdebatan panjang tentang upaya perbaikan iklim investasi,revisi UU No. 13 th 2003 tentang ketenagakerjaan serta serunya pembahasan mengenai UMP di tingkat daerah
"
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
NASION 4:1 (2007)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
F.X. Djumialdji
Jakarta: Rineka Cipta, 1992
331.8 DJU p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
F.X. Djumialdji
Yogyakarta : Bina Aksara, 1984
331.8 DJU p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>