Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 131168 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lilis Aenun Jariah
"Hak Pengelolaan adalah hak menguasai dari Negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya. Pihak yang diberikan bagian tanah Hak Pengelolaan dapat menggunakan bagian tanah tersebut untuk keperluan usahanya, salah satunya adalah untuk membangun rumah susun. Pihak penyelenggara pembangunan rumah susun atau developer yang mendirikan rumah susun di atas tanah Hak Pengelolaan mempunyai kewajiban untuk menyelesaikan status tanah bersama menjadi Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai sebelum menjual satuan rumah susun tersebut.
Masalah yang diteliti dan dibahas adalah mengenai resiko yang dihadapi oleh para pemilik satuan rumah susun apabila bangunan rumah susun dibangun di atas tanah Hak Pengelolaan. Selain itu jugs dibahas mengenai apakah ada kepastian hukum dalam pemberian Hak Guna Bangunan di atas tanah Hak Pengelolaan, Berta perbedaan antara rumah susun yang dibangun di atas suatu hak atas tanah dengan rumah susun yang dibangun di atas Hak Pengelolaan.
Metode penelitian yang dipergunakan adalah metode penelitian hukum empiris, dimana untuk menjawab permasalahan dilakukan melalui wawancara dan kegiatan studi dokumen.
Dari hasil penelitian diperoleh data bahwa rumah susun yang di dirikan di atas tanah Hak Pengelolaan memiliki akibat hukum bagi pemilik satuan rumah susun untuk membayar biaya uang pemasukan kepada pemegang Hak Pengelolaan, sebagai konsekuensi yang harus dipenuhi untuk melakukan berbagai perbuatan hukum terhadap satuan rumah susun.
Selain itu pemberian Hak Guna Bangunan di atas tanah Hak Pengelolaan dapat memberikan kepastian mengenai hukum kepada pemegang Hak Milik atas Satuan Rumah Susun yaitu dengan adanya Sertipikat Hak Milik atas Satuan Rumah Susun, dimana pemilik satuan rumah susun harus selalu memperpanjang atau memperbaharui jangka waktu hak atas tanah bersamanya. Dan untuk rumah susun yang dibangun di atas suatu hak atas tanah mempunyai nilai jual yang lebih tinggi dibandingkan dengan rumah susun yang dibangun di atas tanah Hak Pengelolaan.

Management Right is the right of control granted by the State, the implementation authority of which is partially delegated to the holder thereof. The party granted with Management Right land may use the portion of the land for the interest of his/her business, one of which is to construct high rise. Developer constructing high rise above land with Management Right shall the obligated to settle the status of joint land into Building Right or Right of Use prior to selling the unit of high rise.
The problem examined and discussed in this research is the risk faced by owners of high rise constructed above land with Management Right. In addition, it also discusses legal certainty in giving Building Right above land with Management Right, and the difference between high rise constructed above land with land rights and that constructed above land with Management Right.
Method of research used is empirical law research method, in which answers to the problems are obtained from interview and document study.
From the result of the research, researcher found the data revealing that high rise constructed above land with Management Right implies legal consequence for the owner of the unit of high rise to pay cost of revenue money to the holder of Management Right, as the consequence that must be fulfilled to conduct various legal acts against the unit of high rise.
In addition, grant of Building Right above land with Management Right can provide legal certainty to the Holder of Right to the Unit of High Rise, namely by Certificate of Ownership Right to Unit of High Rise, in which the owner of unit of high rise must always extend or renew the period of land right in him. And high rise constructed above land with land right will have higher sale price compared with that constructed above land with Management Right.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
T19617
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shinta Mareti Purwaningtyas
"Tesis ini membahas mengenai hal-hal yang menghambat proses perpanjangan Hak Guna Bangunan bersama di atas tanah Hak Pengelolaan di Rumah Susun Klender, yang dalam hal ini sertipikatnya dinyatakan hilang dan kemudian diterbitkan sertipikat penggantinya. Digunakan metode penelitian kepustakaan yang bertujuan untuk menemukan masalah (problem finding) untuk kemudian menuju pada suatu penelitian untuk mengatasi masalah (problem solution). Permasalahan timbul pada saat Perhimpunan Penghuni Rumah Susun Klender akan memperpanjang Hak Guna Bangunan atas tanah bersamanya, dan untuk itu diperlukan rekomendasi dari pemegang Hak Pengelolaan, yaitu PERUM PERUMNAS, yang menolak memberikan rekomendasi sampai terdapat kejelasan mengenai sertipikat Hak Guna Bangunan atas tanah yang bersangkutan, yang dinyatakan telah hilang di Kantor Pertanahan. Kantor pertanahan Jakarta Timur kemudian menerbitkan sertipikat pengganti, namun pertelaan yang terdapat di dalam sertipikat pengganti berbeda dengan yang tertera pada sertipikat sebelumnya. Di samping itu juga uang pemasukan dalam rangka perpanjangan Hak Guna Bangunan ini belum dipenuhi seluruhnya secara individual oleh pemilik Hak Milik atas Satuan Rumah Susun. Penelitian ini membahas mengenai hal-hal yang harus diperhatikan dalam rangka proses perpanjangan Hak Guna Bangunan bersama yang berada di atas tanah Hak Pengelolaan, permasalahan apa saja yang terdapat di dalam proses perpanjangan Hak Guna Bangunan bersama di Rumah Susun Klender, serta cara penyelesaiannya.

This thesis discusses about the things that hamper the process of extending rights to Building together on the ground right in the Flats Klender Management, which in this case the certificate declared missing and then issued a replacement certificate. Used in library research methods that aim to find the problem (problem finding) to then go on a research to solve problems (problem solution). Problems arise when Klender Flats Residents Association will extend the Right of Building on the ground with him, and for that needed the recommendation of the Management Right holder, namely PERUM PERUMNAS, who declined to give recommendations until there is clarity about the certificate of HGB land concerned, which otherwise have been lost in the Land Office. East Jakarta land office later issued a replacement certificate, but the descriptions contained in a replacement certificate is different from that stated in the previous certificate. In addition to the revenue money in order extension HGB has not been fully met individually by the owner of Unit Freehold Flats. This study discusses about the things that must be considered within the framework extension process HGB together which are located on land management rights, whatever problems there are in the process of extension HGB together in the Flats Klender, and part of the solution."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T28045
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Surayya
"Tesis ini membahas mengenai pemberian perpanjangan sertipikat Hak Guna Bangunan Nomor 26/Gelora dan 27/Gelora yang terdaftar atas nama PT Indobuildco oleh Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Daerah Khusus Ibukota Jakarta yang akan berakhir pada tanggal 4 Maret 2003. Selanjutnya pemberian perpanjangan jangka waktu berlakunya kedua HGB tersebut yaitu hingga tanggal 4 Maret 2023 telah dicatat pada buku tanah serta Sertipikat haknya masing-masing. Timbulnya permasalahan yaitu ketika Badan Pertanahan Nasional (BPN) dalam Surat Keputusannya Nomor 169/HPL/BPN/89 tanggal 15 Agustus 1989 tentang Pemberian Hak Pemberian Hak Pengelolaan kepada Sekretariat Negara Cq Badan Pengelola Gelanggang Olah Raga Bung Karno, memasukkan tanah Hak Guna Bangunan Nomor 26/Gelora dan 27/Gelora ke dalam Hak Pengelolaan tersebut sedangkan di atas tanah tersebut masih ada hak atas nama PT Indobuildco yang baru akan berakhir pada tahun 2003. Pemberian HGB Nomor 26/Gelora dan 27/Gelora serta pemberian perpanjangan jangka waktunya telah sesuai dengan ketentuan Hukum Tanah Nasional yang berlaku adalah sah menurut hukum dan Surat Keputusan Pemberian Hak Pengelolaan atas nama Sekretariat Negara Republik Indonesia Cq Badan Pengelola Gelanggang Olah Raga Senayan sepanjang menyangkut Hak Guna Bangunan Nomor 26/Gelora dan Hak Guna Bangunan Nomor 27/Gelora adalah cacat hukum. Hak Pengelolaan baru dapat diterapkan jika Hak Guna Bangunan tersebut telah berakhir dan tanah menjadi tanah Negara yang clean and clear. Hal tersebut diperkuat dengan adanya Putusan MA Nomor 270 K/PDT/2008 Jo Putusan PT Nomor 262/PDT/2007/PT.DKI Jo Putusan PN Nomor 952/Pdt.G/2006/PN. Jak-Sel.

This thesis discusses the granting of extension of Right to Build Certificate Number 26/Gelora and Number 27/Gelora, registered under the name of PT. Indobuildco, by the Head of the Regional Office of the National Land Agency of the Special Region of the Capital City of Jakarta, which will end on March 4, 2003. Furthermore, the granting of extension over the duration of those two Right to Build Certificates which is up to March 4, 2023, has been registered in the land book and the respective Certificate of right. An issue arises when the National Land Agency in its Decree Number 169/HPL/BPN/89 dated August 15, 1989, regarding the Delegation of Right to Grant the Right of Management to the State Secretariat, in this case, the Management Board of the Bung Karno Sports Arena, included the lands with Right to Build Number 26/Gelora and Number 27/Gelora into such Right of Management, whereas over such lands there are still rights under the name of PT. Indobuildco, which will end in 2003. The granting of Right to Build Number 26/Gelora and Number 27/Gelora, as well as the granting of extension of its duration, have been in accordance with the provisions of the prevailing National Land Law and valid according to the law, and the Decree for the Granting of the Right of Management under the name of the State Secretariat of the Republic of Indonesia, in this case, the Management Board of Senayan Sports Arena, to the extent concerning Right to Build Number 26/Gelora and Right to Build Number 27/Gelora constitutes a legal defect. The new Right of Management may be applied if the relevant Right to Build has expired and the lands become clean and clear State land. This is affirmed by the presence of the Decision of the Supreme Court Number 270 K/PDT/2008 in conjunction with the Decision of the High Court Number 262/PDT/2007/PT.DKI in conjunction with the Decision of the District Court Number 952/Pdt.G/2006/PN. Jak-Sel."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
T27396
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fitri Ambarwati
"Terbitnya SK Menhut Nomor 463/KPTS-II/2013, khususnya pada kawasan seluas 1.834 hektar yang mengubah peruntukkan tanah hak pengelolaan menjadi kawasan hutan lindung menimbulkan polemik di Batam. Kawasan yang dimaksud pada faktanya telah berdiri kawasan industri, kawasan perumahan, dan kawasan kantor Pemerintahan, namun dengan terbitnya SK Menhut tersebut maka akan ada pemanfaatan ruang di Batam yang berubah.
Permasalahan yang dapat dicermati adalah mengenai bagaimana perubahan peruntukkan tanah hak pengelolaan `menjadi kawasan hutan lindung ditinjau dari perspektif hukum penataan ruang dan bagaimana kedudukan pemegang hak atas tanah di atas tanah hak pengelolaan sehubungan dengan perubahan peruntukkan tanah hak pengelolaan menjadi kawasan hutan lindung.
Metode penelitian yang digunakan dalam karya ilmiah ini apabila dilihat dari sifatnya merupakan penelitian eksploratoris dimana penelitian yang menjelajah sebuah SK Menhut Nomor 463/KPTS-II/2013 tentang perubahan peruntukkan tanah sehingga mengubah pula rencana tata ruang yang telah berlaku di Batam serta berdampak bagi kedudukan warga selaku pemegang hak atas tanah di atas tanah hak pengelolaan yang statusnya menjadi tidak pasti.
Adapun simpulan dari permasalahan bahwa SK Menhut tersebut mengesampingkan aturan-aturan yang berlaku khusus di Batam terutama terkait dengan aturan rencana tata ruang di Batam sebagai daerah industri dan mengenai kedudukan pemegang hak atas tanah di atas tanah hak pengelolaan sama dengan pemegang hak atas tanah di atas tanah Negara dan sekalipun perubahan peruntukkan tersebut terjadi maka Pemerintah harus memberikan jaminan dan perlindungan hukum bagi pemegang hak atas tanah guna mengakomodir kerugian yang ditimbulkan dari perubahan peruntukkan lahan tersebut.

Publication of Ministry of Forestry decree No. 463/KPTS-II/2013, especially in an area of 1,834 hectares which change the designation of land management rights be protected forest area in Batam polemical. Region is in fact already established industrial area, residential area, and the Government office region, but with the publication of the Ministry of Forestry decree there will be use of a changing utilization of space in Batam.
Problems that can be observed is about how to change the designation of land management rights be protected forest area viewed from the perspective of spatial planning law and how to position holders of land rights on land management rights with respect to changes in the designation of land management rights be protected forest areas.
The method used in this paper when seen from the nature of exploratory research is research that explores where a Minister of Forestry Decree No. 463/KPTS-II/2013 about changing the designation of the land so as to change anyway spatial plan that has prevailed in Batam and has implications for the position of resident as the holder of land rights on land management rights whose status is uncertain.
The conclusion of the Ministry of Forestry decree issues that override the rules that apply in Batam mainly related to spatial planning rules in Batam as an industrial area and the position holders of land rights over the same land management rights to holders of land rights on the ground state and even change the designation of the case then the Government must provide guarantees and legal protection for holders of land rights in order to accommodate the losses from changes in the designation of the land.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T41391
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Joanita Jalianery
"Tesis ini membahas perkara pemegang Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang hak atas tanah bersamanya berada di atas tanah yang berstatus Hak Guna Bangunan di atas Hak Pengelolaan, dengan menganalisa putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta No.256/PDT/2009/PT.DKI.Jo No.205/Pdt.g/2007/PN.Jkt.Pst. antara penghuni apartemen Mangga Dua Court dan PT Duta Pertiwi Tbk.
Penelitian ini menggunakan Metode Penelitian Hukum Normatif. Hasil penelitian menyarankan hendaknya para calon pembeli teliti sebelum membeli satuan rumah susun. Selain itu, hendaknya BPN memuat keterangan status tanah secara lengkap dalam sertipikat yang diterbitkan bagi pemegang HMSRS. Penelitian Iebih lanjut masih diperlukan untuk mengkaji Keputusan Gubernur Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 122 Tahun 2001.

This tesis describes a case of the holder of ownership right of apartment unit that stand on land with Status Building Use rights on Management rights, by analyzing the ruling of Jakarta High Coun No.256/PDT/2009/PT.DKl. Jo No.205/Pdt.g/ 2007/PN.Jkt.Pst. between the resident of Mangga Dua Court Apartment and PT Duta Pertiwi Tbk.
This study uses Normative Legal Research Methods. The results suggest potential buyers should be careful before buying the apartment units. ln addition, BPN should contain a complete description of the status of land in the certificate issued to the holder of HMSRS. Further research is still needed to review the Decision of the Governor Province of Jakarta Number 122 Year 2001."
Depok: Universitas Indonesia, 2010
T27866
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Irawati
"ABSTRAK
Tesis ini membahas mengenai perjanjian pengikatan jual beli atas satuan rumah susun yang dibangun di atas tanah hak guna bangunan kepada warga Negara asing. Penjualan satuan rumah susun sebelum selesai dibangun dimungkinkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun dengan menggunakan PPJB. Penjualan yang dilakukan sebelum satuan rumah susun dibangun menguntungkan baik penjual maupun pembeli, sehingga menarik tidak hanya bagi warga Negara Indonesia melainkan juga warga Negara asing yang ingin memiliki satuan rumah susun. Satuan rumah susun yang didirikan di atas tanah hak guna bangunan dilarang untuk dimiliki oleh warga Negara asing dalam hukum tanah nasional. Warga Negara asing di Indonesia hanya dapat menjadi pemegang hak pakai atas tanah. Dalam praktek belum ada satuan rumah susun yang didirikan di atas tanah hak pakai, sehingga menimbulkan upaya penyelundupan hukum agar warga Negara asing dapat memiliki satuan rumah susun di atas tanah hak guna bangunan. Tesis ini membahas mengenai penjualan satuan rumah susun yang belum selesai dibangun kepada warga Negara asing dengan menggunakan PPJB yang terdapat syarat opsi di dalamnya yang berbeda dengan PPJB yang diberikan kepada pembeli warga Negara Indonesia. Tesis ini menjelaskan apakah penjualan satuan rumah susun dengan PPJB kepada warga negara asing dan isi dari PPJB yang khusus diperuntukan untuk warga Negara asing bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun, dan hukum perjanjian dalam KUHPerdata. Penjualan satuan rumah susun di atas tanah hak guna bangunan oleh PT X kepada warga Negara asing dengan PPJB tidak dapat dilakukan karena hak guna bangunan hanya diperuntukan untuk...

ABSTRACT
This thesis presents about sale of condominium over the land with title right to build by signing conditional sale and purchase agreement. According to Condominium Law Number 20 of 2011, the term and condition on sale and purchase of condominium unit will be commenced by signing Conditional Sale and Purchase Agreement (CSPA). CSPA may be beneficial for both parties, not only Indonesian citizen but also foreigner who interested to purchase condominium in a preliminary sale. The foreigner is banned to own condominium over the land with right to build title (HGB). The Land Code stipulates that any individual foreigner in Indonesia may own a land with rights to use title. Meanwhile, in the fact, there is no condominium is built on right to use title, hence foreigner who willing to obtain ownership of condominium over the right to build title, mostly choose illegal procedure (take illegal actions and procedures). This thesis describes about preliminary sale and purchase of condominium unit by signing CSPA for a foreigner. In regard to the content of agreement that is specifically intended for foreigner is referred to Principles of Agrarian Law number 5 of 1960, Condominium Law Number 20 of 2011 and Indonesian Civil Code. According to article 36, paragraph 1, Basic Agrarian Law Number 5 of 1960, PT X is not allowed to sell condominium to a foreigner with CSPA because the party who is entitled to be the owner of right to build title is only Indonesian Citizen and and legal entity that existing under Indonesian law and domiciled in Indonesia.
"
2015
T43992
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Virly Yusrini
"Perbandingan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun (HMSRS) di Indonesia dengan Lembaga Strata Title Negara Singapura dalam Hubungannya dengan Pembangunan Hukum Tanah Nasional merupakan masalah yang diteliti dalam tulisan ini. Analisis dilakukan secara kualitatif dan metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan lembaga strata title yang dianut negara Singapura adalah jika seseorang memiliki suatu unit di dalam sebuah gedung bertingkat, selain ia
memiliki hak terhadap unit tersebut, ia juga berhak secara nyata dan hukum atas ruang udara yang terdapat di dalamnya. Hal ini berbeda dengan konsep Hak Milik Atas Rumah Susun di Indonesia, dimana kepemilikan suatu unit dalam sebuah gedung bertingkat tidak termasuk ruang udara yang berada di dalamnya. Selain itu, terdapat empat perbedaan antara Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun (HMSRS) di Indonesia dengan Lembaga Strata Title Negara Singapura, yaitu konsep yang melandasi Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun (HMSRS) dengan
lembaga Strata Title negara Singapura, macam hak atas tanahnya, terdapatnya sistem konversi dalam lembaga strata title Singapura dan adanya suatu badan khusus yang menangani masalah-masalah atau perselihan-perselisihan yang terjadi antara penghuni, perhimpunan penghuni dan badan pengelola. Dengan demikian diperlukannya suatu penertiban dalam penggunaan istilah strata title di Indonesia, agar terhindar dari Salah persepsi dari masyarakat Indonesia."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T16286
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Julius C.Barito
"Tesis ini membahas mengenai sejauh mana kewenangan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam kasus Mangga Dua Court Apartemen, mengingat data yuridis pada Sertipikat Induk Hak Guna Bangunan Nomor 2981/Mangga Dua Selatan mengalami cacat hukum dikarenakan tidak adanya unsur Hak Pengelolaan yang ditampilkan pada Sertipikat. Penelitian ini dilakukan secara kualitatif dengan metode penelitian normatif dikarenakan menggunakan data sekunder sebagai alat pengumpulan datanya. Permasalahan yang dibahas adalah mengenai hal apa yang harus diperhatikan seorang Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam pembuatan Akta Jual Beli tanah yang berstatus Hak Guna Bangunan (HGB) di atas tanah Hak Pengelolaan (HPL) serta bagaimana peranan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) untuk membantu Perhimpunan Penghuni Mangga Dua Court Apartemen agar dapat memperpanjang Hak Guna Bangunan (HGB) di atas tanah Hak Pengeloaan (HPL) pada Mangga Dua Court Apartemen.
Hasil penelitian ini adalah dimana PPAT harus melakukan pengecekan pada Sertipikat Hak atas Tanah baik diatur maupun tidak diatur sebelum melakukan pembuatan Akta Jual Beli untuk menghindari adanya indikasi terdapat Hak Pengelolaan (HPL) pada tanah tersebut. Selain itu, langkah yang dapat digunakan untuk membantu Perhimpunan Penghuni Mangga Dua Court Apartemen agar dapat memperpanjang tempat tinggalnya adalah melalui beberapa tahap yakni permohonan rekomendasi pemegang Hak Pengeloaan (HPL), melakukan penghapusan hak melalui pembatalan hak, disertai dengan perubahan dengan pencoretan unsur-unsur Hak Guna Bangunan Nomor 2981/Mangga Dua Court Apartemen untuk diganti dengan Hak atas Tanah yang baru.

This thesis discusses the extent to which the authority of Official Land Deed Maker (PPAT) in the case of Mangga Dua Court Apartment, given juridical data on the parent certificate Right To Built Ground Number 2981/South Mangga Dua disability law because there is no substance of The Management Right Ground which is shown on the certificate. This research was conducted a qualitative study because using secondary data as a means of data collecting. Issues discussed is about what should be considered by Official Land Deed Maker (PPAT) to create The Deed Of Sale on Right To Built Ground which is standing on the Management Right Ground and how did the role of Official Land Deed Maker (PPAT) to assist residents associations of Mangga Dua Court Apartment in order to extend Built Ground which is standing on the Management Right Ground in Mangga Dua Court Apartment.
The result of research is Official Land Deed Maker (PPAT) had to check on the Land Right certificate both regulated and unregulated before create The Deed Of Sale to avoid any indication of there was the Management Right Ground on land. Other than that steps can be used to assist residents associations of Mangga Dua Court Apartment in order to extend the residence is through several stages that was need the application recommendations from holders of the Management Right, perform the removal of rights through cancellation rights accompanied by changes to the write off substances of Right To Built Ground Number 2981/South Mangga Dua to be replaced with a new land rights.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T28983
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fadilla Hayati
"ABSTRAK
Tesis ini membahas mengenai perkara perpanjangan Hak Guna Bangunan atas tanah bersama yang berada di atas tanah Hak Pengelolaan. Perpanjangan Sertifikat Hak Guna Bangunan tersebut harus disetujui oleh Pemegang Hak Pengelolaan. Namun pada kasus dalam penelitian ini, PERUM PERUMNAS sebagai pemegang Hak Pengelolaan tidak memberikan persetujuan tersebut sehingga perpanjangan Sertifikat Hak Guna Bangunan atas Rumah Susun Kebon Kacang tersebut terhambat hingga sekarang. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif yang bersifat eksplanatoris analitis. Hasil penelitian menyarankan hendaknya faktor-faktor non hukum dihilangkan dalam proses perpanjangan Sertifikat Hak Guna Bangunan tersebut. Tesis ini menyimpulkan bahwa PERUM PERUMNAS tidak lagi sebagai pemegang Hak Pengelolaan karena tugas dan fungsinya telah selesai sehingga persetujuan dari PERUM PERUMNAS tersebut tidak diperlukan lagi. Hasil penelitian menyarankan hendaknya faktor-faktor non hukum dihilangkan dalam proses perpanjangan Sertifikat Hak Guna Bangunan tersebut sehingga proses perpanjangan Sertipikat Hak Guna Bangunan dapat segera terselesaikan.

ABSTRACT
This thesis is discussing about the case of building rights title extension on joint land which above the land rights management. The extension of land rights certificate must approved by the right holder. However, in this case of the research, PERUM PERUMNAS as the right holder does not give approval as of building rights title extension of Kebon Kacang flats is hampered until now. This research is using normative juridical method which is explanatory analytics. The result of this research is to recommend removing non-legal factors in the extension process of Land Rights Certificate. This thesis is concluded that PERUMNAS is no longer holding the rights management because of the working period and function has finished so the approval from PERUM PERUMNAS is no longer needed. Result of the research is recommended non-legal factors should be removed in extension process of Land Rights Certificate so the extension process immediately completed.
"
2016
T46605
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fahrul Fauzi
"Para pemegang sertipikat hak guna bangunan atas hak pengelolaan milik PT. KBN (Persero) mengajukan gugatan ke pengadilan tata usaha negara. Objek sengketa berupa surat keputusan direksi tentang tarif perpanjangan hak dan sikap diam terhadap permohonan rekomendasi perpanjangan hak yang telah diajukan. Putusan No. 171 PK/TUN/2016 yang berkekuatan hukum tetap memenangkan pihak KBN tetapi perlindungan hukum tetap harus diberikan para pemegang hak guna bangunan atas hak pengelolaan. Pokok permasalahan yang dibahas adalah mengenai implementasi pemberian dan perpanjangan hak guna bangunan serta perlindungan hukum bagi pemegang sertipikat hak guna bangunan dalam Putusan No. 171 PK/TUN/2016. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dengan memanfaatkan data sekunder untuk membahas pokok permasalahan dari sudut pandang hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa implementasi pemberian hak guna bangunan yang dilakukan KBN pada tahun 1988 hingga 1990 telah sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku yaitu Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1977. Sedangkan, implementasi perpanjangan hak guna bangunan yang sebagian besar berakhir pada 2013 hingga 2014 menghadapi problematika yang berujung penyelesaian di pengadilan. Pengenaan tarif pemanfaatan tanah oleh KBN merupakan salah satu kewenangan yang dimiliki oleh pemegang hak pengelolaan. Oleh karena itu, pemegang sertipikat hak guna bangunan tetap harus membayar tarif yang disyaratkan untuk dapat memperpanjang haknya. Namun perlindungan hukum terhadap pemegang hak guna bangunan tetap harus diberikan berupa perlindungan terhadap hak prioritas perpanjangan hak dan perlindungan hukum terhadap operasional bisnis, bangunan, serta benda milik pemegang hak guna bangunan. Beberapa perjanjian penggunaan tanah industri terdahulu telah menjanjikan hak prioritas perpanjangan hak guna bangunan sehingga KBN terikat untuk memenuhi hak itu apabila pemegang hak guna bangunan yang telah memenuhi persyaratan. Tidak diperpanjangnya hak guna bangunan juga dapat berimbas pada terhambatnya operasional bisnis, resiko kehilangan bangunan, dan bertambahnya pengeluaran bagi pemegang hak guna bangunan. Sehingga diperlukan perlindungan hukum dan mekanisme penyelesaian yang dapat meringankan beban kerugian pemegang hak guna bangunan. Selain itu, kekosongan hukum yang terjadi pasca dicabutnya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1977 juga kurang memberikan jaminan kepastian hukum bagi pemegang hak guna bangunan di atas tanah hak pengelolaan.

The holders of the certificate of right to build on the right of management belonging to PT KBN (Persero) filed a lawsuit to the state administrative court. There are two objects of dispute, namely director letters concerning the cost of extending the right and silence/rejection on the application for a recommendation for the extension of the right that has been submitted. Supreme Court Decision No. 171 PK/TUN/2016, which has been inkracht won KBN, must still give legal protection to the holders of the right to build on the right of management. The main issues discussed are the implementation of the granting and extension of the right to build and the legal protection for the holders of the certificate of the right to build in the Supreme Court Decision No. 171 PK/TUN/2016. The research method used is normative legal research by utilizing secondary data to discuss the subject matter from the applicable laws and regulations. This study indicates that the implementation of the granting of the right to build carried out by KBN from 1988 to 1990 was following the applicable legislation, namely the Minister of Home Affairs Regulation No. 1 of 1977. Meanwhile, the implementation of the extension of right to build, which mostly ended in 2013 to 2014, faced problems that led to a settlement in court. The imposition of fees for land use by KBN is one of the powers possessed by the holder of the right of management. Therefore, the holders of the certificate of right to build still has to pay the required fee to extend their right. However, it must still give legal protection for the holders of the right to build in the form of protection of the priority right of the extension of the right and legal protection of business operations, buildings, and objects belonging to the holders of the right to build. Several previous industrial land use agreements have promised priority rights to extend the right to build so that KBN is bound to fulfill these rights if the holders of the right to build have fulfilled the requirements. The non-extension of the right to build can also impact the delay of business operations, the risk of losing the building, and increasing expenses for the holders of the right to build. So that legal protection and settlement mechanisms are needed can ease the burden of losses for the holders of the right to build. In addition, the legal vacuum that occurred after the revocation of the Minister of Home Affairs Regulation Number 1 of 1977 also did not guarantee legal certainty for holders of the right to build on the right of management."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>