Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 136488 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sengdy Chandra Chauhari
"Tujuan: Mengetahui pengaruh suplementasi 500 mg vitamin C, 6 mg beta-karoten dan 400 IU alfa-tokoferol sehari selama. 2 minggu terhadap fimgsi makula perokok sedang.
Desain: Uji klinik eksperimental secara acak dan tersamar ganda
Metode: Empat belas perokok sedang mendapatkan suplementasi antioksidan (kelompok perlakuan) 500 mg vitamin C, 6 mg beta-karoten dan 400 IU alfa-tokoferol sehari selama 2 minggu. Empat belas perokok sedang mendapatkan plasebo (kelompok kontrol). Pemeriksaan fovea! threshold, photopic electrorelinography (ERG) dan kadar antioksidan total serum dilakukan pre- dan post-suplementasi.
Hasil: Foveal threshold pads kelompok perlakuan dan kelompok kontrol bertuut turut adalah 35,0 ± 3,1 dB dan 31,1 ± 3,0 dB. Amplitudo photopic ERG pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol berturut turut adalah 124,3 ± 34,5 pV dan 72,1 ± 19,9 V. Waktu implistt photopic ERG pads kelompok perlakuan dan kelompok kontrol berturut-turut adalah 33,8 ± 1,4 msec dan 36,6 ± 1,8 msec. Kadar antioksidan total serum pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol berturut turut adalah I,48 ± 0,09 mg/dL dan 1,39 ± 0,11 mg/dL. Terdapat perbedaan bermakna (p<0,05) antara kedua kelompok penelitian.
Kesimpulan: Suplementasi 500 mg vitamin C, 6 mg beta-karoten dan 400 IU alfa-tokoferol sehari selama 2 minggu dapat meningkatkan fungsi makula perokok sedang, berupa peningkatan foveal threshold peningkatan amplitudo photopic ERG dan pemendekan waktu implisitphotopic ERG.

Objective: To evaluate the effects of 2 weeks' supplementation of 500 mg vitamin C, 6 mg beta-carotene and 400 IU alpha-tocopherol daily on macular functions of moderate smokers.
Design: Randomized, double-blind experimental clinical trial
Methods: Fourteen moderate smokers assigned with antioxidants (subject group) 500 mg vitamin C, 6 mg beta-carotene and 400 IU alpha-tocopherol daily for 2 weeks. Fourteen moderate smokers assigned with placebo (control group). Pre- and post-supplementation examination of foveal threshold, photopic electroretinography (ERG) and serum total antioxidant level was done.
Results: Post-supplementation, foveal thresholds in subject group and control group were 35.0 + 3.1 dB and 31.1 + 3.0 dB respectively. Amplitudes of photopic ERG in subject group and control group were 124.3 + 34.5 p.V and 72.1 ± 19.9 RV. Implicit times of photopic ERG in subject group and control group were 33.8 ± 1.4 cosec and 36.6 + 1.8 cosec respectively. Serum total antioxidant levels in subject group and control group were 1.48 ± 0.09 mgldL and 1.39 + 0.11 mg/dL respectively. There were significant differences (p<0,05) between two groups.
Conclusion: Two weeks' supplementation of 500 mg vitamin C, 6 mg beta-carotene and 400 IU alpha-tocopherol daily significantly increases macular function of moderate smokers.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T21289
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ariani Dewi Widodo
"ABSTRAK
Diare persisten merupakan masalah kesehatan serius dan sering menyebabkan malnutrisi. Kerusakan mukosa pada diare diduga menyebabkan penurunan hormon sekretin dan kolesistokinin sehingga mengurangi stimulasi ke pankreas dan memperberat diare persisten dan malnutrisi.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui fungsi eksokrin pankreas pada anak diare persisten, anak malnutrisi, mendapatkan nilai referensi pemeriksaan fecal elastase-1 FE-1 anak Indonesia, dan mengetahui kehandalan analisis feses dan steatokrit dalam mendeteksi insufisiensi eksokrin pankreas.Penelitian potong lintang pada tahap pertama dilakukan untuk mendapatkan sebaran nilai FE-1 pada anak normal, membandingkan nilai FE-1 subjek diare persisten dan malnutrisi dengan anak normal, dan mengetahui sensitivitas, spesifisitas, dan kemampuan diskriminasi analisis feses dan steatokrit dalam mendeteksi insufisiensi eksokrin pankreas. Tahap kedua uji klinis dua kelompok paralel tersamar ganda dilakukan untuk menguji efek suplementasi enzim pankreas 8371 USP unit tiga kali sehari selama sebulan pada anak diare persisten. Penelitian dilakukan di 5 Rumah Sakit di Jakarta Januari 2015 minus;Juli 2016 pada anak berusia 6 ndash;60 bulan.Sebanyak 182 anak usia 6 ndash;60 bulan direkrut sebagai subjek yang terdiri dari 31 anak dengan diare persisten, 31 anak dengan malnutrisi, dan 120 anak normal. Nilai cut-off FE-1 yang didapatkan pada penelitian ini adalah 307 mcg/g feses. Terdapat perbedaan bermakna nilai FE-1 antara subjek diare persisten dan anak normal. Tidak ditemukan perbedaan bermakna nilai FE-1 antara subjek malnutrisi dan anak normal. Terdapat perbedaan bermakna lama diare sekitar 7 hari antara kedua kelompok. Kadar FE-1 dan prealbumin antara baseline dan endpoint pada kelompok plasebo dan perlakuan tidak berbeda bermakna. Uji kehandalan masing-masing komponen analisis feses dan steatokrit menunjukkan hasil sensitivitas dalam rentang 5 ndash;32 , spesifisitas 73 ndash;98 , nilai prediksi positif 1 ndash;43 , dan nilai prediksi negatif 87 ndash;89 . Nilai AUC analisis feses dan steatokrit masing-masing adalah 0,664 IK 95 0,539 ndash;0,788 dan 0,501 IK 95 0,372 ndash;0,629 sedangkan AUC gabungan sebesar 0,671.Kesimpulannya, pada penelitian ini didapatkan adanya insufisiensi eksokrin pankreas pada anak dengan diare persisten. Suplementasi enzim pankreas terbukti dapat memperpendek lama diare secara bermakna. Analisis feses dan/atau steatokrit memiliki sensitivitas yang rendah, spesifisitas yang tinggi, dan kemampuan diskriminasi kurang.Kata kunci: anak, diare persisten, fungsi eksokrin pankreas, malnutrisi, suplementasi enzim pankreas

ABSTRACT
Persistent diarrhea is a serious health problem and is closely related to malnutrition. Prolonged mucosal injury in diarrhea is thought to cause reduced secretin and cholecystokinin CCK secretion, which decreases stimulation to the pancreas and further aggravate persistent diarrhea and malnutrition.This research aims to study pancreatic exocrine function in children with persistent diarrhea and children with malnutrition, to obtain reference values of fecal elastase 1 FE 1 in Indonesian children, and to assess the ability of stool analysis and steatocrit in detecting exocrine pancreatic insufficiency.Cross sectional study was done to obtain FE 1 distribution in healthy children, to study FE 1 levels in children with persistent diarrhea and children with malnutrition, and to study the sensitivity, specificity, and discriminative capacity of stool analysis and steatocrit in detecting exocrine pancreatic insufficiency. A randomized, two double blind parallel group, placebo controlled clinical trial was conducted to evaluate the effects of 8371 USP units of pancreatic enzyme replacement therapy PERT 3 times daily for 1 month in children with persistent diarrhea. This study involved children age 6 ndash 60 months in 5 hospitals in Jakarta from January 2015 to July 2016.As much as 182 children 6 ndash 60 months of age consisting of 31 children with persistent diarrhea, 31 children with malnutrition, and 120 healthy children were recruited as subjects. Cut off point of FE 1 in this study was 307 mcg g faeces. Significant difference of FE 1 was found between children with persistent diarrhea and healthy children. The FE 1 difference between subjects with malnutrition and healthy children was not significant. Duration of diarrhea was 7 days significantly shorter in the PERT group. Changes of FE 1 and prealbumin values between baseline and endpoint in placebo and treatment group were found to be statistically insignificant. The diagnostic value of each stool analysis component and steatocrit test showed that the sensitivity was within range of 5 ndash 32 , specificity 73 ndash 98 , positive predictive value 1 ndash 43 and negative predictive value 87 ndash 89 . The AUC values of stool analysis and steatocrit were 0.664 95 CI 0.539 ndash 0.788 and 0.501 95 CI 0.372 ndash 0.629 , respectively, and the combined AUC 0,671.In conclusion, exocrine pancreatic insufficiency was observed in children with persistent diarrhea, and PERT has been proven to significantly shorten the duration of diarrhea by 1 week. Stool analysis and or steatocrit has low sensitivity, high specificity, and low discrimination capacity.Keywords children, exocrine pancreatic function, malnutrition, pancreatic enzyme supplementation, persistent diarrhea"
2017
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alia Nessa Utami
"Latar Belakang: Tata laksana edema makula terus dievaluasi, dengan terapi anti-VEGF sebagai lini pertama. Subthreshold micropulse laser (SML) diajukan sebagai alternatif adjuvan. Studi retrospektif terdahulu menunjukkan efektivitas SML 577-nm sebagai monoterapi pada edema makula dengan ketebalan di bawah 400 μm. Akan tetapi, data prospektif efektivitas SML sebagai adjuvan masih minim.
Tujuan: Menilai pengaruh pemberian kombinasi bevacizumab dan laser SML 577-nm dibanding bevacizumab monoterapi terhadap ketebalan makula sentral dan tajam penglihatan pasien edema makula diabetik ringan-sedang.
Metode: Penelitian ini merupakan studi eksperimental lengan ganda. Dilakukan randomisasi acak terhadap pasien edema makula diabetik dengan rentang ketebalan makula 300-600 μm, kelompok kontrol mendapatkan protokol standar. Kelompok studi mendapatkan adjuvan laser SML kuning satu minggu pascainjeksi. Pasien menjalani follow-up penilaian tajam penglihatan dan ketebalan makula sentral pada 28 dan 35 hari pascainjeksi.
Hasil: Terdapat 26 subjek yang terbagi rata pada kelompok studi dan kontrol. Ditemukan signifikansi nilai CMT pada kontrol 28 hari dan 35 hari pascainjeksi baik pada kelompok studi (p=0,011 dan 0,014) maupun kontrol (p=0,006 dan p=0,001). Akan tetapi, tidak ditemukan perbedaan signifikansi selisih nilai CMT antara kedua kelompok pada kontrol 28 hari (p=0,317) dan 35 hari (p=0,84). Tidak ditemukan perbedaan selisih TPDK ETDRS antara kelompok studi dan kontrol pada kelompok 28 hari (p=0,568) dan 35 hari (p=0,128) pascainjeksi.
Kesimpulan: Kombinasi SML dengan bevacizumab intravitreal dapat mengurangi ketebalan makula sentral dan memperbaiki tajam penglihatan namun tidak ditemui perbedaan yang signifikan dengan monoterapi standar.

Background: The management of macular edema is constantly evaluated, with anti-VEGF therapy being the first line. Subthreshold micropulse laser (SML) has been proposed as an alternative adjuvant. A previous retrospective study demonstrated the effectiveness of 577-nm SML as monotherapy in macular edema with CMT below 400 μm. However, prospective data on the effectiveness of SML as an adjuvant are lacking.
Objective: To assess the effect of the combination of bevacizumab and 577-nm SML laser compared to bevacizumab monotherapy on central macular thickness and visual acuity in mild-moderate diabetic macular edema patients.
Methods: This research is a double arm experimental study. A randomized trial was performed on diabetic macular edema patients with macular thickness range of 300-600 μm. The control group received a standard protocol and the study group received a yellow SML laser adjuvant one week after injection. Patients underwent follow-up assessment of visual acuity and central macular thickness at 28 and 35 days postinjection.
Results: There were 26 subjects which were equally divided into study and control groups. Significant decrease in CMT were found in study group (p=0.011 and 0.014) and the control group (p=0.006 and p=0.001). However, there was no significant difference in delta CMT values between the two groups in the 28-day (p=0.317) and 35-day controls (p=0.84). There was no difference in ∆TPDK ETDRS between the study and control groups at 28 days (p=0.568) and 35 days (p=0.128) after injection.
Conclusion: The combination of SML and intravitreal bevacizumab can reduce central macular thickness and improve visual acuity but there was no significant difference with standard monotherapy.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Farikha
"Tujuan: Untuk mengetahui pengaruh suplementasi pycnogenol 150 mg perhari selama 8 minggu terhadap amplitudo dan waktu implisit pada gelombang b dan oscillatory potential (OP) ERG skotopik retinopati diabetik nonproliferatif ringan dan sedang.
Metode: Uji klinik acak tersamar. Empat puluh subjek dengan retinopati diabetik nonproliferatif ringan sedang diacak dan dibagi menjadi dua kelompok, 20 subjek mendapat pycnogenol, 20 subjek mendapat pycnogenol. Pengukuran objektif dilakukan sebelum pemberian suplementasi dan 8 minggu setelahnya, yang meliputi amplitudo gel.b, waktu implisit gel.b, amplitudo sum OP, waktu implisit sum OP .
Hasil: Pada kelompok pycnogenol sebelum perlakuan, amp gel.b 397,9±109,6μV, waktu implisit gel.b 48,7 (44,3-68,2) ms, amp sum OP 193,05 (15,2-498,9) μV dan waktu implisit sum OP 126,18± 7,8ms. Setelah 8 minggu pada kelompok pycnogenol, amp gel.b 396,2±115,7 μV, waktu implisit gel.b 47,8 (43,4-58,4)ms, amp sum OP 228,45 (16,3-511,8) μV dan waktu implisit sum OP 126,2 (118,2-137) ms. Pada kelompok plasebo sebelum intervensi, amp gel.b 349± 79 μV, waktu implisit gel.b 48,7 (44,3-68,2) ms, amp sum OP 101,45 (28,3-301,2) μV dan waktu implisit sum OP 130 (121,6-163,5) ms. Setelah 8 minggu pada kelompok plasebo, amp gel.b 334,65±70,3 μV, waktu implisit gel.b 49,15 (44,3 -68,2) ms, amp sum OP 124,9 (51,3-303,8)μV dan waktu implisit sum OP 130 (121,6-163,5) ms. Tidak terdapat perbedaan bermakna secara statistik pada semua keluaran.
Kesimpulan: Tidak terdapat perbedaan yang bermakna secara statistik parameter amplitudo gel.b, waktu implisit gel.b, amplitudo sum OP, waktu implisit sum OP dari pemberian pycnogenol 150 mg sehari selama 8 minggu pada retinopati diabetik nonproliferatif ringan sedang.

Objective: This study is to evaluate the effect of eight weeks supplementation of 150 mg pycnogenol, to b-wave amplitude, b-wave implicit time, sum Oscillatory Potential (OP) amplitude and sum Oscillatory Potential (OP) implicit time on Electroretinography (ERG) result of mild - moderate nonproliferative diabetic retinopathy (NPDR) patient, compared to plasebo.
Methods: Randomized clinical trial of 40 mild - moderate NPDR patients, which further equally divided into two groups. The b-wave amplitude (amp), b-wave implicite time (it), sum OP amplitude (amp), sum OP implicit time (it) ERG were evaluated before and after eight weeks pycnogenol supplementation
Results:The ERG results of pycnogenol group before intervention were as follows: b wave amp 397,9±109,6μV, b-wave it 48,7 (44,3-68,2) ms, sum OP amp 193,05 (15,2-498,9) μV and sum OP it 126,18± 7,8ms. After 8 weeks in pycnogenol group, b wave amp 396,2±115,7 μV, b wave it 47,8 (43,4-58,4)ms, sum OP amp 228,45 (16,3-511,8) μV and sum OP it 126,2 (118,2-137) ms. Meanwhile in placebo group before intervention, the b wave amp was 349± 79 μV, b-wave it 48,7 (44,3-68,2) ms, sum OP amp 101,45 (28,3-301,2) μV and sum OP it 130,8±8,4 ms. After 8 weeks in placebo group, b wave amp 334,65±70,3 μV, b-wave it 49,15 (44,3 -68,2) ms, sum OP amp 124,9 (51,3-303,8)μV and sum OP it 130 (121,6-163,5) ms. No statistical significant differences in all outcome
Conclusions: No significant differences in b-wave amplitude, b-wave implicite time, sum OP amplitude and sum OP implicit time ERG after 150 mg pycnogenol supplementation for 8 weeks in mild-moderate NPDR compare with placebo."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marya Warascesaria Haryono
"Tujuan penelitian ini adalah menilai kadar GSH plasma setelah suplementasi vitamin C 1000 mg intravena dan 400 mg vitamin E secara oral selama empat hari berturut-turut pada luka bakar sedang berat. Penelitian eksperimen ini dengan satu kelompok pre-post test dengan usia 18-59% tahun pada kasus luka bakar sedang berat kurang dari 60%. Dari 16 kasus yang memenuhi kriteria, diperoleh 12 kasus sehagai subjek penelitian sesuai dengan sampel yang diharapkan. Penyebab luka bakar terbanyak adalah api (75%) dan sebagian besar subyek menriliki BMI nonnal (67%) dengan rata-rata 22,04 ± 1,89 kglm2 ? Kadar vitamin C sebelurn suplementasi adalah 17,79(10,16-32,88)p.mol/L dan sesudah suplementasi adalah 18,33(9,10-37,02) p.mol/ L (p = 0,239), Nilai rata-rata serum kadar vitamin E meningkat signifikan, yaitu 9,06 ± 1,56 p.mol I L sebelurn suplementasi dan 15,50 (6,28-27,17) p.mol/L setelah suplementasi (p = 0,019). Nilai rata-rata dan kisaran kadar GSH plasma sebelum suplementasi adalah 0,54±0,11 Jlll I mL, Nilai rata-rata tingkat GSH setelah suplemen adalah l ,07 (0,94-1,68) g /mL.lni menunjukkan bahwa suplementasi vitamin C dan vitamin E bisa meningkatkan kadar GSH secara signifikan (p = 0,002). Terdapat perbedaan yang signifikan pada perubahan kadar vitamin C, vitamin E, dan GSH sebelum dan sesudah perlakuan antara luka bakar sedang dan luka bakar berat.

The aimed of the study is to assess the levels of GSH after supplementation of vitamin C 1000 mg iv and 400 mg vitamin E orally for four consecutive days on a moderate to severe bums. This experimental studies with one group pre-post test involved 18-590/o years aged patients with moderate to severe burns less than 60%, From 16 cases required the criteria, there were 12 cases as the subject of research in accordance with the expected sample. The most causes of burns is fire (75%) and most of subjects have a nominal BMl (67%) with average 22.04 ± 1.89 kg /m2 ? Median value of vitamin C levels before supplementation was 17.79(10.16-32.88) and after supplementation was 18.33(9.10-37.02) ~mol/L (lr= 0.239). Average value of serum vitantin E levels increased significantly, which are 9.06 ± 1.56 mol/L befure supplementation and 15.50(6.28-27.17) mol/L after supplementation (p= 0.019). Median value and range of plasma GSH levels before supplementation was 0.54±0.11 ;tg/mL. Median value of GSH levels after supplementation was 1.07 (0.94-1.68) flgimL. This is show that the supplementation of vitamin C and vitamin E may increased GSH levels significantly (p = 0.002). There were no significant differences in changes in levels of vitamin C, vitamin E, and GSH before and after treatment among the study subjects with moderate and severe burns."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009
T32848
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Marya Warascesaria Haryono
"Tujuan penelitian ini adalah menilai kadar GSH plasma setelah suplementasi vitamin C 1000 mg intravena dan 400 mg vitamin E secara oral selama empat hari berturut-turut pada luka bakar sedang berat. Penelitian eksperimen ini dengan satu kelompok pre-post test dengan usia 18-59% tahun pada kasus luka bakar sedang berat kurang dari 60%. Dari 16 kasus yang memenuhi kriteria, diperoleh 12 kasus sebagai subjek penelitian sesuai dengan sampel yang diharapkan. Penyebab luka bakar terbanyak adalah api (75%) dan sebagian besar subyek memiiiki BMI (67%) dengan rata-ma 22,04 i 1,89 kg/mz. Kam vitamin C sebelum suplementasi adalah l7,79(10,l6-32,88)pmol I L dan sesudah suplemcntasi adalah 18,33(9,l0-37,02) pmol I L (p = 0,239). Niiai rata-rata serum kadar vitamin E meningkat signitikan, yaitu 9,06 1 1,56 nmol / L sebelum supiementasi dan 15,50 (6,28~27,17) pmol / L setelah suplementasi (p = 0,019). Nilai rata-rata dan kisaran kadar GSH plasma sebelum suplementasi adalah 0,54:t0,ll pg / mL. Nilai rata~rata tingkat GSH setelah suplemen adalah 1,07 (0,94-l,68) pg / mL. Ini menunjukkan bahwa suplcmcntasi vitamin C dan vitamin E bisa meningkatkan kadar GSH secara signifikan (p = 0,002). Terdapat perbedaan yang sigfinikan pada perubahan kadar vitamin C, vitamin E, dan GSH sebelum dan sesudah perlakuan antara luka bakar sedang dan luka bakar berat.

The aimed of the study is to assess the levels of GSH after supplementation of vitamin C 1000 mg iv and 400 mg vitamin E orally for four consecutive days on a moderate to severe bums. This experimental studies with one group pre-post test involved 18-59% years aged patients with moderate to severe burns less than 60%. From I6 cases required the criteria., there were 12 cases as the subject of research in accordance with the expected sample. The most causes of bums is Ere (75%) and most of subjects have a normal BMI (67%) with average 22.04 i 1.89 kg /mz. Median value of vitamin C levels before supplementation was l7.79(l0.I6-3288) pmol/L and after supplementation was l8.33(9.l0-37.02) |imolfL (p= 0239). Average value of serum vitamin E levels increased significantly, which are 9.06 -L 1.56 pmol/L before supplementation and l5.50(6.28-2'/.l7) nmol/I. alter supplementation (p= 0.0l9). Median value and range of plasma GSH levels before supplementation was 0.540.ll pg,lmL. Median value of GSH levels after supplementation was l.07 (0.94-1.68) ug/mL. This is show that the supplementation of vitamin C and vitamin E may increased GSH levels significantly (p = 0.002). There were no significant differences in changes in levels of vitamin C, vitamin E, and GSH before and after treatment among the study subjects with moderate and severe bums."
Jakarta: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2009
T32316
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Emilia Slamat
"Mengelahui efek pemberian suplementasi vitamin C dan E terhadap kadar
malondialdehida plasma pada perokok kretek filter selama empat minggu di Jakarta.
Penelitian ini merupakan uji klinis paralel, acalg tersamar tunggal antara kelompok
yang inendapat suplementasi vitamin C dan E (P) dengan kelompok yang mendapat
plasebo (K). Sebanyak 40 orang perokok kretek filterr di rumah makan, Jakarta Utara
memenuhi ln-iteria dan diikutkan dalam penelitian Dilakukan randomisasi blolc untuk
menentukan kclompok perlakuan dan kontrol. Kelompok perlakuan mendapatkan
suplementasi vitamin C 500 mg dan E 400 IU/hari selama empat minggu, dan
kclompok kontrol mendapat plasebo. Data yang dikumpulkan meliputi data demograti
(usia, konsumsi rokok, indeks Brinkman, tekanan dan lg kadar glukosa darah puasa,
kadar kolesterol tétal), IMT, analisis asupan zat gizi, kadar malondialdehida plasma.
Analisis data menggunakan uji t tidak berpasangan atau uji Mann Whimsy dengan
batas kemaknaan p <0,05.
Karakteristik demografi subyek pada awal penelitian meliputi usia, konsumsi rokok,
indeks Brinkman, tel-canan damh, Radar glukosa darah puasa, kadar kolesterol total,
IMT , analisis asupan zat gizi, kadar malondialdchida plasma antara kelompok
perlakuan dan kontrol homogen. Rerata kadar MDA plasma awal pada kelompok
perlakuan dan pada kelompok kontrol 1,39i0,19 vs 1,34=b=0,09 nmol/mL. Pada akhir
perlakuan, rerata kadar MDA plasma sabesar 1,18=l=0,22 pada kelompok perlakuan dan
1,3 1=k0,13 nmol/mL kelompok kontrol, berbeda bermakna (p <0,03‘7).
Setelah suplementasi vitamin C 500 mg dan E 400 IU/hari selama empat minggu
tcrdapat perbedaan bermakna renta kadar MDA plasma antara kedua kelompok.

Abstract
To investigate the effects of vitamin C and E supplementation on plasma
malondialdehycle in clove cigarettes smokers during four weeks in Jakarta
This is a parallel randomized single-blind clinical study between interventional
group with vitamin C and E supplementation (P) and control group with has
placebo (K). Forty clove cigarettes smokers in Rmtaurant, Jakarta had fulfilled
the criteria and recruited in the research. Subjects were allocated by block
randomization into intervention and control group. Intervention group treated
with vitamin C 500 mg and vitamin E 400 IU daily for 4 weeks, while control
group treated with placebo. Data collection includes demographic characteristic
(age, smoking habits, Brinkman index, blood pressure, blood glucose, total
cholesterol), body mass index (BMI), daily nutrient analysis, plasma MDA.
Statistical analysis using unpairod t-test or Mann Whitney test with significant
level at p < 0,05.
Demographic characteristic (age, smoking habits, Brinlcman index, blood
pressure, blood glucose, total cholesterol), body mass index (BMI), daily
nutrient analysis, plasma MDA between both groups were homogen. Initial
plasma MDA in the intervention group. and control were l,39=|=0,l9 vs
l,34=l=0,09 nmol/tnL. After intervention plasma MDA were l,l8=k0,22 in the
intervention group and 1,3l£),13 nmol/mL in control group (p <0,03'7).
After supplementation of vitamin C 500 mg/day and vitamin E 400 IU/day
during 4 weeks, showed significantly differences average of plasma MDA
between two groups."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2010
T31625
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 2002
S27358
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ridho Ranovian
"Latar Belakang: Saat ini, injeksi intravitreal anti-VEGF merupakan tatalaksana medikamentosa lini pertama pada DME. Namun monoterapi bevacizumab dinilai kurang efektif dalam mengobati DME derajat sedang-berat, sehingga meningkatkan jumlah re-injeksi. Selain VEGF, mediator inflamasi juga berperan penting dalam pathogenesis DME. Sehingga diperlukan terapi adjuvant pada kasus dengan respon suboptimal.
Tujuan: Mengetahui perbedaan perubahan sensitivitas retina, ketebalan makula sentral (CMT) dan BCVA sesudah dilakukan injeksi intravitreal Bevacizumab dengan kombinasi Triamsinolon Asetonid (TA)  dibandingkan dengan monoterapi Bevacizumab pada pasien dengan edema makula diabetik derajat sedang-berat.
Metodologi: Pada studi eksperimental lengan ganda dengan randomisasi blok ini didapatkan sejumlah 28 subjek dengan CMT > 400 mm dibagi menjadi dua kelompok. Subjek pada kelompok intervensi diberikan injeksi kombinasi Bevacizumab 1,25 mg dan TA 2 mg intravitreal, sedangkan subjek kelompok kontrol hanya diberikan injeksi Bevacizumab 1,25 mg. Evaluasi BCVA dan CMT dilakukan pada 1 minggu dan 1 bulan pasca injeksi, evaluasi sensitivitas retina pada 1 bulan pasca injeks, serta peningkatan TIO dan efek samping.
Hasil: Pasca 1 bulan injeksi didapatkan penurunan CMT yang lebih besar yang bermakna pada kelompok intervensi (-269,1 (170-413) mm vs -133,6 (50-218) mm, p< 0,001), begitu juga dengan peningkatan sensitivitas retina yang lebih baik pada kelompok intervensi (2,4 (0,02-7,1) dB vs 1,3 (0,16-3,5) dB, p = 0,035). Tidak didapatkan perbedaan bermakna pada luaran BCVA logMAR antar kedua kelompok (0.2 (0-0.5) vs 0.15 (0-0.5)).
Kesimpulan: Terapi kombinasi bevacizumab dan TA ini terbukti efektif dan cost-effective sebagai dalam menurunkan edema makula segera dan memperbaiki sensitivitas retina pada pasien DME derajat sedang-berat dan DME persisten.

Backgrounds: Intravitreal bevacizumab (IVB) monotherapy is less effective in treating moderate-to-severe diabetic macular edema (DME), potentially increasing the number of injections and the risk of permanent vision loss. In addition to VEGF, inflammatory mediators also play an important role in the pathogenesis of DME. Therefore, there is a need for additional treatment options for DME cases with suboptimal response to anti-VEGF therapy.
Objectives: To compare the efficacy and safety of the combination of IVB and triamcinolone acetonide (TA) with IVB monotherapy in treating moderate to severe DME.
Methods: In this double-arm randomized controlled trial study, a total of 28 DME patients with central macular thickness (CMT) >400 mm were assigned into two groups according to the therapeutic method: 1,25 mg of  bevacizumab combined with 2 mg of  TA as the intervention group and 1,25 mg of IVB as the control group. BCVA and CMT were observed at 1 week and 1 month follow-up, retinal sensitivity was observed at 1 month follow-up, as well as increased IOP and other side effects.
Results: CMT reduction after 1 month were higher in the intervention group with statistically significant different (-269,1 mm vs -133,6 mm, p< 0,001) as well as retinal sensitivity improvement also better in the intervention group (2,4 dB vs 1,3 dB, p = 0,035). But there was no statistically different in BCVA changes after 1 month follow-up (0,2 vs 0,15, p= 0,874) between the groups, even though 35,7% of the intervention group has gained more than 10 BCVA letters. No significant increase in IOP were observed at the end of the follow-up.
Conclusions: It is effective and cost-effective to treat moderate-to-severe or persistent DME by utilizing TA as an adjunct to anti-VEGF.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rafika Sari Fadli
"Edema makula diabetik atau Diabetic Macular Edema (DME) merupakan penyebab utama kehilangan penglihatan pada pasien diabetes. Patofisiologi DME bersifat multifaktorial dan kompleks. Rusaknya sawar darah retina mengakibatkan penumpukan carian abnormal dan penebalan makula retina yang diinduksi oleh berbagai faktor seperti iskemia, peningkatan Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF), radikal bebas, disfungsi perisit dan endotel, serta inflamasi. Penelitian ini menilai efektivitas injeksi loading dose bevacizumab dengan kombinasi inisial deksametason dibandingkan loading dose bevacizumab. Pada studi ini dilakukan uji klinis acak terkontrol dengan randomisasi pada dua kelompok yaitu: kelompok dengan terapi loading dose bevacizumab 1,25mg dengan kombinasi inisial deksametason 0,5mg (studi) dan injeksi loading dose bevacizumab 1,25mg (kontrol). Luaran sensitifitas retina, tajam penglihatan serta CMT dievaluasi pada minggu pertama, keempat, kedelapan dan keduabelas. Sebanyak 22 orang diteliti di kelompok studi dan 21 orang kelompok kontrol. Median usia kelompok studi 53,3 + 10,9 dan kontrol 54,1 + 7,3. Dilakukan analisa terhadap sensitifitas retina, tajam penglihatan serta CMT pada kelompok studi (10 orang) dan kontrol (13 orang). Terdapat perbaikan ketebalan makula sentral 205,5μm (studi) dan 87 μm (kontrol) dengan p=0,010. Perbaikan tajam penglihatan dengan koreksi pada studi 13,5 huruf dan 3 huruf pada kelompok kontrol (p=0,23). Terdapat perbaikan sensitifitas retina 1.02 dB di kelompok studi dan 0,68 dB pada kontrol (p=0,832). Analisis intragroup menunjukkan perbaikan signifikan pada pemeriksaan CMT kedua kelompok dan pada pemeriksaan tajam penglihatan pada kelompok studi. Berdasarkan analisa pendahuluan ini dapat memberikan bukti adanya potensi untuk dilakukan penyelesaian seluruh jumlah sampel hingga akhir dimana terdapat kecendrungan perbaikan secara klinis pada setiap luaran.

Diabetic Macular Edema is a major cause of vision loss in diabetic patients. The pathophysiology is multifactorial and complex. The damage of the retinal blood barrier results in a buildup of fluid and thickening of the macula that induced by ischemia, Vascular Endothelial Growth Factor, free radicals, pericyte, endothelial dysfunction, and inflammation. This study assessed the effectiveness of bevacizumab loading dose with initial combination versus a bevacizumab monotherapy. In this study, a randomized controlled trial was carried out in two groups, a 1.25 mg bevacizumab loading dose with a combination of the initial 0.5 mg dexamethasone (study) and a 1.25 mg bevacizumab loading dose (control). Retinal sensitivity, visual acuity and CMT were evaluated at the first, fourth, eighth and twelfth weeks. A total of 22 people (study) and 21 people (control). The median age of was 53.3 + 10.9 (study) and 54.1 + 7.3 (control). Retinal sensitivity, visual acuity and CMT were analyzed in study group (10 people) and (13 people) control group. There was an improvement in CMT 205.5μm (study) and 87μm (control) with p = 0.010. Visual acuity improvement 13.5 letters (study) and 3 letters (control) with p = 0.23 and retinal sensitivity 1.02 dB (study) 0.68 dB (control) with p = 0.832. Intragroup analysis showed significant improvements of the CMT examination in both groups and in the visual acuity examination in study group. Based on this preliminary analysis, it can provide the potential for completion of the entire sample size until the end where there is a tendency for clinical improvement in each outcome."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>