Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 135047 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Johannes R. Wibowo
"Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui manfaat terapi perkusi mekanik inversi pada penderita batu kaliks inferior ginjal pasca ESWL.
Suatu uji klinis terkontrol dilakukan terhadap 40 penderita batu kaliks inferior ginjal yang menjalani terapi Extra Corporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL) di RSCM Jakarta dan masih terdapat sisa batu dengan ukuran 4 mm, antara bulan Desember 2002 hingga Desember 2003. Secara acak, penderita penelitian dimasukkan ke dalam kelompok terapi (dilakukan terapi perkusi mekanik inversi) dan kelompok non terapi (tidak dilakukan terapi perkusi mekanik inversi). Keberhasilan terapi ditentukan dengan adanya pergerakkan fragmen batu dan keadaan bebas batu yang dapat dilihat pada pemeriksaan foto polos abdomen. Uji kemaknaan menggunakan Pearson Chi Square cross tabulation dengan nilai p < 0,05 dianggap bermakna.
Hasil penelitian menunjukkan dari 20 orang kelompok terapi, 14 orang (70%) terjadi pergerakkan fragmen batu dan tercapai keadaan bebas batu segera setelah terapi dilakukan, sedangkan 6 orang (30%) tidak terjadi pergerakkan fragmen batu, sedangkan dari 20 orang kelompok non terapi, 13 orang (65%) terjadi keadaan bebas batu dan 7 orang (35%) tidak terjadi keadaan bebas batu, sehingga secara statistik hal ini tidak bermakna (p>0,05). Penelitian ini jugs menunjukkan dari 20 orang kelompok terapi terdapat 13 ()rang (65%) mempunyai ukuran sisa batu 2-4 mm dan 1 prang (5%) dengan ukuran sisa batu 1-2 mm sedangkan pada 20 prang kelompok non terapi terdapat 7 orang (35%) mempunyai ukuran sisa batu 2-4 mm dan 6 prang (30°Io) dengan ukuran sisa batu 1-2 mm yang mencapai keadaan bebas batu, secara statistik hal ini tidak terdapat hubungan bermakna (p . 0,05).
Dari penelitian ini dapat disimpulkan baik dilakukan atau tidak dilakukan terapi perkusi mekanik inversi, keduanya dapat mencapai keadaan bebas batu pada penanganan batu kaliks inferior ginjal pasca ESWL, sedangkan ukuran sisa batu pasca ESWL tidak mempengaruhi keadaan bebas batu.

The purpose of this study is to know the benefit of mechanical inversion therapy for lower pole kidney stone after shock wave lithotripsy in Cipto Mangunkusumo hospital.
A clinical control trial has been done to 40 patients with stone in the lower pole of the kidney who had undergone ESWL treatment with residual stone less than 4 mm in CiptoMangunkusumo hospital between December 2002 to December 2003. Randomly the patients were divided into 2 groups, one of which is with mechanical percussion inversion therapy and the other is without. Successful treatment is based on stone fragment movement and stone free condition which were examined by KUB photos. Pearson chi square tabulation probability test is used with p value less than 0,05 is considered significant.
The result showed that from 20 patients with mechanical percussion inversion therapy, 14 patients (70%) had stone free condition as soon as the treatment done, on the contrast 6 patients (30%) did not have stone fragment movement, whereas from 20 patients without treatment, 13 patients (65%) had stone free condition and 7 patients (35%) did not, so statistically this was not significant (p>0,05). This study also showed that from 20 patients with MPI therapy, 13 patients (65°Io) with residual stone of 2-4 mm and 1 patient (5%) with residual stone of 1-2 mm achieved stone free condition, whereas from control group, there were 7 patients (350/s) with residual stone of 2-4 mm and 6 patients (30%) who had residual stone of 1-2 mm achieved stone free condition. Statistically, this was also not significant (p>0,05).
In conclusion, our study revealed that stone free condition could happen with or without mechanical percussion inversion therapy for lower pole kidney stone after ESWL and the residual stone size after ESWL was not correlated with stone free rate.
Keywords: mechanical percussion inversion therapy, shock wave lithotripsy, lower pole kidney stone
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Iswanto
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1999
T57282
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gusti Rizky Teguh Ryanto
"Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL) merupakan terapi non-invasif yang menjadi tatalaksana lini pertama batu ureter. Terdapat berbagai faktor yang diduga dapat mempengaruhi tingkat keberhasilan ESWL, diantaranya lokasi batu dan ukuran batu ureter. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan adanya hubungan antara lokasi batu dan ukuran batu dengan tingkat keberhasilan ESWL pada pasien batu ureter. Penelitian dilakukan di Departemen Urologi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo dengan mengambil 106 data rekam medis pasien laki-laki tahun 2009-2011 dengan batu ureter unilateral yang sudah dilakukan ESWL. Data kemudian dikelompokkan sesuai dengan kategori ukuran batu (diameter <10 mm atau ≥10 mm) dan lokasi batu (proksimal atau distal ureter), lalu dihitung persentase keberhasilan ESWL dan dianalisis dengan uji regresi logistik untuk melihat kemaknaannya.
Didapatkan bahwa sampel memiliki rentang usia 27-74 tahun (mean 43,5 tahun). Persentase keberhasilan ESWL lebih tinggi pada batu ukuran <10 mm (92,4%) dibanding batu ukuran ≥10 mm (70,4%) (p=0,01, OR: 4,806(1,453-15,905)). Didapatkan juga persentase keberhasilan ESWL lebih tinggi pada batu ureter proksimal (92,2%) dibandingkan ureter distal (78,6%) (p=0,081, OR: 2,957(0,875-9,987)). Disimpulkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara ukuran batu ureter dengan tingkat keberhasilan ESWL tetapi tidak terdapat hubungan lokasi batu ureter dan tingkat keberhasilan ESWL.

Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL) is a non-invasive, first-line treatment for ureteral stone. There are multiple factors thought to be influencing its success rate, including stone location and size in the ureter. This study's objective was to prove the relationship between stone location and size with ESWL success rate in male unilateral ureteral stone patients. This study was done at Urology Departement Cipto Mangunkusumo Hospital. 106 patients met the inclusion criteria. The collected data were then grouped according to their categorizations for stone size (<10 mm or ≥10 mm) or location (proximal or distal), then their ESWL successs percentage were counted and analyzed using regression logistic test.
It was found that from samples with age ranging from 27-74 years old (mean 43,5 years old), the ESWL success rate in <10 mm stone size patients was higher (92,4%) than in ≥10 mm size (70,4%) (p=0,01, OR: 4,806(1,453-15,905)). It was also found that ESWL success rate in proximal stones is higher (92,2%) than in distal stones (78,6%) (p=0,081, OR: 2,957(0,875-9,987)). In conclusion, there was a relationship only between ureteral stone size with ESWL success rate in ureteral stone patients, but there was no relationship ureteral stone location and ESWL success rate.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Leonardo Emil FS
"Pembayaran perjasa layanan kesehatan mengakibatkan tingginya biaya kesehatan. Upaya pengendalian biaya kesehatan perlu dilakukan sehingga tercapai pembiayaan kesehatan yang baik. Salah satu caranya ialah sistem pembayanan di muka. Artinya sistem pembayaran kepada pemberi layanan kesehatan dengan jumlah uang yang sudah ditetapkan sebelum pelayanan diberikan dengan sebelumnya memperhitungkan tindakun medis yang diperlukan dan bananya hari rawat. Salah satu bentuknya adalah DRG's. DRG's adalah pengelompokan kasus penyakit dan tindakun. DRG's membutuhkan clinical pathway, Clinical Pathway adalah suatu alur proses kegiatan pasien dari mulai masuk sampai ke[uar. Dari clinical pathway kita mendapatkan cost of treatment-nya berdasarkan utilisasi dalam clinical pathway tersebut dengan unit cost yang ada di per tahapan. Belurn adanya penelitian cast of tnatment beroasarkan clinical pathway pada partisi other. Tindakan ESWL diagnosa batu ginjal merupakan salah salu yang termasuk partisi other. ESWL sendiri merupakan kedua terbanyak yang termasuk tindakan other di RS Pusat Pertarnina. Dan batu ginjal menernpati urutan kedua penyakit terbanyak di bagian urologi.

Fee for service payment system makes health services cost increase. Things to he done in order to control health services cost containment. One of the way is prospective payment system. It means that the health provider are being paid before the service is given and had already knows the medical services and the length of stay of the service. One of the form is DRG's. DRG's is a group 'If diagnoses that is related. DRG 's needs clinical pathway. Clinical Pathway is the pathway of the patient from entering to family ending treatment. Based on its clinical pathway we get cost of treatment based on utilization of the clinical pathway and the cost unit in the steps of clinical pathway. There has been no research in cost of treatment based on its clinical patlrway in other partition. ESWL diagnose calculus of kidney is one of the other partition, ESWL is the second most high other parturition at Central Pertamina Hospital. An also Calculus of kidney is the second most high diagnose at the urology department. "
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2009
T32381
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Anggita Dwi Suryani
"Pemantauan terapi obat adalah kegiatan untuk memastikan terapi obat yang aman, efektif, dan rasional bagi pasien dengan mengkaji pemilihan obat, dosis, cara pemberian obat, respons terapi, reaksi obat yang tidak dikehendaki, dan rekomendasi perubahan atau alternatif terapi. Kondisi pasien yang perlu dilakukan pemantauan terapi obat antara lain pasien hamil dan menyusui, pasien yang menerima regimen yang kompleks (polifarmasi) serta pasien geriatri dan pediatri. Tujuan laporan PKPA ini adalah untuk menganalisa dan mengevaluasi drug related problem (DRP) pada pasien dan diklasifikasikan sesuai kategori Hepler dan Strand. Kegiatan dilakukan melalui pengambilan data pasien dengan diagnosis syok kardiogenik dengan gagal jantung, gangguan ginjal akut, DM tipe 2, dan hipokalemia. Data yang diambil merupakan kombinasi data primer dan sekunder. Berdasarkan hasil analisis, diketahui bahwa pengobatan yang diterima oleh pasien hampir seluruhnya tepat indikasi dan dosis kecuali dosis pada sukralfat dan allopurinol yang melebihi rentang dosis seharusnya. Selain itu, ditemukan DRP berupa interaksi obat yang bersifat potensial, pemilihan obat tidak tepat, serta indikasi tanpa obat. DRP tersebut telah diatasi dengan pemberian terapi yang sesuai.

Drug therapy monitoring is an activity to ensure safe, effective, and rational drug therapy for patients by reviewing the selection of drugs, dosages, methods of drug administration, therapeutic response, unwanted drug reactions, and recommendations for changes or alternative therapies. Patients who need to be monitored for drug therapy include pregnant and lactating patients, patients receiving complex regimens (polypharmacy), as well as geriatric and pediatric patients. The purpose of this PKPA report is to analyze and evaluate drug-related problems (DRP) in patients and classify them according to the Hepler and Strand categories. Activities are carried out through the data collection of patients with a diagnosis of cardiogenic shock with heart failure, acute kidney disorder, type 2 DM, and hypokalemia. The data was took is a combination of primary and secondary data. Based on the results of the analysis, it was known that the treatment received by the patients was almost entirely in accordance with the right indication and dosage, except for the doses of sucralfate and allopurinol, which exceeded the proper dosage range. In addition, DRP was found in the form of potential drug interactions, inappropriate drug selection, and indications without drugs. The DRP has been overcome by administering appropriate therapy."
Depok: 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Abdurrahman
"Pendahuluan: Meskipun penghambat enzim fosfodiesterase tipe-5 (PDE5i) memiliki
efek yang baik sebagai terapi lini pertama pada pasien dengan disfungsi ereksi (DE),
masih terdapat tingkat kegagalan sebesar 30-40%. Extracorporeal shockwave therapy
(ESWT) menjadi pilihan alternatif non-invasif yang berpotensi memberikan benefit
pada pasien yang tidak bisa mengkonsumsi PDE5i. Studi ini bertujuan untuk
membandingkan efikasi dari ESWT dengan PDE5i dalam menangani pasien DE yang
masih sensitif pengobatan, dengan menggunakan kuisioner IIEF-5 sebagai parameter
hasilnya.
Metode: Desain studi ini adalah kohort prospektif dengan sampel yaitu pasien DE yang
berkunjung ke Rumah Sakit Muhammad Diamil, Padang pada bulan Februari hingga
April 2018 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditentukan
sebelumnya. Pasien yang masuk ke dalam studi ini dibagi ke dua kelompok yaitu
ESWT dan PDE5i. Terapi ESWT diberikan sesuai protokol standar satu kali per minggu
dengan interval 4 minggu dan PDE5i diberikan Tadalafil 10 mg satu kali sehari selama
4 minggu. Hasil primer yang diukur adalah perubahan skor IIEF-5 dari sebelum dan
sesudah terapi. Perubahan dari derajat keparahan DE juga diukur dalam studi ini.
Hasil: Terdapat 40 pasien yang termasuk dalam studi dari Februari hingga April 2018
yang kemudian dialokasikan ke kelompok ESWT (n=20) dan PDE5i (n=20). Usia ratarata
pasien adalah 61.7±11.8, dengan waktu median sejak keluhan dirasakan yaitu 12
(2-180) bulan. Parameter laboratorium menunjukan adanya perbedaan yang signifikan
dari kedua kelompok. Secara umum, terdapat peningkatan skor IIEF-5 sebesar 15% dari
semua pasien, dengan median skor 3 (-12-16) (p 0.003). Peningkatan skor IIEF-5
terjadi pada kedua kelompok, dengan kelompok ESWT yaitu 45% mengalami
peningkatan skor sebesar 4 (-12-16) (p 0.040); dan kelompok PDE5i yaitu 30%
dengan peningkatan skor 0 (-4-7) (p 0.049). Akan tetapi, tidak terdapat perbedaan
signifikan dalam hal peningkatan skor IIEF-5 antara kelompok ESWT dan PDE5i (p
0.084).
Kesimpulan: Kedua modalitas terapi yaitu ESWT dan PDE5i merupakan terapi
independen yang efektif dalam meningkatkan skor IIEF-5 pada pasien DE. Terapi
ESWT dapat menjadi terapi alternatif yang baik pada pasien yang tidak mampu
mengkonsumsi PDE5i, dengan memberikan hasil yang serupa dengan PDE5i.

Introduction: Though phosphodiesterase type 5 inhibitors(PDE5i) is a beneficial firstline
therapy for Erectile dysfunction (ED), failures were reported in 30-40% patients.
Extracorporeal shock wave therapy (ESWT) became a potential non-invasive option for
patients who cannot tolerate PDE5i. This study would like to compare the efficacy of
ESWT with PDE5i in treating treatment naïve ED, using IIEF-5 as an outcome
parameter.
Methods: This prospective cohort study recruited patients with ED from Muhammad
Djamil Hospital Padang within the period of February-April 2018, using predetermined
inclusion and exclusion criteria. Included patients were assigned for ESWT and PDE5i
intervention groups. ESWT were given using standardized protocol once a week
interval for 4 weeks and PDE5i were given using Tadalafil 10 mg once daily for 4
weeks. Primary outcome measure was changes in IIEF-5 score between pre and post
treatment, and improved in severity condition for each patient were reported.
Results:Forty patients treated for ED were included in the study from the period of
February-April 2018 allocated to ESWT treatment group (n=20) and PDE5i treatment
group (n=20). Patients were at mean age of 61.7±11.8, with complaints persisting for a
median time of 12(2-180) months. Laboratory parameters showed a comparable level
between two treatment groups. Overall IIEF-5 Score response of the patients was
reported to improve in 15% of the patients, with a median score improvement of 3(-12-
16) (p 0.003). Similar improvements were reported in each treatment group; ESWT in
45% of the patients with score improvement of 4(-12-16) (p 0.040); PDE5i in 30% of
the patients with score improvement of 0(-4-7) (p 0.049).However, difference in score
improvements between the ESWT group and PDE5i group were not statistically
significant (p 0.084).
Conclusion: Both ESWT and PDE5i are beneficial as independent therapy for ED in
improving IIEF-5 score of the patients. ESWT may become a treatment of choice when
patients cannot tolerate PDE5i, providing comparable outcome with PDE5i."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Mustikasari
"ABSTRAK
Penatalaksanaan klien dengan gangguan jiwa tidak terlepas dari empat peran perawat dalam merawat klien yaitu peran sebagai pelaksana, pendidik, pengelola dan peneIiti. Selain ke empat peran perawat tersebut juga harus didukung dengan kemampuan komunikasi yang terapeutik dari searang perawat. Sehingga dapat mendasari terjadinya perubahan perilaku klien, dan keterIibatan emosional klien dalam menjalankan terapi yang dilakukannya.
Berdasarkan hal tersebut di atas maka diperlukan pengetahuan dan kemampuan perawat dalam melakukan asuhan keperawatan secara holistik, khususnya peran perawat dalam terapi somatik dan terapi psikofarmaka yang diberikan pada klien. Pada makalah ini akan dibahas peran perawat dalam terapi somatik (ECT) dan terapi psikofarmaka, khususnya peran perawat sebagai pelaksana dan pendidik."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2002
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Toreh, Christof
"ESWL telah berkembang menjadi pilihan pertama untuk terapi batu pielum ginjal dan kaliks superior atau media dengan ukuran le; 20 mm, dan pada batu ureter proksimal dengan ukuran < 10 mm. Meskipun begitu, terdapat banyak faktor yang sangat mempengaruhi keberhasilan dari pengguanaan ESWL, dimana salah satu parameter pentingnya adalah frekuensi gelombang kejut permenit. Peneilitian ini bersifat deskriptif retrospektif dengan pendekatan metoda cross-sectional. Sampel untuk diambil dengan total sampling, yaitu seluruh pasien yang dilakukan tindakan ESWL pada 1 Januari 2012- 31 Desember 2014 yang tidak memiliki batu multiple, tidak ada batu radiolsen, tidak ada kelainan anatomi traktus urinarius, dan usia diatas 17 tahun. Pasien dilakukan tindakan ESWL dengan menggunakan kombinasi gelombang kejut 60 gk.menit dan 120 gk/menit. Dari total 60 pasien, rata-rata usia adalah 45.61 14.54 tahun. Sebanyak 30 pasien 50 menderita batu ginjal non-kalik inferior, 26 pasien 43.4 menderita batu kalik inferior, dan 4 pasien 6.7 menderita batu ureter. Dari 60 pasien, 52 pasien 86.7 menderita batu dengan ukuran 10 ndash; 20 mm, empat pasien 6.7 dengan ukuran < 10 mm, dan empat pasien 6.7 dengan ukuran > 20 mm. Kejadian bebas batu 2 minggu post ESWL terjadi pada 46 pasien 76.7 , lalu 15 orang 25 mengeluhkan nyeri intensitas ringan VAS 1-3 , 5 orang 8.3 intensitas sedang 8.3 , dan 40 orang bebas nyeri 66.7 . Penggunaan DJ stent terjadi pada 7 pasien 11.7 dan hematuria terjadi pada 1 pasien 1.7 . Penelitian ini menunjukkan bahwa tata laksana batu saluran kemih menggunakan ESWL dengan kombinasi 60 gelombang kejut/menit dan 120 gelombang kejut/menit memiliki tingkat kejadian bebas batu yang lebih tinggi dan efek samping yang lebih rendah dibandingkan penelitian-penelitian serupa dengan menggunakan satu frekuensi gelombang kejut saja.

ESWL has emerged as the main treatment option for kidney stone located in pyelum and superior calyces or middle calyses with size of le 20 mm, and in proximal ureter stone with size of 17 years old. Pasien underwent ESWL procedure with combination of 60 shockwave minutes and 120 shockwave minute. From total 60 patients, the mean age was 45.61 14.54 years old. 30 patients 50 diagnosed with non inferior calyces stone, 26 patients 43.4 with inferior calyses stone, and 4 patients 6.7 have ureteral stones. From 60 patients, 52 86.7 patients had stone with size of 10 20 mm, 4 6.7 patients had stone sized 10 mm. Stone free after 2 weeks happened in 46 patients 76.7 . 15 patients complained low intensity pain, 5 patients 8.3 complained mid intensity pain, and 40 patients 66.7 were pain free. The use of DJ stent happened in 7 patients 11.7 . This study showed that ESWL procedure with combination of 60 shockwave minutes and 120 shockwave minutes have a higher stone free rate and lower complication compared with single shockwave prcedure"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kristina Joy Herlambang
"ABSTRAK
Penyakit ginjal kronik PGK merupakan penyakit kronik progresif yang mengakibatkan penurunan fungsi ginjal dan bersifat irreversible. Pasien PGK stadium akhir membutuhkan terapi pengganti ginjal untuk memertahankan tubuh dari toksisitas uremia. Prosedur dialisis bersifat katabolik, sehingga pasien yang menjalani hemodialisis HD mengalami peningkatan kebutuhan energi dan protein yang penting untuk mencegah terjadinya protein-energy wasting PEW . Empat orang pasien dalam serial kasus ini mengalami PGK stadium akhir dan telah menjalani hemodialisis dengan rentang waktu yang berbeda, 2 orang dalam rawat inap dan dua orang lainnya rawat jalan. Pasien didiagnosis dengan PGK stadium 5 dengan HD, hipertensi, diabetes melitus, dan ensefalopati uremikum. Walaupun saat pemeriksaan status gizi pasien normoweight dan satu orang mengalami malnutrisi ringan, seluruh pasien memiliki riwayat asupan protein 10 dalam 6 bulan, sehingga dibutuhkan terapi medik gizi yang mencakup penentuan kebutuhan makro dan mikronutrien, nutrien spesifik, sesuai dengan toleransi dan kondisi klinis pasien. Hasil pemantauan menunjukkan pasien mengalami perbaikan klinis, toleransi asupan dan kapasitas fungsional serta kualitas hidup pasien dapat dipertahankan. Terapi medik gizi berperan penting pada semua pasien PGK yang menjalani HD dengan mencegah PEW, memperbaiki kondisi klinis, serta meningkatkan kapasitas fungsional pasien.Kata kunci: terapi medik gizi, penyakit ginjal kronik, hemodialisis, hipertensi.

ABSTRACT
Chronic kidney disease is a irreversible progressive chronic process that causes worsening renal function. Patients with end stage renal disease needs renal replacement therapy to protect themselves from uremia toxicity. Patients who have to undergo dialysis are in high catabolism state and has an increased energy and protein expenditure. Adequate energy and protein for these patients are needed to prevent protein energy wasting PEW . Four cases from this serial case has ESRD and has been on hemodialysis with different time frames. Two outpatient and two inward patients who have CKD stage V with hypertension, diabetes mellitus, and uremic encephalopathy. Although only one patient I categorized as mildly malnourished, 3 of four patients experienced weigth loss 10 in 6 months. Thus, medical nutritional therapy is needed to determine energy and protein requirements in these patients. Evaluation and monitoring form these cases shows that all patients have better clinical outcome, better nutrition intake, and functional capacity were preserved. Medical nutrition therapy has an important role in all CKD patients with dialysis to prevent PEW, to improve their clinical outcome and to increasetheir functional capacity. Key words medical nutrition therapy, chronic kidney disease, hemodialysis, hipertension.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indri Wijayanti
"ABSTRAK
Latar Belakang. Extracorporeal Shock Wave Therapy ESWT dosis tinggi efektif mengurangi ukuran deposit kalsium, skor nyeri, dan perbaikan lingkup gerak sendi LGS namun dikaitkan dengan efek samping nyeri. Belum terdapat data ESWT dosis menengah sama efektif dengan ESWT dosis tinggi. Tujuan. Membandingkan keefektifan ESWT dosis menengah dengan ESWT dosis tinggi pada tendinitis kalsifikasi rotator cuff. Metode. Uji klinis tersamar ganda terandomisasi pasien tendinitis kalsifikasi rotator cuff, 30 ndash; 70 tahun, skor VAS ge; 4. Dibagi kelompok, ESWT dosis tinggi dan ESWT dosis menengah. Terapi ESWT diberikan dua kali, jarak dua minggu, evaluasi pada 4, 8, 12 minggu setelah terapi. Hasil. Pada kedua kelompok terdapat perbedaan bermakna ukuran deposit kalsium, skor nyeri dan LGS sebelum terapi, setelah terapi, evaluasi 4, 8, 12 minggu setelah terapi p0,05 . Efek samping nyeri 100 ditemukan pada ESWT dosis tinggi, 12,5 pada ESWT dosis menengah p

ABSTRACT
Background. Extracorporeal Shock Wave Therapy ESWT high doses effectively reduce calcium deposits size, pain scores, and repair range of motion ROM but associated with side effects of pain. There is no data medium dose ESWT as effective as high dose ESWT. Aim. Compared the effectiveness of medium dose ESWT with high dose ESWT in rotator cuff calcified tendinitis. Method. Double blind randomized clinical trials patients with rotator cuff tendinitis, 30 70 years old, VAS scores ge 4. Group divided high dose ESWT and medium dose ESWT. ESWT administered twice, two weeks apart, evaluation at 4, 8, 12 weeks after therapy. Results. In both groups there were significant differences in calcium deposit size, pain score and ROM before therapy, after therapy, evaluation 4, 8, 12 weeks after therapy p 0.05 . Side effects 100 pain were found in high dose ESWT, 12.5 in medium dose ESWT p "
2017
T55570
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>