Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4085 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sri Bekti Subakir
"Banyak faktor yang mempengaruhi aktivitas angiogenesis plasenta, misalnya VEGF dan oksigenasi dalam plasenta. Pada awal kehamilan normal b-hCG meningkatkan aktivitas VEGF untuk merangsang angiogenesis. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara kadar b-hCG pada kultur plasenta dengan aktivitas angiogenik plasenta preeklampsia. Sampel plasenta diambil dari 10 plasenta wanita dengan preeklampsia dan 10 kontrol (wanita dengan kehamilan normal). Semua subjek bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini dan menandatangani informed consent. Konsentrasi b-hCG dalam supernatan kultur plasenta diukur dengan Microparticle Enzyme Immunoassay (MEIA) dan aktivitas angiogenik plasenta diukur dengan mengukur migrasi sel endotel menuju eksplan plasenta (skor 0-4). Hasil menunjukkan median skor aktivitas angiogenik plasenta pada preeklampsia lebih tinggi secara bermakna dari kontrol (p<0,05). Konsentrasi b-hCG dalam kultur plasenta preeklampsia lebih tinggi secara bermakna dari plasenta kehamilan normal (p<0,001). Konsentrasi b-hCG mempunyai korelasi positif dengan aktivitas angiogenik plasenta baik pada preeklampsia (r=0,50) maupun kehamilan normal (r=0,57). Walaupun korelasi ini lemah, bagaimanapun juga b-hCG merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi aktivitas angiogenik plasenta. (Med J Indones 2004; 14: 67-70)

Numerous factors, such as VEGF and intra-placental oxygenation, can influence placental angiogenic activity. Early in the normal gestation period, b-hCG enhance VEGF activity to induce angiogenesis. The aims of this study were to identify the correlation between b-hCG concentration in placental culture and placental angiogenic activity in pre-eclampsia. Ten placenta samples from women with pre-eclampsia and 10 from controls (normal pregnancy) were collected. All subjects agreed to participate in this study and signed an informed consent form. b-hCG concentration in supernatant of placental culture was measured by Microparticle Enzyme Immunoassay (MEIA) and placental angiogenic activity was measured by endothelial cell migration toward placental explant (score 0-4). The results showed that the median score of placental angiogenic activity in pre-eclampsia was significantly higher than in normal pregnancy (p<0.05). Concentration of b-hCG in pre-eclampsia was significantly higher than in normal pregnancy (p<0.001). hCG concentration in placental culture was positively correlated to placental angiogenic activity both in pre-eclampsia (r=+0.50) and in normal pregnancy (r=+0.57). Although the correlations were weak, b-hCG is considered one of the factors that influence placental angiogenic activity. (Med J Indones 2004; 14: 67-70)"
2005
MJIN-14-2-AprJun2005-67
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Stella Marsudidjaja
"Latar Belakang: Pre-eklampsia adalah suatu sindrom yang berhubungan dengan kehamilan yang disebabkan oleh kecacatan dalam pembaharuan arteri spiral dalam pembentukan jaringan plasenta. Sebagai hipotesis utama, telah diusulkan bahwa pre-eklampsia terjadi akibat iskemia seluler di placenta. Dimana, hal itu mengarah ke produksi spesies oksigen reaktif (ROS) yang dapat menganggu fungsi jaringan plasenta. Superoksida dismutase (SOD) merupakan salah satu mekanisme pertahanan yang melindung sistem vaskular placenta terhadap ROS.
Metode: Sebanyak 28 sampel jaringan plasenta (terdiri dari kehamilan normal, pre-eklampsia awal dan pre- eklampsia lambat) telah dihomogenisasi dan dipelajari untuk menguji aktivitas enzim SOD. Aktivitas spesifik SOD diukur dengan xanthine, xanthine oksidase (XOD) dan INT dimana aktivitas SOD dihitung melalui tingkat penghambatan atas reaksi superoksida (dihasilkan oleh substrat xanthine) dengan INT untuk membentuk warna formazan merah. Lalu, jumlah zat warna yang dihasilkan tersebut dihitung dengan spektrofotometri UV (505 nm).
Hasil: Rata-rata log aktivitas spesifik SOD untuk kehamilan normal, pre-eklampsia lambat dan pre-eklampsia awal masing-masing adalah 6.43 U/mg, 3.46 U/mg dan -0.18 U/mg. Analisis statistik juga menunjukkan bahwa terdapat perbedaan signifikan antara aktivitas SOD dalam onset pre-eklampsia (dini dan akhir) dan juga antara kedua onset pre-eklampsia dengan kehamilan normal.
Kesimpulan: Aktivitas SOD pada pre-eklampsia awal mempunyai nilai terendah diikuti oleh nilai aktivitas SOD pada pre-eklampsia lambat. Dengan demikian, jaringan plasenta dalam pre-eklampsia awal memiliki stres oksidatif tertinggi dibanding dengan dalam kehamilan normal dan pre-eklampsia lambat.

Background: Pre-eclampsia is a pregnant-related syndrome caused by a defect in spiral arterial remodeling in placenta formation. It has been proposed as central hypothesis that pre-eclampsia is a product of cellular ischemia in the placenta. Therefore, leading to production of Reactive Oxygen Species (ROS) which began the disruption of the placental function. Superoxide dismutase (SOD) is one of the defense mechanism that protect the placental vascular system against ROS.
Method: A total of 28 placenta tissue samples (consist of normal pregnancy, early pre-eclampsia and late pre- eclampsia) were homogenized and studied for SOD enzyme activity assay. The specific activity of SOD was measured by xanthine, xanthine oxidase (XOD) and INT as the SOD activity is calculated by degree of inhibition of reaction of generated superoxide (produced by xanthine substrate) with INT to form red formazan dye. In which, the amount of dye is calculated by spectrophotometry UV (505 nm).
Result: The average log of specific activity of SOD is 6.43 U/mg, 3.46 U/mg and -0.18 U/mg for normotensive pregnancy, late pre-eclampsia and early pre-eclampsia respectively. The statistical analysis also revealed that there is significant difference between SOD activities of onset of pre-eclampsia (early and late) and also between both onset of pre-eclampsia with normal pregnancy (p<0,05).
Conclusion: SOD activity in early pre-eclampsia has the lowest value, seconded by late pre-eclampsia. Thus, placenta of early pre-eclampsia has the highest oxidative stress compare to in normal pregnancy and in late pre- eclampsia.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Afiahuddin Tumpu
"Pendahuluan : Angiogenesis kronik pada inflammatory bowel disease (IBD) dapat meningkatkan risiko keganasan mengingat belum ditemukannya terapi definitif yang aman. Esktrak daun mahkota dewa diketahui memiliki efek antiinflamasi, namun mampu memicu toksisitas pada penggunaan dosis tinggi. Pengemasan ekstrak daun mahkota dewa dalam nanopartikel kitosan dipercaya mampu memaksimalkan paparan jaringan terhadap bahan aktif meskipun dengan pemberian dosis yang lebih rendah. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan efektivitas ekstrak daun mahkota dewa yang dienkapsulasi dengan nanopartikel kitosan dalam menekan angiogenesis.
Metode : Penelitian ini menggunakan 30 sampel HE jaringan kolon mencit Swiss Webster tersimpan yang diberikan air mengandung DSS 2% (selama 7 hari) diikuti dengan air tanpa DSS (selama 7 hari) dalam 3 siklus. Efek antiangiogenik ekstrak daun mahkota dewa dievaluasi dalam 6 kelompok uji: normal (N), kontrol, EMD25, EMD12,5, NPMD12,5 dan NPMD6,25.
Hasil : Jumlah angiogenesis pada kelompok NPMD12,5 tidak berbeda bermakna jika dibandingkan dengan kelompok kontrol (p>0,05). Adapun kelompok EMD25, EMD12,5, dan NPMD6,25 yang secara signifikan menunjukkan supresi jumlah angiogenesis jika dibandingkan dengan kelompok kontrol (p<0,05). Rerata (mean) jumlah angiogenesis dari masing-masing kelompok EMD25, EMD12,5 dan NPMD6,25 yaitu 14,6, 11,4, dan 10,8.
Kesimpulan : Reduksi angiogenesis tertinggi terdapat pada kelompok mencit yang mendapatkan 6,25 mg ekstrak daun mahkota dewa dalam nanopartikel kitosan. Penggunaan nanopartikel kitosan untuk mengemas ekstrak daun mahkota dewa terbukti efektif dalam menekan jumlah angiogenesis dan menurunkan dosis efektif untuk mencegah toksisitas."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ilonka Amaia
"Latar Belakang: Terlepas dari kemajuan perawatan perinatal, preeklampsia masih menjadi penyebab utama mortalitas dan morbiditas ibu dan janin di dunia. Namun, etiologi utama dan patofisiologi preeklampsia tetap diperdebatkan. Asosiasi antara preeklampsia dengan stres oksidatif tidak diragukan lagi. Hal ini telah dibuktikan dengan banyaknya publikasi yang mengukur biomarker ROS dan enzim antioksidan yang ditemukan pada plasenta dan sirkulasi darah ibu. Studi tersebut menunjukkan bukti biologis produksi berlebihan spesies oksigen reaktif sebagai konsekuensi kapasitas pertahanan antioksidan radikal bebas yang tidak memadai. Katalase adalah salah satu enzim antioksidan yang bekerja secara efisien untuk melawan spesies oksigen reaktif.
Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah terdapat perbedaan yang signifikan dari tingkat aktivitas enzim katalase pada jaringan plasenta manusia pada kehamilan normal, Early Preeclampsia and Late Preeclampsia.
Metode : Rancangan penelitian ini adalah penelitian cross sectional-observational untuk mengetahui tingkat rata-rata aktivitas spesifik enzim katalase yang berperan sebagai antioksidan pada plasenta baik pada kehamilan normal maupun preeklampsia. Aktivitas katalase spesifik diukur dengan menggunakan metode spektrofotometri dan kemudian dibagi dengan tingkat protein. Kegiatan kemudian dianalisis dengan menggunakan uji Kruskal-Wallis untuk menguji normalitas. Selanjutnya data dianalisis dengan menggunakan uji post hoc (Mann-Whitney).
Hasil : Secara statistic, ditemuka perbedaan yang signifikan antara aktivitas spesifik enzim katalase pada jaringan plasenta late-preeclampsia dibandingkan dengan kehamilan normal. Pola ini tidak terdeteksi dalam plasenta kehamilan normal ketika dibandingkan dengan early preeclampsia, atau pada preeklamsia dini dibandingkan preeklamsia akhir.
Diskusi : Ada korelasi antara stres oksidatif dan penurunan aktivitas spesifik katalase pada preeklampsia dibandingkan dengan jaringan plasenta kehamilan normal. Penurunan aktivitas spesifik enzim katalase pada kelompok preeklamsia mungkin disebabkan oleh perubahan protein akibat stres oksidatif. Oleh karena itu, enzim katalase tidak dapat bekerja dengan baik.
Kesimpulan : Ketidakseimbangan antara stres oksidatif dan aktivitas katalase, dimana ini dibuktikan oleh penurunan aktivitas spesifik katalase pada preeklampsia dibandingkan dengan jaringan plasenta kehamilan normal mungkin merupakan faktor kunci terjadinya preeklamsia.

Background : Despite the advance progress of perinatal care, preeclampsia still remains as a major cause of maternal and perinatal mortality and morbidity in the world. However, the main etiology and pathophysiology of preeclampsia remains debatable. The association of preeclampsia with oxidative stress is established beyond doubt. This has been proven by many publications which measure the biomarkers of ROS and antioxidant enzymes found in the placenta and maternal blood circulation. The study showing biological evidence of excessive production of reactive oxygen species as a consequence of inadequate capacity of antioxidant defense mechanism. Catalase is one of antioxidant enzymes which work efficiently combating reactive oxygen species.
Purpose : This present study is aimed to examine whether there is significant difference of the specific catalase activity in the human placental tissue of normal pregnancy, early preeclampsia and late preeclampsia.
Methods : The design of this research is cross sectional-observational study to determine the average level of specific activity of catalase enzyme which act as antioxidant in the placenta of both normal pregnancy and preeclampsia. The specific activity of catalase was measured by using spectrophotometry method and then divided with protein level. The activity then analyzed by using Kruskal-Wallis test to examine the normality. Furthermore, the data was analyzed by using post hoc (Mann-Whitney) test.
Results : The specific activity of catalase enzyme was found to be statistically significant difference between the placental tissue of late preeclampsia compared to normal pregnancy. This pattern was not detected in catalase specific activity of normal pregnancy versus early preeclampsia, nor in early preeclampsia versus late preeclampsia.
Discussion : There is correlation between oxidative stress and decreased specific activity of catalase in the preeclampsia compared to the normal pregnancy placental tissue. The decreased specific activity of catalase enzyme in preeclampsia groups may due to protein alteration by oxidative stress. Hence, the catalase enzyme cannot work properly.
Conclusion : Imbalanced between oxidative stress and catalase specific activity which has proven by the decreased in the preeclampsia compared to the normal pregnancy placental tissue may be the key factor in the occurrence of preeclampsia.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rustadi Sosrosumihardjo
"ABSTRAK
Ruang Lingkup dan Cara Penelitian: Pada percobaan binatang kadar prolaktin serum yang tinggi dihubungkan dengan terjadinya edema. Dari penelitian pada hewan dan manusia dengan hipertensi ditemukan perubahan kadar ion kalsium serum. Percobaan in vitro membuktikan bahwa kadar magnesium yang rendah dalam cairan ekstraseluler meningkatkan tonus dan kepekaan pembuluh darah untuk berkontraksi. Gejala edema, hipertensi, dan spasmus pembuluh darah dijumpai pada kehamilan dengan sindroma preeklampsi. Pada manusia kadar prolaktin serum belum pernah dihubungkan dengan terjadinya edema, perubahan kadar ion kalsium serum pada hipertensi masih kontroversial, dan kaitan antara kadar magnesium serum dan spasmus pembuluh darah pada preeklampsi belum diketahui secara jelas. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai kadar prolaktin, ion kalsium, dan magnesium serum pada preeklampsi, yang mungkin dapat dimanfaatkan dalam menjelaskan permasalahan tadi. Kadar prolaktin ditetapkan dengan cara tera imunoradiometrik, kadar ion kalsium dengan cara elektroda selektif ion, dan kadar magnesium dengan spektrofotometri berdasarkan pembentukan kompleks dengan xylidil blue. Serum diperoleh dari 30 penderita preeklampsi dan 30 orang hamil normal dengan usia hamil antara 32 sampai dengan 43 minggu.
Hasil dan Kesimpulan: Dari analisa terhadap serum tersebut di atas, ternyata 1/ tidak didapatkan korelasi yang bermakna antara kadar prolaktin serum dan derajat edema, 2/ dijumpai korelasi bermakna antara kadar ion kalsium serum dan hipertensi, dan 3/ tidak ada perbedaan bermakna antara kadar magnesium serum pada preeklampsi dan kehamilan normal. Pada preeklampsi didapatkan 1/ kadar prolaktin serum antara 61,7 - 376,7 ng/ml; 2/ kadar ion kalsium 0,99 - 1,19 mmol/L; dan 3/ kadar magnesium serum 1,5-2,4 mg/dL.

ABSTRACT
Scope and Method of Study: In animal, an increase of serum prolactin was related td the development of edema. In animal as well as in hypertensive humans the serum level of ionic calcium was altered. In vitro studies showed that at low level of extra cellular magnesium the tone and contractibility of the smooth muscle of blood vessels was increased. The syndrome of edema, hypertension, and spasm of blood vessels were found in preeclamptic women. The role of prolactin in the development of edema in human was unknown, the changes of ionic serum calcium in hypertension are still controversial, and the relation between serum level of magnesium and the spasm of blood vessels in preeclampsia was unclear. This study was carried out to measure the serum level of prolactin, ionic calcium, and magnesium in preeclampsia, which may be used to clarify the problem. Prolactin was determined by immunoradiometric assay (Abbott), ionic calcium by ion selective electrode (AVL-980), and magnesium by spectrophotometry using xylidil blue. The determination was carried out in 30 subjects with preeclampsia and 30 normal pregnancies, both at 32 - 43 weeks of pregnancy.
Findings and Conclusions: Analysis of the subjects above revealed that: 1/ there was no correlation between serum prolactin and the degree of edema in preeclampsia, 2/ serum ionic calcium showed a good correlation with hypertension, and 3/ there was no difference in serum magnesium in preeclampsia and normal pregnancy. In preeclampsia, the concentration of 1/ serum prolactin is 61.7 376.7 ng/mL; 2/ ionic calcium is 0.99-1.19 nmol/L; and 3/ serum magnesium is 1.5-2.4 mg/dL. In normal pregnancy, the concentrations are: 1/ serum prolactin 92.7-357.3 ng/mL 2/ serum ionic calcium 0.87-1.13 mmol/L, and 3/ serum magnesium 1.6-2.4 mg/dL.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1988
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Tujuan: Mengetahui hubungan derajat proteinuri berdasarkan uji carik celup pada kasus preeklamsi berat dengan kejadian asfiksi neonatorum.
Metode: Penelitian ini menggunakan metode potong lintang pada rekam medis pasien preeklamsi berat di RSCM selama tahun 2008.
Hasil: Dari 171 kasus preklamsia berat yang terdapat di rumah sakit Cipto Mangunkusumo pada tahun 2008, hanya 168 kasus yang digunakan dalam penelitian ini sebab 3 kasus dieksklusi karena data tidak lengkap. Hubungan derajat proteinuria dengan terjadinya asfiksia atau tidak, diuji dengan menggunakan uji Chi-Square dengan nilai p 0,000 yang berarti berdasarkan analisa statistik terdapat hubungan bermakna antara derajat proteinuri terhadap terjadinya asfiksi. Penelitian dilanjutkan dengan mengunakan uji Chi-Square dengan nilai p 0,018 yang berarti bahwa terdapat hubungan bermakna antara derajat proteinuri dengan derajat asfiksi. Dari total 168 kasus preeklamsi berat, terdapat 41,1% bayi yang mengalami asfiksi dengan satu kasus kematian neonatal dini yang terjadi pada bayi dengan asfiksi berat.
Kesimpulan: Terdapat hubungan bermakna antara derajat proteinuri berdasarkan uji carik celup pada kasus preeklamsi berat dengan derajat asfiksi pada neonatus.

Objective : To know the relationship of proteinuri level based on dipstick test of severe preeclamsia cases with outcome of asphyxia neonatorum.
Method : The design of this research is cross-sectional study in the Cipto Mangunkusumo Hospital during 2008.
Result : From 171cases of severe preeclamsia in the Cipto Mangunkusumo Hospital on 2008, only 168 cases can be used for this research because 3 cases are have no complete data. The relationship between level of proteinuri and asphyxia occurrence is examined based on Chi-Square with the p=0,000. So there is the correlation between proteinuri level and median Apgar score. The relationship between level of proteinuri and level of asphyxia is examined based on Chi-Square with the p=0,018. So there is the relationship between proteinuri level and asphyxia level. From 168 cases of severe preeclamsia, there are 41,1% neonates with asphyxia.
Conclusion : There is relationship between proteinuri level based on dipstick test of severe preeclamsia and the level of asphyxia of neonates.
"
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2011
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asri Deny Rostika
"Di Indonesia, preeklampsia menempati presentasi tertinggi kedua penyebab kematian Ibu (24%). Sedangkan di RSUD Dr.R.Soedarsono Kota Pasuruan yang menjadi tempat penelitian dalam 3 tahun terakhir mengalami peningkatan. Tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan konsumsi kalsium dan faktor-faktor terkait dengan kejadian preeklampsia. Desain penelitian cross sectional dimana pengambilan responden dilakukan secara purposif selama Maret 2012. Responden diperoleh sejumlah ibu hamil pada trimester II dan III berjumlah 148 orang. Analisis hubungan menggunakan uji Chi-square dengan a=0,05.
Hasil menunjukkan ada hubungan signifikan antarakejadian preeklampsia dengan umur, paritas, konsumsi kalsium, riwayat ANC, riwayat penyakit hipertensi dan riwayat penyakit keturunan preeklampsia. Sedangkan faktor yang lain tidak ada hubungan. Kejadian preeklampsia sebesar 9,5% merupakan masalah kesehatan masyarakat yang berat. Upaya penting adalah meningkatkan pengetahuan ibu hamil mengenai gizi dan preeklampsia serta konsumsi kalsium baik dari suplemen ataupun sumber makanan sebagai salah satu cara pencegahan preeklampsia.

Pre-eclampsia is the second highest percentage cause mother dead (24%) in Indonesia. The percentage was increase in the last three years in Dr.R.Soedarsonohospital, Pasuruan, where this research was conducted. This research aims to find the relations between calcium intake and the factors related in pre-eclampsia. The research design was cross sectional, and the respondents had been taken purposively for March 2012. The number of respondents is 148 mothers who pregnancy in second and third trimester. The relations between the variables is analyzed by Chi-square test a =0,05.
The result showed that there was a significant relations between pre-eclampsia and age, paritas, calcium intake, history of ANC, blood pressure diseases, and pre-eclampsia inheriteddisease. However, there was not an assossiation to the other factors. The percentage of preeclampsia evidence (9,5%) is the serious problem for society. The most important efforts is improving woman's knowledge in nutrition and pre-eclampsia and enough calcium intake from supplement or their foods to prevent pre-eclampsia while they are pregnant.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
"Latar belakang: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kadar F2α-isoprostan, aktivitas enzim Na+-K+ ATPase dan fluiditas membran sel sinsitiotrofoblas plasenta penderita pre-eklampsia yang diberi vitamin E.
Metode: Penelitian dilakukan pada bulan September 2003 ? Februari 2005 di Rumah Sakit Bersalin Budi Kemuliaan, Jakarta Pusat. Sampel penelitian adalah 6 wanita pre-eklampsia yang mendapatkan vitamin E, 6 wanita pre-eklampsia yang tidak mendapat vitamin E dan 6 wanita hamil normal. F2α-isoprostan diukur dengan ELISA Reader pada λ = 450 nm. Fluiditas diukur dengan membandingkan rasio molar kolesterol total dan kadar fosfolipid membran sel. Kolesterol diukur menggunakan Modular C800 dengan reagen Roch. Fosfolipid diukur menggunakan spektrofluorometer Shimadzu RF5301PC dengan filter eksitasi 267 nm dan emisi 307 nm. Aktivitas Na+-K+ ATPase dihambat dengan ouabain. Produksi Pi diukur dengan metode Fiske dan Subbarow menggunakan spektrofotometer pada λ = 660 nm. Data dianalisis menggunakan uji F melalui ANOVA 1 arah.
Hasil: Pemberian vitamin E pada penderita pre-eklampsia menurunkan stres oksidatif dengan indikasi turunnya F2α-isoprostan secara bermakna (26,72 ± 11,21 vs 41,85 ± 7,09 ng/mL, p = 0.017). Vitamin E mampu menangkal radikal bebas sehingga peroksidasi fosfolipid dapat dihambat dan fluiditas membran sel dapat dipertahankan pada 0,39 ± 0,08 dibandingkan tanpa pemberian vitamin E yaitu 0,53 ± 0,14 (p = 0,024). Aktivitas enzim Na+-K+ ATPase membran sel sinsitiotrofoblas tidak dipengaruhi oleh vitamin E (p = 0,915).
Kesimpulan: Suplementasi vitamin E pada wanita pre-eklampsia menurunkan kadar F2α-isoprostan, mempertahankan fluiditas membran sel, namun tidak meningkatkan aktivitas enzim Na+-K+ ATPase sel sinsitiotrofoblas.

Abstract
Background: The aim of our study was to analyze F2α-isoprostane level, Na+-K+ ATPase activity and placental syncytiotrophoblast cell membrane fluidity in preeclamptic women who received vitamin E supplementation.
Methods: The study was conducted between September 2003 and February 2005 at Budi Kemuliaan Maternity Hospital, Central Jakarta. Samples were 6 preeclamptic women with vitamin E supplementation, 6 preeclamptic women without vitamin E supplementation and 6 normal pregnant women. The dose of vitamin E was 200 mg daily. F2α-isoprostane was measured with ELISA reader at λ of 450 nm. Cell membrane fluidity was measured by comparing the molar ratio of total cholesterol and cell membrane phospholipid concentration. The cholesterol was measured by Modular C800 using Roche reagent. Phospholipid was measured by Shimadzu RF5301PC spectrofluorometer (excitation 267 nm, emission 307 nm). Na+-K+ ATPase activity was inhibited by ouabain. Pi production was measured with Fiske and Subbarow method using spectrophotometer at λ of 660 nm. Data was analyzed using F test with one-way ANOVA.
Results: Vitamin E supplementation in preeclamptic women decreased the oxidative stress, indicated by significantly lower level of F2α-isoprostane compared to those without vitamin E (26.72 ± 11.21 vs 41.85 ± 7.09 ng/mL, respectively, p = 0.017). Membrane fluidity in syncytiotrophoblast cell of preeclampsia with vitamin E group was maintained at 0.39 ± 0.08 while in those without vitamin E was 0.53 ± 0.14 (p = 0.04). Na+-K+ ATPase activity in syncytiotrophoblast cell membrane was not affected by vitamin E (p = 0.915).
Conclusion: Vitamin E supplementation in preeclamptic women decreases F2α-isoprostane level and maintains cell membrane fluidity of syncytiotrophoblast cells; however, it does not increase Na+-K+ ATPase enzyme activity."
[Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Universitas Negeri Jakarta. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam], 2012
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Preeklampsia adalah penyebab paling sering ketiga kematian ibu di dunia. Etiologi preeklamsia belum diketahui, hipoperfusi plasenta yang mengarah ke iskemia dan cedera sel endotel dianggap peristiwa patologis utama. Hal ini menyebabkan pertumbuhan janin terhambat dan bahkan kematian ibu dan janin. Preeclampsia juga mengarah ke penurunan berat badan plasenta. Untuk mengamati pengaruh tekanan arteri rata-rata (MAP) pada berat plasenta, sebuah penelitian Cross sectional dengan total 24 perempuan dilaksanakan (12 preeclampsia VS 12 normal). Data sekunder dari Rumah Sakit Bersalin Budi Kemuliaan digunakan dan pengukuran MAP dan berat plasenta dilakukan oleh para dokter di rumah sakit. Dari hasil penelitian ini, rata-rata berat plasenta non-preeklamsia VS preeklamsia adalah 555±74.7 VS 429.2±78.2(p<0.05), sedangkan rata-rata MAP non-preeklamsia VS preeclampsia adalah 91.7±11.3 VS 131±13.4(p<0,05). Korelasi tanpa mempertimbangkan faktor-faktor lain r = 0.640 (p<0.05). Korelasi wanita tanpa preeklampsia dengan MAP mereka menghasilkan r=0,539(p>0,05) dan wanita dengan preeklamsia dengan MAP, mereka menghasilkan r=-0,352(p>0,05), semua korelasi tidak signifikan ketika status penyakit dimasukkan kedalam analisis. Kesimpulan akhirnya ditemukan analisis korelasi statistik tidak signifikan, tetapi dari studi klinis yang didukung oleh hasil tinjauan literatur sebelumnya menunjukkan bahwa ada kecenderungan penurunan pada berat plasenta dengan peningkatan MAP pada ibu preeklamsi. Oleh karena itu, kita tidak bisa hanya mengandalkan hanya pada analisis statistik saja dan analisis statistic yang tidak signifikan mungkin disebabkan karena kurangnya ukuran sampel.

Preeclampsia is the third most frequent cause of maternal death worldwide. The cause of preeclampsia is still unclear, hypoperfusion which leads to placental ischemia and endothelial cell damage are thought to be the main pathologic events. It causes retarded fetal growth and even maternal and fetal death. Preeclampsia also leads to decreased placental weight. To observe the effect of mean arterial pressure (MAP) on placental weight, a cross sectional study with a total of 24 women in the study (12 preeclamptic VS 12 normal) was done. Secondary data from Budi Kemuliaan Maternity Hospital was used and the measurements of the MAP and placental weight were done by the doctors in the hospital. In the obtained result, mean placental weight of non-preeclampsia VS preeclampsia is 555±74.7 VS 429.2±78.2 (p<0.05), while for mean MAP of non-preeclampsia VS preeclampsia is 91.7±11.3 VS 131±13.4 (p<0.05). Correlation without considering other factors r = -0.640 (p<0.05). The correlation of women without preeclampsia with their MAP yielded r = 0.539 (p>0.05) and women with preeclampsia with their MAP yielded r = -0.352 (p>0.05), all the correlations are insignificant when disease status is considered. In conclusion, the correlation statistical analysis is insignificant but clinical studies and results supported by earlier literature reviews suggest that there is a decreasing trend on placental weight with increasing MAP in preeclamptic mothers. Therefore, we cannot just rely on just statistical analysis alone and the insignificant statistical analysis might be due to the lack of sample size."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>