Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 48613 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Tablet moxifloxacin 400 mg telah dipasarkan di Indonesia untuk beberapa indikasi, yaitu bronkitis kronik eksaserbasi akut, pneumonia didapat di komunitas, dan sinusitis bakterial akut. Untuk menilai keamanan dan tolerabilitas moxifloxacin, dilakukan survei pasca pemasaran pada tahun 2001 yang melibatkan 589 dokter. Selain itu, dinilai pula efikasi kliniknya, baik oleh dokter maupun pasien, dengan menggunakan total skor 6 gejala yang berskala 0-12. Seluruhnya, diperoleh 1715 pasien dengan sinusitis akut, pneumonia didapat di komunitas, bronkitis kronik eksaserbasi akut dan infeksi lainnya yang diobati dengan moxifloxacin oral 400 mg sekali sehari. Sebanyak 151 (8,8%) pasien melaporkan efek samping dan 5 (0.29%) pasien mengalami efek samping serius, yang dianggap berhubungan dengan terapi moxifloxacin. Efek samping tersering adalah mual (4.96%), pusing (1.52%), muntah (0.64%), sakit kepala (0,47%), dan lemah (0,47%). Duapuluh tiga (1,34%) pasien menghentikan terapi akibat efek samping. Toleransi terhadap terapi dinilai sangat baik oleh 647 (37,7%) dan baik oleh 919 (53,6%) pasien. Berdasarkan penilaian klinis oleh dokter, 57,7% pasien dinyatakan sembuh dan 39.9% dinyatakan membaik di akhir terapi. Rerata skor gejala total, sebagaimana dinilai oleh pasien, turun dari 6,43 pada hari pertama menjadi 2,76 pada hari ketiga. Secara umum, 95.3% pasien merasa lebih baik setelah mendapat moxifloxacin dan 97,6% pasien memberikan kesan baik terhadap terapi moxifloxacin. Sebagai kesimpulan, survei pasca pemasaran ini menunjukkan bahwa pengobatan infeksi saluran napas oleh bakteri, terutama bronkitis, pneumonia komunitas dan sinusitis, dengan moxifloxacin 400 mg sekali sehari aman dan dapat ditoleransi dengan baik, dan juga bahwa moxifloxacin sangat efektif untuk pengobatan infeksi ini dengan perbaikan gejala yang cepat. (Med J Indones 2004; 14: 11-19)

Moxifloxacin 400 mg tablet has been marketed in Indonesia for several indications, i.e. acute exacerbation of chronic bronchitis (AECB), community-acquired pneumonia (CAP), and acute bacterial sinusitis (ABS). To assess the safety and tolerability of moxifloxacin, a post-marketing surveillance study was conducted in the year 2001 involving 589 physicians. Clinical efficacy was also evaluated, both by physicians and patients, using a 6-symptom total score, which was scaled 0-12. A total of 1715 patients with acute sinusitis, CAP, AECB, and other infections were treated with oral moxifloxacin 400 mg once daily. There were 151 (8.8%) patients with adverse events (AEs) and 5 (0.29%) patients with serious adverse events (SAEs) that were considered related to moxifloxacin treatment. The most common adverse reactions were nausea (4.96%), dizziness (1.52 %), vomiting (0.64%), headache (0.47%), and weakness (0.47%). Twenty three (1.34%) patients discontinued treatment due to adverse events. Tolerance to treatment was rated very good and good by 647 (37.7%) and 919 (53.6%) of patients, respectively. Based on physicians? clinical assessment, 57.7% of patients were cured and 39.9% were improved at the end of treatment. Mean total symptom score, as assessed by the patients, decreased from 6.43 on day-1 to 2.76 on day-3. Totally, 95.3% of patients felt better after receiving moxifloxacin and 97.6% of patients had good impression on moxifloxacin treatment. In conclusion, treatment of respiratory tract infections, mainly AECB, CAP and ABS, with moxifloxacin 400 mg once daily in this post-marketing surveillance was shown to be safe and well tolerated. Moxifloxacin was also shown to be highly effective in the treatment of these infections with rapid improvement of symptoms. (Med J Indones 2004; 14: 11-19)"
Medical Journal of Indonesia, 14 (1) January March 2005: 11-19, 2005
MJIN-14-1-JanMar2005-11
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
"Tablet fluvastatin XL 80 mg telah dipasarkan di Indonesia sejak Desember 2002. Survei pasca pemasaran ini dilaksanakan antara Mei 2004 dan April 2005 dengan melibatkan 98 dokter umum untuk melihat keamanan dan tolerabilitas fluvastatin XL 80 mg sekali sehari sebelum tidur selama 8 minggu untuk pengobatan pasien rawat jalan dengan hiperkolesterolemia. Efikasi obat dalam menurunkan kolesterol LDL dan parameter lipid lainnya juga dilihat dalam praktek klinik sehari-hari pada survei ini. Seluruhnya ada 740 pasien yang dapat dievaluasi keamanannya. Sebanyak 32 pasien (4,32%) melaporkan 39 efek samping yang dianggap berhubungan dengan terapi fluvastatin XL. Efek samping yang paling sering adalah pusing kepala (2,03%), nausea (1,22%), dan mialgia (0,68%). Tidak ditemukan efek samping serius pada survei ini dan tidak ada pasien yang menghentikan pengobatan akibat efek samping. Menurut penilaian global dokter, keamanan dan tolerabilitas pengobatan baik pada 91,9% pasien. Evaluasi efikasi hanya dapat dilakukan pada 566 pasien. Pada minggu 8, fluvastatin XL menurunkan kadar kolesterol LDL (LDL-C), kolesterol total (TC) dan trigliserida (TG) berturut-turut sebanyak 28,6%, 30,2%, dan 24,5%, dan meningkatkan kadar kolesterol HDL (HDL-C) sebanyak 14,3%. Pada 74 pasien dengan TG awal > 300 mg/dL, penurunan TG 38,1% dan peningkatan HDL-C 18,1%. Penurunan LDL-C sebanyak > 40% terjadi pada 19,6% pasien. Sebagai kesimpulan, survei pasca pemasaran ini menunjukkan bahwa pengobatan dengan fluvastatin XL 80 mg sekali sehari selama 8 minggu aman dan dapat ditoleransi dengan baik, dan juga efektif dalam menurunkan LDL-C, TC dan TG, dan menaikkan HDL-C dalam praktek klinik sehari-hari.

Abstract
Fluvastatin XL 80 mg tablet has been marketed in Indonesia since December 2002. This post-marketing surveillance (PMS) was conducted between May 2004 and April 2005 involving 98 general physicians to observe the safety and tolerability of fluvastatin XL 80 mg once daily at bedtime for 8 weeks in the treatment of outpatients with hypercholesterolemia. The efficacy of the drug in lowering LDL-cholesterol and other lipid parameters was also observed in daily clinical practice in this PMS. A total of 740 patients were eligible for safety analyses. There were 32 patients (4.32%) with 39 adverse events that were considered related to fluvastatin XL therapy. The most common adverse reactions were dizziness (2.03%), nausea (1.22%), and myalgia (0.68%). No serious adverse event (SAE) was found in this PMS, and no patient discontinued due to adverse event. According to physician?s global evaluation, the safety and tolerability of treatment was good in 91.9% of patients. For efficacy analyses, only 566 patients were eligible. At week 8, fluvastatin XL caused decreases in LDL-cholesterol (LDL-C), total cholesterol (TC) and triglyceride (TG) levels by 28.6%, 30.2% and 24.5%, respectively, and an increase in HDL-cholesterol (HDL-C) by 14.3%. In 74 patients with baseline TG > 300 mg/dL, the decrease in TG was 38.1% and the increase in HDL-C was 18.1%. Reduction in LDL-C of > 40% occurred in 19.6% of the patients. In conclusion, treatment with fluvastatin XL 80 mg once daily for 8 weeks in this PMS was shown to be safe and well tolerated, and also effective in reducing LDL-C, TC and TG, and raising HDL-C in daily clinical practice."
[Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia], 2008
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
cover
Siti Fadilah Supari
"Hubungan antara dislipidemia dengan terjadinya aterosklerosis dan penyakit jantung koroner sudah terbukti dalam banyak studi. Penelitian ini bertujuan mengevaluasi perubahan kadar lipid setelah pemberian fenofibrat produksi lokal (trichol) atau lipanthyl supra pada pasien dislipidemia di RSJPD Harapan Kita secara teracak (randomized) dan tersamar (double-blinded). Sebanyak 68 pasien dengan kadar HDL40 mg/dL; trigliserida 200?600 mg/dl; dan/atau LDL130 mg/dL diikutsertakan sebagai subyek penelitian. Subyek dirandomisasi untuk mendapatkan lipanthyl 160 mg satu kali/hari atau trichol 300 mg satu kali/hari. 61 pasien mengikuti uji klinik ini sampai selesai. Kadar lipid sebelum terapi (data dasar) dan 4, 8, 12 minggu setelah terapi diperiksa dan dianalisis. Dibandingkan dengan data dasar, terapi selama 12 minggu mampu meningkatkan kadar HDL sebesar 18.8% dan 14.3% (P<0.001), menurunkan kadar trigliserida sebesar 38.2% dan 37.2% (P<0.001), meningkatkan kolesterol total sebesar 3.1% (P=0.114) dan 8.4% (P<0.005), menurunkan rasio kolesterol total/HDL sebesar 17.6% dan 18.4% (P<0.001), meningkatkan ApoA-1 sebesar 15.0% dan 9.7% dan menurunkan kadar fibrinogen sebesar 13.8% dan 6.4% untuk lipanthyl dan trichol. Tidak ada perbedaan yang bermakna pada kadar LDL untuk kedua grup. Hal yang menarik adalah trichol mampu menurunkan tingkat kolesterol total (P<0.05) lebih baik dibanding lipanthyl. Efek samping yang diakibatkan oleh kedua perlakuan tidak berbeda bermakna. Terapi dengan trichol dan lipanthyl mampu memperbaiki kadar lipid pasien dislipidemia. Kedua obat meningkatkan kadar HDL dan menurunkan kadar trigliserida secara bermakna. Selain itu, penurunan kadar kolesterol total secara bermakna dapat dicapai setelah 12 minggu terapi dengan trichol tetapi tidak dengan lipanthyl. (Med J Indones 2007; 16:159-67)

The relation of dyslipidemia with the development and progression of atherosclerosis and coronary artery diseases has been demonstrated. This study compared the lipid modifying effects of locally-manufactured fenofibrate (trichol) versus lipanthyl supra in a randomized double-blind controlled study. A total of sixty-eight patients with levels of HDL cholesterol ≤40 mg/dL; triglyceride of 200?600 mg/dL; or LDL of ≥130 mg/dL were recruited to this study and were randomized to either receive trichol 300 mg once daily or lipanthyl 160 mg once daily. Sixty one patients completed the study. Lipid levels before and 4, 8, and 12 weeks after the treatments were measured and analyzed. Compared to baseline values, 12-weeks treatment with either lipanthyl or trichol significantly increased plasma HDL by 18.8% and 14.3% respectively (P<0.001), decreased triglyceride by 38.2% and 37.2% (P<0.001), but with no significant change in LDL levels. Furthermore, we observed a decreased in total cholesterol levels compare to baseline by 8.4% (P<0.05) and 3.1% (P=0.114), in total cholesterol/ HDL ratio by 17.6% and 18.4% (P<0.001), in fibrinogen level by 13.8% and 6.4% and an increase in ApoA-1 by 15.0% and 9.7% for lipanthyl and trichol, respectively. Interestingly, the decrease in total cholesterol level is significantly higher in trichol than lipanthyl groups (P<0.05).The adverse events of both treatments were comparable. The lipid-modifying effects of 300 mg daily dose of trichol is comparable to that of 160 mg daily dose of lipanthyl. Both drugs efficiently increased the plasma HDL levels and decreased plasma triglycerides concentration. Besides, a significant reduction of total cholesterol was achieved after 12 weeks treatment with trichol, but not lipanthyl. (Med J Indones 2007; 16:159-67)"
Medical Journal of Indonesia, 2007
MJIN-16-3-JulySept2007-159
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Arcci Pradessatama
"Latar Belakang: Meningkatnya resistensi bakteri okular terhadap levofloxacin mendorong perlunya disiapkan agen alternatif untuk antibiotik intrakamera. Moxifloxacin, golongan florokuinolon generasi baru, memiliki potensi.
Metode: Desain penelitian berupa randomized controlled trial (RCT) dengan lengan perlakuan: 0.1 cc moxifloxacin 0.5% dan 0.1 cc levofloxacin 0.5% intrakamera tanpa dilusi pada akhir operasi katarak.
Luaran utama penelitian: endothelial cell density (ECD), central corneal thickness (CCT), central macular thickness (CMT), tekanan intraokular (TIO), tingkat peradangan segmen anterior, serta kejadian tidak diinginkan.
Hasil: Dari 68 subjek penelitian, tidak didapatkan perbedaan signifikan pada parameter dasar. Pada pengukuran satu hari pascaoperasi, didapatkan TIO yang signifikan lebih tinggi pada lengan moxifloxacin (p=0.004; mean diff=4.9; IK95%=1.7 – 8.2). Tidak didapatkan perbedaan yang signifikan pada luaran utama lain pada hari pertama pascaoperasi. Hasil pengukuran satu minggu dan satu bulan tidak didapatkan perbedaan parameter yang signifikan antara kedua kelompok perlakuan.
Kesimpulan: Pada penelitian ini, didapatkan penggunaan 0.1 cc moxifloxacin intrakamera 0.5% menunjukkan profil keamanan yang mayoritas sebanding dengan levofloxacin. Namun, didapatkan parameter tekanan intraokular hari pertama pascaoperasi yang lebih tinggi secara signifikan pada kelompok yang menerima moxifloxacin. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Reau, Nancy
"Primary liver cancer : surveillance, diagnosis and treatment focuses on the many therapies rapidly evolving to assist with controlling hepatocellular carcinoma as well as emerging technologies to assist in early diagnosis as well as prevention. All chapters are written by experts in their fields and include the most up to date information for diagnosis, treatment, surveillance, epidemiology, staging, recurrence and prevention. "
New York: Springer, 2012
e20426040
eBooks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>