Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5843 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Lipoprotein (a) adalah suatu lipoprotein plasma yang mempunyai struktur dan komposisi yang mirip dengan lipoprotein berdensitas rendah (LDL) dengan tambahan apo(a) yang terikat pada apo B100. Struktur apo(a) mirip dengan plasminogen, suatu proenzim dalam sistem fibrinolitik. Oleh karena kemiripan ini, diduga Lp(a) dapat menghambat aktivitas plasminogen dan menurunkan aktivitas fibrinolitik. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan bahwa penambahan Lp(a) ke dalam plasma normal dapat menghambat aktivitas fibrinolitik.
Subyek penelitian terdiri atas 4 orang sehat dengan kadar fibrinogen, aktivitas plasminogen dan masa lisis bekuan euglobulin dalam batas normal. Pada percobaan pertama, penambahan Lp(a) dilakukan sebelum sentrifugasi untuk memperoleh endapan euglobulin, sedang pada percobaan kedua Lp(a) ditambahkan pada endapan euglobulin. Sebagai kontrol, masa lisis bekuan euglobulin dikerjakan pada plasma yang ditambahkan NaCl 0,9% dengan volume yang sama seperti Lp(a).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada percobaan pertama tidak ada bekuan yang terbentuk. Diduga Lp(a) dapat mengikat fibrinogen dan keduanya berada di supernatan, sehingga tidak ada fibrinogen dalam endapan euglobulin yang dapat dibekukan oleh trombin. Pada percobaan kedua, sampai hari ke empat bekuan belum lisis. Kesimpulan: Penambahan Lp(a) ke dalam plasma normal dapat menghambat aktivitas sistem fibrinolitik. (Med J Indones 2004; 13: 135-9)

Lipoprotein(a) is a plasma lipoprotein whose structure and composition are similar with low density lipoprotein (LDL) with an addition of apo(a) that is bound to apo B100. The structure of apo(a) is similar with plasminogen, a proenzym in fibrinolytic system. Due to this similarity, it is assumed that Lp(a) can inhibit plasminogen activity and decreases fibrinolytic activity. The purpose of this study is to prove that addition of Lp(a) to normal plasma can inhibit fibrinolytic activity.
Four healthy people whose fibrinogen levels, plasminogen activities and euglobulin clot lysis time were within normal range were enrolled in this study. Fibrinolytic activity were assessed by euglobulin clot lysis time (ECLT). In the first experiment, the addition of Lp(a) was done before centrifugation to obtain euglobulin precipitates, while in the second experiment, Lp(a) was added to the euglobulin precipitates. As a control, ECLT was performed in the plasma with the addition of NaCl 0.9% in the same volume with Lp(a).
The results of the study showed that in the first experiment, there was no clot formation. It is assumed that Lp(a) can bind fibrinogen and both of them floated in the supernatant, so there was no fibrinogen in the euglobulin precipitate that can be clotted by thrombin. In the second experiment, the clot did not dissolve until the fourth day. In conclusion, the addition of Lp(a) to normal plasma can inhibit the activity of fibrinolytic system. (Med J Indones 2004; 13: 135-9)
"
Medical Journal of Indonesia, 13 (3) Juli September 2004:135-139, 2004
MJIN-13-3-JulSep2004-135
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sayyidah Hanifah Putri
"Kolesterol merupakan zat lilin mengandung lemak yang dibutuhkan untuk memproduksi hormon dan substansi lainnya dalam tubuh. Apabila jumlahnya berlebih, maka akan tercampur dengan subtansi lain dan membentuk plak pada dinding pembuluh darah. Kolesterol yang tertimbun pada pembuluh darah biasanya disebut kolesterol jahat atau Low Density Liporpotein (LDL) yang merupakan penyebab timbulnya risiko penyakit jantug koroner dan stroke. Untuk mengukur kadar LDL biasanya dilakukan dengan pengambilan sampel darah (invasif) dengan metode lipid profile test. Selain itu metode secara non-invasif berbasis iridologi saat ini juga dikembangkan. Penelitian ini dilakukan untuk membentuk suatu sistem deteksi kadar LDL secara non-invasif berbasis iridologi yaitu dengan citra mata serta menggunakan deep learning sebagai model klasifikasi. Salah satu indikator berlebihnya kadar LDL dalam tubuh ialah adanya cincin yang berwarna putih keabuan yang mengelilingi bagian iris atau biasa disebut corneal arcus. Sistem yang dirancang terdiri dari instrumen akuisisi citra, algoritma pemrosesan citra dan model klasifikasi deep learning. Pemrosesan yang dilakukan ialah menggunakan algoritma Circular Hough Transform (CHT) untuk proses lokalisasi dan Rubber-Sheet Normalization untuk menormalisasi bagian iris. Untuk mendapatkan bagian corneal arcus maka dilakukan segmentasi pada citra iris mata kanan dan kiri. Model CNN digunakan sebagai model klasifikasi kelas LDL tinggi dan normal sehingga menghasilkan akurasi sebesar 97%. Sehingga sistem dapat dikatakan bekerja dengan baik dalam prediksi status kadar LDL dalam tubuh.

Cholesterol is a waxy substance contains fat that required to produce hormones and other substances in the body. If the amount of cholesterol is excessive, it can be mixed with other substances and formed plaque on blood vessels. Cholesterol that builds up in blood vessels is usually called bad cholesterol or Low Density Liporpotein (LDL) which is the cause of the risk of coronary heart disease and stroke. Measuring LDL levels is usually done by taking blood samples (invasive) with the lipid profile test method. Other than that, a non-invasive method based on iridology was also developed. This research was focus to develop a non-invasive detection system for LDL levels status prediction based on eye image (iridology) using Convolutional Neural Network (CNN) as a classification model. One indicator of excess LDL levels in the body is the presence of a grayish white ring that surrounds the iris which is called corneal arcus. The system designed consists of image acquisition instruments, image processing algorithms and deep learning classification models which is CNN. The image processing is done using Circular Hough Transform (CHT) algorithm for the localization process and Rubber-Sheet Normalization for normalize the iris region. Segmentation is conducted to get the corneal arcus located at the outer of the iris region. This LDL levels status prediction system that used CNN as a classification model  with 5-fold cross validation results an accuracy of 97%. Those result show that the system worked in LDL levels prediction."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gaga Irawan Nugraha
"Kematian yang disebabkan oleh penyakit kardiovaskuler (PKV) di Indonesia terus meningkat dan tahun ke tahun. Menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1986, kematian yang disebabkan oleh PKV adalah 9,7% dan pada SKRT tahun 1992 angka ini meningkat menjadi 16,4% , kemudian pada SKRT tahun 1995 menjadi 24,2% (Departemen Kesehatan RI, 1997; Departemen Kesehatan RI, 1994).
PKV yang utama adalah penyakit jantung koroner yang disebabkan oleh terbentuknya plak aterosklerotik pada arteri koronaria. Etiologi aterosklerosis bersifat multifaktorial dengan faktor risiko utama adalah dislipidemia (Libby, 2001). Dislipidemia ditandai dengan perubahan profil lipid yang berupa (salah satu atau semua) kenaikan kadar kolesterol total (KT), kolesterol low-density lipoproteins (KLDL) dan trigliserida atau penurunan kolesterol high-density lipoproteins (K-HDL). Sedangkan rasio K-LDL/K-HDL lebih dari 5 dapat meningkatkan risiko PKV (Tribble dan Krauss, 2001; Semiardji, 2000; Konsensus Nasional Pengelolaan Dislipidemia Indonesia, 1995).
Apolipoprotein A-I (apo A-I) merupakan protein utama HDL. Berdasarkan penelitian epidemologis apo A-I mempunyai korelasi negatif terhadap PKV. Oleh sebab itu apo A-I bersama K-HDL digunakan sebagai parameter yang bersifat protektif terhadap risiko terjadinya PKV (Rader, 2003; Walldius dkk, 2001).
Minyak kelapa merupakan minyak yang sejak lama dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia, namun kemudian penggunaan minyak kelapa makin menurun seiring dengan adanya anggapan bahwa minyak kelapa yang mengandung tinggi saturated fatty acid (SAFA; 91%) berbahaya untuk digunakan karena dianggap dapat meningkatkan risiko PKV. Selain itu mulai tahun 1981 industri minyak sawit mulai tumbuh dan berkembang makin pesat di Indonesia (BPS, 2003; Gun, 1984; Setyomidjaja, 1984). Pada saat ini minyak kelapa merupakan minyak yang sulit didapatkan balk di pasar tradisional maupun pasar swalayan. Namun demikian ternyata masih ada masyarakat di Kabupaten Ciamis Sawa Barat yang menjadi perajin minyak kelapa yang hanya menggunakan minyak kelapa untuk memasak sehari-hari.
Berbagai penelitian melaporkan bahwa asupan SAFA yang banyak terdapat pada minyak kelapa terbukti meningkatkan KT dan K-LDL. Namun asupan SAFA juga meningkatkan K-HDL, sehingga rasio KT/K-HDL ataupun K-LDL/ K-HDL menjadi lebih rendah secara bennakna dibandingkan dengan asupan minyak kelapa sawit, atau minyak jagung yang kaya MUFA dan PUFA (Mensink dkk, 2003; Enig, 1996; Sundram, 1994).
Penelitian sebelumnya yang dilakukan pada suku Tokelau yang tinggal di kepulauan New Zealand yang sebagian besar bekerja sebagai nelayan dan 34% asupan energinya berasal dari kelapa menunjukkan bahwa tidak ada satupun yang menderita dislipidemia dan menderita PKV (Prior dkk, 1981)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T21129
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mamat
"Rendahnya kadar kolesterol HDL dalam darah dapat menyebabkan berbagai penyakit seperti Penyakit Jantung Koroner (PJK), hypetensi dan stroke. Beberapa penyebab rendahnya kadar kolesterol HDL diantaranya adalah kebiasaan merokok, kurang aktivitas, obese dan konsumsi kurang serat. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan kolesterol HDL, diantaranya adalah kebiasaan merokok, jenis kelamin, obesitas, aktifitas dan konsumsi serat. Tujuan lainnya juga ingin mengetahui variabel yang dominan mempengaruhi kadar kolesterol HDL. Desain yang digunakan adalah crossectional dimana seluruh variabel diukur dalam bersamaan dan dalam waktu yang bersamaan pula. Populasinya adalah seluruh keluarga yang ada di Indonesia. Adapun tenknik pengambilan sampel diambil secara multi stage sampling dengan penentuan besar sampelnya dilakukan dengan cara Probabelity Prorsional Size (PPS) dan pengambilan sampel akhir dilakukan secara simple random sampling (SRS). Data yang dikumpulkan berdasarkan laporan data sekunder yang ada di IFLS tahun 2007/2008 lalu data diolah dengan cara mergering dan transforming berdasarkan tujuan hasil akhir analisis yang diinginkan. Analisa data menggunakan desain compleks sampling dengan analisis Logstik regression yang tujuan melihat variabel yang berhubungan dengan kadar kolesterol HDL melalui pengontrolan variabel saat analisis.
Hasil dari analisis diperoleh nilai OR yang paling tinggi atau dominan adalah jenis kelamin yaitu sebesar 2,640 pada 95 % CI (2,255 - 3,092) kemudian disusul oleh kebiasaan merokok berat 2,549 pada 95 % CI (1,613 - 4,028), kebiasaan merokok sedang 1,679 pada 95% CI (1,348 - 2,091), obesitas 1,543 pada 95% CI (1,345 - 1,771) , konsumsi serat 1,253 pada 95% CI (1,109 - 1,417), aktifitas 1,193 pada 95% CI (1,056 - 1,348). Semua variabel yang masuk dalam model menunjukkan nilai p < 0,05 yang artinya baik kebiasaan merokok(ringan, sedang dan berat), jenis kelamin, obesitas, aktifitas dan diet serat memiliki hubungan dengan kadar kolesterol HDL. Dari hasil tersebut juga menunjukkan adanya proporsi kasus yang tinggi pada orang yang memiliki kebiasaan merokok, jenis kelamin laki-laki, obese, aktifitas kurang dan konsumsi serat kurang. Diantara variabel di atas yang paling dominan pengaruhnya adalah jenis kelamin. Beberapa hal yang direkomendasikan pada pihak terkait tinggi kasus kadar kolesterol HDL dan beberapa variabel yang mempengaruhinya diataranya pada pembuat kebijakan agar senantiasa melakukan upaya-upaya mencegah kadar kolesterol tidak normal melalui pelarangan merokok, melakukan olah raga mengatur diet lemak dan diet serat sehingga demikian dapat terhindar dari resiko terjadinya serangan jantung akibat banyak mengandung kolesterol tinggi.

Low level cholesterol HDL could lead to variety of diseases such as Coronary Heart Desease (CHD), hypertension and stroke.This study aimed to identify factors associated with HDL cholesterol, such as smoking habit, sex, obesity, activity and fiber consumtion. Another aim would also like to know is the dominant variable affecting HDL cholesterol. The study desain use is crossectinal where all the variables measured in the same time and at the same time too. The population is entire family in Indonesia. the sampling technique ins multi-stage sampling done by Probability Proportional to Size (PPS) and the final sampling done by Simple Random Sampling (SRS). Data collected based on existing secondary data report on the IFLS the year 2007/2008 and processed by transforming based on objective analysis. Analysis of data using complex sampling desain with logistic regression analysis with the aim of seeing the variables associated with HDL cholesterol level by controlling variables during analysis.
Results obtained from analysis of the highest OR value or dominat is gender that is equal to 2,640 at 95%(2,255 - 3,092) and was followed by heavy smoking 2,549 at 95% CI (1,613 - 4,028), moderat smoking 1,679 at 95% CI (1,348 - 2,091), obesity 1,543 at 95% CI. (1,345 - 1,771), fiber consumtion 1,253 at 95 % CI (1,109 - 1,417), activities of 1,193 at 95% CI (1,056 - 1,348). All variables included in the model shows p value < 0,05, wich mean both smoking habit (mild,moderate and severe), sex, obesity, activity and dietary fiber has a relationship with HDL cholesterol. From these results also showed a high proportion of cases in people who have the habit of smoking, male gender, the obese, less activity and less dietary fiber. Among the variables at the top of the most dominant influence is gender. Some of the things recommended in the case of hight HDL cholesterol level to policy makers is to continue to make efforts to prevent abnormal cholesterol level through a ban on smoking, exercise and dietary fat regulate dietary fiber that can thus avoid the risk of heart attack because many contain high cholesterol."
Depok: Universitas Indonesia, 2010
T30839
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Kotb, Essam
"Stress, high blood pressure, smoking, pollution, fast foods, overweight, excessive travelling, surgery, less movement are common features in our modern life. These features are risky for blood clotting disorders. According to WHO, over 29% of the total mortalities worldwide are due to thrombosis. By the year, 2020 cardiovascular diseases (CVDs) may cause an estimated 25 million deaths per year, thus antithrombotic therapy is of great interest.
The available thrombolytic agents such as urokinase are highly expensive, antigenic, quite unspecific, pyretogenic and hemorrhagenic. Therefore, the production of fibrinolysing enzymes, which rapidly dissolute thrombi within the vascular tree, without the detriments by microorganisms, as described in this book, is the desirable aim of today’s research."
Heidelberg : [Springer, ], 2012
e20417775
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
"Tuburlensi laju jantung heart rate tuberlence {HRT} baru-baru ini dianggap sebagai prediktor terbaru paling kuat untuk terjadinya kematian mendadak (sadden cardiac death (SCD) melebihi prediktor lain yang telah ada sebelumnya."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Isman Firdaus
"Turbulensi laju jantung (heart rate turbulence [HRT]) baru-baru ini dianggap sebagai prediktor terbaru paling kuat untuk terjadinya kematian mendadak (sudden cardiac death [SCD]) melebihi prediktor lain yang telah ada sebelumnya. Pasien penyakit jantung koroner yang menjalani reperfusi koroner ternyata memberikan hasil HRT lebih baik dan hal ini mencerminkan pulihnya respon baroreseptor.Penelitian ini akan membandingkan nilai turbulence onset (TO) dan turbulence slope(TS) pada dua jenis reperfusi (PCI dan fibrinolitik) Subjek menjalani monitoring EKG selama 24 jam setelah dilakukan revaskularisasi. TO ditentukan dengan cara mengukur perubahan relatif dua interval RR irama sinus setelah ekstrasistol ventrikel dan dua RR interval terakhir sebelum ekstrasistol ventrikel. TS dihitung dengan dengan mengukur slope maksimum yang dibuat tiap 5 buah RR interval. Terdapat 13 pasien (usia rata-rata 56 + 9 tahun) yang memenuhi syarat untuk ikut dalam penelitian. Sepuluh pasien menjalani fibrinolitik dan tiga pasien menjalani PCI. Terdapat perbedaan bermakna nilai TO antara kelompok PCI dan fibrinolitik (-3,3 + 1,7 % vs -0,2 + 0,9 %; P=0,03). Terdapat kecenderungan kelompok PCI memberikan nilai TS yang lebih baik dibanding kelompok fibrinolitik, walaupun secara statistik tidak signifikan ( 7,7 + 4,4 msec/RR interval vs 3,4 + 2,6 msec/RR interval; P = 0,056). Disimpulkan bahwa subjek dengan STEMI akut yang menjalani PCI mempunyai nilai TO yang lebih baik dibanding subjek yang menjalani terapi fibrinolitik.

Heart rate turbulence (HRT) as novel predictor of sudden cardiac death were superior to all other presently available indicators. HRT significantly was improves after successful reperfusion reflecting rapid restoration of baroreceptor response. We investigated turbulence onset (TO) and turbulence slope (TS) values among patients with acute ST-elevation myocardial infarction (STEMI) underwent revascularization by means of primary PCI or fibrinolytic. We hypothesized that the values of TO and TS were different in two kinds of revascularization treatment. The subjects underwent 24 hours ECG recording after revascularization therapy. TO was quantified by the relative change of the first two sinus RR intervals following a ventricular premature beat (VPB) and the last two sinus RR intervals before the VPB. TS was quantified by the maximum positive slope of a regression line assessed over any sequence of five subsequent sinus rhythm RR intervals within the first two sinus rhythm intervals after a VPB. Thirteen patients (mean of age 56 + 9 years old) who underwent revascularization treatment of acute STEMI were eligible as subject of this study.Ten patients underwent fibrinolytic therapy and three patients underwent primary PCI. TO value was significantly different between PCI group and fibrinolytic group (-3.3 + 1.7 % vs -0.2 + 0.9 % ; P=0.03). The Primary PCI group has better outcome on turbulence slope value (TS) than fibrinolytic group but not significance (7.7 + 4.4 msec/RR interval vs 3.4 + 2.6 msec/RR interval; P = 0.056). In conclusion, TO was better in acute STEMI patient undergone PCI compare to that undergone fibrinolytic therapy."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Dede Kusmana
"Mencegah proses aterosklerosis dengan membiasakan tidak merokok/stop merokok disertai olahraga teratur dan/atau pengaruh kerja fisik (trias SOK) adalah upaya preventif di masyarakat. Untuk mengetahui pengaruh trias SOK terhadap daya survival, dilakukan penelitian kohort historis pada sampel MONICA 1988 di tiga kecamatan Jakarta Selatan, serta diikuti sampai 31 Agustus 2001. Sampel dibagi menjadi kelompok trias SOK dan tanpa trias SOK. Dilakukan wawancara faktor risiko (merokok, hipertensi, hiperlipidemia, diabetes, obesitas), pemeriksaan fisik, laboratorium dan perekaman EKG. Otopsi verbal untuk mencari sebab kematian. Aktivitas fisik dikelompokkan pada: tidak ada, ringan hampir setiap hari, sedang dan berat minimal 20 menit dua kali atau lebih. Analisis statistik: regresi Cox, Kaplan Meier, Log rank, uji kappa, batas kemaknaan p<0,05. Terdapat 479 (23,4%) sampel dari 2073 orang, umur 25?64 tahun (1988), terdiri dari 209 (43,6%) lelaki, 270 (56,4%) perempuan. Insiden kardiovaskular 1,2% pertahun, proporsi kematian penyakit jantung 42,9%. Daya survival sampel trias SOK lebih baik (95,7%) dibanding tanpa trias SOK (81,1%), (HR 0,20, 95% IK 0,08?0,57, p=0,002]. Aktivitas fisik mempunyai rasio kematian rendah [ringan HR 0,45, IK 0,27?0,76, p=0,003), sedang (HR 0,32, IK 0,15?0,70, p=0,004) dan berat nol] dibanding tidak ada.Rasio kematian merokok tinggi (HR 4.99,KI 2.56?9.73, p=0,000), Dihasilkan Skor Kardiovaskular Jakarta, Skor ?7 sampai 1 risiko rendah (<10%), skor 2 sampai 4 sedang (10?20%), skor ³ 5 risiko tinggi (>20%). Upaya pencegahan penyakit kardiovaskular dengan cara tidak/stop merokok, dikombinasikan dengan olahraga teratur dan/atau kerja fisik merupakan cara tepat untuk meningkatkan daya survival. Dihasilkan Skor Kardiovaskular Jakarta untuk memprakirakan kematian kardiovaskular di masyarakat. (Med J Indones 2002; 11: 230-41)

Preventing atherosclerosis with smoking cessation, regular physical exercise and/or physical activity known as SOK (S-top/ no S-moking, sp-O-rt/ physical exercise, wor-K/ physical activity) is a simple preventive measure, which can be applied in the community. To determine the role of SOK on survival, to create cardiovascular risk score for Indonesian patients and to have a special formula to predict survival. A historical cohort study over thirteen years recruited from the subpopulation MONICA patients who resided at three districts of South Jakarta. Patients were divided into two groups, those with SOK and those without (non-SOK group). Assessment included complete history including cardiovascular risk factors (hypertension, diabetic, hyperlipidemia, obesity), physical examination, laboratory examination, twelve-lead ECG recording and level of physical activity/exercise. Outcomes included survival rate and all-cause of mortality. Statistical analysis included kappa statistic and various survival analyses. 479 participants were included in the SOK study. Mean age 46 years (range 25-64), 56% female. Cardiovascular mortality rate (including stroke) was 1.2% per year and 42.9% of mortality caused by heart disease. Survival rate was higher in SOK group compared with non-SOK (95.7% vs 81.1%) with Hazard Ratio (HR) 0.2 for SOK group (95% CI 0.08-0.57, p=0.002) In relation to the cardiovascular mortality rate: 1) any physical activity/exercise (OK) vs no-OK will lower the risk; low-OK (HR 0.4, p=0.003), medium-OK (HR 0.32, p=0.004), high-OK (HR 0.000, p=0.000) 2) Smoking will increase the risk vs non-smoking (HR 4.99, p=0,000). For predicting the cardiovascular events in ten-year time (CV10), we formulated the Jakarta Cardiovascular Score. The score was divided into low-risk (-7-1) with CV10 <10%, average-risk (2-4) with CV10 = 10-20%, high-risk (score > 5) with CV10 >20%. Smoking cessation, regular physical exercise and/or physical activity is an effective method to reduce cardiovascular death, thus enhances the survival. We formulated a simple method to predict cardiovascular events in our community known as the Jakarta Cardiovascular Score. (Med J Indones 2002; 11: 230-41)"
Medical Journal of Indonesia, 2002
MJIN-11-4-OctDec2002-230
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>