Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 147728 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Wiratni Ahmadi
Bandung: Refika Aditama, 2006
336.22 WIR s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Wiratni Ahmadi
"ABSTRAK
pajak yang reguleren kurang diperhatikan. Padahal apabila kedua fungsi pajak tersebut
dilaksanakan secara sinkron (selaras), maka tidak saja pemerintah mendapat dana yang
diharapkan tetapi tujuan Iain dan pengenaan pajak, misalnya dalam bidang pertananan dapat
tercapai.
Dalam fungsinya yang budgeter, pungutan pajak tanah (PBB) sebagaimana diatur daIam Undang Undang Nomor 12 tahun 1986 dengan Sistem Informasi Obyek Pajaknya telah
berhasil. Hal tersebut dapat diketahui dengan adanya kenaikan reailisasi penerimaan sebesar
23.8% per tahun dalam Repelita IV.
Untuk menentukan besar kecilnya pajak tanah yang terhutang, data dan Badan Pertanahan Nasional sangat membantu karena informasi yang diperoleh Iebin akurat, namun
mengingat obyek tanah terdaftar balum mencapai kurang Iebih 20 % dari seluruh tanah yang
ada di Indonesia yang seharusnya terdaftar, maka PBB untuk kepentingan pengenaan
pajaknya telah menetapkan suatu sistem yang dirancang khusus untuk pendataan, penilaian,
penetapan dan pemungutan pajak.
Untuk pemerataan pendapatan maka sebaiknya bea balik nama atas tanah dan/atau
bangunan perlu dihidupkan kembali termasuk pengalihan hak atas harta warisan serta hibah
yang berdasarkan Undang Undang Pajak Penghasilan telah dibebaskan pengenaannya,
sehingga diharapkan penumpukan kekayaan yang berlebihan dapat dicegah.
Demikian pula pajak yang dikenakan atas kenaikan nilai tanah (capital gain) sebagaimana diatur dafam PP. Nomar 48/1994 perlu disempumakan, sehingga selain berguna bagi penerimaan negara hal tersebut akan berguna bagi ketertiban administrasi pertananan, perpajakan serta diharapkan dapat mencegah usaha manpulasi dan spekulasi tanah.
Suatu koordinasi yang baik antara instansi terkait yaitu Direktur Jenderal Pajak, dan Pertanahan Nasionai (BPN), Pemerintah Daerah dan Dinas Pekerjaan Umum sangat dibutunkan seningga tidak terdapat tumpang tindih dalam pengaturan dan penerapan serta efisiensi untuk dilaksanakan.

Abstract
This dissertation analyzes the problem oi land taxation as an instrument of synchronizing land based tax policies and land policies in indonesia.

ABSTRACT
Considering the research of this dissertation provides that the law of the land and building tax as a property tax in indonesia, has just used to generate revenue for State?s Budget, but as a tool of redistribution of income and controlling the use of land to be uiilitized more optimally has not been implemented yet.
A historicall research of the development of land based tax policies in indonesia as well as comparison with another countries gives the possibility for the government of indonesia to form new policies in land taxation, so that the land policies which is political will of the govemment may be attained, that is the reorganization of land reform in indonesia which has the goal of utilitizing land in accordance with its potential, besides limiting the ownership or occupation of
excess land for speculation purposes.
Based on the state?s souvereignity over land as enacted in article 33, paragraph 3 of the UUD 1945 juncto Article 2 UUPA (Basic Agrarian Law) and several guidance from GBHN and REPELITA (Five Years Development Planning) constitute the right of the govemment to organize the land use as well as levying taxes on land.
Meanwhile the government tries to increase the revenue of State's Budget from tax sector, because the govemment could not depend on oil and LNG anymore, due to that oil and LNG are non-renewable resources and the unpredictable influence ot fluctuation of the said prices from other countries.
Considering that, the capital demand for development is growing rapidly every year, the budgetaire function of tax is more occured, comparing with the other function ot tax, that is a regulate function. if the two functions of taxation are 
implemented synchronize, the government will receive the revenue from land taxation as well as the goal of the land policy can also be achieved.
The budgetaire function of land and building tax (PBB) as enacted in Law No. 12/1986 with the information management system of tax object (Sistem lntormasi Objek Pajaic - SlSMlOP) has been succeeded, the effort can been seen by the increasing revenue with the persentage of 23,8% during REPELITA lV.
To determine the taxable value of land, the data collected from the Agrarian Oltice (BPN) will have the positive impact because the information from the land registration are more accurate, but in meantime the registered land is still 20% of supposed aggregate land in indonesia, so PBB for the purpose of levying the tax has stipulated a system especially designed for data collecting, evaluation assesrnent and tax collection.
To achieve a better redistribution of income the transfer tax of regristration of ownership of land and building as well as over inheritance and gilt, which that later matter are exempted from the levying tax according to income Tax in indonesia.
lt has mention above that the tax levied on increased land value as regulated in the govemtment regulation Number 48/1994 need to be revised, so that besides the tax used for governments budget, it is also useful for the law and order in land administration and preventing from land speculation and manipulation.
An inter-institutional coordination mechanism should be esttablished among related institutions e.g; Directorate General ot Tax, The Agrarian Ottice (BPM), The Departement of Public Works and the Local Govemment, so it is expected that there will be no overlapping between them and efficiency will be realized."
1998
D1148
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sihombing, B.F.
Jakarta: Toko Gunung Agung, 2004
346.04 SIH e
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Wijaya Subekti
"Kebutuhan akan adanya instrumen lindung nilai (hedging instrument) telah mendorong para pelaku pasar untuk menggunakan instrumen keuangan derivatif sebagai alat lindung nilai. Perkembangan yang pesat dalam transaksi instrumen keuangan derivatif pada kenyataannya sering menimbulkan perbedaan penafsiran yang pada akhirnya menimbulkan sengketa antara Wajib Pajak dengan fiskus.
Di satu sisi, Wajib Pajak menggunakan instrumen keuangan derivatif dengan tujuan lindung nilai dan atau spekulasi. Disisi lain pajak digunakan sebagai salah satu alat untuk meningkatkan penerimaan negara. Dalam hal ini dibutuhkan adanya sinergi perumusan kebijakan perpajakan yang seksama atas penghasilan yang berasal dari transaksi instrumen keuangan derivatif. Perumusan dan penyusunan kebijakan perpajakan harus dapat mencapai hasil yang optimal, sehingga Wajib Pajak dapat menggunakan instrumen keuangan derivatif sesuai dengan tujuan Wajib Pajak, yaitu sebagai lindung nilai dan atau spekulasi. Pemerintah dapat juga memperoleh penerimaan pajak yang optimal.
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah metode deskriptif analitis. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui studi kepustakaan yang diperoleh melalui buku, laporan penelitian, peraturan, dan media masa lainnya serta mengumpulkan data secara langsung dari otoritas pajak, konsultan pajak dan Wajib Pajak.
Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan, maka dapat diketahui bahwa peraturan perpajakan yang tersedia sampai dengan bulan Desember 2000, belum dapat memberikan kepastian dan kejelasan tentang perlakuan pajak atas penghasilan yang berasal dari transaksi instrumen keuangan derivatif.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa para ahli instrumen keuangan derivatif dan atau ahli perpajakan lebih mempertimbangkan hakekat ekonomi dari transaksi instrumen keuangan derivatif. Demikian pula dengan Wajib Pajak pengguna instrumen keuangan derivatif. Sedangkan pihak fiskus lebih mempertimbangkan peningkatan penerimaan pajak.
Disarankan untuk segera dikaji dan disusun ketentuan perpajakan yang mengatur pengenaan pajak atas penghasilan dari transaksi instrumen keuangan derivatif secara menyeluruh dengan memperhatikan hakekat ekonomi dari transaksi instrumen keuangan derivatif sehingga Wajib Pajak dapat menggunakan instrumen keuangan derivatif sesuai dengan kebutuhannya dan negara akan menerima tambahan penerimaan pajak."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T 7472
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Frans Reumi
"Masalah pertanahan merupakan masalah yang kompleks. Salah satu sumber masalahnya adalah adanya ketidakpastian hukum yang mengatur pertanahan. Hal tersebut mengakibatkan tidak tercapainya maksud Pasal 33 UUD 1945 yang menghendaki penguasaan negara atas tanah dikuasai oleh negara bagi sebesar besar kemakmuran rakyat. Menganalisis permasalahan tersebut tulisan ini menggunakan pendekatan pluralisme hukum sebagai pisau analisis yaitu antara hukum negara dan folk law dengan mengambil contoh masalah pertanahan di Papua khusunya di Kabupaten Mimika Papua. Ternyata permasalahan tanah di Indonesia tidak lepas dari ragamnya hukum yang berlaku, sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum dan menambah rumitnya penyelesaian masalah tanah di Indonesia."
Jakarta: Lembaga Pangkajian MPR RI, 2018
342 JKTN 009 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1991
S9908
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Umar Fathoni
"Penelitian ini mencoba untuk mencermati gejala terjadinya kesenjangan dalam penguasaan tanah pertanian di Indonesia yang merupakan salah satu masalah pertanahan yang cukup kompleks. Hal ini dilatarbelakangi oleh keadaan dimana terdapat sebagian besar tanah pertanian dipunyai oleh beberapa orang saja sementara itu dilain pihak adanya baglan-bagian tanah yang sangat kecil yang dipunyai oleh sebagian besar rakyat.
Kebijakan Redistribusi tanah (landreform) yang dilakukan oleh pemerintah sebagai upaya untuk mengantisipasi atau mengurangi kesenjangan penguasaan tanah tersebut, dalam pelaksanaannya tidak sedikit mengalami hambatan.
Lebih lanjut, seringkali dalam pembicaraan mengenai kesenjangan dalam penguasaan tanah di Indonesia mengacu pada persoalan pembagian tanah, padahal kesenjangan Itu sendiri mungkin merupakan akumulasi dari beberapa persoalan pertanahan yang cukup kompleks. Oleh karena Itu pada kesempatan ini dilakukan evaluasi terhadap Kebijakan Pemerintah dibidang Pertanahan khususnya Redistribusi tanah (landreform) selama periode tahun 1961 sampai dengan tahun 2000, dengan menggunakan data Sensus Pertanian tahun 1983 dan tahun 1993 yang dikeluarkan oleh BPS serta data dari BPN.
Dengan menggunakan alat analisis deskriftif, yang menganalisa secara sistematis, faktua! dan akurat mengenai Iakta-fakta yang berkaitan dengan kebijakan pemerintah dibidang pertanahan khususnya redistribusi tanah (landreform), adapun pendekatan terhadap masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan evaluasi dan eksplorasi dari kebijakan pertanahan yang telah dilaksanakan secara operatif, dan metode analisis SWOT, dapat ditemukan beberapa hal antara lain : pertama, bahwa sejak dikeluarkannya Peraturan Pemerintah tentang Redistribusi tanah tahun 1961 hingga saat ini masih terjadi kesenjangan dalam penguasaan tanah di Indonesia, bahkan menurut senses pertanian yang dikeluarkan oleh BPS tahun 1993 kesenjangan tersebut semakin lebar. Kedua, ada beberapa kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan kebijakan redistribusi tanah tersebut, antara lain faktor hukum, politik, ekonomi dan sosial budaya. Ketiga, perlu dilakukan strategi atau inovasi baru dalam pelaksanaan redistribusi tanah di Indonesia yang disesuikan kondisi saat ini dan masa yang akan datang.
Adapun beberapa saran atau rekomendasi yang lebih bersifat pertimbangan antara lain : perlu segera untuk merevisi peraturan pemerintah dibidang redistribusi tanah (landreform) yang disesuaikan dengan kondisi saat ini yang disertai dengan penegakan hukum (Law Enforcement). Tanah-tanah yang menjadi obyek landreform jumlahnya semakin sedikit, untuk itu diusulkan redistribusi tanah dengan paradigma baru. Organisasi politik hendaknya tidak menyalahgunakan kebijakan ini untuk mencapai tujuannya seperti pada masa lalu. Keberhasilan kegiatan redistribusi tanah ini juga dipengaruhi oleh faktor ekonomi yang menyangkut ganti rugi. Keadaan sosial budaya yang menyangkut partisipasi seluruh masyarakat, LSM, kalangan Akademisi serta media massa."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T18413
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salwa Nida
"Penelitian ini menganalisis apakah pengaturan pajak rokok telah memenuhi fungsi reguleren dan budgeter secara optimal, serta bagaimana dampak pajak rokok terhadap pembangunan ekonomi nasional. Penelitian ini juga disusun dengan menggunakan metode penelitian doctrinal. Pajak merupakan sumber penerimaan negara untuk pembiayaan pemerintahan umum yang harus tercantum dalam anggaran pendapatan negara (APBN). Pajak memiliki dua fungsi utama yaitu fungsi budgeter (menghimpun dana dari Masyarakat) dan fungsi regulerend (mengatur). Pajak rokok merupakan pungutan atas cukai rokok yang dilakukan pemerintah. Pelaksanaan pengaturan pajak rokok terhadap optimalisasi fungsi reguleren dan fungsi budgeter dapat dipahami berdasarkan perkembangan pengaturan tentang pajak rokok sebagai pajak daerah. Berkaitan dengan fungsi reguleren untuk mengendalikan konsumsi tembakau melalui kenaikan harga rokok yang kemudian secara eksplisit alokasinya dapat ditemukan dalam Pasal 31 UU 28/2009. Kemudian berkaitan dengan pemenuhan fungsi budgeter pajak rokok tidak lepas dari pengenaan cukai hasil tembakau sebagaimana objek cukai hasil tembakau diatur berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan berdasarkan jenis dan golongannya untuk menetukan batas Harga Jual Eceran (HJE). Pada tahun 2021 melalui UU 7/2021, pemerintah memperluas jenis cukai tembakau dengan penambahan rokok elektrik. Selanjutnya pengesahan UU 1/2022 diharapkan berdampak terhadap Pembangunan ekonomi nasional karena bertujuan untuk mempertajam pelaksanaan desentralisasi fiskal. Disamping itu kenaikan tarif cukai juga sangat berpengaruh terhadap industri hasil tembakau karena ketidakmampuan produsen untuk memenuhi target cukai.

This research explains whether cigarette tax regulations have fulfilled regular and budgetary functions optimally and the impact of cigarette taxes on national economic development. This research was also prepared using doctrinal research methods. Taxes are a source of state revenue for general government financing, which must be included in the state revenue budget (APBN). Taxes have two main functions: the budgetary function (collecting funds from the public) and the regular function (regulating). Cigarette tax is a levy on cigarette excise carried out by the government. The implementation of cigarette regulations towards optimizing normal function and budgetary functions can be understood based on developments in regulations regarding cigarette tax as a regional tax. The explicit allocation for controlling tobacco consumption through increasing cigarette prices can be found in Article 31 of Law 28/2009. Then, regarding including the budgeting function for the cigarette tax, it cannot be separated from the imposition of excise on tobacco products as the object of excise on tobacco products is regulated based on the Minister of Finance Regulation based on type and class to determine the Retail Selling Price (HJE) limit. In 2021, through Law 7/2021, the government expanded the kinds of tobacco excise by adding electronic cigarettes. Furthermore, the ratification of Law 1/2022 impacts national economic development because it aims to sharpen fiscal implementation. Apart from that, the increase in import duties also significantly affects the tobacco industry's results due to the inability of producers to meet customs targets."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fisko
"Penelitian ini bertujuan membahaas kebijakan pertanahan tahun 1966-1998 dan implikasi yang muncul akibat orientasi pembangunan ekonomi yang berfokus pada pencapaian pertumbuhan yang tinggi. Mas Orde Baru (1966-1998) disebut sebagai masa penyimpanan pelaksanaan UUPA. Masa tersebut menghasilkan lebih banyak kebijakan mengenai hak atas tanah dan pendaftaran tanah dibandingkan kebijakan mengenai penguasaan pemilikan tanah (andreform) dan tata guna tanah. Kebijakan pertanahan selama tahun 1955-1998 telah merubah peranan dan fungsi tanah menurut UUPA yaitu dari tanah sebagai aset untuk mencapai kemakmuran rakyat menjadi tanah hanya sebagai faktor produksi (barang ekonomi) belaka. Peranan negara dalam bidang pertanahan pada masa itu justru dijadikan alat untuk mendukung berjalannya sistem pemerintahan orde baru. rekomendasi kebijakan pertanahan di masa mendatang diarahkan untuk merevis UUPA dan peraturan perundang-undangan turunannya antara lain dengan memberikan akses yang sama bagi setiap warga negara terhadap tanah yang juga merupakan hak dasar manusia, memberikan informasi yang luas tentang pertanahan karena sifatnya sebagai barang ekonomi yang spesifik (khas), antisipasi terhadap kecendrungan perubahan struktur perekonomian ke arah sektro sekunder dan tersier, memberikan arah yang tegas terhadap kebijakan ranah pedesaan (pertanian) dan kebijakan tanah perkotaan (non pertanian) dan internalisasi semangat otonomi daerah di dalam kebijakan pertanahan."
2006
JUKE-1-3-Apr2006-259
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ginting, Irmadra Fransiska
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dasar pertimbangan pemerintah mengusulkan kebijakan pengenaan cukai atas plastik dan formulasi kebijakan pengenaan cukai atas plastik sebagai usaha pemerintah mengatasi masalah sampah plastik di Indonesia. Pendekatan penelitian dalam tesis ini menggunakan pendekatan kualitatif melalui wawancara mendalam dan studi literatur. Hasil dari penelitian ini menunjukkan permasalahan yang disebabkan sampah plastik terhadap lingkungan membuat plastik telah memenuhi karakteristik untuk ditetapkan sebagai Barang Kena Cukai, yang konsumsinya perlu dikendalikan dan pemakaiannya dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup. Hal tersebut menjadi dasar pertimbangan pemerintah mengusulkan kebijakan pengenaan cukai atas plastik. Penentuan jenis plastik yang akan ditetapkan sebagai Barang Kena Cukai, koordinasi dan pembahasan yang harus dilakukan kembali dengan Kementerian/Lembaga yang tergabung dalam Panitia Antar Kementerian karena persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia yang menambah luas usulan dari pemerintah menjadi tantangan dalam proses perumusan kebijakan pengenaan cukai atas plastik. Salah satu upaya menjawab tantangan tersebut dengan menyelaraskan jenis plastik yang akan ditetapkan sebagai Barang Kena Cukai dengan jenis plastik yang dibatasi berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor 75 tahun 2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah Oleh Produsen.

This study aims to analyze the basic considerations of the government proposing a policy on imposing excise on plastic and policy formulation in formulating policies on imposing excise on plastic as the government's effort to overcome the problem of plastic waste in Indonesia. The research approach in this thesis uses a qualitative approach through in-depth interviews and literature studies. The results of this study indicate the problems caused by plastic waste on the environment make plastic meet the characteristics to be designated as Excisable Goods, whose consumption needs to be controlled and its use can harm society or the environment. This is the basis for the government's consideration of proposing a policy on imposing excise duty on plastic. Determining the type of plastic that will be designated as Excisable Goods, coordination and discussion must be carried out again with the Ministries/Institutions that are members of the Inter-Ministerial Committee due to the approval of the People's Legislative Assembly of the Republic of Indonesia which increases the scope of proposals from the government becomes a challenge in the process of formulating policies on the imposition of excise on plastic. One of the efforts to answer this challenge is by aligning the types of plastic that will be designated as Excisable Goods with the types of plastic that are limited based on the Regulation of the Minister of Environment and Forestry of the Republic of Indonesia Number 75 of 2019 concerning Roadmap for Reducing Waste by Producers."
Jakarta: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>