Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 140541 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"In daylife, isometric contraction is oftennly used. The cardiovascular system is one of the systems that responds to isometric contraction, including teh herat rate and blod pressure...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Muhyidin Dimyati
"ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian tentang PENGARUH GERAK BADAN PEMULIHAN (COOL-DOWN) SETELAH MELAKUKRN KERJA FISIK TERHADAP TEKANAN DARAH DAN FREKUENSI DENYUT JANTUNG, pada 30 orang percobaan, 1ak1-iakl umur 20-30 tahun, bukan atlit.
Penelitian I dengan gerak badan pemulihan. penelitian II tanpa gerak badan pemulihan. Seminggu setelah penelitian I. Tekanan darah dan frekuensi denyut jantung diperiksa perubahannya dari saat segera sampai dengan 30 menit setelah kerja fisik dihentikan.
Terdapa perbedaan tekanan darah sistolik yang sangat bermakna pada 1/2 menit pertama setelah kerja fisik dihentikan. Terdapat perbedaan frekuensi denyut jantung yang bermakna pada menit ke 1/2, 1, 2, dan 3 dan perbedaan yang sangat bermakna pada menit ke 30 setelah kerja fisik dihentikan.
Keluhan subjektif berupa pusing dan lemas terdapat pada yang tidak melakukan gerak badan pemulihan (23.33%), yang timbul pada 1/2 menit pertama setelah kerja fisik dihentikan. Pada yang melakukan gerak badan pemulihan tidak terjadi keluhan subjektif."
1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Een Suhenda Achyani
"ABSTRAK
Upaya untuk suatu usaha yang tiba-tiba dengan beban fisik yang berat tanpa didahului oleh pemaaasan yang tepat me-rupakan komponen yang diperlukan. pada beberapa 'keadaan pe-nanggulangan darurat. Pada keadaan tersebut ? dibutuhkan pe-nyesuaian sistem kardiovaskuler dalam waktu yang sangat pen-dek / singkat, dan penyesuaian sistem kardiovaskuler ini da-pat dipantau melalui pemeriksaan frekuensi denyut jantung atau denyut nadi, tekanan darah dan elektrokardiogram (1,2).
Barnard dkk., dalam penelitiannya menyatakan bahwa pem-berian kerja fisik yang berat secara tiba-tiba tanpa didahului oleh pemanasan, dapat menimbulkan respon yang bervariaai pada tekanan darah sistolik, akan tetapi ;selalu. menuriinkan tekanan darah diastolik segera setelah pemberian kerja fisik yang berat dihentikan. Apabila kerja fisik itu diberikan setelah raelakukan peraanasan, maka kenaikan tekanan darah sis-toliknya akan lebih rendah dari pada tanpa pemaiiasah, tekan-r an diastoliknya senantiasa tetap menurun. Freknensi" denyut jantung baik pada kerja fisik yang didahului ? tnaupun tanpa didahului oleh pemanasan akan memperlihatkan kenaikan. Penelitiannya memperlihatkan kenaikan denyut jantung yang didahului pemanasan ( 16? 1 2 per menit ), ternyata lebih tinggi
2.
Dari ke 16 orang percobaan yang berusia antara 21 - 52 tahun tanpa melihat apakah orang percobaan itu olah-ragawa-H atau bukan, didapat hasil 11 orang percobaan memperlihatkan peningkatan tekanan darah sistolik, 3 orang memperlihatkan penurunan tekanan darah sistolik dan 2 orang percobaan tidak memperlihatkan perubahan tekanan darah sistoliknya (33i -
I.2. PERMASALAHAN.
Apakah hal yang sama seperti pada peaelitian Barnard ini, dapat terjadi pada kelorapok umur tertentu dan pada olah-ragawan maupun bukan olah-ragawan, karena pada ' :kenyataannya baik tekanan darah maupun denyut jantung '"dapat " dipengaruhi oleh usia maupun kegiatan jasmanij seseorang (1,2,4,5,6,7,8,
II,13,16,18,19,23,24,25,28).
1.3. TDJUAN PEN.ELIT1AN.
a. Tujuan Khusus.
Untuk mengetahui pengaruh pemanasan terhadap perbedaan perubahan frekuensi denyut jantung dan tekanan darah, pada olahragawan dan bukan olah-ragawan, setelah penghenti-an pemberian kerja fisik.
b. Tujuan Umum.
Dengan pemanasan diharapkan dapat mengurangi bahkan mencegah kemungkinan terjadinya ketidak-mampuan adaptasi dari sistem kardiovaskuler terhadap kerja fisik."
1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sonny Pamudji Laksono
"Ruang Lingkup dan Cara Penelitian: Revaskularisasi sel otot jantung yang terjadi sewaktu bedah pintas koroner sesungguhnya memang merupakan suatu fenomena iskemia-reperfusi, dimana radikal bebas oksigen sering terbentuk berlebihan pada waktu itu dan dapat menimbulkan cedera reperfusi pada sel otot jantung dan endotel koroner. Luka reperfusi tidak jarang menimbulkan berbagai komplikasi pasca bedah, seperti aritmia, infark barn pasca bedah, miokard stunning dan sebagainya. Kurkumin selama ini telah dipergunakan oleh masyarakat luas sebagai obat tradisional misalnya pada gangguan nafsu makan dan penelitian terakhir pada hati telah terbukti bahwa kurkumin mempunyai efek antioksidan. Oleh karena itu permasalahannya adalah apakah pemberian kurkumin pada jantung sebelum bedah pintas koroner akan mampu mencegah fenomena tersebut. Pada penelitian ini diamati efek kurkumin terhadap jantung marmut melalui parameter-parameter tekanan sistolik dan frekuensi denyut jantung. Peristiwa Iskemia-Reperfusi dibuat dengan menggunakan model alat Isolated Working Rat Heart Perfusion yang telah dimodifikasi. Hewan coba yang digunakan adalah marmut jantan dengan berat antara 150-300 gram. Penelitian dibuat 2 kelompok yaitu: kelompok kontrol dengan hipoksia 15 menit (n=9) dan 30 menit (n=9), serta kelompok perlakuan kurkumin 0,25 µM dengan hipoksia 15 menit (n=9) dan 30 menit (n=9).
Hasil dan Kesimpulan: Dari hasil pengamatan didapatkan frekuensi denyut jantung kelompok kontrol yang dihipoksia 15 menit (N15= 173,22 ± 21,75 denyutlmenit VS R15= 174,00 ± 13,45 denyut/menit, T-test, p > 0,05). Pada kelompok kontrol hipoksia 30 menit didapat (N30= 182,80 ± 15,50 denyutlmenit VS R30=180,80 ± 31,54 denyut/menit, T-test, p >0,05). Untuk frekuensi denyut jantung kelompok perlakuan kurkumin 0,25 µM dengan hipoksia 15 menit (N15K= 217,78 ± 22,85 denyutlmenit VS R15K= 211,56 ± 35,81 denyutlmenit, T-test, p>0,05). Untuk kelompok perlakuan kurkumin 0,25 µM dengan hipoksia 30 menit (N30K= 188,00 ± 23,99 denyutlmenit VS R30K= 191,10 ± 17,69 denyut/menit, T-test, p >0,05). Dari hasil pengamatan didapat tekanan sistolik untuk kelompok kontrol yang dihipoksia 15 menit (N15= 94,61 ± 9,38 cmH2O VS R15= 52,89 ± 18,66 cmH2O, T-test, p <0,05), untuk kelompok kontrol yang dihipoksia 30 rnenit (N30= 93,80 ± 11,38 cmH2O VS R30= 30,70 ± 30,34 cmH20, T-test, p <0,05). Pada kelompok perlakuan kurkumin 0,25 µM yang dihipoksia 15 menit (N15K= 91,72 ± 11,42 cmH2O VS R15K= 66,61 ± 19,95 cmH2O, T-test, p <0,05), dan hasil kelompok perlakuan kurkumin 0,25 µM yang dihipoksia 30 rnenit (N30K= 97,44 ± 13,74 cmH2O VS R30K= 68,67 ± 14,41 cmH2O, T-test, p <0,05). Hasil analisis menunjukkan bahwa frekuensi denyut jantung balk yang dihipoksia 15 menit maupun 30 rnenit ternyata pads kelompok kurkumin 0,25 pM menunjukkan adanya peningkatan, tetapi peningkatan ini tidak bermakna secara statistik (p >0,05). Sedangkan hasil analisis terhadap tekanan sistolik baik yang dihipoksia 15 menit dan 30 menit pada kelompok kurkumin 0,25 µM menunjukkan adanya peningkatan recovery tekanan sistolik dan bermakna secara statistik (p <0,05)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2003
T21388
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R. Jusuf Susanto
"Pada setiap kerja otot akan terjadi kenaikan tekanan darah, baik itu kerja isotonik ataupun kerja isometrik. Kenaikan tekanan darah sewaktu kerja isometrik lebih tinggi daripada sewaktu kerja isotonik. Yang dimaksud dengan kerja isotonik atau kerja dinamis adalah kerja dimana terjadi pemendekan otot yang sedang berkontraksi. Sedangkan pada kerja isometrik atau statis tidak terjadi pemendekan otot.
Gerak otot-otot tubuh kita dalam kehidupan sehari-hari tidak ada yang bersifat murni isotonik atau isometrik. Pergerakan tubuh biasanya merupakan gabungan dari keduanya. Tergantung kerja yang dilakukan maka dapat lebih bersifat isotonik atau isometrik. Olahraga lari dan renang mempunyai lebih banyak komponen isotonik, sedangkan angkat besi dan push-up lebih banyak komponen isometrik.
Penyelidikan mengenai respons kardiovaskuler sewaktu kerja dinamis telah banyak dilakukan, tetapi penyelidikan mengenai respons tersebut sewaktu kerja statis belum cukup banyak. Dalam kehidupan kita sehari-hari kadang-kadang kita melakukan berbagai kerja isometrik yang bervariasi beratnya seperti mengangkat atau membawa barang yang berat, mendorong perabotan rumah tangga atau membuka pintu atau jendela yang sulit dibuka. Semuanya itu kita lakukan tanpa menyadari bahwa kerja itu dapat merupakan beban yang berat bagi jantung dan pembuluh darah terutama pada orang tua atau mereka yang berpenyakit jantung.
Di negara-negara yang mengalami musim salju seringkali dilaporkan adanya orang yang meninggal dunia segera sesudah membersihkan jalan atau halaman dari salju dengan sekop. Mereka tidak mengira bahwa bila mereka menyekop salju basah dengan kecepatan 10 x semenit selama 1 menit, energi yang dibutuhkan sama dengan naik tangga sampai lantai ke tujuh selama 1 menit. Membawa koper seberat 20 kg selama 2 menit dapat menaikkan tekanan sistolik sampai 45 mmHg dan tekanan diastolik sampai 30 mmHg.
Penggunaan alat-alat olah raga yang banyak memerlukan kerja isometrik seperti barbel dan dumbel juga mengandung resiko bagi mereka yang kesanggupan kardiovaskulernya terbatas. Apa lagi memang kegunaan alat-alat tersebut untuk meningkatkan efisiensi kardiovaskuler atau kemampuan aerobik serta kesegaran jasmani sangat terbatas. Kerja isotonik seperti berjalan atau berlari merupakan kegiatan yang rutin dikerjakan sehari-hari. Orang dengan kemampuan kardiovaskuler yang terbatas dapat segera menghentikan kegiatan itu jika merasa lelah tanpa melampaui batas kesanggupannya?"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1987
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tumbelaka, Grace
"Tempo musik mellentukan kecepatan gerak dalam senam erobik. Kecepatan (velocity) merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi beban kerja (power output), sehingga menjadi unsur penentu intensitas latihan erobik. Penelitian ini bertujuan untuk mencari hubungan antara tempo musik pada senam erobik dan peningkatan frekuensi denyut jantung (FDJ) sebagai salah satu parameter intensitas latihan erobik serta mengetahui apakah tempo musik yang digunakan tersebut memberikan gambaran FDJ yang sesuai dengan intensitas latihan erobik untuk individu tidak terlatih (40 - 75 % HRR). Subyek terdiri dari 20 wanita dewasa sehat tidak terlatih berumur 26 - 35 tahun yang melakukan 3 kali senam erobik dengan tempo musik yang berbeda (120, 134, dan 150 ketukan permenit) dengan selang waktu 2 hari. Hasil menunjukkan ketiga tempo musik memberikan gambaran intensitas latihan erobik dalam rentang yang sesuai (40 - 75 % HRR). Uji post-hoc Bonferrolli pada FDJ dan % HRR latihan inti menunjukkan perbedaan bermakna antara ketiga tempo musik (p ::; 0,0166). Uji korelasi Pearson menunjukkan korelasi terkuat antara intensitas latihan dan tempo musik terdapat pada tempo musik 134 BPM (r = 0,409; korelasi lemah). Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa tempo musik 134 BPM memberikan gambaran intensitas latihan erobik yang paling sesuai untuk wanita dewasa sehat tidak terlatih.

Music beat deiermine velocity of movement in aerobic dance. Velocity is one of the factors that affects power output, in which becoming the detennining factor of aerobic exercise intensity. The purpose of this study was to find out the correlation between music beat in aerobic dance and heart rate (HR) as a parameter' of aerobic intensity as well as to find out whether that music beat reflects HR which is suggested for untrained individual (40 - 75 % HRR). Subjects were 20 sedentlL]" healthy untrained female aged 26 - 3 5 years old, performed 3 sessions of aerobic dance which each session had different music bellts (120, 134, and 150 BPM) in 2-interval days. Result of the study showed that all the three music beats reflect HR suggested for untrained individuals (40 - 7S % HRR). Post-hoc Bonferrolli test showed that there was a significant difference on HR anrl % HRR in the 3 music beats (p ~ 0,0166). Pearson correlation test showed that the strongest correlations between exercise intensity and the 3 music beats was the 134 BPM (r := 0,409; weak correlation). The above results concluded that 134 BPM reflects the most proper aerobic intensity for sedentary healthy untrained adult female.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2006
T58337
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Retno Asti Werdhani
"Penelitian ini bertujuan untuk melakukan evaluasi program latihan Klub Jantung Sehat Pondalisa sekaligus mengetahui hubungan frekuensi dan keteraturan senam terhadap penurunan tekanan darah. Dengan demikian diharapkan akan didapatkan tekanan darah yang terkendali pada anggota KJS Pondalisa khususnya dan masyarakat usia dewasa tua umumnya.
Studi kohort retrospektif dilakukan dengan menggunakan data yang terdapat pada buku anggota KJS Pondalisa. Digunakan pendekatan analisis Cox Regression untuk melihat efek frekuensi dan keteraturan senam yang telah dilakukan oleh para anggota KJS Pondalisa selama 1 tahun pertama keanggotaan terhadap penurunan tekanan darah. HR (hazard ratio) digunakan sebagai estimasi RR (risiko relatif) efek frekuensi dan keteraturan senam terhadap penurunan tekanan darah. Anatisis multivariat digunakan untuk mengendalikan variabel-variabel perancu.
Sebanyak 132 data anggota K7S Pondalisa dianalisis dalam penelitian ini. Dalam 1 tahun pertama keanggotaan terdapat 11,36% anggota yang melakukan senam 2x1minggu, 39,39 % anggota yang melakukan senam > 8 minggu (9-15 minggu) berturut-turut, dan 11,36% anggota yang melakukan senam 2xlminggu selama > 8 minggu (9-15 minggu) berturut-turut. Tidak ada anggota yang melakukan senam 3xlminggu sesuai program dan tidak ada anggota yang melakukan senam 2x1minggu selama < 8 minggu berturut-turut_ Keteraturan senam anggota maksimum selama 15 minggu. Didapatkan penurunan tekanan darah pada 32,58 % anggota dengan rata-rata penurunan tekanan darah sistolikldiastolik sebesar 6 mmHg/4 mmHg yang dapat dipertahankan minimal selama 1 bulan. Besarnya penurunan TD ini diharapkan dapat bermanfaat dalam menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat hipertensi; sedikitnya dapat memperlambat perjalanan penyakit hipertensi serta bermanfaat dalam pencegahan primer.
Efek frekuensi senam 2xlminggu terhadap penurunan tekanan darah meningkat sebesar 1 Va dibandingkan dengan frekuensi senam < 2xlminggu [RR 1,01;95%CI [0,43-2,38]. Efek senam teratur 9-15 minggu berturut-turut terhadap penurunan tekanan darah meningkat sebesar 36 % dibandingkan dengan senam teratur < 8 minggu berturut-turut [RR 1,36;95%CI [0,63-2,93]. Senam yang dilakukan 2xlminggu selama 9-15 minggu berturut-tunrt memberikan manfaat penurunan tekanan darah sebesar 34 % dibandingkan dengan senam <2xlminggu selama 8 minggu berturut-turut [RR 1,34;95% CI [0,50-3,60]. Tidak ada perbedaan manfaat penurunan tekanan darah antara senarn < 2xlminggu selama 9-15 minggu berturut-turut dengan senam < 2xlminggu selama < 8 minggu berturut-turut [RR 0,99;95% CI [0,42-2,32].
Dan basil penelitian ini disimpulkan bahwa efek frekuensi senam 2xlminggu terhadap penurunan tekanan darah tidak berbeda dengan efek frekuensi senam < 2xlminggu. Efek keteraturan senam 9-15 minggu berturut-turut terhadap penurunan tekanan darah lebih besar dibandingkan efek frekuensi senam 2xlminggu. Hal ini menunjukkan pentingnya mempertahankan keteraturan senam untuk mendapatkan basil penurunan tekanan darah yang lebih baik. Manfaat penurunan tekanan darah pada frekuensi senam 2xlminggu didapatkan bila dilakukan selama 9-15 minggu berturut-turut. Walaupun senam sudah dilakukan secara teratur sarnpai dengan 15 minggu berturut-turut, bila dilakukan dengan frekuensi < 2x1minggu tidak didapatkan manfaat penurunan tekanan darah.
Masih adanya faktor-faktor yang belum diperhitungkan seperti durasi dan intensitas latihan, peran obat anti hipertensi, dan adaltidaknya penyakit lain, serta masih lebar dan tidak konsistennya rentang interval kepercayaan yang dihasilkan, menyebabkan basil penelitian ini belum sepenuhnya menunjukkan efek frekuensi dan keteraturan senam terhadap penurunan tekanan darah yang sebenarnya pada populasi. Oleh karena itu, masih diperlukan penelitian lanjutan menggunakan berbagai nilai frekuensi dan keteraturan senam, dengan memperhitungkan berbagai faktor di atas dan jumlah sampel yang lebih besar, untuk memperoleh manfaat penurunan tekanan darah yang sebenarnya dan presisi yang lebih akurat.

The aim of this research is to evaluate the performance of `Klub Jantung Sehat Pondalisa' as well as the association of frequency and regularity of exercise with blood pressure reduction. The long-term benefit achieved will be adequate control of blood pressure among members of the club and adults as a whole.
Retrospective cohort study was conducted, using data found on the member's logbook. Cox Regression analysis approach was used to find the benefit of blood pressure reduction through exercise's frequency and regularity which have been done by all member of KJS Pondalisa during the first year of membership. HR (hazard ratio) was used to estimate the RR (relative risk) of both exercise's frequency and regularity to reduce blood pressure. Confounders were adjusted by multivariate analysis.
There were 132 members analyzed in this research. In the first year of membership, there were 11.36% members doing exercise twice weekly, 39.39 % members doing exercise > 8 weeks (9-15 weeks) regularly, and 11.36% members doing exercise twice weekly in > 8 weeks (9-15 weeks) regularly. There were no member doing exercise thrice weekly as programmed. There were no member doing exercise twice weekly in < 8 weeks regularly. The maximum exercise's regularity was 15 weeks. There were 32.58 % blood pressure reduction among members. The mean systolic/diastolic reduction which can be maintained for at least I month were 6 mmHg/4 mmHg, This amount of BP reduction might reduce morbidity and mortality among hypertensives; at least might retard the natural history of hypertension and give benefit to primary prevention.
The effect of twice weekly's exercise on blood pressure reduction increase 1 % as compared to less than twice weekly's exercise [RR 1,01;95%CI [0,43-2,38]. Effect of doing 9-15 weeks regular exercise on blood pressure reduction increase 36 % as compared to members doing 8 weeks regular exercise [RR 1,36;95%CI [ 0,63-2,93]. Members doing exercise twice weekly in 9-15 weeks regularly get benefit on blood pressure reduction 34 % more as compared to members doing exercise less than twice weekly in < 8 weeks regularly [RR 1,34;95% CI [0,50-3,60]. There were no difference in blood pressure reduction between members doing exercise less than twice weekly in 9-15 weeks regularly and members doing exercise less than twice weekly in < 8 weeks [RR 0,99;95% CI [ 0,42-2,32].
From this research, we conclude that there was no different effect of blood pressure reduction between twice weekly's exercise and less than twice weekly's exercise. The effect of exercise in 9-15 weeks regularly toward blood pressure reduction is bigger compared with effect of twice weekly's exercise. This fording shows the importance of maintaining exercise's regularity to get benefit of reducing blood pressure. The benefit of twice weekly's exercise for blood pressure reduction will be achieved when it is conducted in 9-15 weeks regularly. Although exercise has been conducted regularly up to 15 weeks, if done less than twice weekly, it will not yield the benefit of blood pressure reduction.
There are still many factors which have not been considered such as the duration and intensity of exercise, the role of anti hypertensive drugs, and the presence of other diseases. All of those factors together with the wide range and inconsistent of confidence interval, make the results of this study fail to show the maximal effect of exercise's frequency and regularity to reduce blood pressure in population. Therefore, further research is needed using several degrees of exercise's frequency and regularity, considering also the above mentioned related factors and bigger number of sample size, to obtain the true benefit of blood pressure reduction and more accurate precision.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2006
T19090
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Nyoman Darma Adi
"ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian mengenai pengaruh penyuntikan ekstrak daun Catharanthus roseus G. Don. terhadap aktivitas ventrikel dan frekuensi denyut jantung tikus. Ekstraksi menggunakan etanol 70%, dan sebagai pelarut ekstrak digunakan larutan garam fisiologis (NaCl 0,9%). Hewan yang digunakan dalam penelitian adalah tikus putih strain LMR Wistar derived. Dalam penelitian dibuat empat kelolmpok perlakuan yaitu: kelompok kontrol jaurni, kontrol pelarut, disuntik ekstrak daun C. roseus yang berbunga putih, dan disuntik ekstrak daun C. roseus yang berbunga merah. Ekstrak disuntikkan secara intravena. Dosis yang disuntikkan setara dengan 0,1067 g daun C. roseus kering/100 g berat hewan. Aktivitas ventrikel dan frekuensi denyut jantung dicatat dengan elektrokardiograf. Hasil yang diperoleh untuk kelompok kontrol murni dan kelompok kontrol pelarut, aktivitas ventrikel dan frekuensi denyut jantung tidak mengalami perubahan yang nyata sampai akhir pengukuran. Pada kelompok yang disuntik ekstrak daun C. roseus yang berbunga putih maupun yang berbunga merah terjadi perpanjangan waktu depolarisasi dan repolarisasi ventrikel serta penurunan frekuensi denyut jantung yang nyata.
ABSTRACT
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia, 1992
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Djoko Sudibyo
"ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan pada 30 orang tenaga kerja PLTD Manggar sebagai kelompok studi dan 30 orang tenaga kerja BALAI KARYA LISTRIK Manggar, Belitung
sebagai kelompok pembanding dengan pendekatan Studi deskriptif yang bersifat Cross sectional. Data di kumpulkan melalui metode wawancara dan pengukuran.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa intensitas kebisingan yang lebih besar daripada nilai ambang batas diperkenankan (85 dB) pada lingkungan kerja PLTD Manggar, ternyata tidak terbukti secara statistik menimbulkan perubahan indikator stres yaitu meningkatkan tekanan darah, frekwensi denyut nadi dan kadar lipid plasma, meskipun nilai rata-rata perbedaan peningkatan indikator Stres tersebut sebelum dan sesudah mereka bekerja bila dibandingkan dengan kelompok tenaga kerja yang terpapar kebisingan kurang dari 85 dB berbeda secara statistik.
Pada analisa regresi dan korelasi antara variabel indikator stres yang diteliti dengan hasil pengisian kwesioner HRS-A (kwesioner untuk mengetahui derajat stres ) ternyata negatif.

"
1988
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Penyakit jantung saat ini merupakan penyebab pertama kematian. Pengukuran tekanan darah dikedua lengan adalah salah satu cara evaluasi kesehatan jantung. Perbedaan tekanan darah pada kedua lengan lebih dari 10 mmhg merupakan suatu hal yang patut dicurigai, akan adanya penyakitjantung. Selama ini hanya stenosis atau koarctio aortalah yang dipandang sebagai etiologi,padahal setiap penyakit jantung dapat mempengaruhi faktor-faktor esensial, diantaranya daya pompa dan jari-jari, karena itu penulis melakukan penelitian, mengenai apakah setiap penyakit jantung dapat ditandai oleh perbedan tekanan darah lebih dari 10 mmhg dengan menggunakan design deskriptif sederhana dan analisa data menggunakan mean dan presentase. Peneliti mendapatkan miokard infark dan hipertensi dapat menyebabkan perbedaan tekanan darah kanan dan kiri Iebih dari 10 mmhg."
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2001
TA4967
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>