Suatu infark miokard akan mengakibatkan kerusakan miokard, yang dapat bersifat reversibel atau menetap. Kerusakan miokard tersebut akan mempengaruhi fungsi ventrikel kiri, baik secara global maupun regional. Fungsi regional tersebut dapat dinilai dari analisis pergerakan dinding ventrikel secara segmental. Beberapa parameter klinis maupun laboratoris, antara lain angina pasca infark, gaga! jantung, aritmia dan luasnya infark akan menentukan prognosis pasca infark miokard. Dari keempat faktor tersebut luasnya infark akan tercermin dari adanya gangguan pergerakan dinding ventrikel, sebagai petanda ada tidaknya viabilitas miokard. Penelitian ini bertujuan untuk mencari hubungan antara analisis pergerakan dinding ventrikel yang di lakukan secara serial dengan viabilitas miokard pasca infark miokard akut. Telah dilakukan pemeriksaan ekokardiografi secara serial terhadap 35 penderita infark miokard akut di RS. Jantung Harapan Kita. Dari pemeriksaan tersebut dibuat suatu skor yang dikenal sebagai 'wall motion score index' (WMSI) berdasarkan gangguan pergerakan dinding ventrikel secara segmental. Data yang di peroleh menunjukkan adanya penurunan nilai WMSI dari hari ke hari pada semua penderita yang diteliti. Penurunan nilai WMSI yang dianggap bermakna secara statistik adalah - 0,25 (p < 0,001 ). Nilai tersebut menunjukkan adanya viabilitas miokard. Uji korelasi menunjukkan bahwa tidak terdapat korelasi antara WMSI pada 24 jam pertama infark miokard akut dengan nilai puncak dari enzim CKMB (r = 0,23) namun terdapat korelasi yang sedang antara WMSI tersebut dengan nilai puncak enzim CK (r= 0,4). Ketidak sesuaian terse but ( discrepeney) menunjukkan bahwa nilai puncak enzim sebetulnya tidak dapat mencerminkan luasnya infark yang berpengaruh terhadap pergerakan dinding ventrikel. _ Penelitian ini juga menunjukkan bahwa tidak terdapat korelasi antara WMSI dengan fraksi ejeksi (r = -0,06), fraksi pemendekan (r = -0,08) volume akhir sistol (r = 0,21) dan volume akhir diastol (r = 0,35). Gambaran tersebut jauh berbeda pada 1 hari sebelum penderita di pulangkan, dimana terdapat korelasi yang cukup kuat antara WMSI dengan fraksi ejeksi, fraksi pemendekan dan volume akhir diastol (r = -0,51 ; r = -0,46 ; r = 0,67) tetapi tetap tidak ditemukan korelasi dengan volume akhir sistol (r = 0, 19). Hal ini menunjukkan bahwa fraksi ejeksi dan fraksi pemendekan kurang dapat mencerminkan fungsi ventrikel kiri pada fase akut infark miokard (24 jam pertama). Dari penelitian ini dapat diambil kesimpulan bahwa : 1. Perubahan WMSI ~ 0,25 dapat digunalan sebagai parameter untuk menilai viabilitas miokard. 2. WMSI merupakan pencerminan fungsi regional ventrikel kiri yang dapat digunakan untuk menilai fungsi ventrikel pada 24 jam pertama infark miokard. 3. Pada 24 jam pertama IMA tidak terdapat korelasi antara WMSI dengan EF, FS, ESV dan EDV, sedangkan pada hari ke 5 pasca IMA korelasi hanya didapat dengan EDV. Akan tetapi pemeriksaan yang dilakukan sebelum penderita dipulangkan, terdapat korelasi antara WMSI dengan EF, FS dan EDV. 4. Sebagian penderita yang diteliti mengalami ustunning" dari miokard.